I DESERVE U

Door marsh-melo

7.6K 984 607

Apakah sejatinya, cinta adalah tentang kepantasan? Berawal dari secarik kertas hukuman sialan dari sahabatnya... Meer

Prakata
1. Would U like to Be My Partner? [Joshua]
2. We've Never Been This Close Before. [Song Bora]
3. Am I ready for U? [Joshua]
4. What Do U Want From Me? [Song Bora]
5. U R The One I'm Worry About. [Joshua]
6. So Let Me Stay in Ur Arms, Just A Little Longer. [Song Bora]
7. We Have Each Other, So We Can Solve It Together. [Joshua]
8. But It's Harder Than I Thought. [Song Bora]
9. Come Here, And Try To Lean On Me. [Joshua]
10. U R The Hardest Project I've Ever Had. [Song Bora]
11. U R The Most Unpredictable Girl I've Ever Met. [Joshua]
12. U Make Me Feel (Un)Comfortable. [Song Bora]
13. U R So Close, Yet So Far. [Joshua]
14. I Just Wanna Make It Sure. [Song Bora]
15. So Tell Me The Reason. [Joshua]
16. Let Me Try My Best. [Song Bora]
17. And So Let Me Do My Part. [Joshua]
18. U Can Lean on My Little Shoulder Anytime. [Song Bora]
19. U Don't Hate Me, Do U? [Joshua]
20. Nothing Really Change, But Now.. I'll Try To Be Brave. [Song Bora]
21. I believe in U. [Joshua]
22. Tell Me Ur Way To Be Happy. [Song Bora]
23. Could I Make U Happy? [Joshua]
24. U Make Me Think That I'm Worthy Enough. [Song Bora]
25. Am I Just A Name For U? [Joshua]
Intermezzo #1 : U Deserve a Selca Time!
26. At Least, U Wanna Talk to Me. [Song Bora]
27. I Like U, More Than Yesterday. [Joshua]
28. U Hug Me Warmly, Even When U're Not Able to. [Song Bora]
29. Don't Worry, U're on My Guard. [Joshua]
30. Never Thought That I'll Like U This Much. [Song Bora]
31. I Wanna Be The One U Trust The Most. [Joshua]
32. It's Not That I Don't Trust U. [Song Bora]
33. U Did Well, Sweety. [Joshua]
34. U R The Most Comfortable Space of Mine. [Song Bora]
35. Cause Our Story is Not A Fault. [Joshua]
36. But U Don't Deserve This Pathetic Girl. [Song Bora]
37. At The End of The Day, I'm Not Much of A Help. [Joshua]
38. Why U Disregard Urself, When Ur Hug is My Only Space to Rest? [Song Bora]
39. Thank U, For Make Me Feel Like A Super Hero. [Joshua]
40. The More I Like U, The More I Brave. [Song Bora]
41. It Has To Be U And Me; No One In Between. [Joshua]
42. Do I Deserve To Be This Happy? [Song Bora]
43. Could I Even Sleep Well Tonight? I'm Not Really Sure. [Joshua]
44. Is It Right to Depend on U This Much? [Song Bora]
46. What Should I Do Now? [Song Bora]
47. It's Just My Way To Love U. [Joshua]
48. I Know Myself Better When I'm With U. [Song Bora]
49. Could I Be A Part of Ur Future Too? [Joshua]
50. What Kinds of Stupid Joke It is? [Song Bora]
51. I Won't Give Up on Us. [Joshua]
52. It's Me.. That Hurt Myself. [Song Bora]
53. I'm Sure, It's U. [Joshua]

45. I Should've Hug U More Back Then. [Joshua]

74 9 0
Door marsh-melo

"Joshua udah mau tidur?"

Ya, sejujurnya.

Aku baru saja keluar dari kamar mandi setelah mencuci muka dan menyikat gigiku, saat ponselku berdering karena panggilan masuk dari Bora.

Rasa kantukku kabur seketika. Seharian ini dia tidak ada kabar, mana mungkin kulewatkan telpon darinya?

"Nggak, kok. Aku nggak bisa tidur, mikirin kamu."

Kudengar decih pelannya. Kubayangkan senyum tipisnya yang imut itu.

"Aku juga nggak bisa tidur. Lagi nggak ada siapa-siapa di rumah, jadi.. beda aja rasanya."

Kusandarkan punggungku ke tepi ranjang selagi meraup sebuah bantal untuk kupeluk. Dia pasti sedang kesepian sekali sampai menelponku selarut ini.

'Aku bisa istirahat sejenak tiap Joshua peluk aku. Aku ngerasa bisa bertahan.'

Rasanya aku ingin datang kesana dan memeluk tubuh mungilnya itu semalaman-- ya, hanya memeluknya, kok. Sungguh.

"Lagi pada kemana, emang? Ah, apa gara-gara itu kamu nggak ke kampus hari ini, ya? Yeonjoo bilang, kamu nggak masuk kelas."

"Ya, gitu," singkatnya. Lalu kudengar helaan napas beratnya. "Maaf, baru bisa berkabar. Besok aku udah ke kampus, kok.. ah, ya. Aku mau nelpon sampai sepuluh menit aja, ya? Besok jadwal kita sama-sama padat, gimanapun, kita nggak boleh sampe begadang."

Ah, this strict girl. Padahal kan, aku masih kangen berat padanya. "Iya, deh. Ayo kita manfaatin waktu kita yang super singkat ini."

Ia terkekeh renyah. "Aah, aku ngerasa jauh lebih baik abis denger suara Joshua. Serius."

I smile at her words in no time. "Dih, gombal."

"Heol. Iya juga, ya? Nggak tau nih, aku ketularan siapa sebenernya."

Kami terkekeh pelan. Menggelikan, kami berbisik-bisik pada microphone ponsel kami satu sama lain seolah tak ingin ada siapapun yang dengar.

Feels like we have no distance at all.

"Astaga, kangen banget. Padahal baru sehari ya kita nggak ketemu."

I'm not lying. Even her sweet scent's still lingering on my mind right now.

"Aku juga," lirihnya. Agak parau.

"Besok jadwal penuh, kayaknya nggak bisa makan siang bareng. Rabu, gimana? Ah, tiba-tiba aku mau makan gogi-tteokbokki yang Joshua makan di restoran depan kampus itu, lho."

"Oh, itu enak banget, sih. Boleh, ayo kita makan lagi disana."

"OK."

Hening menjeda obrolan kami dan meredam pelan antusiasku. I can slightly feel that she's not okay right know. Ada alasan lain yang membuatnya sulit tidur. Dan alasan kuat yang membuat Song Bora yang tidak pernah mau bolos sampai harus melewatkan semua kelasnya hari ini.

"You sound tired, babe. Kamu nggak apa-apa? Did something happen?"

Ia yang tidak segera menjawab pertanyaanku dan mencipta hening untuk beberapa saat, semakin membuatku yakin bahwa ia sedang tidak baik-baik saja.

"Bora?"

"Hmm, gimana ya? Something always happen, anyway. But.. I'm okay right now. Your voice.. already heal me."

Hmm.

Kuharap suaraku memang benar-benar membantunya, and so I've did something good for her, at least.

Tiba-tiba ia terkekeh pelan. "Gimana pronounce-ku, Kak Tutor?"

Again, I smile at her words.

"Excelent. You know, like.. you're the best, the prettiest, the cutest student I've ever had, trust me," balasku dramatis.

Ia terkekeh lagi. "Meski nggak begitu membanggakan karena murid Joshua cuma dua.. ya, makasih pujiannya."

I'm laughing along her eventually. Aku tahu, dia sedang berusaha membuatku tidak khawatir dengan berseloroh seperti itu. And I have to appreciate it, at least.

But it would be much better if I could take her in my arms right now for real.

★★★

Beruntung, hari ini kelas Cross-Cultural Management diakhiri lebih cepat, jadi kami bisa datang ke restoran kecil itu di belasan menit sebelum jam makan siang tiba dan tidak sampai kehabisan tempat duduk. Kami langsung pesan satu porsi gogi-tteokbokki dan dua porsi ramyeon untuk dimakan bersama. Kami butuh makanan penuh lemak untuk menghalau udara dingin di luar sana.

Dan, Bora tampak agak pucat hari ini. I already see her yawning for three times, at least.

"Kamu begadang, ya?" Ucapku, sambil mengelus pipi tembamnya yang agak menirus. "You look pale."

Bibir mungilnya tersenyum tipis.

"Nggak begadang sih, cuma tidurnya kurang nyenyak aja. Tadi malem kan giliran aku yang jagain Ibu di Rumah Sakit, gimanapun.. ranjang kamarku tetap lebih nyaman daripada sof-- ah," ucapannya terhenti. Mata imutnya menatapku, seperti berujar sesal dan ingin menarik ucapan yang baru saja tak sengaja terlontar.

Senyumku pudar seketika.

"Rumah Sakit? Ibu kamu.. masuk rumah sakit?" panikku.

Ah, sekarang, aku mengerti darimana nada khawatirnya malam itu berasal, dan mengapa dia sampai sulit tidur.

Astaga.

"Oh, iya," Bora gigit bibir bawahnya, tersenyum ketir. "Itu kenapa.. aku harus bolos Senin kemarin."

"Astaga," lirihku. "Maaf, Bora.. aku sampai nggak tahu--"

"Nggak, akunya aja yang emang nggak cerita," sambungnya. "Aku cuma.. nggak mau suasana jadi sedih pas kita telponan waktu itu. Terus, aku emang nggak bilang juga sama siapa-siapa, dan nggak berencana ngasih tau sama siapa-siapa selain ke Joshua."

Dalam saat-saat sulit pun, dia masih berusaha meyakinkanku sebagai orang yang paling dia percaya. Wajar, sih. Selama ini aku memang kelewatan memintanya untuk mempercayaiku. My bad.

She surely having a hard time right now.

Kuraih sebelah tangannya, mengelusnya pelan dengan gerak jemariku. Aku ingin bertanya tentang penyakit yang sedang diderita Ibunya, but then I realize.. it's sound too personal.

"Terus.. gimana keadaan Ibu kamu sekarang?" akhirnya hanya itu pertanyaan yang bisa terlontar dari mulutku.

Senyumnya terkembang sedikit. "Syukurlah, hasil tesnya keluar tadi pagi dan katanya, kondisi Ibu udah lebih baik. Cuma butuh terapi beberapa hari lagi. Makasih, Joshua.. udah ikut khawatirin Ibu."

Cih, apaan. Aku bahkan tidak bisa melakukan apapun untuknya.

"Hope she get recovery soon."

"I hope so."

Pesanan kami datang menginterupsi obrolan. Bora makan dengan lahap siang ini. She has to gain a lot of energy, indeed. Syukurlah, dia selalu bisa berpikir waras meski sedang ada di tengah kesulitan. Dia memang selalu setegar ini.

Dalam hal ini, aku sangat iri padanya.

"Ternyata emang enak. Pantes, Joshua ketagihan," komentarnya selagi mengunyah sepotong tteok. "Ah, makanan enak memang penghiburan terbaik."

Senyumku terkembang otomatis melihat pipinya yang naik-turun dan menggelembung itu.

"Makan yang banyak. Aku pesenin lagi kalo mau nambah. It's on my treat today."

Ia menatapku lekat-lekat sejenak. Lalu tersenyum lebih lebar. "Makasih. Kayaknya aku emang bakal makan banyak deh hari ini."

Kujawil sebelah pipi tembamnya dengan gemas. Setidaknya aku bisa mentraktirnya tanpa sedikitpun penolakan hari ini.

"Berarti kamu nggak ngajar ya hari ini?" tanyaku selagi menyumpit mie.

"Ngajar kok," sejenak, gerakan mulutnya terhenti. "Sekarang bukan saatnya aku buat berleha-leha, Joshua. Bentar lagi gajian, aku nggak boleh banyak bolos," guraunya.

"Eyy, tapi jangan sampe forsir energi kamu juga," gusarku. Kucubit pipi tembamnya sekali lagi. "Kamu tuh, ya."

Ia malah terkekeh di atas kekhawatiranku. "Hari ini giliran Sangkyun yang jaga, kok. Jadi aku bisa tidur nyenyak di kamar sendiri sepulang ngajar."

"Ya udah. Just call me if you need someone to sing you a lullaby," rajukku.

Ia tersenyum geli. "Ya, ya. Makasih sebelumnya."

Jeez, this stubborn kid.

★★★

Nyatanya, Bora sama sekali tidak menelponku semalam. Pasti dia kecapekan dan langsung tumbang di atas ranjang setibanya di rumah. Dia juga belum mengabariku apa-apa sampai detik ini. Kuharap dia tidak sampai jatuh sakit juga. Dan jika dia kelelahan, kuharap dia tidak ragu lagi mendatangiku untuk bersandar.

It's Tuesday, anyway.

Nothing special with this usual free day, except the fact that it's been ninety days since I ask Bora to be my girlfriend.

Iya, hari ini adalah tepat tiga bulan sejak kami jadian -- yang dimana Jeonghan masih menyebutnya sebagai sebuah 'hukuman'.

Jika bocah kurus itu tidak memberiku misi kurang ajar di hari ke-seratus jadianku dan Bora, mungkin hari ini dia akan mendatangiku, meledekku habis-habisan bahwa aku sudah menjilat ludah sendiri karena 'keenakan' dengan hukuman ini.

Anehnya, Jeonghan tidak memperlihatkan batang hidungnya sedikitpun hari ini. Muncul di groupchat dan sekedar mengubah nama grup pun, tidak.

I go hangout with Seungcheol this morning instead. Bukan main tanpa tujuan. Aku diajak temanku yang tajir ini ke sebuah jewelry stores milik relasi orangtuanya. Tentu saja, untuk membeli hadiah seratus harian untuk Bora.

"Lu yakin Josh, mau beli cincin aja?" tanya Seungcheol yang sedang pegang kemudi mobilnya. "Saran gua, mending kalung dah."

Kalung? "Bedanya apa sama cincin?"

"Anjir, masa lu kagak paham sih? Ini trik klise."

Dahiku berkerut heran mendengar kekeh aneh bocah bermata belo itu.

"Gini deh. Lu coba bayangin pas lu kasih hadiahnya."

"A-ha."

"Lu deketin dia. Lu sibak rambutnya, dan mau nggak mau -- eh, tapi yang ini lu pasti mau sih -- lu lingkarin tangan lu di leher dia buat masangin itu kalung, kan. Terus lu berdua tatap-tatapan, deg-degan, abis itu.. yaa, biar imajinasi lu yang nerusin sisanya."

Sial.

Pikiran lurusku.

Sepagi ini sudah diusik celetukan rubah jejadian.

And the worst is.. that his words is slowly lead myself thinking about her soft lips for sudden.

Oh. My bad.

Kupalingkan wajah ke jendela saat tersadar bibirku mulai sulit menahan senyum. "Konyol lu."

Ia terbahak puas.

"Pengen kan, lu? Udah, nggak perlu bo'ong lu sama gua! Gua yakin sih, dari awal aja lu pasti nggak pernah kasih laporan yang bener di grup love report yang dibikin si Junghan itu, 'kan?"

Sial, sekarang aku malah diintrogasi.

"A-apaan, gua.. gua nggak pernah manipulasi report-nya, tuh," balasku lirih.

"Iya sih, kagak dimanipulasi. Tapi lu sensor abis-abisan," cecar Seungcheol. "Tapi ya.. bagus sih. Semakin lu nge-sensor laporan lu, berarti lu makin sayang sama momen-momen lu sama cewek lu, sampe kagak rela tuh, kalo lu bagi-bagi sama siapapun."

Senyumku makin terkembang. Benar juga.

Satu-satunya yang menyebalkan dari 'hukuman' ini pada akhirnya hanyalah bagian dimana aku harus menceritakan apa yang terjadi di antara aku dan Bora -- dan sekarang, ditambah misi sialan seratus harian itu.

Tiap kali aku menyesalkan secarik hukuman yang tidak manusiawi ini, lagi-lagi, pikiranku bermuara pada satu gagasan; jika hukuman ini tak pernah ada, mungkin aku tak akan bertemu Bora. Kami hanya akan jadi teman kelas yang tidak pernah tahu kehidupan satu sama lain secara mendalam. Mungkin kami akan bertemu di persimpangan koridor, dan aku akan menyapanya.. tanpa tahu persis siapa namanya.

Dan pikiran itu.. selalu membuatku merasa hampa. Hampa sekali.

I feel bad for her.

Aku ingin segera melewati hari keseratus kami untuk memutus rantai perasaan bersalah yang tak putus-putus ini.

I will prepare the best for our baek-il. Aku tidak ingin mengecewakannya.

"Ya udah. Kalung aja," putusku kemudian.

Seungcheol kegirangan mendengarnya. "Cakep."

Kami berhenti di depan sebuah gedung jewelry stores yang cukup megah di kawasan Gangnam, beramah tamah dengan pemilik stores yang merupakan relasi Papanya Seungcheol, lalu diajak berkeliling melihat-lihat berbagai benda cantik nan berkilauan di sekeliling gedung. Aku juga sempat lihat beberapa model populer yang pernah kulihat di website.

Hmm, rasanya ingin beli semua. Tapi Bora pasti tidak suka kalau aku melakukannya. Jika dia ada di sampingku sekarang, dia pasti akan menyuruhku memilih seuntai kalung yang paling sederhana dan harganya tidak sampai menguras dompetku yang masih rutin di-supply orang tua.

Sementara aku berkeliling melihat-lihat berbagai model liontin di balik etalase, Seungcheol.. ha, bocah belo itu malah sibuk mengedar pandangan ke sekeliling toko sambil tebar senyum simpul pada tiap gadis modis yang lewat. Dasar. Dia sangat sadar bahwa lesung pipinya saat tersenyum memang menawan di mata para gadis, rupanya. Sudahlah.

Saat melewati etalase ketiga, mataku terpaku pada sebuah liontin Yin Yang di pojok etalase.

Wah.

Bentuknya cukup sederhana. Bagian Yin berlukiskan bulan, sementara Yang matahari. Saat dilihat lebih dekat, kalung itu tampak lebih berkilauan oleh titik-titik berlian.

Yin untuk Bora, dan Yang untukku. It's just reflect us perfectly.

Cantik sekali.

"Lu pilih itu aja?" tanya Seungcheol.

Tanpa mengalihkan pandanganku dari kalung cantik itu, kuanggukkan kepalaku.

"Two opposite polar that attract to each other. Dua karakter berbeda yang saling mengisi. It's just our story. And so.. she's my moon, I'm her sun. Waaah, I really love this concept."

"Anjaaaay, langsung ada filosofinya dong," kekeh Seungcheol geli. "Cakep, cakep. Ambil aja, Josh. Nanti gua bilang Om Jung biar lu dapet setengah harga."

Glad to hear that. Karena kalung ini bertahtakan berlian-berlian imut, harga aslinya pasti akan cukup menguras dompetku. Bisa saja aku minta jajan tambahan pada Mama bulan ini, tapi tentu Bora tidak akan suka jika tahu hal itu.

Ponselku bergetar saat Seungcheol sedang membantuku mengurus transaksi. Oh, Bora menelponku. Kujaraki Seungcheol beberapa langkah sebelum menggeser tombol hijau yang meriak-riak di layar ponselku.

"Iya, beb?"

"Oh, halo.. eh, Joshua lagi di luar, ya?"

"Oh, ya.. tapi bentar lagi juga kayaknya beres, sih. Ada apa, sayang? Mau ke rumah?"

"Oh gitu. Iya. Kelas ARB-nya dibatalin, jadi mau ke apartemen Joshua aja. Kalo boleh.. aku mau numpang makan siang sama tidur, sebentar aja."

Hah? Kutelan ludahku seketika.

T-tidur?

"Tapi kalo Joshua masih di luar nggak apa-apa, aku.. mau ke asrama Minhee aja--"

"No, no. I'll be there soon, OK? Ini.. ini udah beres kok.. Hmm, kalo udah nyampe sana kamu masuk duluan aja, ya? Nanti.. nanti ku kirim passcode-nya lewat chat."

Apa ini? Hatiku tiba-tiba berdebar kencang tanpa alasan sampai bicara tergagap begini. Haha.

"O-oh.. iya kalo gitu. Tapi.. aku juga masih ada perlu ke perpus jurusan kok, mungkin satu jam-an lagi baru kesana."

"Oh.. ya udah, kalo gitu. C U, then."

"Mm."

Telpon terputus, menyisakan debaran jantungku yang masih berantakan karena satu kata yang barusan diucapkan Bora. Ha.

Ah, Bora hanya ingin menumpang istirahat. Ayolah, jangan berpikir yang bukan-bukan. Dia pasti kurang tidur akhir-akhir ini sampai ingin menumpang tidur di tempatku, itu saja. Get yourself together, Shua.

Astaga, artinya aku harus merapikan kamarku sekarang juga.

"Cheol, gua mau langsung pulang aja sekarang," ucapku misuh-misuh.

"Lah, kagak jadi makan siang dulu?"

"Kagak kayaknya, sorry. Ini, Bora.. Bora mau ke rumah."

Seungcheol malah tersenyum lebar mendengarkan alasanku membatalkan rencana dadakan begini.

"Aah.. lu mau langsung praktekin nih ceritanya? Yang tadi kita diskusiin di mobil itu?" bisik rubah jejadian itu dengan seringai jahil.

Sialan. Lagi-lagi aku sulit menahan senyum memikirkannya.

★★★

Kamarku sudah dirapikan, pesanan makan siang juga sudah datang. I also buy a little cake for our three month celebration. Tinggal menunggu Bora datang.

Kusandarkan tubuh lelahku di sofa tanpa henti-hentinya menyungging senyum. Haruskah kupasangi lilin cantik di atas cake-nya? Ah, tidak. Pasti Bora akan bilang aku berlebihan.

Ha.

I'm too excited.

Menjadi orang yang dia datangi pertamakali saat dia lelah, rasanya.. aku makin diandalkan dan dipercaya. Saat dia memutuskan untuk menumpang tidur siang disini, bukankah dia percaya bahwa aku akan senantiasa menjaganya dan tidak akan berbuat macam-macam padanya?

Bora selalu berhasil menyapu keresahan-keresahan kecil yang menggangguku dengan pemikiran yang lahir dari kepala dinginnya itu. Dia adalah orang yang ingin kuandalkan, but at the same time, juga kuharapkan agar bisa mengandalkanku.

Padahal tiga bulan lalu, aku masih gamang dengan perasaanku meski dia sudah jadi pacarku.

Our relationship keeps growing beyond my thoughts.

And just like Yin meets Yang.. I finally admitted that I truly need her to complete me.

'Joshua kayak tempat napas baru buat aku.'

Apakah ada pasangan lain yang sudah mendapatkan kesimpulan seperti ini juga di tiga bulan pertama hubungan mereka?

I just wonder.

Ponselku berdecit oleh sebuah chat masuk. Dari Bora.

Purple Song 💜

joshua, kayaknya aku ngga jadi ke apart joshua hari ini.

maaf.

---

Hah?

Mataku terus mempelototi layar ponsel yang menampilkan pesan terakhir Bora, mungkin saja aku salah baca, ternyata tidak.

Tak biasanya Song Bora membatalkan rencana semudah ini.

Something might happen to her.

--to be continued--

a/n :
terimakasih karena masih disini untuk membaca kelanjutan cerita bora dan joshua yang masih macet juga update-nya ㅠㅠ

here's some appreciation post for bora's visualization, yang lagi sibuk-sibuknya promo film baru nih.

/my eyes being blessed/

Huhuhu, sampai ketemu lagi di chapter berikutnya!

(moga ndak lama-lama, kesian josh udah manyun begituuuu)

Ga verder met lezen

Dit interesseert je vast

5.8K 1.2K 11
Tentang Rayhan, si youtuber ganteng dan manis asam hidupnya. [Spin-off Soundtrack : Resound] written on: Nov 1, 2020 - Jan 17, 2021. ©RoxyRough
1M 62.6K 36
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
9.3K 1.7K 36
❛❛Bimbing anak PKL aja saya bisa, apalagi bimbing kamu ke jalan yang benar.❜❜ Lah dikira masuk aliran sesat...
224K 33.8K 61
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...