This is Love

By syafa_khairunnisa

73.7K 3.4K 239

[BELUM DIREVISI, SELESAI TAHUN 2015] [Pernah diikutsertakan dalam FF Contest di blog Chairun Najmi - Peringka... More

(1) When My Eyes Keep Staring at You
(2) Hi Mom, She is My Wife
(4) Sleeping Beauty
(5) You Take My Heart Away
(6) Back Into Your Arm

(3) Don't Touch My Boy, Dad!

8.4K 481 15
By syafa_khairunnisa

Cho Kyuhyun's POV

Seharian ini aku benar-benar kacau. Hanya karena satu fakta : Shin Je Wo adalah anak seorang mafia.

Memangnya kenapa kalau ayahnya mafia? Apakah itu salahnya? Bukan dia yang memilih agar dilahirkan oleh keluarga dengan latar belakang seperti itu kan? Jadi apa yang kau takutkan? Berhentilah jadi pecundang, Cho Kyuhyun!

Aku memaki diriku sendiri. Hari ini adalah hari pertamaku menjalankan Cho Corp. Dan sekarang aku sedang terduduk di pinggir taman sendirian. Menertawai diriku sendiri saat kudapati bahwa aku melihat gadis itu sedang berlarian di taman ini. Bagus, Cho Kyuhyun! Tidak cukup dengan otakmu dihantui oleh dirinya, sekarang gadis itu juga berkeliaran di matamu.

Tapi, tunggu dulu ...

Kalau ini hanya ilusi, tidak mungkin terlihat sejelas ini. Itu memang Shin Je Wo! Dan dia bukan sedang berlarian, tapi melarikan diri. Kabur dari beberapa pria berpakaian hitam yang mengejarnya. Ia berlari ke arahku. Masih sempat untuk melemparkan senyumannya padaku. Dan syukurnya aku masih cukup waras untuk tidak pingsan di tempat. Ia menarikku agar ikut lari bersamanya.

"Hai. Kita bertemu lagi. Kau tidak mengikutiku kan?" sapanya ringan. Masih dengan kepercayaan diri yang tinggi.

"Apa yang kau lakukan? Siapa mereka? Kau berutang pada mereka?"

"Hei, Sir, jaga ucapanmu. Memangnya sejak kapan tuan putri sepertiku memiliki utang?" katanya dengan mimik tidak terima.

Ia lalu menarik tanganku untuk berhenti. Baru kusadari kalau sekarang kami sedang berada di sebuah gang yang cukup sempit. Ia merapatkan tubuhnya di dinding sambil sesekali melirik ke belakang. Melihat keberadaan pria-pria tadi. Dan sebelum aku sempat mengatakan apa pun, ia sudah merobek gaun pas badannya-yang berukuran selutut-hingga kini hanya sebatas setengah pahanya, atau mungkin lebih. Tindakan itu sukses membuatku menganga.

"Apa yang kau lihat, hah?" katanya galak.

"Kau tidak perlu melakukan itu hanya untuk menggodaku, Sayang." Aku balas menggoda.

"Cih. Hanya di dalam mimpimu."

Sedetik kemudian, kulihat ia sudah menghajar seorang pria yang tadi mengejar kami. Menghadiahinya pukulan-pukulan mematikan hingga menyebabkan pria itu rubuh. Disusul dengan tendangan dan pukulan yang ia arahkan pada pria yang lainnya. Tubuhnya bergerak gesit menghindari serangan-serangan dari pria itu yang kuakui cukup berpengalaman. Ia lalu menampar kepala mereka. Berputar mengelilingi tubuh yang lain dengan kecepatan mengagumkan, lalu menendang kaki bagian belakang pria itu. Mematahkan tulang hidung pria yang lain dan meninju perut pria yang satunya lagi. Aku menyaksikannya dengan sorot kekaguman. Tak lama itu kulihat pria-pria itu sudah ambruk di tanah.

Shin Je Wo menghampiriku sambil mengatur napas. Mengibaskan rambutnya ke belakang lalu merapikan pakaiannya.

"Nah, sekarang kita bisa pergi."

Kami meninggalkan tempat itu dengan berjalan beriringan. Aku memperhatikannya yang sedang menghapus keringat. Memutar kembali kejadian tadi di kepalaku dengan setengah percaya. Gadis ini, gadis yang kukira anggun meskipun bermulut tajam, bisa menghabisi lima orang pria yang bukan pria biasa. Sementara aku, laki-laki sejati, hanya berdiri di belakang sambil menontonnya, dan tidak melakukan apa pun untuk mengubah keadaan. Hari ini untuk pertama kalinya aku merasa terhina sebagai seorang laki-laki.

Dan dia menghabisi mereka saat ia menggunakan gaun dengan bawahan sempit. Baiklah, sekarang aku yakin, sepertinya ia memang putri seorang mafia.

Omong-omong soal gaun ...

Aku melihat keadaannya sekarang. Sial! Kenapa aku baru menyadarinya?

"Hm? Ada apa?"

Ia melihatku dengan pandangan bertanya saat aku menahan tangannya untuk berhenti melangkah.

Aku melepaskan jasku. Melingkarkannya pada pinggang gadis itu lalu mengikatnya. Membiarkan tanganku mengelilingi tubuhnya untuk sejenak lalu membalas tatapannya. Mengabaikan detak jantungku yang lagi-lagi di luar batas normal. Hampir melonjak senang saat kulihat rona merah di wajah gadis itu.

"Tidak ada yang boleh melihat betapa memesonanya istriku saat ini."

***

Shin je Wo's POV

"Tidak ada yang boleh melihat betapa memesonanya istriku saat ini."

Wajah pria itu tepat di hadapanku. Aku heran kenapa tidak pingsan saat ini juga. Beruntung sekarang Kyuhyun memegangiku. Kalau tidak, aku yakin kini aku sudah teronggok tak berdaya di tanah hanya karena tatapan mata beberapa detik. Interaksi itu kembali menciptakan aliran listrik yang menghantarkan sensasi nyaman di seluruh tubuhku. Tidak-tidak-tidak!

Sial! Kenapa dia harus melakukan hal mendebarkan seperti ini?

Aku mengalihkan pandangan. Melepaskan diri darinya lalu berdeham.

"Sudah kubilang aku bukan istrimu." Aku berkata pelan tanpa memandangnya. Tak ingin membuat getaran tubuhku semakin parah.

"Itu adalah fakta yang tertunda." Kyuhyun menjawab ringan.

"Sepertinya kau terbentur sesuatu tadi."

"Tunggu saja. Fakta itu akan terwujud dalam waktu dekat nanti."

"Sekarang aku yakin kau memang terbentur sesuatu."

Kyuhyun terkekeh geli . Kami kembali melanjutkan langkah menuju mobilnya.

"Omong-omong, ibuku ingin bertemu denganmu."

***

Kami memasuki rumah keluarga Cho-setelah tadi mengganti pakaianku terlebih dahulu. Saat tiba di dalamnya, Ibu Kyuhyun langsung memelukku. Untuk sejenak, kehangatan yang dulu hanya bisa kubayangkan, menerpaku bagai angin musim semi. Setelah itu aku mengakui bahwa pelukan seorang ibu memang tempat terhangat yang diciptakan oleh Tuhan.

"Oh! Je Wo~ya. Senang melihatmu datang. Ayo masuk! Eomma dan Ahra sedang menyiapkan makan malam."

"Ne, Eomma. Kalau begitu biar aku bantu," jawabku sambil tersenyum.

Meskipun pada kenyataannya aku bukan menantunya-bahkan bukan pula calon menantunya-tapi sikap hangat Nyonya Cho membuatku tidak bisa menolaknya. Akhirnya aku menawarkan diri. Berharap agar ia melarangku karena sejujurnya kemampuanku di dapur benar-benar butuh pertolongan. Aku lebih memilih memukuli pengawalku daripada memasak.

Dan malangnya, Nyonya Cho tidak menahanku. Malah menyambut tawaranku dengan senang hati. Wanita baik itu ternyata tidak cukup peka.

Ini benar-benar di luar dugaan. Aku bahkan rela merepotkan diriku sendiri.

"Aku bukan istrimu kan? Aku tidak benar-benar berniat memasak," bisikku pada Cho Kyuhyun.

"Anggap saja latihan menjadi istriku." Kyuhyun menjawab dengan terlalu santai.

"Kau gila. Aku tidak bisa memasak. Sial! Aku akan-"

"Adik ipar?"

"Ne?"

Dengan refleks aku menjawab saat kudengar Ahra Eonni berteriak.

Aku menggigit bibirku sendiri. Dan sekarang aku bahkan mengakui diriku sendiri sebagai adik iparnya! Ini benar-benar tidak beres.

Kyuhyun tersenyum geli padaku. Ia lalu mengacak pelan rambutku dan mendorong tubuhku hingga sampai di balik counter dapur. Berdiri di samping Ahra Eonni. Dihadapkan dengan sekian macam bahan makanan yang tidak kuketahui apa namanya.

Akhirnya aku mengikuti instruksi Ahra Eonni dengan canggung. Memotong wortel dengan amat sangat tidak simetris. Merasa menyerah, aku mendesah penuh penyesalan-yang kali ini kuajukan dengan tulus.

"Mianhae Eonni, Eomma. Aku tidak bisa memasak," kataku dengan pelan. Berharap mereka mengerti situasiku. Aku sudah menyiapkan diri menghadapi reaksi kedua orang itu. Tapi aku merasa terkejut saat melihat respon Nyonya Cho.

"Benarkah? Oh, tidak apa-apa Je Wo. Eomma atau pun Ahra bisa mengajarimu. Toh, semua hal kan memang butuh proses. Saat seumuranmu, aku bahkan tak bisa membedakan yang mana garam, yang mana gula."

Ia menjawab sambil tersenyum. Mengusap lenganku dengan pelan seolah-olah ingin mengatakan kalau itu bukanlah masalah besar.

"Nafsu makanmu besar, tapi kau bahkan tidak bisa memotong wortel dengan benar." Kyuhyun berkomentar. Aku mendelik padanya yang kini sudah berdiri di sampingku.

"Tapi aku yakin aku bisa memotongmu dengan benar," balasku sambil melirik ganas.

"Apa kau dan ibumu tidak pernah masak bersama?"

Aku menoleh saat Ibu Kyuhyun bertanya padaku.

"Ani. Aku tidak punya ibu. Eh, maksudku ibuku meninggal saat melahirkanku. Jadi, bisa dikatakan aku tidak pernah merasakan bagaimana rasanya memiliki ibu. Di rumah, ayahku menyiapkan juru masak yang mengurus keperluan makan kami."

Aku menjawab sambil tersenyum. Berusaha menahan getaran dalam suaraku. Aku tidak tahu apakah wajahku benar-benar menunjukkan ekspresi tersenyum saat ini. Aku hampir tidak pernah membicarakan soal ibuku dengan orang lain, dan saat kini aku membicarakannya dengan Nyonya Cho membuat pertahananku nyaris runtuh.

Ketiga orang di sana terdiam melihatku. Aku memandang Kyuhyun. Ingin melihat reaksi pria itu. Kulihat ia menatapku dalam. Tatapan yang bukan tatapan mengasihani yang biasa orang-orang tunjukkan padaku. Tatapan yang seolah-olah mengisyaratkan ... kekaguman? Dan saking teduhnya, aku bahkan berpikiran kalau ia seolah merasakan bagaimana perasaanku saat ini. Bagaimana ia ingin melindungiku dan membiarkanku bersandar padanya. Lalu kurasakan tangan yang hangat menggenggam tanganku. Dan meskipun samar, aku yakin kalau Kyuhyun saat ini sedang tersenyum padaku. Senyum yang menenangkan segala hal yang tadinya berkecamuk di dadaku.

"Tidak apa-apa. Kau bisa memasak dengan Eomma kapan pun kau mau. Eomma adalah ibumu juga."

Nyonya Cho tersenyum khas senyum seorang ibu. Tangannya menggenggam tanganku yang lain. Aku bersyukur ia memelukku lebih dulu sehingga tidak membuatku terlihat lebih cengeng lagi. Ia mengusap kepalaku dan menepuk pundakku pelan. Membuat seluruh sel tubuhku menjadi lebih rileks. Seolah mengerti, Nyonya Cho masih tetap memelukku lebih lama dan bukannya langsung melepaskanku. Sikap pengertiannya membuatku ingin menangis.

"Kau tidak sendirian lagi, Je Wo. Kau bisa menceritakan apa pun pada Eomma. Mengadukan hal apa pun tanpa perlu merasa takut disalahkan."

***

Shin Je Wo's POV

Seharian ini aku dipaksa oleh ayahku untuk mengikutinya ke mana pun. Banyak orang yang kami temui hari ini-dan aku tidak berminat untuk menjelaskannya. Sebagian besar mereka tidak jauh berbeda dengan ayahku. Sebagian lagi adalah para politikus yang berpengaruh di Korea Selatan. Dan sebagian yang lain adalah para pebisnis yang membutuhkan kekuasaan ayahku, dan bahkan para produsen senjata api. Yang kami lakukan hanya satu, menjalin simbiosis mutualisme.

Jika kalian bertanya, apakah aku menyesal dilahirkan di keluarga ini, aku tidak mempunyai jawabannya. Di satu sisi aku merasa bangga dan masih bersyukur karena Tuhan memberikanku hidup yang dapat dikatakan baik meskipun juga buruk. Dan di sisi lain, aku membenci kehidupanku sendiri. Terlalu banyak aturan yang mengikatku. Dan penjara terbesarku adalah ayahku. Dia selalu mengaturku dalam segala aspek kehidupan. Tidak memerbolehkanku melakukan ini. Harus melakukan itu. Ia membekaliku pelatihan yang kelak akan menemaniku untuk menggantikan posisinya, mengabaikan adanya perbedaan gender. Tanpa merasa perlu bertanya apakah aku menginginkannya atau tidak. Ia mengatur kehidupan sosialku. Dengan siapa aku harus berteman, dan dengan siapa aku harus menjauhkan diri. Selama ia menyukai temanku si A, maka ia akan membiarkannya. Dan jika menurutnya aku tidak seharusnya berteman dengan si B, maka ia akan menyingkirkannya.

Sejauh ini aku tidak terlalu bermasalah dengan pertemanan, karena pada kenyataannya aku memiliki banyak teman wanita. Namun, tidak sama halnya dengan pria. Ayahku juga mengatur dengan siapa aku harus jatuh cinta. Kalau perlu, ia tidak akan mengizinkanku mencintai siapa pun. Saat aku bertanya kenapa, ia menjawabku dengan nada dingin andalannya. "Karena perasaan cinta hanya akan membuatmu lemah dan pada akhirnya menyakiti dirimu sendiri. Orang seperti kita tidak seharusnya lemah. Terlebih lagi memiliki kelemahan."

Apakah aku pernah berontak?

Tentu saja. Selama ini aku habiskan hidupku dengan berusaha mengubah aturannya. Menjelaskan padanya bagaimana perasaanku dan hidup seperti apa yang aku inginkan-meskipun nyatanya dia tidak pernah mendengarku dan yang kulakukan hanya terus berusaha kabur darinya. Tapi tidak ada yang berubah. Tidak peduli aku pergi ke negara mana pun, ia tetap berhasil menarik diriku kembali. Kupikir, jika seandainya, hanya seandainya, seandainya ibuku masih hidup, aku tidak akan merasa serapuh ini. Tidak apa-apa jika ayahku membantingku berkali-kali. Aku akan baik-baik saja karena akan ada tangan ibuku yang membantuku berdiri. Tidak apa-apa jika aku tidak pernah bertemu ayah sepanjang hari, karena ibu yang akan menemaniku. Kenyataan bahwa aku hanya berdiri sendirian membuatku menyerah.

Sekarang aku tidak berniat memberontak lagi. Menerima takdirku sebagai putri seorang mafia. Menatap dengan tatapan tajam dan mengangkat dagu, layaknya putri tunggal Keluarga Shin.

Tapi di sudut hatiku, aku masih merasa terusik, khawatir, dan takut. Bagaimana dengan Cho Kyuhyun? Apa yang akan terjadi jika ayahku tahu tentangnya? Dan apa yang harus aku lakukan untuk bisa menghilangkannya dari hati dan kehidupanku? Apa yang harus kulakukan jika pada akhirnya tidak bisa melupakannya sama sekali?

***

Aku menatap ayahku. Tidak ada aura kehangatan sama sekali saat makan malam kali ini. Aku tetap melanjutkan makan, mengabaikan keheningan yang mulai terasa mencekik.

"Kulihat akhir-akhir ini kau dekat dengan pria bernama Cho Kyuhyun."

Ayahku berkata dengan dingin. Tanganku berhenti di udara saat hendak menyuapkan makanan. Aku menatap ayahku lagi. Merasakan hal aneh saat ia mengatakannya.

"Tidak. Dia bukan siapa-siapa," jawabku berbohong.

Tidak ingin ia tahu bahwa aku memang memiliki hubungan yang tidak biasa dengannya.

Tapi, tunggu dulu. Bukankah aku memang tidak memiliki hubungan apa pun dengan Kyuhyun?

"Benarkah? Kalau begitu baguslah. Tidak akan ada masalah jika aku menghabisinya sekalipun."

Jantungku seperti berhenti berdetak. Lalu kurasakan kepalaku mulai berputar menuju dimensi dimana hanya ada aku, ayahku, dan Cho Kyuhyun di kejauhan sana. Aku tidak bisa bernapas. Tidak. Ini tidak mungkin! Dengan susah payah aku berusaha menenangkan diri. Menghirup udara sebanyak-banyaknya, tapi bernapas terasa lebih menyakitkan. Tanganku bergetar. Aku menatap ayahku dengan pandangan tajam. Menahan air mata yang sudah ingin tumpah. Tidak. Aku tidak akan sudi menangis di hadapan orang yang bahkan tidak memiliki hati.

"Apa yang sudah Appa lakukan?" tanyaku sambil meremas pakaianku. Meluapkan segala perasaan yang kini campur aduk.

"Hanya memberinya sedikit peringatan." Ayahku menjawab tanpa ekspresi.

Detik berikutnya aku langsung menggeser kursi dudukku ke belakang dengan sekuat tenaga hingga menimbulkan bunyi yang menggema di ruangan itu. Berlari ke luar rumah tanpa menoleh ke ayahku satu kali pun. Tidak peduli bagaimana penampilanku saat ini. Tidak peduli rasa dingin yang menusuk karena musim dingin akan tiba. Aku tidak bisa memikirkan apa pun lagi selain pria itu. Dan hari itu aku sadar, bahwa entah sejak kapan, keselamatan Cho Kyuhyun benar-benar menjadi hal terpenting dalam hidupku.

To be continued...

Continue Reading

You'll Also Like

30.9M 1.8M 67
DIJADIKAN SERIES DI APLIKASI VIDIO ! My Nerd Girl Season 3 SUDAH TAYANG di VIDIO! https://www.vidio.com/watch/7553656-ep-01-namaku-rea *** Rea men...
2.1M 331K 67
Angel's Secret S2⚠️ [cepat, masih lengkap bro] "Masalahnya tidak selesai begitu saja, bahkan kembali dengan kasus yang jauh lebih berat" -Setelah Ang...
13.8M 1.1M 81
β™  𝘼 π™ˆπ˜Όπ™π™„π˜Ό π™π™Šπ™ˆπ˜Όπ™‰π˜Ύπ™€ β™  "You have two options. 'Be mine', or 'I'll be yours'." Ace Javarius Dieter, bos mafia yang abusive, manipulative, ps...
3.5M 749 2
#Book 1 THIS PSYCHOBABY WITH A DEADLY OPIATE! { Harap follow wattpad dan sosial media penulis sebelum baca biar kalian gak ketinggalan notifikasi, in...