Hi, We Are ZxVorst Team

By matchaIatte

18.7K 712 541

Tongkrongan bukan sembarang tongkrongan. Tongkrongan kami bukan kumpulan anak berandal, tapi anak-anak yang i... More

Prawacana
Chapt. 1
Chapt. 2
Chapt. 3
Chapt. 4
Chapt. 5
Chapt. 6
Chapt. 7
Chapt. 8
Chapt. 9
Chapt. 10
Chapt. 12
Chapt. 13
Chapt. 14
Chapt. 15
Chapt 16
Chapt 17
Chapt. 18

Chapt. 11

416 27 7
By matchaIatte

Eyyy, sedang apa kau?
Pasti sedang membaca ini. Iyalah

Ada yang Aiden kenapa? Ada yang udah nebak? Yuk, komen

==========================================

Terlepas dari dugaan Aiden mabuk itu, kini sang ketua ZxVorst tengah berbaring lemas di ranjang rumah sakit. Tangannya terpasang infus dan hidunya tersambung tabung oksigen. Miris melihatnya.

"Lo kalau dah bangun, jangan lupa bayar pajak ke gue, ya, Den. Atas apa yang gue korbanin buat betulin toilet," ucap Ravend di sebelah kanan Aiden.

Bahkan, sejam lamanya ia berusaha mengajak ngobrol Aiden. Namun, yang ia dapat hanyalah sebuah omongan temannya yang menyinyir.

Rain jengah. Ia mulai tak kerasan di sini. Pikirannya terpaku pada cucian di rumah, masakan yang di atas meja makan belum ditutup, jendela-jendela, hingga jemuran yang entah apakah sekarang masih berada di posisinya atau nyangkut di atas pohon mangga lagi.

Karena merasa tak tenang, Rain memutuskan untuk menghampiri Aiden seraya berpamitan. "Den, gue balik, ya? Cucian numpuk tuh di rumah. Belum beresin kamar lo juga."

Jelas saja tidak akan ada sahutan. Manusia yang terbaring itu tak kunjung membuka matanya sejak dibawa ke ruangan ini. Ruang khusus untuk satu pasien saja. Sengaja, agar ketika seluruh anggota ZxVorst menjenguk, tak akan berdesakkan.

Ravend melirik sejenak, kemudian menyela. "Ke sini lagi bawain gue martabak, ya, Jan. Gue laper."

Rain menoyor jidat Ravend. "Pala lo! Kalau lapar, ya, makan sana. Banyak pedagang asongan noh di depan!"

"Ish, gue mager, sumpah!"

"Ya, kalau lo nunggu gue ke sini, bisa-bisa udah ganti hari. Apalagi dah malam. Begonya ga usah disimpan, Pen!"

"Lo mau gue kasih kebegoan, nggak?" tanya Ravend bercanda. Namun, ia kembali menerima toyoran.

"Ogah!" tolak Rain, kemudian melangkah meninggalkan ruangan. Tanpa berpamitan pada yang lain karena semuanya telah memejamkan matanya di atas tikar, terkecuali Ravend.

Namun, baru sepersekian detik Rain meninggalkan ruangan, Aiden tiba-tiba saja menggerakkan tangannya. Kakinya terasa sangat kaku, seluruh tubuhnya sungguh pegal.

Ia melenguh, hingga Ravend yang berada di sisinya menoleh. Kemudian, ia bertanya. "Kok, gue di sini? Siapa yang ngangkat gue?"

Ravend dengan wajah agak kesalnya membalas, "Gue gotong pakai kerenda mayat noh!" ucapnya seraya menoyor kepala Aiden.

Tatapan sang leader seketika berubah. Sinis dengan wajah yang kesal. "Gue ngga lagi bercanda. Lo bisa serius?"

"Minta diseriusin gimana lagi? Lagian elo, udah tahu ada masalah, ngapain segala mabuk? Dipikir bisa bikin lo jadi tenang? Kagak!" kesal Ravend. "Mikir pakai otak lah, Den. Jangan pakai hati. Hati lo itu buat nyimpen perasaan yang baik aja, simpan hal yang baik, yang buruk lo pendem di usus kek, lambung atau empedu. Hati lo harus suci, sesuci otak gue," lanjutnya.

Aiden membuang muka. Ia merasa tak enak hati. Apa yang dikatakan Ravend benar adanya. Ia tidak mengada-ada. Namun, perasaan mengganjal seketika menyelimuti hatinya. Sebagai sang ketua, tentunya ia harus menjadi panutan yang baik. Lantas bagaimana? Ia bahkan mencontohkan hal yang buruk. Sangat buruk.

"Gue ngga mabuk."

Ravend pura-pura tuli, ia mengulangi ucapan Aiden. "Gue ngga mabuk," tiruannya yang setengah mengejek.

"Mulut lo ngga mabuk. Lihat tuh wajah lo, udah mirip gembel tengah hutan, tau gak?"

"Engga. Ngga tahu, dan ngga mau tahu, serta tak ingin tahu."

Ravend membuang napas kasar. Tangannya melangkrik di pinggang seraya memejamkan matanya. Bingung, apa yang harus ia katakan lagi.

"Sekarang, lo bilang ke gue. Apa masalah lo, alasan lo, tujuan lo? Ceritain semuanya, tanpa dikurang atau ditambah. Jawab yang detail," pinta Ravend.

Aiden mematung. Pandangannya kini tak berarah lagi. Ia kembali mengingat kejadian yang baru-baru ini terjadi menimpa dirinya. "Gue ...."

Ravend menunggu Aiden melanjutkan kalimatnya, jantungnya berdetak kencang. Entah mengapa, ia sangat waspada. Jiwa raganya telah menyiapkan mental sebelum kalimat Aiden keluar. Mungkin saja, kalimat selanjutnya akan membuat ia terkejut.

Namun, sepersekian detik ia tunggu, ia tak mendengar kalimat lanjutannya. Ravend melihat Aiden yang tengah melamun seraya matanya yang mulai sembab.

Sosok pria dengan wajah sangar itu seketika mulai khawatir. Pertahanannya yang hendak memarahi Aiden habis-habisan runtuh. Ia tak tega. Segeralah tangannya ia ulurkan untuk memeluk Aiden.

"Udah, cerita aja. Ada gue dan anak ZxVorst lain yang siap dengerin cerita lo, keluh kesah lo, dan semua curhatan lo," ucapnya lembut, menenangkan.

Aiden berpikir keras. Untuk saat ini, ia merasa bukanlah waktu yang tepat. Memerlukan waktu lebih untuk menceritakan segalanya. Hatinya masih belum tenang.

Cowok yang ada di samping Aiden itu dengan sabar menunggu temannya membuka suara. Meskipun jantungnya berdebar-debar dengan tatapan yang siap, serius untuk mendengarkan.

Namun, nihil. Setelah 3 menit berlalu, Aiden tak juga berbicara. Ia masih melamun. Hingga Ravend yang kesal harus dengan tega menggoyangkan kepalanya.

"Sakit ngga, Den?"

Aiden melirik. "Kepala lo kalau kebentur terus digoyang, pusing nggak, Pen?"

"Engga. Soalnya gue belum ngerasain."

Mau marah, namun Aiden malas. Bahkan untuk sekadar berbicara, lidahnya terasa kaku. Mulutnya begitu berat untuk terbuka. Matanya mengajak ia untuk tidur kembali.

"Den ... Sekali aja, ya? Lo coba cerita ke gue tanpa ngumpulin semua anggota. Lo lihat?" Ravend menunjuk seisi ruangan di mana ada beberapa anggota nampak masih tertidur. "Mereka tidur, Rain pulang, sebagian lagi entah ke mana. Yang jelas si Arsen lagi selamatin kucingnya yang habis jegur got."

"Kok, bisa?"

"Ngga usah kebanyakan tanya dah lo! Gue udah laper, sumpah, Den. Nunggu lo bangun, terus lo curhat dan gue siap jadi papa gede," ujarnya sok-sokan.

Pemimpin ZxVorst itu bergidik geli. "Lo mah gede gengsinya, Pen."

"Eh, kalau ngomong lo, ya. Jangan jujur-jujur, setan ngga suka!"

"Ya, bagus lah! Artinya setan benci gue, dan gue disayang malaikat," balas Aiden tak kalah nyinyir.

"Iya, lo mah masih disayang malaikat maut. Makanya, ngga jadi modar lo!"

Entah mereka berdua ribut tak melihat sekitar. Bahkan, Hazell hingga terbangun karena suara bising keduanya. Namun, ia masih pusing dan mengantuk. Hazell belum sepenuhnya sadar.

"Gini, ya, Den. Lo boleh bilang kalau lo disayang malaikat. Tapi, lo juga harus inget bahwa setan juga menyayangi lo. Lo tau kenapa? Sebab—"

"Gue ngga mau tau."

"Yeu, nyela aja lo biskuit belang!" Ravend menoyor kepala Aiden.

Aiden yang masih sedikit pusing bertambah lagi rasa pusingnya. "Lo kalau nyakitin jangan bawa fisik bisa, ngga?"

"Ngga bisa, Den. Soalnya gue cuma punya fisik yang bisa ngelawan. Kalau cuma ngandelin isi otak sama hati aja, ngga mempan! Keduanya ngga bisa bicara. Nah, mulut gue nih, yang bisa bicara, itu termasuk fisik!" elak Ravend dengan alasannya yang membuat Aiden muak. Selalu saja ada jawaban nyeleneh dari Ravend.

"Ribut mulu kalian, mabuk berdua aja sekalian sana!" Hazell menyela keributan dengan mata yang masih sayup-sayup tertutup, suaranya yang serak pun masih khas dengan suaranya ketika bangun tidur.

Kedua cowok yang ribut itu menoleh, satunya bengong, yang satunya lagi natap datar. Masih belum ada balasan dari keduanya. Namun, siapa sangka, sekalinya membalas, mereka dengan kompak mengucapkan kalimat yang sama.

Aiden dan Ravend saling pandang, kemudian tersenyum jahil. "Asekk, mabuk!"

Hazell mengangguk-angguk saja. Belum sadar dengan ucapannya. Nyawanya masih melayang separuh. Tenaganya belum cukup kuat untuk menopang tubuhnya.

"Dah, biarin," ucap Aiden.

Hening beberapa detik. Sampai pada akhirnya, Aiden mengatakan hal yang sebenarnya. Suatu hal yang ia tutupi kurang dari seminggu. Tak ada yang tahu, bahkan Hazell yang ia ajak pun tidak mengetahuinya.

"Gue dijodohin."




==========================================

HAH?!!
MANA VOTMENTNYAAAA?!!

AYOO SEMANGAT BACANYA!!

Continue Reading

You'll Also Like

20.3K 1K 12
What happened when the two bestfriends of the Indian cricket team realise that there might be something more to their friendship?
45.2K 687 11
What if Thomas had a sister named Taylor, that came up with him at the same time? What if a certain runner falls for her? And what if she has somethi...
9.3K 481 9
"I want you to be their manager when I'm gone for three months" "Wait what?!" "I know you're not that good when it comes to managing but I don't have...
3.3K 41 13
"So you really love me?" "Yk I do ma don't act like det" © NARDOOWICKK PRODUCTIONS