Langit semakin meredup, pun pula matahari yang mulai menyembunyikan dirinya. Senja menjadi saksi bisu antara Alyssa dan Nathan yang saling berhadapan namun masih sibuk dengan diam mereka, baik Nathan maupun Alyssa belum ingin membuka suara untuk sejenak memecah hening diantara keduanya.
"Nath, kamu mau ngomong apa?" Tanya Alyssa pelan. Akhirnya keheningan itu dipecah oleh Alyssa, pertanyaan yang sayangnya mendatangkan hening kembali diantara keduanya.
"Apa kita bener-bener nggak bisa?"
Nathan menatap nanar pada Alyssa yang tersenyum menatapnya, "Sejak beberapa minggu terakhir, aku nggak bohong kalau aku nyaman sama kamu, Nath. Aku suka semua waktu yang kita lalui bersama, aku suka semua kenangan yang kita buat-"
"-tapi, ada kalanya semua cerita tentang kita, cukup untuk jadi kenangan tanpa bisa kita nikmati sampai akhir"
Akhir-akhir ini, Nathan dan Alyssa memang dekat. Keduanya menjalin hubungan yang mereka kira akan berakhir indah, mencoba mendekatkan dua insan yang terhalang tembok tinggi nan kokoh. Seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami, itulah kiasan yang mampu menggambarkan hubungan keduanya. Bukan tidak mungkin, namun juga tidak bisa dikatakan mungkin. Hubungan yang rumit tanpa jalan keluar, hubungan yang meski terbantu oleh dua Tuhan yang berbeda namun akan selalu berakhir dengan pahit.
"Aly, kita bisa jalani dulu. Kita cari jalan keluarnya nanti, pasti ada jalan-"
Alyssa menatap Nathan dengan lelehan bening yang siap tumpah saat ia berkedip. "Jalan keluar apa yang kamu maksud? Salah satu dari kita meninggalkan Tuhan kita?"
Alyssa menangis, hatinya sakit. Penyesalan menyeruak dalam hatinya, kenapa harus Nathan? Kenapa cintanya harus berlabuh pada sesorang yang tak bisa ia miliki? Mengapa harus seseorang yang bukan digariskan untuknya?
Alyssa diam-diam beristigfar di dalam hatinya, menyebut nama Allah karena telah menyalahkan sebuah pertemuan yang sudah di gariskan Sang Pencipta untuknya.
"Nath, aku salah. Aku harusnya nggak jatuh cinta sama kamu" isak Alyssa pilu, tangisnya akhirnya pecah. Pun pula Nathan yang dengan sigap memeluk Alyssa, mengabaikan Alyssa yang memberontak dalam pelukannya.
Keduanya terluka, namun akan semakin terluka ketika hubungan ini terus berlanjut. Alyssa mencintai Nathan, pun pula Nathan yang mencintai Alyssa.
"Alyssa, aku nggak akan salahin waktu pertemuan kita. Bahkan sekalipun enggak, aku bersyukur Tuhan pertemukan aku sama cewek bawel yang tiba-tiba ngatain aku bodoh bahkan disaat kita masih asing" senyum Nathan mengembang, ia mengurai pelukannya pada Alyssa lantas menghapus jejak air mata pada pipi Alyssa.
"-kamu berhasil, Aly. Kamu berhasil buat aku penasaran setelah pertemuan pertama kita, buat aku mati-matian cari kamu" kekeh Nathan dengan mata yang telah memerah menahan bulir bening jatuh ke pipinya.
Alyssa menangis, ia tertunduk dengan isak tangis yang tak mampu ia bendung. Hatinya seperti diremas oleh kenyataan yang begitu telak, rasa sakit itu semakin terasa hingga Alyssa pun tak mampu mengeluarkan sepatah kata untuk Nathan.
Digenggamnya tangan dingin Alyssa, kemudian menangkup pipi Alyssa. "Maaf, harusnya aku berhenti ketika tau kamu dan aku berbeda. Harusnya aku sadar posisi kita, harusnya-"
Alyssa menggeleng, menatap Nathan dengan penuh rasa sakit. "Kalau semua harusnya itu terjadi, gimana aku bisa kenal kamu, Nath? Gimana bisa aku bertemu cinta aku?" Lirihnya.
Takdir seolah menertawakan mereka, dua insan yang berbeda namun terikat pada rasa yang sama. Awal pertemuan yang manis, namun harus berakhir apapun keadaannya. Pahit, namun juga akan semakin pahit jika terus berlanjut.
"Aly, apa aku harus rela melepas Tuhanku demi kamu?"
Alyssa seketika mendongak menatap Nathan lekat, menggeleng kuat tanda penolakannya terhadap pertanyaan Nathan. Di satu sisi, Alyssa tidak munafik jika ia sejenak tergoda dengan perkataan Nathan, namun logikanya menyadarkannya untuk tidak merebut Nathan dari Tuhan-nya.
"Nath, jangan buat aku dibenci Tuhan kamu karena berani merebut hamba-Nya demi seorang manusia biasa yang bahkan tidak luput dari dosa seperti aku" ujar Alyssa serius.
"Alyssa, tapi cuma dengan cara itu kita bisa bersama"
Tamparan keras Alyssa layangkan pada pipi Nathan, air mata jatuh dari pelupuk mata Nathan pun pula Alyssa yang telah berderai air mata. "Kamu gila?! Pikirin keluarga kamu, seberapa kecewa mereka kalau mereka dengar perkataan kamu, Nath!"
"Tapi aku nggak bisa, Alyssa. Aku nggak bisa kehilangan kamu" Nathan menatap Alyssa lekat.
"Nath, jangan lepasin keluarga kamu, Tuhan kamu, hanya demi sebuah cinta yang bahkan belum menjanjikan apapun untuk kamu"
Nathan tertegun, Alyssa dengan cepat menangkup pipi Nathan. "Nath, takdir hanya mengizinkan kita bertemu. Bukan untuk bersama"
Alyssa menangis, dadanya terasa sesak bahkan meski hanya untuk bernapas saja. Menatap wajah Nathan, mengamati paras tampan Nathan yang pernah mengukir senyuman bersamanya.
"Terima kasih, Nathan-" Alyssa terisak, sejenak ia berusaha mengumpulkan rasa sakitnya. Genggaman erat Nathan pada tangannya semakin membuat tangisnya tak terbendung.
"-terima kasih.. kamu mengajarkan aku mencintai sekaligus melepas dengan ikhlas"
Nathan hanya menatap Alyssa kelu, "Alyssa, aku sayang sama kamu" bisiknya yang membuat Alyssa menatapnya rumit.
"Nath, jangan buat aku semakin egois untuk milikin kamu. Jangan buat aku semakin berat lepas kamu" Alyssa menatap Nathan dengan air mata yang telah membasahi pipinya.
Nathan tersenyum tipis, kembali mengusap jejak air mata di pipi Alyssa dengan penuh hati-hati. "Aku selalu mengaggumi kamu. Hati kamu, sifat kamu, bahkan keanggunan kamu dengan hijab kamu. Tuhan kasih aku waktu singkat untuk jatuh cinta sama kamu, tapi sayangnya Tuhan juga adil. Tuhan kasih aku waktu yang singkat pula untuk bisa milikin kamu sebelum akhirnya harus melepas kamu"
"Nath.."
"Sa, aku sadar-" Nathan menggeleng menatap Alyssa yang hendak memotong pembicaraannya.
"-Sampai kapanpun, meski amin kita sama tapi mustahil bagi kita untuk bisa bersama. Butir rosario-ku, nggak akan bisa menggantikan tasbih dalam setiap doa kamu. Kita memang harus berhenti, sebelum semakin jauh"
Alyssa menangguk, tersenyum meski hatinya hancur berkeping-keping. "Ya. Cukup sampai di sini, Nathan. Cerita kita akan selalu menjadi kenangan indah untuk aku, perpisahan yang memang sudah digariskan untuk kita karena memang takdir kita hanya untuk bertemu dan belajar arti ikhlas dalam mencintai"
Baik Nathan maupun Alyssa kini mengerti, seindah apapun kisah mereka nantinya, akhir perpisahanlah yang selalu menjadi jawaban atas ujung kisah mereka.
"Sa, aku harap. Kamu bisa menemukan laki-laki yang mampu menjadi imam kamu, laki-laki yang bertanggung jawab pada kamu dan hidup kamu. Laki-laki yang berhasil membuat kamu bahagia, bukan seperti aku cuma bisa membuat kamu nangis kayak gini" senyuman Nathan semakin membuat Alyssa menangis dalam diamnya.
"Alyssa, jaga diri kamu baik-baik" Nathan berbalik, meninggalkan Alyssa yang masih terpaku menatap kepergiannya. Air mata mengalir deras dalam diamnya, sesak sekali hingga bahkan Alyssa tak mampu berkata apapun untuk Nathan.
"Terima kasih, Nathaniel. Kamu mengajarkan aku mencintai dengan tulus dan melepas dengan lapang"
'Ya Allah, berikanlah hamba ikhlas untuk melepas dia yang bukan Engkau gariskan untuk hamba. Ajarkanlah hamba untuk berhenti berharap pada ketidakmungkinan diantara kami'
■■■■
"Nath, lo nggak papa?" Tanya Aurora pada Nathan yang berjalan dengan wajah sendu kearahnya.
Aurora mengerti, pasti sulit untuk Nathan maupun Alyssa untuk melepas hubungan ini. Namun, Aurora juga memahami bahwa baik Nathan ataupun Alyssa tidak akan pernah bisa bersatu. Perpisahan memang adalah jalan yang mereka harus temui dalam kisah mereka.
"Ra, gue buat dia nangis" lirih Nathan yang membuat Aurora mengusap bahunya pelan.
"Gue nggak akan berani ambil dia dari Tuhan-nya, Ra. Gue nggak akan mampu terus genggam dia sementara gue sama dia adalah dua hal yang berbeda"
"Nath.."
"Gue yang salah, gue yang nekat mencintai Alyssa walaupun gue tau kalau nggak akan ada akhir bahagia meskipun gue dan dia saling cinta" Nathan menatap Aurora, tersenyum tipis setelahnya.
■■■■
9 Agustus 2023
To be continue🐾