Naladhipa : The Crown Princes...

By ilmaayyaa

90.2K 9.1K 1.8K

Sienna tidak pernah menyangka kalau Ratu menginginkannya masuk ke istana untuk sebuah tujuan besar. Kisah kem... More

Prolog
sneak-peek
I. Jamuan
II. Investigasi
III. Janji
IV. Kunjungan
V. Usulan
VI. Opal Susu
VII. Pesta Perpisahan
VIII. Kereta Kuda
IX. Persiapan
X. Rahasia
XI. Istana
XII. Diskusi
XIII. Pesta Peringatan
XIV. Perasaan
XV. Obsesi
XVI. Di Balik Rasa
XVII. Tujuan
XVIII. Perjanjian
XIX. Pelatihan Pengobatan
XX. Titik Mula
XXI. Ikhlas
XXII. Rumah
XXIII. Alergi
XXIV. Prinsip
XXV. Pelukan
XXVI. Bimbang
XXVII. Surat Berharga
XXVIII. Takut
XXIX. Wabah
XXX. Selir
XXXI. Sihir
XXXII. Upacara Pernikahan
XXXIII. Pingsan
XXXIV. Materi
XXXV. Serangan
XXXVI. Resepsi
XXXVII. Kandungan
XXXVIII. Pulang
XXXIX. Di Bawah Rembulan
XL. Bharata
XLI. Bila Nanti
XLII. Krisis
XLIII. Energi
XLIV. Baik-Baik Saja
XLV. Balik Arah
XLVI. Pergi
XLVII. Percaya
XLVIII. Orangtua
XLIX. Kasih Ibu Sepanjang Masa
L. Layak
LI. Di Sisi yang Sama
LII. Sadar
LIII. Impulsif
LIV. Kejutan
LV. Hak Milik
LVI. Kosong
LVII. Hilang
LVIII. Dayana
LIX. Pirus
LX. Kematian
LXI. Arjuna
LXII. Penyelamatan
LXIV. Siuman
LXV. Kupu-kupu
LXVI. Cerai
LXVII. Pra-Rekonsiliasi
LXVIII. Kesadaran
LXIX. Rumah
LXX. Rasa Bersalah
LXXI. Reuni
LXXII. Sayang
LXXIII. Sekolah
LXXIV. Demokrasi
LXXV. Babak Baru
LXXVI. Pernikahan Kerajaan
LXXVII. Wawancara
LXXVIII. Pensiun
LXXIX. Positif
LXXX. Skandal
LXXXI. Orangtua
LXXXII. Prioritas
LXXXIII. Nama
LXXXIV. Phanton
LXXXV. Perdarahan
LXXXVI. Pergulatan
LXXXVII. Rencana

LXIII. Simultan

639 63 11
By ilmaayyaa

Rajendra mulai kehilangan minat saat tamu hilir-mudik datang. Hotel di sekitaran rumah sakit jadi sangat laris. Media mulai berdatangan. Rajendra harus ekstra mengerahkan prajurit untuk menjaga privasi istrinya. Bahkan keluarga Sienna pun menginap di ruang VVIP rumah sakit untuk menghindari kebocoran informasi.

Hasil laboratorium menunjukkan kondisinya baik-baik saja, hanya butuh vitamin dan makanan untuk memulihkan tenaga. Kelelahan fisik maupun pikiran, Rajendra memutuskan tidur di sofabed yang ada di pojok kamar. Sebenarnya ada kamar untuk penunggu, tetapi Rajendra merasa tidak aman. Sebanyak apapun pengawal yang berjaga di luar ruangan, ia tetap tidak bisa percaya dengan gampang.

Trust issue membuat kantung matanya menghitam. Hampir lima hari Putri Mahkota masih dalam kondisi vegetatif. Belum siuman, dan dokter juga tidak bisa menjanjikan apapun.

Mereka sama-sama tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya.

Rajendra berdiri di sisi ranjang rumah sakit. Masker oksigen masih terpasang di hidung Sienna. Pemuda itu menarik napasnya berat. Kondisi kesehatan Adipati Swarnabhumi yang menurun juga membuatnya cemas. Abiyya masih usia anak-anak. Situasi seminggu terakhir sudah memanas. Sienna belum juga siuman, tetapi Adipati Swarnabhumi justru terkena serangan stroke di hari ketiga. Beberapa bangsawan membelot. Pengadilan terus berjalan. Kondisi Adipati Swarnabhumi jelas sesuatu yang harus Rajendra sembunyikan.

"Makanlah lebih dulu, Putra Mahkota. Ibu membawa banyak." Suara lembut Nirvaira menggema, wanita itu datang dengan dayang yang mendorong troli berisi makanan. Rajendra terperangah kaget, mendapati ibu mertuanya yang kini berdiri tersenyum di sampingnya.

"Sienna akan baik-baik saja. Ayahnya juga. Ini bukan yang pertama kali untuk ayahnya Sienna seperti ini." Nirvaira menyambung, seolah bisa membaca kekalutan dan keresahan Rajendra.

Adipati Swarnabhumi yang seketika lemas saat di rumah sakit membuat jantung Rajendra blingsatan. Kabar sakitnya penguasa ibukota Naladhipa itu harus disembunyikan. Situasi kerajaan memanas, kondisi keamanan mencekam. Ayah dan ibunya sibuk mengontrol berbagai hal, termasuk pergantian pemimpin daerah yang diketahui bersekongkol dengan Putri Dayana dan Pangeran Layendra. Suplai makanan dan pakaian di beberapa pengungsian. Juga Kota Ravenna dan beberapa akademi sihir yang ditutup paksa karena dianggap mengajarkan sihir terlarang.

Semua harus dikerjakan secara simultan dan menuntut kesempurnaan. Rajendra membeku ketika Nirvaira kembali mengeluarkan suaranya.

"Putra Mahkota punya orangtua yang luarbiasa. Selama Yang Mulia yakin apa yang Yang Mulia lakukan adalah untuk kebenaran dan keadilan, selama Yang Mulia bisa memastikan niat Yang Mulia lurus tidak berbelok-belok, Tuhan akan selalu memberkati Yang Mulia." Nirvaira dengan senyum keibuannya membuat Rajendra menahan senyumnya kecut. Anggukan kecil ia tampilkan. Wajah pucat Sienna yang belum siuman kembali ia pandangi.

Sudah seminggu, dan ia merindukan istrinya.

"Makanlah dulu, Yang Mulia. Ibu harus menunggui ayahnya Sienna juga. Ibu titip Sienna, ya?" Nirvaira kembali berbicara, mengerti menantunya itu butuh waktu untuk memikirkan ulang semuanya.

Mana yang harus diperbaiki, mana yang harus ditata ulang dari awal. Rajendra menganggukkan kepala saat ibu mertuanya memberi salam. Lidahnya kelu untuk berbicara, telinganya berdenging mendengarkan suara alat-alat kesehatan yang membuat dirinya semakin merasa tak nyaman.

**

Harris Averusy menatap lamat-lamat berkas pengajuan berstempel salah satu lembaga di bawah naungan calon menantunya. Peresmian status Putri Dayana dan Pangeran Layendra sebagai terdakwa kasus penyerangan dan pembunuhan terhadap keluarga kerajaan membuat kondisi kerajaan semakin mendidih. Bukti-bukti yang ditemukan justru merujuk pada Putri Dayana sebagai dalang pembunuhan mendiang Narrarya Satria membuat jalannya pengadilan semakin rumit. Kasus di atas kasus membuat jalannya persidangan menjadi menyebalkan. Ditambah begitu banyak bangsawan yang berkomplot, penangkapan bangsawan dan pejabat secara masif membuat cukup banyak posisi strategis yang kosong dan harus diisi sesegera mungkin.

Pengadilan militer juga mengadili Jenderal Besar Kristiano Alathas atas tuduhan perzinahan. Pegawai negeri tidak boleh berselingkuh. Keberadaan Putri Alia jelas aib bagi keluarga kerajaan. Putri Alia sama sekali tidak menerima darah keluarga Narrarya tetapi namanya sudah tertulis di dalam pohon keluarga sebagai putri kedua Pangeran Layendra.

Pencemaran darah keluarga kerajaan bukan sesuatu yang bisa dimaafkan. Sebesar apapun jasa Jenderal Besar, tetapi berselingkuh dengan seorang putri dan mencemari nasab kerajaan tetaplah sesuatu yang serius.

"Jasa Jenderal Besar tidak sebanding dengan kasusnya. Menurutmu bagaimana?" Harris memandangi istrinya yang sudah mengenakan gaun tidur. Bulan sudah hampir tenggelam, tetapi Harris belum bisa pergi dari meja kerjanya.

Airin tersenyum sinis. "Nasab kerajaan bukan sesuatu yang bisa dipermainkan. Kita juga harus mengadakan sidang pengalihan marga untuk Putri Alia."

Sebagai putri sulung, Airin memiliki rasa cinta dan integritas yang cukup berbeda dengan adik-adiknya. Masalah darah dan nasab bukan hal yang sepele. Harris menuntut jawaban istrinya lebih lengkap.

"Hukuman yang terlalu besar rasanya tidak adil mengingat jasa yang ia lakukan untuk negara." Harris memberi pendapat. Airin menyeringai.

"Kita butuh Jenderal Besar. Tidak usah diambil pusing. Biar jadi urusan hakim agung." Airin menolak memberi jawaban lebih jauh. Di mata Airin, perzinahan bukan suatu hal yang bisa ia benarkan. Sebagai wanita, ia jelas tidak menyukai perbuatan Kristiano.

Namun tidak munafik, sebagai putri agung dan istri perdana menteri, ia masih butuh jenderal besar untuk semuanya.

"Pencabutan gelar kebangsawanan Putri Dayana dan Pangeran Layendra akan disetujui. Raja setuju menjadikan mereka berdua tawanan sekaligus objek penelitian lembaga Pangeran Mahesa." Harris kembali memberitahu. Airin memicingkan matanya curiga.

"Apa kita bisa menjamin Dayana tidak akan berulah lagi? Mahesa terkadang terlalu gegabah. Hukuman mati mungkin lebih baik." Airin merasakan gelenyar tak enak. Belum ada kabar Putri Mahkota siuman. Semua proses persidangan sudah berjalan. Keadaan negara carut-marut. Penangkapan besar-besaran, penghakiman massal.

Dayana Dayita bisa melakukan hal yang lain kalau tidak dihukum mati.

"Biarkan Yang Mulia Raja yang memutuskan. Yang Mulia pasti punya pertimbangan." Harris menatap istrinya tak yakin. Ia pun berjudi soal ini. Permintaan Mahesa terdengar gila, sekilas tampak seperti alternatif yang bagus, tetapi tidak. Perkataan istrinya membuat Harris menjadi berpikir sebaliknya.

Bagaimana kalau peniadaan hukuman mati justru jadi bumerang bagi kerajaan ke depannya?

**

Jantung Rajendra kembali dibuat blingsatan saat pelayan memberitahunya siapa yang memaksa masuk. Dua orang yang sangat Rajendra hindari. Rajendra mendengkus, mengalihkan tatapannya pada Sienna saat dua orang itu berdiri berlawanan arah dengannya. Rasa sakit itu terasa nyata.

Alam tidak bersalah, tetapi melihat Alam yang mirip dengan Layendra membuat luka di hati Rajendra menganga begitu luas.

Terlebih putri berambut pirang yang berdiri di sebelahnya. Rajendra berusaha mengenyahkan gelenyar aneh yang tak mampu ia hilangkan sedari tadi. Mata hitam kebiruannya ia fokuskan pada masker oksigen yang Sienna pakai.

Alam menghela napas panjang. Ia tahu Rajendra tidak berkenan atas kehadirannya dan Pluvia di sini.

"Maafkan kedatangan kami, Yang Mulia Putra Mahkota." Alam membuka pembicaraan. Ia datang dengan itikad baik. Rajendra hanya mengulum bibir, tidak berniat menjawab.

Sudah seminggu Sienna terbaring tanpa pergerakan apapun. Di dalam otaknya masih terbayang bagaimana ia menemukan istrinya dengan kondisi mengenaskan, dan itu semua perbuatan Putri Dayana dan Pangeran Layendra. Alam mengingatkannya terus pada Pangeran Layendra. Rajendra membisu.

"Kami datang tidak berniat buruk, Putra Mahkota." Kali ini ganti suara lembut yang ringan, terdengar begitu familier tetapi membuat Rajendra mencelos. Pria itu masih memfokuskan pandangannya pada hidung Sienna yang tampak kembang-kempis.

"Aku datang membawakan penyihir putih, Yang Mulia Putra Mahkota. Kami berniat membantu Yang Mulia." Alam berkata terang-terangan. Rajendra masih membisu.

"Aku menepati janjiku untuk tidak memihak ibuku, Yang Mulia," lanjut Alam lagi, dengan nada getir yang membuat Rajendra tersenyum masam. Lirikan tajam ia lemparkan pada sepupunya itu.

"Pergi, Pangeran Agung!" usir Rajendra kasar. Tatapan nyalang ia layangkan. Pluvia berjengit nyeri. Nada dingin bercampur marah yang Rajendra gunakan terdengar begitu asing.

"Pergi. Pergilah sebelum aku lepas kendali." Rajendra melanjutkan kalimatnya. Jemari kokoh pria itu meraih jemari kiri Sienna yang lemas dan meremasnya pelan.

Tangan Sienna terasa dingin. Dan hal itu semakin membakar kemarahannya.

"Yang Mulia." Alam masih berusaha. Rajendra menggelengkan kepala. Darah di kepalanya terasa panas, terasa sangat mendidih. Alam mendekati Rajendra, tetapi ringan tangan pria itu menangkis bahu sepupunya keras.

"Kubilang pergi, Pangeran Agung." Rajendra menolak. Pluvia yang mendapati pemandangan yang terasa asing di hadapannya merasakan gelenyar aneh di hatinya.

Pluvia mengulum bibirnya. Ia sudah menguatkan diri sebisa mungkin sebelum datang ke sini. Ia sudah mewanti-wanti dirinya untuk tidak sakit hati lagi kalau melihat mantan kekasihnya ternyata mencintai istrinya begitu dalam.

Pluvia masih berhenti di satu hati yang sama, tetapi Rajendra tidak. Tatapan mata Rajendra saat melihat Sienna jelas sangat bisa Pluvia artikan. Energinya, auranya. Gestur tubuhnya. Rajendra mencintai istrinya melebihi apapun. Pluvia menahan emosinya, menahan air matanya agar tidak muncul ke permukaan.

Ia tidak suka saat rasa egoisnya itu muncul tiba-tiba tanpa peringatan.

"Aku datang untuk Putri Mahkota Naladhipa, Rajendra." Pluvia memutuskan mendekat setelah memenangkan perang batinnya. Iris coklat keemasan itu pampangkan, menatap Rajendra yang kini justru menatapnya balik menantang dengan mengerutkan dahi bingung.

Rajendra terasa begitu asing. Pluvia menegakkan dirinya yang terasa lemas.

"Kenapa kau harus menemui istriku, Putri Mahkota Dalfon? Aku sudah menutup rumah sakit dan tidak menerima kunjungan untuk istriku. Di mana etiketmu?" Kata-kata pedas Rajendra langsung membuat Pluvia memalingkan muka. Matanya memanas. Ia tidak sanggup menghadapi Rajendra yang ternyata masih membawa dampak sebesar itu bagi hatinya.

"Aku merasa bisa mencoba membantu Putri Mahkota agar segera siuman, Yang Mulia Rajendra." Pluvia mengusap matanya, memilih membalas dengan panggilan formal sebagai gantinya. Rajendra terkekeh sinis. Pandangan mata pria itu jatuh pada Alam yang saat ini hanya menatap dinding kosong.

"Istriku bukan kelinci percobaan. Pergilah. Aku bisa menjaga istriku sendiri." Rajendra teguh pada pendiriannya. Mengusir Alam, mengusir Pluvia. Pluvia mengulum bibirnya, memilih mengabaikan Rajendra dan berjalan ke sisi kepala Sienna. Rajendra mendelik. Kehadiran Pluvia bersama Alam benar-benar mengganggunya.

Ini bukan masalah Pluvia adalah mantan kekasihnya. Tetapi kehadiran Pluvia bersama Alam adalah sesuatu yang membuatnya patut untuk curiga. Rajendra sudah cukup berbesar hati membiarkan Alam hidup setelah apa yang terjadi dengan istrinya.

Pluvia menaruh telapak tangannya di atas dahi Sienna. Pelan membaca situasi, air mata Pluvia menetes tak bisa dilawan. Tangannya menyulam energi di ujung dahi Sienna, mengalirkan chakra yang kian detik kian menipis karena sihir yang ditinggalkan Dayana Dayita.

Pluvia berjengit nyeri saat berusaha mengambil energi gelap yang mengalir deras di aliran darah Sienna. Energi gelap yang menyerap energi yang Sienna miliki. Pluvia terhenyak, kali ini dadanya mencelos dan air matanya menetes untuk alasan yang lain.

Ia tidak sanggup membayangkan betapa besar rasa sakit yang Sienna lalui sampai detik ini ia masih berjuang untuk tetap bernapas. Pluvia pernah menangani kasus orang-orang sekarat, tetapi Sienna membuatnya menyadari banyak hal. Pluvia merasakan kakinya lemas seperti jeli. Gadis itu limbung seketika, membuat Alam sigap menahannya dari belakang.

Rajendra terkesiap. Ia tidak mampu berkata-kata. Alam memegangi bahu Pluvia erat.

"Energi gelap yang mengalir sangat banyak ... Putri Mahkota sangat hebat masih bisa bernapas sampai saat ini." Pluvia terengah-engah. Rajendra mengerjapkan mata, tak yakin dengan apa yang ia lihat.

"Terima kasih, Rajendra. Aku harus segera pergi." Napas Pluvia seketika tidak beraturan. Alam mengernyit, menggoyangkan bahu Pluvia menuntut penjelasan.

Mereka baru saja datang dari perjalanan jauh. Langsung pulang begitu saja terdengar tidak menyenangkan. Namun melihat mata Pluvia yang tampak seperti kesetanan membuat Alam menuruti ucapan gadis itu.

Rajendra terpekur. Pluvia dan Alam pergi dengan cepatnya, membuat Rajendra menarik napasnya panjang.

**

"Kau benar-benar baik-baik saja?" Alam langsung menodong Pluvia dengan pertanyaan setelah mereka sampai di kereta kuda. Pluvia menggeleng-gelengkan kepala.

"Aku tidak bisa membayangkan rasa sakit yang Putri Mahkota lalui sampai saat ini." Pluvia memalingkan mukanya yang masih jerih. Bulu kuduknya berdiri, rasanya ngeri dan ngilu setelah ia mengambil begitu banyak energi gelap yang ternyata cuma sebagian, karena energi gelap lainnya sudah menyatu dengan aliran darah sang putri.

"Tetapi Putri Mahkota tidak apa-apa? Apa efek samping energi gelap itu?" Alam bertanya cemas. Kalau Pluvia yang baru menyentuh Sienna sedikit saja sudah begini, bagaimana Sienna sendiri?

Kapan Putri Mahkota terbangun? Simbol stabilitas negara ada pada dirinya. Selama Sienna belum bangun, selama itu pula banyak persidangan yang mungkin bisa tertunda karena tidak ada dirinya. Kepercayaan rakyat pada kerajaan pun menurun drastis. Tetapi yang paling penting adalah, tanpa Sienna, Rajendra benar-benar seperti orang yang berbeda.

"Di tahap tertentu, ia akan menyerap keseluruhan energi Putri Mahkota sehingga menyebabkan Putri Mahkota wafat." Pluvia menelan ludahnya pahit. Sienna jauh lebih muda darinya, tetapi takdir berlaku begitu kejam pada gadis itu.

"Tapi Tuhan memberkatinya luarbiasa, Alam. Energinya sangat berlimpah dan sangat murni. Memang butuh proses cukup lama untuk memurnikan seluruh energinya, tetapi setidaknya sebentar lagi Putri Mahkota siuman. Apalagi ada Rajendra." Pluvia menambahkan. Alam menatapnya penasaran.

"Kenapa Rajendra?"

"Mereka pasangan yang diberkati Tuhan. Energi Rajendralah yang membantu sistem energi Putri Mahkota memurnikan energinya sendiri dari energi gelap. Kehadiran Rajendra di sisi Putri Mahkota membantu mempercepat proses pemurnian energinya." Pluvia tersenyum kecut. Menyadari bahwa pria yang dulu sempat ia miliki ternyata takdir milik orang lain memang membuat hatinya terasa sesak.

"Ada efek sampingnya setelah Putri Mahkota siuman?" Alam bertanya hati-hati. Pasalnya raut buruk Pluvia membuat jantungnya berdebar gelisah. Ia jelas merasa bersalah atas seluruh perbuatan orangtuanya.

"Mungkin? Aku tidak tahu banyak, Alam. Tetapi energi gelap yang melingkupi seseorang bisa membuat kepribadian orang tersebut berubah perlahan. Semoga Tuhan memberkati Putri Mahkota Naladhipa." Pluvia menutup mulutnya, enggan bicara banyak. Alam diam, mengerti gestur Pluvia.

**

Nirvaira berdiri di sisi ranjang suaminya yang terlelap. Suaminya yang terkena serangan stroke akibat tekanan darah terlalu tinggi sekarang tidak bisa ke mana-mana. Lumpuh sebagian, tetapi Nirvaira tetap berprasangka baik. Ini bukan yang pertama kali bagi Swarnabhumi.

"Sienna belum bangun?" Suara Swarnabhumi yang tidak terlalu jelas membuat Nirvaira mendekat sembari menganggukkan kepalanya. Wanita itu menarik kursi.

Air matanya sudah tidak bisa keluar. Nirvaira sudah berulang kali mengalami hal-hal seperti ini, sehingga wanita itu sudah terlalu terbiasa untuk melepaskan. Melepaskan segala hal dan menerima bahwa seluruhnya hanyalah titipan Tuhan.

"Sienna baik-baik saja. Ada Putra Mahkota yang menunggui juga. Ayah tidak usah khawatir." Nirvaira mengelus punggung tangan suaminya lembut. Mengambil piring berisi buah di nakas, menyuapkannya ke mulut sang suami.

Keadaan suaminya buruk. Lumpuh anggota tubuh bagian kanan. Untungnya kemampuan berbicara dan berpikirnya tidak bermasalah. Hanya saja Nirvaira benar-benar mengunci mulut, menyumpal dokter dengan sejumlah uang agar tidak memberitakan keadaan suaminya ke mana-mana.

Agradhipa belum punya pewaris yang layak kalau suaminya lengser. Abiyya dan Gyan masih di bawah umur. Ia bisa mengurus Agradhipa dan suaminya bergantian. Cukup kondisi Sienna saja yang menjadi tren pembicaraan. Kondisi suaminya, jangan.

"Aku bermimpi aneh." Swarnabhumi kembali bercerita. Nirvaira menaikkan alisnya.

"Bermimpi seperti apa?"

"Sienna. Aku ingin bertemu Putra Mahkota, Sayang," pinta Swarnabhumi dengan raut wajah yang sulit diartikan. Nirvaira menatap bola mata suaminya dalam-dalam. Mencoba menyelami pikiran suaminya, karena dari gesturnya suaminya itu enggan bercerita banyak.

"Nanti aku panggilkan. Istirahatlah dulu." Nirvaira mengelus rambut Swarnabhumi, berdiri meninggalkan ruangan sembari menitip salam pada perawat yang berjaga.

Dadanya bergemuruh. Sebagai seorang istri, ia siap dengan segala macam kondisi Swarnabhumi. Tetapi sebagai seorang ibu, ia harus menguatkan diri mati-matian melihat putri satu-satunya terbaring tak sadarkan diri setelah janin yang ada di dalam kandungannya digugurkan paksa. Nirvaira menepuk-nepuk dadanya yang terasa sesak. Tangan wanita itu menengadah lemas.

Mulutnya berkomat-kamit merapal doa. Seolah telepati, Rajendra berjalan di koridor, menemukan ibu mertuanya yang menatapnya sendu.

"Adipati Swarnabhumi ingin bertemu dengan Yang Mulia." Nirvaira buru-buru menghapus raut sedihnya, tersenyum lembut dengan wajah keibuannya yang khas. Rajendra menatap ibu mertuanya kaget, tetapi pemuda itu langsung sadar dan memberi salam.

"Suamiku di ruangan sebelah. Ayo, Ibu antar." Nirvaira berbalik, berjalan mendahului Rajendra yang sudah menatap mertuanya bingung dengan berbagai prasangka.

Langkahnya yang dulu tegap sekarang melemas. Rajendra tidak tahu harus menghadapi orang-orang dengan bagaimana dan seperti apa. Pelan pria itu melirik lambang matahari dan neraca yang ada di sisi kiri jubahnya.

Apa arti kedudukan Putra Mahkota sebetulnya? Bila ia bahkan tidak bisa melindungi apa yang ia punya?

to be continued

long time no see! akhirnya liburan dan aku akan sering up. lovee, kesan pesan untuk chapter ini?

siennanya belum bangun yaa, ehehe. selamat menunggu.

Continue Reading

You'll Also Like

248K 24.3K 46
[Follow dulu sebelum baca ya gaes] "Kalau diberi kesempatan untuk mengulang waktu. Hal pertama yang mau kamu ubah apa?" "Tidak pernah bertemu dengan...
52.1K 6K 45
Ini hanyalah sebuah kisah cinta dua manusia dari zaman yang berbeda. Kisah cinta yang membutuhkan banyak pengorbanan dan penantian di dalamnya. Perbe...
770 198 11
Baim adalah pria yang serakah. Dia rela meninggalkan Maryam, istrinya yang patuh demi mengejar Belina. Wanita cantik dan kaya yang ternyata aslinya a...
37.3K 4.1K 57
Pertemuan tidak sengaja dengan Mahapatih Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit mengubah seluruh hidup cewe manja bernama Anila. Bermula dari kejadian sa...