Hi, We Are ZxVorst Team

Da matchaIatte

18.8K 715 541

Tongkrongan bukan sembarang tongkrongan. Tongkrongan kami bukan kumpulan anak berandal, tapi anak-anak yang i... Altro

Prawacana
Chapt. 1
Chapt. 2
Chapt. 3
Chapt. 4
Chapt. 5
Chapt. 6
Chapt. 7
Chapt. 8
Chapt. 9
Chapt. 11
Chapt. 12
Chapt. 13
Chapt. 14
Chapt. 15
Chapt 16
Chapt 17
Chapt. 18

Chapt. 10

451 28 6
Da matchaIatte

Haii, Matcha aktif lagi nih. Apa kabar kaliaaaann? Sehat, kaaaann? Pastinya.

Siapa yang penasaran nasib toilet dan tasnya Hazell? Aku aku akuuu!!

Yuk, bacaaa

==========================================



Semua berkumpul di ruang tamu menunggu toilet yang sedang diperbaiki. Namun, Aiden dan Ravend tidak ikut berkumpul. Ravend menemani memperbaiki toilet, dan Aiden ... entah, ke mana anak itu.

Wajah-wajah yang murung selalu mereka lihat ketika berpapasan dengan Aiden. Bahkan, nampak jelas raut wajahnya yang lelah, mata yang sembab, dan pandangan yang kurang fokus.

Meskipun begitu, tidak ada satupun anggota yang bertanya. Setiap kali mereka ingin bertanya, seakan ada tarikan ghaib yang membuat mereka mengurungkan niatnya.

Terhitung sudah sehari semalam. Aiden enggan berbicara, makan, ataupun kumpul bersama. Ia menyendiri dan terus diam. Yang biasanya mengomel ketika grub ramai, sekarang ia abaikan.

"Huh ...." Helaan napas dari Rain terdengar jelas. Ia bersandar pada punggung sofa sambil melipat tangannya di dada. "Iden kenapa, sih? Kek patung. Orang kobam ga segitunya."

Starlie datang, lalu duduk di bawah Rain. Kemudian ia juga bersandar pada kaki Rain. "Gue juga heran. Orang kobam malahan suka ngoceh. Ini mah kayak orang bis—mpph."

Mulut Starlie dibekap Varess karena hampir berkata hal-hal yang tidak baik. Sang empu pun hanya bisa menahan tangan Varess agar tidak membekap hidungnya.

"Ga usah ngomong aneh-aneh lo!"

Lainnya tidak menggubris. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Sedangkan Arsen yang berada di pojok ruangan sambil bermain dengan kucingnya. Ah, mungkin tidak bermain lagi. Ia bahkan mencurahkan isi hatinya pada Cemeng dan Cengeng.

Hazell? Bocah itu masih memikirkan nasib tas beserta isinya yang tertinggal di ponpes kakek Aiden. Bagaimana kabar hp-nya? Apakah ada yang mengirim pesan? Sampai mana orderan belanja onlinenya? Galau sendiri memikirkannya.

Jangan tanyakan Dragon sedang apa. Ia tak kalah juga memikirkan keadaan Aiden. Bahkan, sama diamnya. Hanya duduk, memangku kepala dengan tangannya, kemudian melamun. Seisi rumah seakan menjadi hampa.

Namun, semuanya pecah ketika mendengar teriakan Jessie yang amat nyaring. Semuanya menoleh, terkecuali Dragon yang hanya melihat sekilas.

"Omagaaaat. Gue mau dijemput sama Kak Arto!" ucapnya, melempar hp ke sofa lalu menarik rambutnya karena salah tingkah.

Hazell risih sendiri. Menurutnya, itu sangat menggelikan. "Alay! Sono minggat aja, pacaran sono!"

"Dih, apa, sih! Sirik aja lo cokelat!"

"Hah, apa? Sirik? Sorry, ya. Gue juga punya kali."

"Tunjukkin, dong, Say," ujar Starlie menyenggol bahu Hazell.

"Nah, masalahnya itu. Hp gue, kan, di pondoknya Aiden. Terus gimana gue nunjukinnya?" Hazell terlihat bingung.

Starlie dan Jessie menahan tawanya. "Kasian banget lo," kata mereka bersama.

Rain yang bosan dengan keheningan, segera beranjak dari sana. Ia melangkahkan kakinya menuju kamar Aiden.

"Eh, eh. Mau ke mana, Bun?" tanya Hazell mencegah Rain.

Rain berbalik setengah dan menyahut, "Kamar Iden."

"Ikut!" teriak Arsen yang langsung berdiri dan menyusul langkahnya Rain. Kemudian, semuanya juga ikut.

Setelah sampai di depan kamar, Rain menempelkan telinganya di pintu. Begitu juga dengan Hazell yang ikut-ikutan.

"Apa? Kenapa?" tanya Hazell.

Rain menggeleng. "Ga ada suara. Apa Iden tidur?"

Jessie memicingkan matanya. "Gak. Ga mungkin dia tidur cepet. Semalam aja gue lihat jam 2 dia masih di balkon kamar."

"Ya, makanyaaa, Jessieeee. Dia tidur cepet karena begadang itu. Makanya, ngantuk. Gimana, sih!" kesal Hazell.

"Ssuutt."

Rain membuka pintunya. Ketika terbuka, ia terkejut karena Aiden duduk di lantai dengan punggung yang menempel di tepi ranjang. Satu tangannya memegang sebuah penggaris besi di sebelah kanan.

Lantas, ia segera berlari dan berteriak. "Iden! Gila lo?!"

Aiden sama sekali tak menjawab. Leader  ZxVorst itu juga sama sekali tak bergerak. Lemas. Denyut nadinya bahkan lemah. Napasnya tak teratur.

Rain melihat ke belakang, di mana perintilannya juga melihatnya. Wajahnya khawatir setengah panik. "Aiden lemah. Dia ga bergerak, ga ngomong."

Seperti ada yang menusuk ulu hati mereka, semuanya lantas masuk ke kamar Aiden. Melihat dan mengecek sendiri keadaannya.

Dan ternyata benar apa yang dikatakan Rain. Aiden seperti orang yang sedang kritis. Terlebih ketika Hazell yang mengecek urat nadinya sendiri, terasa sangat lemah. Bahkan, seperti tak terasa.

"Aiden ... meninggal sementara kah?" Hazell menatap satu persatu sorot mata temannya. Namun, yang ia dapatkan malah satu tamparan di lengannya.

"Ngawur! Dia pasti baik-baik aja," sampar Varess.

"Ya, siapa tahu, kan? Gue bilang meninggal sementara. Duh, kayak gimana, ya? Semacam pingsan gitu deh." Hazell terlihat kesusahan sendiri dalam menjelaskan. Ia bingung.

Rain yang memahami, kemudian turut menjelaskan. "Bisa jadi, Aiden kelelahan. Tapi, karena apa?"

Tidak ada yang tahu. Semuanya diam saling memandang satu sama lain. Tidak ada satu katapun yang terlontar untuk menjawab pertanyaan Rain karena diantara mereka pun tidak ada yang tahu apa-apa.

Pandangan Jessie tertuju pada Hazell yang masih setia memegangi tangan Aiden. "Zell, lo kemarin, kan, sama Aiden ke ponpes. Nah, Aiden diapain sampai kek begitu?" curiga Jessie.

Hazell mengendikkan bahunya. "Ya, mana gue tahu. Waktu Iden mau ngobrol sama kakeknya itu, gue keluar. Di taman apa yak. Terus sholat. Habis sholat, ya ... gue balik lagi ke taman. Mana gada hp. Terus tiba-tiba aja tuh Iden muncul sambil diteriaki namanya sama keluarga dia. Terus gue main disuruh pulang gitu aja," tutur Hazell.

"Jadi, lo gak tahu apa penyebabnya?"

Hazell menanggapinya dengan anggukan. "Sebenarnya waktu di jalan, pas pulang itu, Aiden udah agak tenang gitu. Waktu kalian nelepon. Tapi entah kenapa bisa gini. Gue mau nanya pun sapaan gue aja ga dibalas sama dia."

Semuanya manggut-manggut. Lantas, pada siapa lagi mereka harus bertanya?

Sesaat hening. Namun, sebuah lenguhan dari Aiden membuat suasana tanpa suara itu menjadi buyar. Rain dengan sigap langsung mendekati Aiden.

"Den, lo gapapa?" tanyanya panik.

Aiden memejamkan matanya kuat-kuat. Tangannya memegang perut. "G-ga-papa."

Varess yang mendengar jawaban Aiden merasa enak. Ia menoyor jidat Aiden. "Gapapa pala lo! Udah mirip orang kobam gini lo bilang gapapa? Ngaco!"

"Apaan, sih, Var! Orang baru sadar lo marahin, makin ga sadar dia," ucap Arsen.

Varess hanya diam tidak menanggapi. Ia kembali menyimak gerak-gerik Aiden yang hendak duduk biasa. Namun, terlihat kesusahan. Ia dibantu oleh Rain dan Hazell.

Saat Rain berusaha menenangkan, teriakan dari Ravend mengganggunya. Membuat ia berdecak dan menatap sebal ke arah pintu kamar.

"WOE, TOILET UDAH DIPERBAIKI. BAGI YANG MAU SETOR HIHANG HOHENG KECOKELATAN, DIPERSILAKAN SEGERA UNTUK UJI COBA!"

Tanpa disapa, makhluk berjenis manusia yang baru saja berteriak ini, sudah ada di depan pintu kamar. Namun, sedikit tercium bau tak sedap.

"Eh, Iden udah sadar?" tanyanya sambil berjalan masuk mendekati Aiden. Namun, ia dicegah begitu saja oleh Rain.

"Apa, sih?! Gue mau ngecek keadaan Iden. Siapa tahu ginjalnya ada yang kurang. Letoy begitu tampangnya," ujar Ravend seenak hati.

Rain yang masih kesal, menyuruhnya untuk mengambilkan segelas air di dapur. Meskipun sempat mendapat tolakan, namun bersyukur perintahnya dijalankan. Meskipun yang mengambil air Arsen.

Ravend duduk di sebelah Aiden. Lebih tepatnya lagi, di belakang Rain. Ia hanya duduk saja, diam melihat Aiden yang lemas. Duh, rasanya ingin ia suntik vaksin.

"Gimana rasanya kobam, Den? Menyiksa gak?"

Aiden menyandarkan kepalanya pada sisi ranjang. "Gue gak mabuk."

"Lah? Terus kenapa?"

"Adalah, problem. Belum saatnya lo pada tahu," jawab Aiden.

Akhirnya, mereka pun diam saja. Dalam hati, masih ada rasa khawatir akan kondisi Aiden. Akan tetapi, mereka juga bersyukur karena Aiden mau mengucapkan banyak kata.

Sambil menunggu Arsen yang mengambil air entah di mana karena lamanya. Rain mulai membersihkan kamar Iden. Sedangkan yang lain hanya diam saja memandangi Aiden yang lemah.

Hazell nampak berpikir sejenak sebelum mendekati Aiden. Kemudian, ia berkata setengah berbisik. "Emm, Den. Nasih tas sama hp gue gimana, ya? Udah 2 hari, nih."

"YA AMPUN, HAZELL!!" teriak semua.

Jangan berpikir mereka tidak mendengarkan, suara Hazell di tengah hampanya ruangan sangat jelas. Sampai ke sudut ruangan di mana Dragon yang sedang mojok pun terdengar.

"Lo tuh, ga mikirin kesehatan Iden dulu. Malah pikirin hp!" omel Jessie pada Hazell.

"Heh, kata siapa gue gak mikirin kesehatan Iden? Kalau gue ga mikirin, gue ga akan di sini. Gue bakal nyuruh Ravend nganterin gue ke ponpes kakeknya Iden buat ngambil tas sama hp gue!" jelas Hazell.

"Dih? Ogah!" sahut Ravend mendengar ucapan Hazell barusan.

Ketika hendak berucap lagi, Arsen tiba-tiba sudah datang dan membawa segelas air bening dan kantong plastik hitam.

Ravend sadar akan bawaan di tangan kiri Arsen. "Ngapain lo bawa kresek segala?"

"Jaga-jaga kalau Aiden muntah," katanya sambil memberikan air itu pada Aiden.

Namun, setelahnya ....

"Tukang WC nunggu di bawah, siapa yang mau bayar?"











==========================================

Yuhuu, Iden kenapa yaaaa? Ada yang bisa tebak?
Kalau benar, hadiahnya double up 😻

Ehh, tapi votment duluuu Yaa

See you next chapter

Continua a leggere

Ti piacerà anche

9.3K 481 9
"I want you to be their manager when I'm gone for three months" "Wait what?!" "I know you're not that good when it comes to managing but I don't have...
3.3M 176K 43
[FIRST BOOK IN THE 'HIS' SERIES] [2017] "Hi." Kyla smiles nervously. "Hi." Cole greets back, just as nervously. The boys and I share a roll of the ey...
6.6K 193 36
area gl🔞 Aku pikir aku tidak akan menemukan kebahagiaan setelah berpisa dangan mantanku namun ternyata salah aku bahkan menemukan yng lebih baik dar...
28.9K 746 44
"Meski hidup itu kadang tidak adil, tapi gue yakin kalo Tuhan selalu adil" -Sagara "Gue Sagara, Silvester Arjuna Sagara. Hidup itu indah bro kalo lo...