S U G A R M O M M Y

By mymoonbooster

58K 3.8K 1K

Jeon Jung Kook (21) membutuhkan biaya kuliah dan biaya rumah sakit sang ibunda yang sedang jatuh koma. Hingga... More

Pengantar
CAST
Hutang Keluarga
Tergoda [M]
Nama Lain [M]
Kartu Nama
Remuk Redam
Membutuhkan Waktu
Peliharaan
Ingin Bertemu
Bom Waktu
Menjual Harga Diri [M]
Ancaman Tersukarela [M]
Ciuman Berbeda [M]
Tidak Tahu Diri
Obsesi Seok Jin
Posisi Bercinta[M]
Terhina
Bayi yang Merajuk [M]
Kabur
Sesuatu yang Berharga
Pengakuan
Menantang [M]
Protektif
Gertakan
Goyah
Melampaui Batas
Siput Laut [M]

Lelah [M]

1.1K 84 30
By mymoonbooster

WARNING!


Ada kata-kata vulgar. Mohon kebijaksanaannya.


Yuk jangan Silent Reader. Tolong bantu hargai penulis dengan memberikan komentar dan vote ya, biar aku semangat buat lanjut!


Selamat membaca ^^



𝓂𝓎𝓂𝑜𝑜𝓃𝒷𝑜𝑜𝓈𝓉𝑒𝓇 𝓅𝓇𝑒𝓈𝑒𝓃𝓉,



【S】【U】【G】【A】【R】

【M】【O】【M】【M】【Y】




.



| Bunny. Kau dimana?

| Malam ini free?


Lama mendapat balasan, Joo Hyun pun melempar kesal handphone ke atas meja kerjanya. Akhir-akhir ini Joo Hyun sulit sekali menghubungi Jung Kook. Laki-laki itu selalu membalas pesannya lewat tengah malam. Dalih laki-laki itu selalu sama, 'sibuk bekerja'.

Joo Hyun tidak mengerti kenapa Jung Kook bersikeras tetap bekerja paruh waktu. Padahal ia bisa memberikan laki-laki itu uang!

"Sajangnim" panggilan lembut itu menyadarkan Joo Hyun bahwa masih ada Seulgi yang mengekorinya sedari tadi. "Saya paham bahwa Anda menginginkan kualitas terbaik untuk produk-produk kita, Nyonya Kim," kata sang sekretaris dengan nada penuh kepedulian. "Namun, tampaknya pabrik tektil tersebut mengalami kesulitan dalam menyediakan bahan yang sesuai dengan standar yang kita inginkan. Mereka menghadapi keterbatasan dalam stok kain yang diinginkan, dan juga ada kendala produksi yang membuat mereka sulit memenuhi permintaan kita dalam waktu yang singkat."

Joo Hyun nampak enggan untuk menimpali. Seulgi pun berucap lagi,"saya akan segera mulai mencari solusi lain. Saya akan menghubungi beberapa pabrik tektil terkemuka dan melihat apakah mereka dapat memenuhi persyaratan kita. Saya akan memastikan untuk memberi tahu Anda segera setelah saya menemukan opsi yang layak."

"Maafkan aku Kang Biseo." Joo Hyun menggeleng lemah. Ia mengerti kenapa Seulgi akan berpikir seperti itu, sebab mereka baru saja melakukan meeting untuk desain busana terbaru. "Aku sedang tidak bisa fokus saat ini," lanjut Joo Hyun dengan suara yang rendah, mencoba menyampaikan rasa frustrasinya.

Seulgi memperhatikan Joo Hyun lekat-lekat. Ia sangat mengenal atasannya itu dengan baik. Joo Hyun adalah wanita yang menjunjung kesempurnaan dalam bekerja. Sangat amat menyusahkan karyawan yang lain karena sifatnya yang sedikit ketus dan tak arang keras kepala. Seulgi sendiri pernah merasakan tekanan ketika harus bekerja berdampingan dengan wanita yang memiliki kepribadian keras kepala itu. Namun Sulgi tidak pernah melihat Joo Hyun segundah ini.

Seulgi mencoba membaca baris-baris ekspresi Joo Hyun, menebak apa yang mengganggu pikiran atasannya itu. "Apa anda marah karena pemuda Jeon Jung Kook?"

"Marah?" Joo Hyun menjawab dengan suara pelan, senyum tipis melintas di bibirnya. Sebenarnya ia tidak sedang marah. Bagaimana mengatakannya kepada Seulgi? Pasti akan terdengar gila jika ia bilang merindukan bocah ingusan itu.

"Sudah cukup malam, sebaiknya kita pulang." Joo Hyun meraih tas dan handphonenya. Kemudian menepuk pundak Seulgi perlahan. "Kau juga pasti lelah. Pulanglah."

Joo Hyun berjalan keluar ruangan. Meninggalkan Seulgi yang terpaku.

Seulgi meraih nafas dalam. Ia melihat ke arah pintu tempat Joo Hyun menghilang. Sesaat  merenung. Joo Hyun memang tidak menjawab pertanyaan Seulgi. Namun Seulgi dapat memahami tuannya itu. Nampaknya, malam ini Joo Hyun akan pergi menemui Jung Kook.




-𝒔̲̅𝒖̲̅𝒈̲̅𝒂̲̅𝒓̲̅𝒎̲̅𝒐̲̅𝒎̲̅𝒎̲̅𝒚̲̅-




Jung Kook sudah terbiasa dengan aroma karbol di rumah sakit. Meskipun pada awalnya, bau khas rumah sakit itu terasa menyengat bagi hidungnya yang agak sensitif terhadap wewangian.

Jung Kook bergegas menuju ke rumah sakit setelah ditelepon pihak resepsionis. Ia mendapat kabar jika tadi pagi ketika suster akan mengganti infus, Ibunya nampak menggerakkan jari telunjuk. Hal ini pertanda sensor motorik beliau perlahan mulai menunjukkan kemajuan. Peluang Ibunya untuk sadar sedari koma semakin besar.

Jung Kook melangkah dengan langkah hati-hati mendekati Ibunya. Di ranjang putih yang bersih, ibunya berbaring, wajahnya pucat namun tenang. 

"Eomma, kau tahu? Hari ini aku benar-benar bahagia." Jung Kook tersenyum senang sembari menyeka kedua kaki Ibunya dengan handuk basah. "Dokter bilang Eomma punya peluang besar untuk bangun."

Jung Kook merasa akhir-akhir ini Tuhan begitu baik kepadanya. Semua terjadi begitu saja bak sebuah keajaiban. Bagaimana ia bisa bertemu Joo Hyun dan dapat melunasi hutang rumah sakit. Hingga perkembangan sang Ibunda yang semakin membaik.

Meskipun koma, bukan berarti Ibu Jung Kook tidak bisa mendengar. Dokter bilang bahwa pada situasi saat ini, pasien masih dapat menyadari apa yang terjadi di sekitarnya meskipun belum dapat memberi respons baik dalam bentuk komunikasi maupun gerakan tubuh.

Karena itu, Jung Kook sudah bercerita perihal Joo Hyun kepada Bundanya. Bagaimana ia jatuh cinta pada wanita itu. Mengagumi pesona Joo Hyun yang tak pernah ada habisnya.

Akan tetapi Jung Kook masih belum berani bercerita bila Joo Hyun adalah istri sah orang lain. Dan Jung Kook bekerja untuk Joo Hyun sebagai pemuas nafsu. Jung Kook tidak ingin Ibunya mendengar hal itu. Ia bahkan tidak dapat membayangkan bagaimana reaksi sang ibu jika kelak mengetahuinya.

Untuk saat ini, Jung Kook hanya akan menceritakan hal-hal yang menyenangkan kepada Ibunya. Meski entah sampai kapan ia akan menjaga rahasia itu dari semua orang.

"Ibu harus cepat bangun. Aku tidak sabar ingin mencicipi masakan Ibu lagi." Mata Jung Kook pun bersinar-sinar dengan harap. 

Jung Kook menggengam erat tangan ibunya yang terbaring lemah di ranjang. Dia mengirimkan getaran kekuatan, harapan, dan cinta melalui genggaman tangannya. Berharap ibunya bisa merasakannya dan merespons meskipun hanya sedikit saja.

"Jam berapa sekarang" Jung Kook teringat sesuatu dan melihat jam dinding.

Jung Kook tidak bisa terlalu lama di rumah sakit sebab hari ini memiliki kerja sambilan. Maka selesai menyeka tangan dan kaki Ibunya dengan air hangat. Ia pun membenarkan selimut yang menyelimuti raga wanita itu. Kemudian mengenakan kembali jaket tuanya.

"Ibu, aku pergi dulu ya. Aku harus bekerja" pamit Jung Kook kemudian mengecup lembut kening sang wanita yang telah mempertaruhkan nyawa saat melahirkannya itu.

Saat Jung Kook meninggalkan ruangan itu, keajaiban kecil tengah terjadi. Tanpa sepengetahuannya, jemari ibunya yang terbaring diam mulai bergerak sedikit. 



Masih setia dengan motor butut peninggalan sang Ayah, Jung Kook melaju ke arah kerja part-timenya di daerah Myungdong. 

Myungdong adalah salah satu distrik perbelanjaan terkenal di Seoul, Korea Selatan, yang terkenal dengan kemewahan dan kehidupan malamnya. Meskipun malam telah tiba, jalanan  tidak pernah sepi; sebaliknya, selalu ramai dan bergemerlap. Lampu-lampu kendaraan berpadu dengan cahaya neon dari toko-toko serta kafe-kafe yang masih buka.

Dengan motor tuanya itu, Jung Kook melaju di antara deretan toko-toko pakaian mewah di Myungdong. Setiap kali dia melihat etalase yang dipenuhi dengan pakaian-pakaian bergaya dan modis, hatinya tergetar dengan impian untuk suatu hari bisa memiliki setidaknya satu potongan pakaian yang bagus. Namun, dia tahu betul impian itu masih terasa jauh dari jangkauannya.

Myungdong juga dikenal sebagai surganya para pecinta kuliner. Aroma makanan yang menggoda mengisi udara sepanjang jalan seiring dengan larutnya malam. Bau rempah-rempah, daging panggang, dan saus manis menyatu menjadi aroma yang menggiurkan. Perut Jung Kook mulai merasa lapar, namun ia tahu betul bahwa ia harus menghemat uang untuk membeli makanan.

Jung Kook bersama motor bututnya berhenti di lampu merah, memberinya kesempatan untuk mengedarkan pandangan. Dia melihat sekelompok muda-mudi yang seumuran dengannya berkumpul di tepi trotoar. Wajah-wajah mereka bersinar dengan keceriaan. Canda menghiasi cerita diantaranya. Percakapan mereka nampaknya sangat seru. 

Dalam hati, Jung Kook merasa iri melihat para muda-mudi itu. Mereka tampak begitu bebas. Masih memiliki waktu untuk berkumpul dengan teman sebayanya. Dengan riang mengisi udara malam dengan gelak tawa. Namun, meskipun rasa iri mengerogoti di dalam hati, Jung Kook tahu bahwa dia tidak punya waktu banyak untuk bersantai dan bersenang-senang seperti mereka.


Shift malam di tempat kerja part-time, akhirnya menuntut Jung Kook tiba di lokasi dengan tepat waktu.

Cafe tempat part-time Jung Kook terletak sedikit jauh dari jalan raya utama. Menyusuri lorong-lorong kecil yang dipenuhi dengan pepohonan dan tanaman hias. Cafe itu tersembunyi di balik pepohonan rindang. Meskipun cafe ini terletak agak jauh dari jalan raya, namun tempat ini memiliki daya tarik tersendiri bagi para pengunjung yang mencari tempat yang tenang dan tersembunyi dari keramaian kota.

Setibanya disana, aroma kopi yang familiar menyapa. Aroma yang menenangkan Jung Kook setelah melewati hiruk pikuk kota yang membuatnya penat. 

Tepat di depan pintu masuk cafe yang menarik perhatian pengunjung, terpampang tulisan artistik 'Caffeine Chronicles'. Dalam gaya kaligrafi yang indah dan warna-warna cerah, kontras dengan latar belakang pintu yang mungkin terbuat dari kayu.

Meskipun hanya menjadi pelayan dan kasir, Jung Kook sangat menyukai cafe itu. Suasana cafenya menyenangkan. Nuansa modern dengan sentuhan gaya hipster. Dinding cafe dihiasi dengan mural seniman lokal yang berani dan penuh warna. Meja-meja dan kursi-kursi cafe terbuat dari perpaduan kayu berbingkai besi yang dipoles ulang dan meja-meja kayu dengan tekstur alami. Kursi-kursi juga memiliki bantal-bantal yang nyaman dan selimut-selimut rajutan, memberikan sentuhan kenyamanan dan keakraban.

Hidangan yang tersedia pun menggoda selera dan beragam pilihan. Mulai dari berbagai varian kopi seperti espresso, latte, dan pour-over, hingga minuman-minuman kreatif seperti minuman buah segar yang disajikan dalam gelas-gelas kaca. Selain itu, cafe ini juga menawarkan berbagai kue dan roti panggang buatan sendiri yang menarik dan lezat, seperti scone dengan rasa-rasa unik dan roti panggang artisan dengan berbagai topping. Tak heran jika para anak muda menyukai tempat itu.

Selain nuansa dan makanannya, ada hal lain yang membuat Jung Kook merasa nyaman meskipun terhitung baru bekerja disitu. Sang manajer cafe memperlakukannya sangat baik. Bayaran yang diberikan pun di atas upah minimum. Nampaknya Jung Kook akan benar-benar betah bekerja disana.

Hari ini berbeda dari biasanya. Cafe yang baru buka belum genap sebulan tersebut tiba-tiba di banjiri oleh para pengunjung. Jung Kook melihat dengan heran saat memasuki Cafe. Antrian panjang pelanggan, khususnya para wanita, terlihat begitu mencolok dari pintu masuk hingga ke meja kasir. Dia merasa sedikit kebingungan namun juga antusias.

"Itu dia. Itu dia!" suara para pengunjung wanita berbisik-bisik saat melihat kehadiran Jung Kook. Beberapa diantaranya mengarahkan handphone dan diam-diam mengambil foto sang pemuda.

"Akhirnya kau datang juga" Hee Young sang rekan kerja menarik Jung Kook ke dalam. Laki-laki kurus dengan kacamata tebal yang menonjol diwajah kecilnya itu nampak gelisah." Cepat bergantilah, kita sedang kewalahan. Aku meneleponmu kenapa tidak diangkat?"

"Maaf. Aku dari rumah sakit, hyung." Jung Kook masih kebingungan dengan apa yang terjadi sebenarnya. Cafe mereka memang cukup ramai, tapi tidak pernah benar-benar seramai ini hingga antri. "Aku tidak mengerti kenapa cafe kita jadi seramai ini? Apa sedang ada diskon besar-besaran?"

Hee Young mendengus lelah. Ia merogoh handphone dari sakunya. Sesaat menggulirkan layar. Hingga kemudian menunjukkan pada Jung Kook salah satu post di media sosial. Terdapat foto Jung Kook yang sedang melamun di balik meja kasir dengan caption tertulis 'Aku menemukan hidden gem! Bukankah dia menggemaskan saat melamun seperti ini?'.

"Seorang pengunjung kapan lalu memposting fotomu di media sosial. Nampaknya cukup banyak yang menganggap kau menarik. Jadi cafe kita tiba-tiba penuh sekali."

Mata Jung Kook membulat melihat fotonya di sukai oleh sekitar sepuluh ribu akun. "Hah? Aku viral karena tampan?" Pikirnya itu mustahil. Ia tahu orang tuanya sering memujinya sebagai 'anak tampan'. Namun ia pikir itu hal yang sangat wajar. Bukankah semua orang tua pasti menganggap anak laki-lakinya tampan?

"Lihatlah, banyak yang merespon positif terhadapmu." Dia menunjuk layar ponselnya yang masih menampilkan foto Jung Kook yang viral di media sosial.

Jung Kook merasa campur aduk. Di satu sisi, dia merasa tidak nyaman karena menjadi pusat perhatian dengan begitu tiba-tiba. Namun di sisi lain, dia merasa bangga bahwa penampilannya dihargai oleh orang-orang, meskipun dia tidak pernah memperhatikannya dengan begitu serius sebelumnya.

Lagi pula, Jung Kook bahkan tidak punya cukup uang untuk merawat kulit. Wajahnya tidak semulus artis-artis di televisi, dan penampilannya jauh dari definisi 'gaya' menurut standar industri hiburan. Ia selalu memakai kaos lusuh dengan warna yang hampir pudar dan celana jeans butut, jauh dari citra glamor yang sering terlihat di media. Bagaimana bisa ia menjadi viral karena tampan? Jung Kook benar-benar tidak mengerti.

Namun, saat ini bukan waktu yang tepat untuk memikirkan itu semua. Pelanggan semakin berlimpah dan Manajer Kim sudah memanggil. Jung Kook pun berganti pakaian dengan seragam staff cafe kemudian menyusul Hee Young ke depan.

Seluruh staff cafe yang hanya sebanyak empat orang termasuk sang manajer itu kewalahan membuatkan pesanan hingga mengatur antrian. Kasir pun berusaha memasukkan pesanan dengan cepat, namun antrean tak kunjung berkurang.

Saat Jung Kook melintas di antara meja-meja yang penuh dengan pelanggan, dia merasa sorot mata dan bisikan-bisikan para pengunjung wanita yang mengikutinya. Senyum tipis terukir di wajahnya, mencoba merespons dengan santai meskipun dia merasa agak canggung dengan perhatian mereka.

Jung Kook ingin sekali mengeluh. Orang-orang menuntut terlalu banyak, dan ia merasa seperti tidak ada privasi lagi. Beberapa pelanggan bahkan melampaui batas dengan meminta nomor handphone pribadinya atau memaksa foto bersama. Rasa frustrasi mulai merayap dalam dirinya, namun dia tetap mencoba menyembunyikan perasaannya di balik senyuman tipisnya.

Malam semakin kacau dan membuat Jung Kook tertekan sebab seorang pengunjung mengajukan komplein. Pengunjung itu menganggap sikapnya kurang ramah. Padahal, dia mencoba sebaik mungkin untuk memberikan pelayanan terbaik kepada setiap pelanggan. 

Bagaimanapun juga, Jung Kook hanyalah manusia biasa. Jung Kook berada pada titik lelah dan tidak dapat mempertahankan senyum ramahnya terus menerus. Meskipun sering menjadi kuli serabutan di pasar. Namun, seharian memasang senyum palsu tetap saja membuatnya lelah.

Selain itu, Jung Kook juga tidak terbiasa dengan puluhan tatap mata yang tertuju padanya. Benar-benar membuatnya kesulitan menghadapi para pelanggan. Ia bahkan beberapa kali membuat kesalahan pada input pembayaran produk karena terlalu gugup. Dia merasa bahwa mata semua orang di cafe menilainya, dan membuatnya kesulitan menghadapi para pelanggan.

Menjadi terkenal ternyata tidak seenak yang dipikirkan Jung Kook.




Menginjak larut malam, keramaian di cafe mulai mereda secara perlahan. Pelanggan-pelanggan terakhir meninggalkan tempat, meninggalkan cafe yang sekarang hening dan tenang. Meskipun hari itu penuh dengan tantangan dan tekanan, akhirnya tiba saatnya bagi cafe untuk tutup.

Jung Kook bersama para staff membersihkan meja-meja dan menyusun kursi-kursi dengan hati-hati. Meskipun lelah luar biasa, ia merasa lega karena hari itu telah berakhir. 

Hee Young, manajer cafe, memberikan senyuman lelah kepada para staff, mengapresiasi kerja keras mereka dalam menghadapi situasi yang sulit sepanjang malam.

"Kalian semua sudah bekerja dengan luar biasa hari ini," ucap Hee Young dengan suara lembut namun penuh penghargaan. "Terima kasih atas dedikasi dan kerja keras kalian. Kalian benar-benar luar biasa."

Para staff bertepuk tangan seakan mereka baru saja menenangkan hadiah lotre.

"Jung Kook, jadi tampan itu berat, ya?" ujar salah satu staff dengan senyuman ceria, memicu tawa dari yang lainnya.

"Kami memiliki selebriti di tengah-tengah kami sekarang!" ujar yang lain dengan gurau. Para staff tidak bisa menahan tawa ketika mereka mulai menggoda Jung Kook tentang ketenarannya yang tiba-tiba melejit.

"Ah, hyung. Aku benar-benar malu dan masih kebingungan" kata Jung Kook dengan suara kecil, mencoba menyingkirkan rasa malu. Wajah Jung Kook memerah meskipun dia berusaha keras menutupinya.

Setelah hari yang panjang dan penuh tantangan, para staff cafe, termasuk Jung Kook, akhirnya pulang. Langit sudah sepenuhnya malam, namun tidak satu pun bintang yang bersinar di atas sana. Meskipun tanpa cahaya bintang, kehidupan di kota tetap bersinar terang. Gemerlap masih terasa di sepanjang jalan, banyak kedai kopi dan klub malam yang buka hingga pagi. 

Gemerlap itu tak sebanding dengan energi Jung Kook yang sudah hampir habis. Hari ini dia benar-benar sangat lelah. Ia ingin cepat-cepat pulang ke rumah, berbilas dengan air kemudian tidur di ranjang yang hangat.

Suara mesin motor tua yang berdentum lembut memasuki wilayah apartemennya yang sudah sunyi. Tentu saja ini sudah terlalu larut, para tetangga pasti sudah tertidur pulas. 

Jung Kook pun memarkirkan motornya dengan hati-hati. Sempat menyisir jari-jarinya melalui setang motor. Seakan memberikan belaian kasih dengan kendaraan peninggalan sang ayah. Setelah memastikan motor telah terkunci dengan baik, Jung Kook melangkah menuju tangga apartemen. 

Apartemen tua ini tidak memiliki lift, dan ia tinggal di lantai empat. Setiap hari, Jung Kook harus melewati serangkaian anak tangga menuju apartemennya di lantai empat.  Tangga tersebut, terbuat dari beton yang sudah tua dan ditapaki ribuan langkah kaki seiring berjalannya waktu. 

Setiap langkah kakinya terasa mantap saat melangkah naik. Kakinya sudah terbiasa melewati setiap anak tangga itu setiap hari semenjak ia kecil. Tak heran betapa kuat otot kaki yang dipunya laki-laki itu.

Begitu mencapai pintu apartemennya. Jung Kook cepat-cepat memasukkan kunci ke lubang pintu, tapi pintu terbuka tanpa perlawanan. Ada sesuatu yang tidak beres. Lampu ruangan sudah menyala, memancarkan cahaya lembut yang menerangi seisi ruangan. Padahal seingatnya, sebelum pergi, ia sudah mematikan semua lampu.


"Lembur?"


Dada Jung Kook bergemuruh riuh saat mendengar suara manis yang familiar itu. Ia bahkan tidak tahu bagaimana mengontrol ekspresi wajahnya yang terbelalak kaget.

"Noona?" Jung Kook merasa jantungnya hampir berhenti saat menyadari Joo Hyun hanya mengenakan kaos putihnya, memperlihatkan kaki dan pahanya yang indah.

Melihat wanita itu di dalam rumahnya saja sudah membuat Jung Kook kaget setengah mati. Dan yang dijumpainya, wanita itu tengah mengenakan kaos nya! Pikiran Jung Kook campur aduk. Demi apapun, itu adalah imajinasi senonoh para laki-laki ketika wanita yang diidamkan mengenakan pakaiannya. Namun disisi lain, ia merasa kagum, bagaimana bisa kaos lusuhnya bisa nampak begitu mewah saat Joo Hyun yang mengenakannya? Aura wanita itu memang luar biasa.

"Kau tidak ingin masuk?" ujar Joo Hyun sembari memiringkan kepalanya. 

Jung Kook susah payah mengatupkan bibirnya yang menganga. Ia lantas mengambil kembali kesadaran. Ternyata sedari tadi Jung Kook hanya mematung di ambang pintu. Maka ia perlahan masuk dan menutup pintu dibelakangnya. Langkah Jung Kook pun terdengar berat di lantai kayu apartemennya yang sudah tua. 

Jung Kook nampak gugup. Ia melepas jaketnya dan menaruh sembarang. Setelah itu dia kebingungan. Sejujurnya Jung Kook bahkan tidak tahu harus melangkah kemana. Atau harus memulai pembicaraan seperti apa. Ini semua terasa sangat tiba-tiba. 

Apakah ia harus duduk? Atau berdiri saja? Atau bagaimana? Kenapa Joo Hyun tidak mempersilahkannya?

Tunggu. Tapi inikan rumahnya sendiri? Kenapa jadi ia yang merasa canggung begini?

"Ba-bagaimana Noona bisa masuk? Jelas-jelas aku mengunci pintunya dengan benar" tanya Jung Kook mencoba memulai pembicaraan sembari berlama-lama menaruh kedua sepatunya.

Joo Hyun tersenyum jenuh. Entah berapa kali ia harus menekankan pada Jung Kook bahwa ia memilki banyak uang? Ia benar-benar tidak memahami isi kepala Jung Kook yang begitu lugu. Padahal jika laki-laki lain, mereka pasti sudah meminta uang ataupun barang mewah padanya. "Aku memberikan sedikit uang. Lalu pemilik Apartemen ini memberikanku kunci cadangan."

"Jadi Noona bisa bebas keluar masuk rumah ini begitu?" Jung Kook mengerjap perlahan membuat Joo Hyun ingin sekali mengoda pikiran polos laki-laki itu.

"Kenapa, Bunny?" dengan gerakan seduktif ia mendekati Jung Kook dan meraba dada bidang pemuda itu. "Mulai merasa bersemangat?"

Jung Kook merasakan darah diseluruh tubuhnya memanas. Ia dapat mencium wangi parfum Joo Hyun yang begitu khas. Ia tak kuasa menelan ludah saat wanita itu berbisik padanya. "Kau juga bisa keluar masuk di dalamku. Bagaimana? Jadi kita sama-sama impas?"

Telinga Jung Kook memerah. Sesaat ia lupa jika Joo Hyun pasti menemuinya karena bermaksud ingin bercinta. 

Jung Kook menangkap tangan Joo Hyun yang bergerilya di dadanya. "Noona, ini sudah sangat malam. Dan aku benar-benar lelah. Besok pagi-pagi sekali, aku harus ke kampus" ucap Jung Kook mencoba menjelaskan situasinya. Siapapun laki-laki yang melihat adegan ini pasti akan meneriakinya bodoh. Tapi Jung Kook memang sungguh-sungguh dengan ucapannya.  Lagi pula ini sudah sangat larut. Bagaimana jika tetangga terbangun karena mendengar erangan mereka saat bercinta?

"Ah, kau lelah?" Joo Hyun tersenyum. "Baiklah" Kemudian menjauh dari tubuh Jung Kook. 

Jung Kook pikir Joo Hyun akan benar-benar mendengarkannya. Namun kejahilan yang nampak di mata jernih wanita ayu itu seakan menjadi pemberitahuan kepadanya, Joo Hyun tidak akan menyerah dengan mudah.

Benar saja. Penolakan Jung Kook itu justru membuat Joo Hyun tertantang. Dan apa yang dilakukan Joo Hyun selanjutnya, mampu membuat lengan dan kaki Jung Kook melemas. Wanita itu menanggalkan kaosnya!

Ini bukan pertama kalinya Jung Kook melihat Joo Hyun melepas bajunya. Namun berapa kalipun ia melihat tubuh wanita itu. Mustahil baginya jika Jung Kook tidak tergoda. 

"Bagaimana? Suka?" ucap Joo Hyun sembari memilin ujung rambutnya.

Pakaian dalam yang Joo Hyun kenakan berwarna hitam, dengan sentuhan renda bunga yang nampak manis. Kulit seputih susu milik Joo Hyun berpadu dengan warna hitam memang sangat cantik. Wanita itu bercahaya, dan menggoda disaat yang sama. 

"Cantik" gumam Jung Kook seperti bukan dirinya. 

Jung Kook dapat merasakan betapa seluruh otot ditubuhnya menegang. Tubuhnya seakan sudah memiliki sensorik alami yang memberikan sinyal mengingini wanita itu.

"Kau tidak melipatnya kembali dengan benar. Jadi ku pikir, kau menyukai warna hitam."

Jung Kook terkenang bagaimana ia menemukan pakaian dalam Joo Hyun itu. Ia jelas ingat pakaian dalam yang ia angkat dari laci apartemen Joo Hyun saat itu. Berwarna hitam dengan hiasan renda bunga, sama dengan yang Joo Hyun kenakan saat ini. Jung Kook menelan ludah. Sungguh tidak menyangka Joo Hyun benar-benar begitu detail memeriksa semua barangnya. Pipi Jung Kook lantas memerah. Ia jadi malu karena teringat telah mencuri kesempatan berfantasi liar dengan menciumi celana dalam Joo Hyun itu.

"Memikirkan apa, Bunny? Hal tak pantas ya?" goda Joo Hyun. Ia sangat puas melihat ekspresi murni Jung Kook yang bahkan enggan berkedip. Dengan lembut dan hati-hati, ia mengalungan tangan kirinya di leher Jung Kook. 

Jung Kook mengerang, ia merasakan payudara Joo Hyun beradu dengan dadanya."Noonha" Jung Kook mengontrol nafasnya yang berderu sudah tak karuan. Paru-parunya seakan mengecil. 

"Bunny," tangan Joo Hyun yang bebas meraih jemari Jung Kook dan mengangkatnya lembut. Ia menempelkan telunjuk Jung Kook di bibir sang pemuda. "Aku ingin bibir ini" ucap Joo Hyun dan membawa jemari Jung Kook kebawah. Menuju miliknya. Menekan dengan hasrat hingga jemari Jung Kook dapat merasakan jika milik wanita itu telah basah "mencumbu miliku." Mohon Joo Hyun dengan tatap mendayu. Siapapun laki-laki waras yang melihatnya akan sukarela melepas celana mereka "tolong puaskan aku."

"Sial" Jung Kook saat ini ingin bersumpah serapah kepada sang adik yang telah meronta diantara resleting celananya. 

Kalau begini caranya, Jung Kook sepertinya tidak jadi lelah.



♡ 𝓉𝑜 𝒷𝑒 𝒸𝑜𝓃𝓉𝒾𝓃𝓊𝑒𝒹 ♡



Makasi atas semua support kalian. >.<


"Jadi Noona bisa keluar masuk rumah ini begitu?" Jung Kook mengerjap perlahan 


-𝒔̲̅𝒖̲̅𝒈̲̅𝒂̲̅𝒓̲̅𝒎̲̅𝒐̲̅𝒎̲̅𝒎̲̅𝒚̲̅-


Continue Reading

You'll Also Like

62.4K 6.9K 39
A true love never last Just oneshoot story
DON'T BACK [END] By

General Fiction

19.9K 1.7K 31
Dikecewakan dan ditinggalkan bertahun-tahun tanpa pertanggung jawaban dan sekarang ia muncul kembali untuk bertemu anak kandung nya. Apakah keinginan...
5K 595 22
seorang gadis yang berasal dari keluarga berkecukupan dan memilih untuk mandiri dengan bekerja paruh waktu. gadis itu memiliki bos yang bersifat ding...
17M 753K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...