Wand 31

By Erina_rahda

76 5 0

High Fantasy . Wand 31 segera dirilis. Tongkat sihir terbaru yang lebih hebat dengan kekuatan menandingi Oxo... More

Prolog
2. Perjalanan tanpa Destinasi
3. Kota Herag

1. Dey La Lian

17 1 0
By Erina_rahda

Pukul tujuh pagi. Setengah jam lagi aku sudah harus ada di Magoric, toko imajinasi, dan melayani berbagai pelanggan yang kebanyakan adalah anak kecil. Beberapa akan berlarian; yang lain diam-diam mengambil coklat terbang dan membuat Arghusky berdenging ribut karena ada pencuri; anak menyebalkan lain bahkan membuat kekacauan dengan memukul para peri yang suka mengejek di Fairzen. Membayangkannya saja sudah membuat wajahku terlipat.

"Masih mengantuk, Dey?" Ayah menyapa dengan pakaian kerja serba hitam. Ia meraih roti lapis abon lalu menyemprotkan api biru dari tangannya. Tampak sisa-sisa gosong kecoklatan di permukaan roti. "Libur panjang Wand

31 mungkin menyenangkan duduk di rumah, bermain bersama Ao. Tidak melulu harus bekerja."

Demi mendengar namanya disebut, Ao langsung mengeong, menduselkan kepala ke kakiku. Entah karena ingin bermain atau meminta makanan. Ao adalah kucing celengan berwarna putih dengan corak hitam. Ia seperti kucing pada umumnya, yang membedakan hanya label pabrik pemroduksi di telinga kiri. Tubuhnya masih kurus karena koin di dalam sana bahkan belum mengisi seperlima "perutnya".

Aku menggeleng. Buru-buru mengubah raut wajahku menjadi lebih berseri. Kulahap menu sarapan pagi ini yang setelah dipikir sama dengan pagi-pagi sebelumnya, roti lapis. Itu masakan paling simpel untuk dibuat di pagi hari, makan dua potong sudah mengenyangkan perut. Namun yang paling penting, ekonomis.

"Malam ini Ayah akan pulang larut. Biasa, menjelang turnamen, pabrik mendadak lebih sibuk dari biasanya. Mereka butuh mode pakaian baru untuk tampil sempurna di area nanti." Satu roti lapis habis dimakan Ayah, diraih satu yang baru. "Kamu mau ikut turnamen, Dey?"

Eh, aku menghentikan kunyahan.

"Turnamen? Ayah bergurau, ya?"

Ayah hanya menggeleng dan tertawa. "Impianmu kan, punya wand baru agar lebih leluasa 'mengeluarkan sihir'. Siapa tau kamu menang turnamen dan dapat Wand 31. Wah, kita pasti mendadak kaya raya. Kamu tidak perlu bekerja di Magoric lagi."

Aku melihat kerlingan mata Ayah. Ia hanya bergurau.

"Lagian kan, Dey. Wand 31 kesempatan terakhirmu ikut turnamen. Saat perilisan Wand 32 nanti, usiamu sudah dua puluh satu tahun, sudah lewat batas maksimal umur peserta. Kalau kamu ikut, Ayah rela bolos kerja untuk meneriakimu dari tribune."

Roti lapis sudah tandas. Hanya tersisa satu yang sedang dibungkus ayah menggunakan kertas buletin kemarin.

"Dey tidak akan ikut, Yah. Lagian, Turnamen 31 WM diikuti per-tim. Tidak ada yang bisa diajak."

"Sekarang per-tim?"

Aku mengangguk. Menyerahkan sisa robekan buletin yang kemarin diantar kurir terbang di kotak surat. Beberapa detik kemudian terdengar suara mencicit burung dan kegaduhan kecil di luar. Pasti kurir yang mengantar buletin hari ini. Burung hantu.

Ayah memindai isi buletin sambil meminum air putih. Wajahnya pucat. "Apa alasan Dewan Kota WM memutuskan tim yang mengikuti turnamen?" Kemudian ia menyeringai. "Oh, lihat! Mereka hanya menerima dua ratus tim. Kamu harus segera mendaftar, Dey, bersama temanmu di Magoric itu. Yang suka memakan kue organ dalam. Siapa namanya? Ah, si Ebi itu. Dia akan memakan habis lawan kalian di sana."

Aku tertawa mendengar kalimat Ayah. Bagaimana Ebi akan ikut, melihat kecoa terbang saja dia takut.

Setelah sarapan, kami keluar rumah bersama untuk berangkat bekerja. Kami berpapasan dengan Raic, witchy dengan riasan tebal yang sedang menggendong anak berusia dua tahun. Janda muda yang terus merecokiku agar mau menerimanya menjadi ibu sambung.

"Kalian mau berangkat kerja, ya? Wah, kebetulan sekali aku juga mau keluar membeli kebutuhan untuk Gied."

Aku hanya mengangguk menanggapi. Lihatlah, sekarang ia sedang genit memperbaiki rambut dan tersenyum lembut kepada kami, terutama Ayah. Tidak sepertiku, Ayah malah terlihat ramah. Ya, ia memang ramah pada siapa pun. "Mari keluar gang bersama."

Witchy itu tersenyum malu-malu. Kami berempat lantas melewati gang sempit sebagai satu-satunya jalan masuk dan keluar rumah kami. Jejak vandalisme tampak bergerak-gerak di dinding. Saat malam, tempat ini cukup indah karena coretan itu berpendar. Warna-warni. Banyak gambar-gambar abstrak yang tak kumengerti bentuk apa. Beberapa tampak berbentuk burung gagak. Semuanya sangat artistik bagiku seorang yang awam dengan seni.

"Nanti malam kalian bisa mampir ke rumah. Giad genap berusia dua tahun. Aku akan menjamu kalian."

Eh, tiba-tiba saja? Aku melirik Ayah sekilas, kemudian menatap Raic. "Tapi Ayah nanti malam lembur, jadi akan pulang sangat larut."

Wajah berpoles gincu merah itu tampak merengut singkat. "Kalau begitu Dey saja yang datang."

Mendengar itu, aku hanya mengangguk.

Kami sudah sampai di ujung gang. Seperti biasa, ada pengemis duduk di atas jubah hitam kumuh yang digelar sebagai alas. Ada mangkuk besar seolah berharap dapat menampung banyak uang belas kasih witchan dan witchy yang lewat. Padahal tubuhnya tampak sehat. Ia selalu memakai topi hingga menutupi sebagian wajahnya. Jika aku suka memberi makan Ao dengan koin-koin, maka Ayah gemar menabung pada pengemis ini sejak ... aku lupa sejak kapan. Pengemis ini sangat 'sejahtera' dan terus mengemis di sini.

Ayah menyimpan beberapa koin ke dalam mangkuk dan memberi sebungkus roti lapis pada si pengemis. "Terima kasih, Tuan. Semoga rejekimu terus mengalir."

Mungkin pengemis itu banyak melakukan hal buruk di masa lalunya. Doa itu tidak mujarab. Ribuan kali Ayah memberi koin dan ribuan kali doa itu terucap, hidup kami begini-begini saja.

Di sebelahku, Raic berdiri dengan wajah terpukau. Tatapan matanya seolah minta segera dinikahi oleh Ayah. Aku bergidik. Beberapa witchy muda tampak curi-curi pandang ke Ayah lalu lari berbisik-bisik. Ayah memang tampan. Matanya hijau zamrud tampak bersinar diterpa sinar. Usianya baru tiga puluh tahunan. Rambut hitamnya rapi berkilau, sangat berbeda dengan rambut merah milikku. Bahkan beberapa teman sekolahku menawarkan diri menjadi ibu sambung saat lulus nanti. Gila, bukan?

Ayah pamit dan menuju halte bus arbitrer disusul kepergian Raic. Keberuntungan baginya karena tak lama bus yang melaju tak terkendali berhenti di sana. Aku tidak suka naik kendaraan itu. Apa lagi menyaksikan bus bergerak cepat tak terkendali, vertikal, horizontal, bahkan diagonal. Walau guncangannya tak terasa, tapi penumpang bisa melihatnya. Aku selalu menutup mata jika terpaksa menaiki bus arbitrer.

Cuaca hari ini cerah. Walau matahari menyorot di atas sana, aku tidak perlu menyipit silau karena bayangan kereta terbang menghalaunya. Banyak penunggang sapu terbang lalu lalang di atas. Mode pakaian sejak beberapa puluh tahun lalu telah berkembang modern. Tidak hanya berwarna hitam, witchan dan witchy yang lalu lalang memakai jubah dan topi kerucut berwarna warni. Walau aku lebih suka warna originalnya, hitam.

Hari pertama libur penyambutan Wand 31 sekaligus jam berangkat kerja, lalu-lalang lebih padat dari biasanya. Ada segerombol remaja yang berseru memikirkan liburan. Beberapa witchan dan witchy tetap bekerja. Walau gedung-gedung mulai unjuk eksistensi, ada satu ciri khas yang tidak luntur sejak dulu. Atap setiap bangunan berbentuk menyerupai topi kerucut. Atau setidaknya, yang paling sederhana berbentuk segi tiga. Bangunan-bangunan dengan arsitektur terbaik, memiliki gelombang dan lekukan yang sangat menyerupai topi kerucut.

Aku menuju Magoric. Hanya lima belas menit berjalan kaki, sayang bila harus naik bus arbitrer atau kendaraan lainnya. Lebih baik memberi makan Ao daripada buang-buang uang. Ah, harusnya Dewan Kota menyediakan transportasi gratis di seluruh WM. Tentu bukan bus arbitrer!

"Awas kepalamu!"

Ada sedikit keriuhan beberapa meter dari tempatku. Nyaris saja rombongan penunggang sapu menabrak pejalan kaki. Si korban sampai mengacungkan wand hendak menyerang penunggang sapu. Penunggang sapu tersebut tampak terbang bergerombol empat orang dan terburu-buru. Pakaian dan jubahnya seragam. Berwarna hijau dengan kombinasi putih. Sepertinya salah satu calon peserta turnamen.

Sepanjang jalan aku mendengar desas-desus Turnamen 31 WM yang pendaftaran dibuka mulai hari ini sampai kuota tercukupi. Beberapa sudah menyiapkan diri mengikuti turnamen lima tahun belakangan. Seperti Ayah, mereka cukup terkejut dengan kebijakan baru turnamen yang diikuti oleh tim, bukan perorangan lagi seperti 30 turnamen sebelumnya. Bisa jadi tantangannya lebih sulit hingga Dewan Kota memutuskan kebijakan itu. Dari percakapan mereka, aku mendengar beberapa batal ikut karena tidak ada kandidat untuk dijadikan tim. Menyedihkan.

Sejak beberapa hari terakhir, baliho-baliho besar tentang Wand 31 juga Turnamen 31 WM sudah memenuhi penjuru WM, termasuk Kota Aghez. Salah satu yang paling menarik atensiku adalah iklan dengan figur witchy berambut biru. Wajahnya bak malaikat dengan suara lembut. Namanya Hya, ia adalah pemenang turnamen lima tahun lalu. Sebagian besar peserta turnamen tewas, lainnya luka parah. Yeah, iblis itu pasti terbalut apik dalam kostum malaikatnya.

"Ikuti turnamen dan menangkan Wand 31! Kekuatan hebat melebihi Oxo."

Begitulah kalimat persuasi yang tidak menarik. Bahkan tanpa iklan-iklan ini pun, pendaftar akan jebol dalam waktu singkat. Para pemenang turnamen akan hidup sejahtera di WM. Uang yang melimpah, status sosial yang bagus, bahkan beberapa menjadi selebriti seperti Hya, atau bergabung di pemerintahan. Aku mengeluarkan tongkat dari balik jubah. Tongkat bengkok dengan banyak selotip. Wand 4. Ayah tak suka jika aku menyinggung akan membeli wand baru. Namun, dengan wand ini ... magisku sangat 'terbatas'. Setiap lima tahun sekali, WM merilis wand baru yang juga menjadi hadiah utama turnamen penyambutan. Angka yang tertera di iklan Wand 31 seakan membuat mataku rabun dengan banyaknya angka nol di belakangnya.

Aku akhirnya tiba di sebuah toko dengan plang "Magoric". Atap topi kerucutnya berwarna ungu dengan dinding yang dicat seperti kayu. Dari luar, bagian dalam sudah dapat terlihat jelas melalui kaca. Saat kubuka pintu ada Arghusky menyapa, "Selamat datang di Magoric!" Itu peri buatan dengan warna serba merah muda. Tingginya hanya setengah meter, terbang mengambang persis di depan pintu masuk. Aku berlalu, menuju meja kasir dan melihat Ebi sedang memegang setoples kue organ dalam.

"Hampir terlambat," komentarnya. "Pukul 07.28."

Jubah hitam kusampirkan ke tiang khusus. "Kenapa sepi?"

"Hari ini pembukaan pendaftaran Turnamen 31 WM." Witchan berambut keriting dengan tubuh gempal itu memakan kue berbentuk jantung. Melihat kerutan di dahiku ia segera berkata, "Hei, banyak anak-anak nekat mendaftar turnamen seperti sebelum-sebelumnya. Jelas mereka khawatir."

Keningku makin mengerut. Tak suka dengan kondisi sepi Magoric. "Bukankah mereka berlebihan? Tahun ini turnamen diikuti per-tim, kan? Anak-anak harusnya tidak akan nekat."

"Bukan karena kau tak punya teman dan tak tertarik dengan turnamen membuat semua anak sepertimu, Dey."

Ebi menyeringai lebar. Mengangkat bahu, lalu menunjuk pintu. Suara Arghusky menyapa pelanggan terdengar. Ada seorang anak dengan wajah menyebalkan datang sendirian, biasanya mereka datang sepasang. "Dia Gea atau Gua?"

"Dia Gua. Lihatlah, hidungnya sedikit bengkok. Minggu lalu ia berkelahi dengan peri di Fairzen," Ebi menanggapi kemudian lanjut mengunyah camilan menjijikan itu. Hanya psikopat yang gemar memakan kue organ dalam. Bentuknya sangat mirip, dilapisi karamel hingga tampak mengilap. Oh, lihatlah! Kue berbentuk usus yang dimakan Ebi sangat menjijikkan. Aku bergidik dan segera menukar tongkat bengkok milikku dengan Wand 10 yang disiapkan untuk pegawai Magoric.

"Aku mau masuk Fairzen." Anak itu menyerahkan sejumlah uang dengan wajah bersungut-sungut penuh dendam.

Aku hampir tertawa, tapi kutahan melihat wajah Gua. "Berapa jam?"

"Tiga jam." Ia memberi tiga koin. "Jangan biarkan ada anak lain masuk." Lima koin kembali mendarat di tanganku.

"Sesuai keinginan Tuan Putri."

Senyumku membabar, tak sabar ingin memberi makan Ao dengan tip dari anak kaya ini. Kami segera menuju sekotak miniatur dunia peri berwarna-warni berukuran tiga kali tiga meter yang ditutup kubah transparan. Beberapa peri kecil tampak mendelik melihat Gua hendak masuk. Mereka saling kenal dan seperti memiliki dendam. Di sebelah kotak dengan tulisan 'Fairzen' ada tabung setinggi dua meter sebagai pintu masuk. Sesuai aturan, kusita Wand 15- astaga! Beberapa hari lalu hanya Wand 10 yang dibawa Gua. Betapa beruntungnya ....

"Cepatlah, Dey. Aku tidak sabar." Gua sudah masuk ke dalam tabung. Aku langsung menutup pintu dan menarik tuas. Dalam sekejap, tubuh Gua mengecil. Ia segera masuk melalui pintu kecil menuju Fairzen. Aku hanya tertawa, tak peduli apa yang akan ia lakukan.

Dua jam berlalu, hanya ada beberapa anak yang datang ke Fairzen. Sepertinya ucapan Ebi benar, perihal orang tua yang khawatir anaknya mengikuti turnamen. Saat melakukan pendaftaran, para peserta melakukan sumpah darah hingga tidak dapat dibatalkan atau diganti. Ah, semoga Dewan Kota segera mengeluarkan aturan baru mengenai usia minimum peserta agar anak-anak tidak akan nekat lagi.

Ebi yang menggantikanku melayani anak-anak. Saat sedang ramai di akhir pekan, biasanya kami akan kelimpungan karena banyaknya anak yang datang. Ah, suasana ini membuatku sedikit lega. Aku duduk setelah mengambil buletin dari kotak surat depan Magoric, tentu diantar oleh kurir terbang. Aku menemukan dua buletin. Satu buletin dari Kota Aghez, terikat dengan pita biru, satunya lagi dari WM dengan pita merah. Sama seperti buletin di rumah pagi ini yang belum sempat kubaca, kata kuncinya terkait Wand 31, turnamen, kontingen hebat yang mengikuti turnamen, dan sihir ... mataku mengerjap. Menarik.

Sihir Apa yang Berjodoh dengan Hari Ini?

... terkadang, kita tidak memiliki tempat untuk dituju. Itu menyulitkan kita yang ingin berjalan-jalan tanpa destinasi. Cobalah sihir yang cocok untuk hari ini. Orbis avixis. Orbis akan menuntunmu menuju tujuanmu. Siapa yang tidak kenal dengan sihir ini? Sejak ....

Kuletakkan buletin sembarang begitu mendengar keributan tanpa sempat menyambar wand. Kupikir hanya pertengkaran anak seperti biasa. Namun, salah. Di sana, beberapa anak menjerit-jerit ngeri, Ebi tak jauh beda dengan anak-anak itu. Di depan Fairzen, Gua sudah keluar bersama seorang peri! Astaga! Peri itu ikut membesar setelah melewati pintu penghubung dan kini tampak mengamuk marah pada Gua.

Anak itu sudah dipenuhi luka dan menjerit meminta tolong. Lebam menghiasi wajahnya. Anak-anak lain berlarian ke luar. Menyadari ada kekacauan di Magoric, Arghusky berdenging mengirim sinyal ke Tuan Ric, sang pemilik toko. Ebi merapat ke jejeran cokelat terbang ketika peri yang mengamuk makin brutal membuat barang-barang dalam Magoric berantakan. Aku menelan ludah memandang tangan kosong dan peri itu, juga Gua yang terus menjerit.

Jika lebih lama anak itu bisa terluka parah.

Kuayunkan tangan hingga peri berwarna merah itu terdorong menjauh beberapa meter dari Gua. Ebi makin pucat melihatku mengeluarkan sihir tanpa wand. Gua terduduk di tanah dengan luka cakar dan lebam di sekujur tubuh. Aku mendekatinya. Membantunya berdiri dan menjauhi peri yang tampak lebih marah. Baru kuperhatikan jika sayap indahnya patah.

Peri itu berlari mendekati gua. Aku kembali menyerangnya. Cahaya merah keluar dari tanganku, sekejap berubah menjadi tali yang melilit tubuh si peri. Aku segera mengarahkan tanganku untuk memasukkan peri itu ke dalam tabung. Menutupnya. Lalu segera menarik tuas dan memencet tombol yang langsung mendorong peri tersebut kembali ke Fairzen.

"Kamu baik-baik saja, Gua?" Gua terbaring lemah. Salah satu tangannya mengeluarkan darah karena gigitan si peri. Aku meringis melihatnya.

Ebi pulih dari keterkejutan dan segera meraih beberapa benda untuk membantu Gua. Aku meraihnya. Segera kubersihkan luka itu, memberinya cairan penyembuh, lalu menutup dengan tisu perekat. Ebi masih diam memandangku. Tangannya yang memegang Wand 10 milik Magoric tampak bergetar. Wajahnya menyiratkan banyak pertanyaan.

Aku menghela napas.

Inilah alasan Ayah melarangku membeli wand baru. Inilah alasan kami tinggal di gang terpencil dari keramaian. Ayah ingin melindungiku. Tak seperti kebanyakan yang memerlukan wand untuk mengeluarkan kekuatan, aku tidak.

Aku Dey La Lian. Aku bisa mengeluarkan magis tanpa wand.

.oOo.

Dey butuh vote dan komen sebagai dukungan teman-teman ^^

Siap untuk menjelajah WM lebih jauh?

.

TBC

.

p.s.
Ini foto Dey, si rambut merah dengan magis murni

Dey La Lian

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 103K 51
(๐’๐ž๐ซ๐ข๐ž๐ฌ ๐“๐ซ๐š๐ง๐ฌ๐ฆ๐ข๐ ๐ซ๐š๐ฌ๐ข ๐Ÿ) ๐˜Š๐˜ฐ๐˜ท๐˜ฆ๐˜ณ ๐˜ฃ๐˜บ ๐˜ธ๐˜ช๐˜ฅ๐˜บ๐˜ข๐˜ธ๐˜ข๐˜ต๐˜ช0506 า“แดสŸสŸแดแดก แด…แด€สœแดœสŸแดœ แด€แด‹แดœษด แด˜แดแด›แด€ ษชษดษช แดœษดแด›แดœแด‹ แดแด‡ษดแด…แดœแด‹แดœษดษข แดŠแด€สŸแด€ษดษดสแด€ แด„แด‡ส€ษชแด›แด€โ™ฅ๏ธŽ โš  ๏ฟฝ...
245K 747 11
CERITA DEWASA KARANGAN AUTHOR โ— PLIS STOP REPORT KARENA INI BUKAN BUAT BACAAN KAMU ๐Ÿคก SEKALI LAGI INI PERINGATAN CERITA DEWASA ๐Ÿ”ž
3.3M 344K 53
๐™ณ๐š„๐™ฐ ๐™ฐ๐™ฝ๐šƒ๐™ฐ๐™ถ๐™พ๐™ฝ๐™ธ๐š‚ ๐šˆ๐™ฐ๐™ฝ๐™ถ ๐™ฑ๐™ด๐š๐š„๐™น๐š„๐™ฝ๐™ถ ๐šƒ๐š๐™ฐ๐™ถ๐™ธ๐š‚. ... Dheleana Vreya, gadis cantik dengan seribu topeng licik di wajahnya. Mungkin o...
173K 11K 19
Ini dia jadinya kalo gadis bar-bar seperti Joana transmigrasi ke dalam sebuah novel romansa dan menjadi anak perempuan dari protagonis yang digambark...