LEMBAYUNG (Short Story-END)

By intanksm98

5.1K 765 268

Seharusnya Lemba tahu, bahwa mencintai adiknya sendiri itu adalah hal yang salah. Itulah sebabnya ia melarik... More

LEMBAYUNG
1. EFEMERAL
2. PETRIKOR
3. BASWARA
4. JENGGALA
5. SAUJANA
6. RINAI
7. PILON
EPILOG : TAMARAM

8. SADRAH

462 79 26
By intanksm98

Hujan terus mengguyur pulau sejak kemarin malam, padahal sudah pukul sepuluh dan langit masih berwarna gelap. Hujan tidak turun sendirian, dia bersama guntur dan halilintar. Keberkahan alam sejak kemarin membuat beberapa penduduk pulau bermalas-malasan, terlalu beresiko untuk melaut. Begitu juga di rumah Bagaskara, hampir keseluruhan anggota keluarga sudah bersantai di ruang keluarga menikmati kopi dan teh hangat serta pisang goreng buatan Mega dan menantunya, Kaluna.

Hanya Lemba dan Bayung yang masih bergelung di balik selimut tebal. Bayung terlalu erat memeluk kakaknya, setelah perdebatan yang diselesaikan dengan secepat kilat itu, Bayung langsung tidur memeluk kakaknya. Mereka tidak lagi membahas perihal Adindra, keduanya tidak mempedulikan bagaimana kondisi Adindra yang susah kepalang senang padanya.

Lemba menarik lengan yang menjadi bantalan adiknya tidur, bibirnya tersenyum tipis menatap cantik Bayung tidur, mengelus pipinya. Dia menghela napas lesu, bisakah dia mengecup sekilas saja? Lemba menggeleng ketika tersadar dari pikiran kotornya. Dia bergegas bangkir dari kasur untuk berjalan ke kamar mandi—membasuh wajahnya sebelum turun untuk menemui keluarga.

Sejujurnya Lemba sudah ingin kembali ke Ibu Kota, perasaannya semakin tidak karuan jika berdekatan dengan Bayung. Tubuh Lemba memang gagah, tetapi tidak menutup jika hatinya lemah.

Perlahan Lemba menuruni tangga kayu rumahnya, dia masih memikirkan bagaimana caranya meminta izin kepada keluarganya untuk kembali bekerja di Ibu Kota.

"Uhum, Jana tidak setuju!!" Suara Renjana meinggi, hampir mengalahkan guntur yang berukang kali terdegar. "Renjana berumpah Mbah Uti, Lemba tidak akan pernah setuju tentang itu, prcayalah."

"Loh, Lemba tidak akan bisa menolak permintaan kita, Lemba akan menuruti perjodohan ini." Mbah Uti bersuara dengan begitu kuat, terdengar mengandung keyakinan yang keras.

Mbah Kakung menggeleng. "Uti, mau sesempurna apa pun seseorang, tidak akan pernah mampu mengisi perasaan Lemba jika dia sendiri yang menolaknya."

"Mbah!! Sampean (kamu) tidak usah ikut campur, ini semua demi kebaikan Lemba. Renjana bahkan tidak masalah jika harus dilangkahi dua atau tiga kali, tetapi Lemba? Anak itu akan tetap mengatakan tidak jika dia tidak, maka dari itu … Kita yang perlu membuatnya mengatakan iya." Ucap Mbah Uti lagi, semua ini perkara perjodohan Lemba dan Adindra. Masih ada dua belah pemikiran yang sama beratnya. "Apalagi yang dicari? Lemba mapan, tinggal kamu beri bagiannya dan menikah dengan bahagia—"

"Mbah Uti," Suara Mega merendah, "Maaf kalau saya memotong, tetapi saya tidak setuju jika pemikiran Mbah Uti seperti itu. Meski Lemba tetap mendapatkan bagiannya untuk menghidupi keluarga di masa depannya nanti, jika dia tidak menyukai maka semua tidak bisa kita anggap bahagia."

Lemba, masih berdiri di anak tangga, dia tidak bergerak dari tempatnya—menyimak pembicaraan yang mulai mengusik sanubari.

"Halah, dulu kamu sama Wiyata ya begitu …"

"Bu," Wiyata mencegah ibunya agar tidak berbicara lebih banyak. Semua orang tahu jika Wiyata dan Mega dahulunya juga bersatu karena perjodohan. Namun, yang membahagiakannya, mereka sama seperti Aksama dan Kaluna, bersatu karena cinta mereka. "Apa pun yang menjadi keputusan Lemba, saya akan pikirkan dan mencari jalan tengahnya. Tapi sebaiknya, kita bertanya padanya, siapa seseorang yang dia suka dan kita bisa membantunya untuk bersatu di bawah sumpah Tuhan."

Mbah Uti mendegus, di rumah ini hanya dia sendiri yang berpegang teguh agar Lemba bersama Adindra. Untuk Mbah Kakung, Aksama dan Kaluna memilih untuk nertral—mencari yang terbaik bagi Lemba, sedangkan Wiyata, Mega dan Renjana tampak menolak meski tetap mendengarkan bagaimana pendapat Mbah Uti. Seseoang yang berada dipihak Mbah Uti seperti Tante Ratna sudah kembali satu hari setelah pernikahan Aksama dan Kaluna.

Semuanya terdiam, menatap Lemba yang berdiri tidak jauh dari jalan masuk menuju ruang keluarga. Suara mereka terlalu keras untuk rumah sekecil ini, bahkan teriakan mereka saja sudah menusuk di ruang kamar lantai dua.

"Eh, Lemba sudah bangun? Ibu buatkan teh—" Lemba menahan ibunya yang berdiri hendak berjalan melewatinya, menuju dapur untuk membuatkan minuman. "Lemba—" Mega menggeleng, ibunya tahu jika Lemba mendengar semuanya, Mega tidak ingin Lemba bersuara sampai membuat runyam keluarganya.

"Maaf, Lemba tidak bermaksud menguping, tapi pembicaraannya terdengar sampai ke dalam kamar." Ucap Lemba berbohong, padahal dia mendengar semuanya dari arah tangga. "Boleh Lemba bersuara, Mbah Uti?"

Mbah Uti menoleh, kepalanya mengangguk samar.

"Lemba datang ke sini untuk menghargai keluarga ini, bukan untuk mencari pasangan—" Lemba menatap tangan ibunya yang meremas lengan bagian kanannya. Lemba tersenyum tipis, dia bisa menangani ini, perasannya tidak biasa lagi terbendung. "Lemba tidak bisa menerima perjodohan apa pun, meski dia bukan Adindra sekalipun. Lemba tetap menolak."

"Le (panggilan untuk anak laki-laki) … Mbah hanya ingin kamu bahagia, kalau kamu tidak suka, Mbah akan carikan yang lain—"

"Mbah," Lemba memotong. "Lemba tidak ingin menikah dengan siapa pun—"

"Lemba!!" Ibunya mencengkeram tangannya, matanya memerah menahan air mata. "Jaga ucapanmu."

Lemba menunduk, mengerjapkan mata yang mendakak bulir bening jatuh setitik ke lantai kayu. Lemba menatap Bapaknya. Dia mengusap air pipi. "Maaf …"

"Lemba sudah. Bapak tidak masalah kamu mau menikah atau tidak, berhenti menangis, ya?"

Bibir Lemba bergetar, ini sudah sangat sesak di dadanya. Dia melihat Mbah Kakung berdiri, meraih tongkat yang membantunya berjalan—melangkah pelan ke arah Lemba. Membuat pria yang sudah lama jauh dari keluarganya itu semakin menangis, dia tidak bisa seperti ini.

"Lemba mencintai Bayung."

Mbah kakung menghentikan langkahnya, seluruh orang benar-benar terdiam, mereka bahkan berdiri saking terkejutnya. Lemba merasakan tangan sang Ibu luruh dari lengannya.

"Lemba tidak tahu kenapa bisa seperti itu," selama berbicara menatap Bapaknya, air mata Lemba terus-menerus jatuh, dia mengusap pipinya dengan kasar. "Lemba sengaja pergi jauh dan tidak pernah kembali agar melupakan rasa yang salah itu. Tapi, perasaan itu kembali hadir ketika Lemba sampai di sini, bagaimana ini, Pak?"

"Lemba, sudah—" Renjana bahkan tidak bisa berkata-kata ketika Lemba terisak begitu kuat.

"Kak, Lemba tidak mau di sini, Lemba mau pergi …." Lemba mengusap air matanya. "Sudah berulang kali Lemba berpikir, apakah bisa Lemba bersama Bayung?"

"Jaga bicaramu, Lemba!!!" Wiyata bersuara, kalimat itu kembali membuat hati Lemba teriris, dia menangis. "Kamu juga perlu tahu batasanmu!!"

Lemba menarik napasnya, menghela pelan sembari mengusap air matanya. "Bukankah Lemba bukan bagian Bagaskara—"

"LEMBA!!!!" Kali ini, teriakan berasal dari Mega. Wajahnya sudah banjir air mata, dia menangis kuat. "Apa ini balasanmu kepada keluarga kami? Kamu tidak tahu balas budi!!"

"Bu, jaga bicaramu …"

"Kenapa?" Mega menatap suaminya, dia menangis kuat sambil memukul dadanya. "Hampir dua puluh tahun!! Aku berusaha menjadikannya putraku, kusayangi, kucintai seperti putraku sendiri. Kulupakan jasad Ufuk yang terbakar dengan hadirnya Lemba, lalu apa yang dia balas pada kita, Wiyata? Dia ingin menikahi adiknya sendiri …."

"Saya juga kehilangan keluarga saya dalam kebakaran itu, Bu." Ucap Lemba. "Mas Ufuk yang membakar dan membuat keluarga saya mati di sana."

Mata merah Mega melebar, dia melangkah dan berdiri tepat di hadapan Lemba. "Lalu, apakah perlakuan kami tidak membuatmu puas, Lemba? Kamu sendiri yang menangis ketika dipukuli bapakmu, bercerita pada Ufuk kalau kamu ingin keluargamu menghilang dan kamu bisa mencari keluarga lain." Mega semakin menangis kuat. "UFUK MEMBERIKANNYA, LEMBA!!! JANGAN LUPAKAN ITU."

"Mega …" Mbah Kakung melangkah pelan, ingin menghentikan menantunya yang semakin menggila mencengkeram kaos bagian kerah milik Lemba.

Mata sendu penuh kasih sayang itu menghilang, Mega merubah cara pandangnya kepada Lemba. "Dengar, Nak!! Sekalipun aku tidak mengenalmu, atau aku sangat mengenalmu sebagai pria baik dan bertanggung jawab. Aku tidak akan pernah memberikan putraku pada pria tidak tahu diri sepertimu."

Wiyata berlari mendekap sang istri yang menangis, dia menatap putranya. "Lemba, pergi sebentar, biar Bapak menenangkan Ibumu."

Lemba masih tidak bergerak dari tempatnya, menatap sang ibu yang terus berteriak tidak beraturab. 

"IYA,PERGI KAMU DARI RUMAHKU!! JANGAN PERNAH MENGAMBIL POSISI UFUK DI RUMAH INI LAGI!!!" Teriak Mega yang mengecil karena di seret pergi oleh Wiyata dan Aksama.

Lemba terdiam, menatap anggota keluarga yang masih tersisa. Tanpa permisi, Lemba berbalik—berlari menaiki anak tangga untuk meuju kamarnya. Dia mendorong pintu dengan keras, matanya melebar ketika mendapati Bayung tengah berdiri memeluk handuknya, matanya memerah, mungkinkah Bayung mendengar perdebatan itu?

"Kak … Kak Lemba …" Bayung bersuara lirih.

Akan tetapi, Lemba tidak peduli, dia menatap ke arah lain dan mencari tas kecilnya. Memasukkan seluruh pakaian yang dia bawa dari Ibu kota ke dalam tas kecil tersebut, tanpa menatap pujaannya, Lemba berjalan keluar dari kamar, bahkan dari rumah. Tidak peduli jika diluar masih hujan dengan deras, ini lebih dari sekedar hujan, bahkan mungkin sudah memporak porandakan perasannya.

"Lemba …" Suara Kaluna terdengar dari pelataran rumah, perempuan manis itu berlari di bawah teduhan payung. Tangannya mengulurkan sebuah payung yang masih tergulung rapi. "Kamu bisa ke dermaga tiga, kapal bapakku belum pergi, kamu boleh menumpang."

"Terima kasih, Luna."

Kaluna tersenyum, "Aku akan mengabarimu … Hati-hati, Lemba."

Itulah terakhir kalinya Lemba meninggalkan pulau kelahirannya dengan perasaan kacau. Dia berharap agar tidak kembali ke sana. Lemba sadrah—pasrah.

***

Hellow (╥﹏╥)

Sebenarnya aku mau Up 2 chapter, tapi kayaknya enggak bisa karena kendala ngetik dan ngedit malam ini juga, baru selesai 1 chapter aja. Fyi, chapter selanjutnya adalah ending ya guys, gak akan panjang karena ini emang short story yang harusnya aku berencana buat one-shoot.

Okay, segitu aja dulu, selamat malam minggu … Selamat beristirahat 🖤💙

Continue Reading

You'll Also Like

3.4K 436 12
¡!Note!¡ -️·Budayakan membaca hashtag! -·Kata-kata kasar! -·Bahasa non baku! -·Kisah cinta yg ga bener! -·Jangan salpak ya bestie:D -·Ini fanfic per...
345K 8 1
Random Story Boys love sesuai imajinasi author... Tokoh random Yang suka silakhan mampir Yang tidak suka skip aja ! Ini hanya fantasi tidak ada sangk...
9.1K 1.1K 21
Beautreus Vanya, seorang putra tunggal di negeri Riparian harus menjalani hidup dalam kebingungan karena takdir yang mempermainkannya. Beau a.k.a Biu...
6.3M 327K 59
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...