Bunda Pengganti | Jung Jaehyu...

By beepunyacerita

30.6K 3.3K 214

"Sewakan rahimmu untuk mengandung dan melahirkan anak saya." Bukan hanya sebagai kalimat permintaan melainkan... More

My Life
Pradipta' Fams
Study Exchange
Istri di atas Kertas
My Status
Arogan
For Lunch โš ๏ธ
That Night โš ๏ธ
Fallin' For You
Pregnant
Reward
Morning Sicknees
Dia datang โš ๏ธ
Fakta Baru
Sebuah Kekecewaan
Manis
Twins?
Berbelanja Bersama
Confess โš ๏ธ
Baby JJ
Pulang
Jeju Orange
The Choice
Melepaskan
Kembali
Ribut
She's Pregnant
Meninggalkan atau Bertahan
Hurtburn
Unilateral decision
Kabur
Temporary
A Day
Pelepas Penat
Complicated
Penguntit
Jakarta Aku Kembali
Meet Again
The Return
Nightmare
Masalah Baru
After The Day
Pingky Promise
D-Day
Being A Monster
Narayana & Noah
Not to be?
Incident
A Waiting Moment

The Time Has Comes (END)

584 32 5
By beepunyacerita

Rasa haru menyelimuti diri. Tentunya aku merasa bahagia dan bersyukur ada di titik ini. Dahulu aku berpikir memiliki suami yang bertanggungjawab, menyayangiku dan mau menerimaku apa adanya dan aku sudah menemukannya meskipun kepahitan di awal yang aku rasa tetapi sekarang hidupku terasa manis.

Hidup memang tidak selalu manis sama seperti permen lolipop, ada rasa pahit dan manis di dalamnya. Adakalanya kita merasa sedih dan bahagia karena hidup itu seimbang.

Aku tidak pernah meminta hal lebih, di saat aku mengandung dahulu aku hanya ingin pergi berbelanja bersama dengan Jefri. Siapa sangka aku bisa merealisasikan keinginanku menjadi nyata. Harapan itu akhirnya terwujud bersama orang terkasih.

Sejak tadi senyumku tak pernah luput hingga Jefri yang melihatku pun juga ikut merasakan bahagia. "Sebahagia itu?" tanyanya sembari berjalan beriringan denganku, tidak lupa tangan kanannya mendorong kereta bayi si kembar sedangkan tangannya yang menganggur itu memeluk pinggangku posesif.

"Jujur, aku tidak pernah membayangkan hal ini akan terjadi. Kamu masih ingat kan pertama kali kita berbelanja bersama dan harus kucing-kucingan dengan Letta?"

"Maaf."

"Kenapa meminta maaf?"

"Kalau saja aku tidak menerima perjodohan gila itu mungkin kamu tidak akan terluka sampai sejauh ini."

"Kalaupun kamu tidak melakukan itu. Apa mungkin kita bisa seperti ini? Jef, jangan merasa bersalah. Aku memang pernah marah dan benci padamu tapi itu dulu dan sekarang, aku sudah memaafkan juga melupakan kejadian yang sudah kita lewati. Kita hanya perlu fokus membesarkan si kembar."

"Dan calon anak kita nanti."

Aku mencubit lengannya, seenak jidat dia mengatakan itu. Memangnya melahirkan tidak sakit? "Kalau begitu kamu saja yang melahirkan."

"Kalau aku bisa, mungkin aku sudah buat kesebelasan tim sepak bola."

"Jangan melantur."

"Aku mencintaimu, sayang."

Bukannya menjawab aku justru mengomelinya. "Dasar tidak tahu tempat," ucapku setelah dia melepaskan ciuman singkatnya.

Dia hanya tertawa pelan melihat respon dariku. Jefri kembali mendorong kereta bayi ke tempat yang kami tuju yakni toko perlengkapan bayi.

Aku lupa mengatakan bahwa Jefri ini terlalu boros. Dia akan berdalih dengan mengatakan bahwa semua itu dia lakukan untuk kebaikan anak-anaknya. Dia mau melakukan yang terbaik untuk si kembar sebagai seorang ayah yang siaga dan ayah yang hebat katanya, dimulai dengan hal kecil yakni memenuhi segala kebutuhan si kembar agar mereka tidak kekurangan apapun.

"Nara sudah memiliki baju warna ini," kataku menahan pergerakannya yang baru saja menaruh item itu di dalam troli belanjaan.

"Tapi yang ini lucu. Motif dan modelnya juga berbeda dengan yang ada di rumah. Kalau saja Nara bisa bicara, dia pasti bosan mengenakan pakaian dengan motif dan model yang sama."

"Usia Nara masih dua bulan. Pakaian bayi seusia Nara pasti sama modelnya begitu juga dengan Noah. Jangan buang-buang uang. Di lemari masih banyak pakaian mereka yang belum pernah terpakai."

"Beli satu yang model ini ya?"

Sungguh terheran-heran. Mengapa bisa sifat kita tertukar? Biasanya suami yang akan melakukan aksi protes jika istri membeli barang yang tidak terlalu penting.

"Sayang, baby stroller si kembar sudah usang. Bagaimana kalau kita beli yang baru? Sebelum kemari aku melihat toko di ujung sana. Sepertinya banyak model dan banyak pilihan warna."

Aku menepuk jidat pelan. Baru dua bulan dia membelinya, semudah itu dia berkata bahwa barang yang dia beli dua bulan yang lalu sudah usang? Bagaimana denganku yang menggunakan ponsel selama lima tahun? Dia akan menyebutnya apa? Barang yang sudah patut dimuseumkan kah?

"Jef, lebih baik kita pulang sekarang?"

"Loh, kenapa? Lagipula Juna tidak akan tahu kalau kita ada di sini. Aku sudah menyuruh orang untuk membungkam mata-mata Juna."

Benarkah adikku menyewa orang untuk memata-mataiku. Dapat uang darimana dia untuk membayar jasanya?

"Aku sakit kepala melihat tingkahmu hari ini."

"Kembali ke pasal satu. Apa yang aku lakukan karena aku sayang si kembar."

"Salah kaprah, kamu sama saja mengajarkan mereka untuk boros. Sayang bukan berarti harus memanjakan. Kamu sama saja memanjakan mereka dengan cara berlebihan. Kalau suatu saat kita tidak bisa membelikan semua yang mereka butuhkan bagaimana?"

"Sayang, kamu memiliki suami yang kaya raya."

"Flexing lagi, flexing terus. Ingat Jef, roda itu berputar."




***



Ketahuan.

Aku hanya bisa menunduk dan merasa bersalah karena tidak bisa menjaga kepercayaan Juna. Aku yakin kalau dia sedang marah. Tatapannya tidak pernah teralihkan dari Jefri.

"Jun-"

"Kembali ke Jakarta."

Aku mendengus memperhatikan Juna lalu menatap Jefri yang enggan beranjak. Pria itu seakan tuli, tidak mengindahkan perkataan Juna sama sekali. Belum lagi Juna datang bersama seorang gadis yang seumuran dengannya. Aku sendiri tidak tahu siapa gadis itu di dalam hidupnya karena Juna tidak pernah bercerita perihal itu.

"Jef." Aku menyenggol lengannya. Dia menatapku sesaat lalu kembali sibuk dengan ponselnya.

"Jujur, aku bosan kalau harus terus-terusan melarang kalian. Jadi, aku menyerah."

"Apa maksudnya, Jun?" tanyaku bingung sedang Jefri mulai fokus kepada Juna.

"Kamu berubah pikiran?" tanya Jefri diikuti senyuman tipis.

Juna kembali menatap Jefri dengan tatapan dingin. "Jangan terlalu senang. Saya selalu mengawasi Anda."

"Juna?"

"Kemasi barang-barangmu dan si kembar, Kak. Kembali ke Jakarta. Aku mengijinkan kalian tinggal bersama."

"Ka-kamu serius?"

"Jangan buat aku berubah pikiran."

Benarkah hati Juna sudah luluh? Ini terlalu cepat, rasanya mustahil. Aku masih tidak bisa percaya begitu saja. "Tapi ini terlalu mendadak."

"Lilian!"

Wanita yang dipanggil Jefri itu pun berjalan menghampiri Jefri. "Iya, Pak?"

"Tolong kemasi barang-barang, kita pindah ke Jakarta malam ini."

"Jef, apa tidak terlalu cepat?" ucapku berbisik.

"Jangan buat dia berubah pikiran," sahut jefri pelan.

Aku mengangguk paham. Yang Jefri katakan benar. Sulit untuk kami mendapatkan restu dari Juna. Dalam hati aku bertanya-tanya alasan Juna melakukan ini. Apa yang membuat dia menyerah begitu saja. Membiarkan aku dan Jefri tinggal bersama. Itu tandanya dia sudah menerima Jefri sebagai kakak iparnya kan? Aku tahu jelas Juna terlalu gengsi untuk mengakuinya.

"Jun?" Juna mengerti ke mana arah pandanganku. Dengan santai dia menarik pergelangan tangan gadis itu agar berdiri di hadapan kami.

"Aku belum sempat mengenalkannya. Jadi aku membawanya langsung kemari. Kayla namanya."

"Ah, teman Juna ya? Aku Alana, Juna pasti sudah cerita tentangku kan?"

Gadis itu membalas uluran tanganku sembari tersenyum manis. "Kayla, Kak." Wajahnya tersipu malu setelah Juna mengatakan bahwa Kayla bukan hanya seorang teman melainkan seorang kekasih. Mereka baru menjalin hubungan sebulan yang lalu.

Aku baru tersadar bahwa adikku sudah menjadi pria dewasa. Dengan bangganya dia memperkenalkan sang kekasih di hadapanku dan juga Jefri.

Setelah membantu membereskan beberapa keperluan yang akan kita bawa ke Jakarta, Jefri memintaku untuk mendekat ke arah ranjang. Dia menarik pergelangan tanganku hingga aku terjatuh di atas dada bidangnya itu. Pria itu terkekeh karena dengan mudahnya aku terperangkap. "Aku sudah meminta Mark untuk mengurus semuanya," ucapnya seraya memeluk tubuhku erat.

"Tentang kepindahan kita?" tanyaku. Mataku terpejam sembari menghirup aroma maskulinnya. Rasa kantuk mulai menyerang karena dia mengusap kepalaku.

"Bukan hanya itu."

Jefri membalikkan badan. Dia sudah ada di atasku sekarang dengan kedua tangan yang bertumpu di antara kepalaku. "Aku memintanya untuk mencari Wedding Organizer."

"Jef, masih terlalu dini untuk Juna dan Kayla menikah."

"Bukan mereka sayang, tapi kita."

"Buat apa, kita kan sudah menikah, Jefri?"

"Untuk meresmikan pernikahan kita, sayang. Aku ingin memberitahu kepada semua orang bahwa kamu adalah istriku. Bukan hanya itu, aku juga ingin memberitahu dunia bahwa aku sudah menjadi seorang ayah yang begitu beruntung karena memiliki anak kembar yang cantik dan tampan."

"Apa tidak berlebihan?"

"Kamu lupa kita hanya menikah sirih?" tanya Jefri. Bodohnya aku hampir melupakannya. "Tidak ada penolakan. Kamu hanya perlu mempersiapkan diri. Biar aku dan Mark yang mengurusnya. Tapi, kalau kamu memiliki ide untuk pernikahan kita nanti, beritahu aku."

Tanganku terulur untuk menyentuh pipinya. "Jef, terima kasih."

"Seharusnya aku yang berterimakasih. Terima kasih untuk kesempatan yang kamu kasih untuk aku. Alana, From this day forward, you shall not walk alone. My heart will be your shelter and my arms will be your home. So, Will you marry me? Benar-benar menikah secara sungguhan."

"Jef, apa yang kamu lakukan?"

"Aku sedang melamarmu, sayang, seperti orang-orang melamar wanita yang mereka cintai dengan segenap jiwa dan raga. Aku juga mau kamu mendapatkan perlakuan yang sama seperti mereka mulai dari sekarang."

"Dengar ini, aku tidak membutuhkan itu. Yang aku butuhkan cukup dirimu. Jangan pernah berpaling dariku ya? Aku akan selalu menjadikanmu sebagai raja di hatiku, kamu juga harus melakukan hal yang sama. Selalu menyayangiku juga anak-anak."

"Sure!"

"I love you and always, istriku."

"I love you too, my husband."

Malam ini akan menjadi malam yang menakjubkan untukku dan juga Jefri. Malam terpanjang untuk melapas rasa rindu sekaligus menyongsong kebahagiaan. Semoga kelak kebahagiaan akan terus hadir di keluarga kecil kami.



-----------------------------

Huft, finally kelar juga aku rampungin work ini. Nggak lupa aku mau bilang makasih buat kalian yang udah vote, comment, dan setia menunggu kelanjutan cerita Bunda pengganti. Maaf kalau endingnya kurang memuaskan. Semoga kalian menyukai cerita ini secara keseluruhan ya. Boleh dong kasih respon positifnya buat keseluruhan cerita ini. Bagaimana kesan dan pesannya setelah kalian baca Bunda Pengganti? Sekali lagi terimakasih untuk support yang selalu aku terima sampai sejauh ini karna Support dari kalian ngebuat aku semangat buat nulis 💚

With love,
Bee

Continue Reading

You'll Also Like

603K 16.6K 21
Berondong Itu, Suamiku ! Menikah dengan anak remaja ? Memikirkannya saja sudah membuat hati gundah kelana. Kok bisa ? Itulah yang menjadi pertanyaan...
18.9K 1.4K 29
"Saya ga peduli! Saya tau kamu gay kan? jadi saya ga akan peduliin apa yang kamu lakuin meskipun kita satu kamar." Ucapku acuh. Tanganku sibuk melol...
12.4K 597 38
TERBIT โš Belum Revisiโš  Kisah perjalanan Cinta yang terpaksa menikahi pemuda Miliarder bernama Rama Ramanta--pewaris Ranstel. Pernikahan mereka sah di...
436K 23.3K 30
Menjadi pengantin pengganti dari saudara kembar yang melarikan diri. Dia harus rela menerima semua penderitaan yang dia rasakan menjadi pengantin pen...