GADIS ATHEIS GUS ZAYYAN [END√]

By Abyylatte_

93.7K 5.6K 5.8K

"Lo yakin Tuhan itu ada?" "Di dunia ini nggak ada yang bisa lo percaya selain diri sendiri." "Untuk apa perca... More

P R O L O G
[1] Tidak direstui
[2] Kesayangan
[3] Saling kenal?
[4] Pertemuan menjengkelkan
[5] Pernikahan dipercepat
[6] Keputusan terbaik
[7] Berakhir?
[9] Kunjungan yang salah
[10] Alesya dan gadis kecil
[11] Kericuhan di kantin
[12] Sudut pandang Alesya
[13] Hari yang tak dinanti
[14] Kakak atau Om?
[15] Membuat ulah
[16] Pengajian bareng
[17] Masih sayang
[18] Hati Alesya panas
[19] Islam itu kok beda?
[20] Zayyan punya anak?
[21] Mama ....
[22] Suami Ale ganteng!
[23] Alesya sakit
[24] Pacaran halal?
[25] Putus? Lagi?
[26] Belajar cinta
[27] Nggak mau putus!
[28] Pembuktian Alesya
[29] Belajar berhijab
[30] Masuk islam?
[31] Berakhirnya masa putih abu-abu
[32] Pondok pesantren An-Nabawi
[33] Bertemu Adik ipar
[34] Manusia pertama di bumi?
[35] Penyebaran foto
[36] Anak?
[37] Pelukan yang menenangkan
[38] Sudah Cinta?
[39] Kekhawatiran Alesya
[40] Umi ...
[41] Pria asing
[42] Pendonor
[43] Istri seutuhnya
[44] Kesayangan Zayyan
[45] Penyesalan
[46] Kabar bahagia
[47] Pendonor [spoiler]
[48] END
E P I L O G
[C A S T]
infooooo harus di baca

[8] Ikhlas?

2K 209 509
By Abyylatte_

Jangan lupa follow akun Abyylatte_
Akun ig: wp.abyylatte_

Jangan lupa vote dan komennya ya momol!

Pagi ini Alesya sudah lengkap dengan seragamnya. Berbeda dengan hari lainnya, hari ini Alesya menggunakan masker juga kacamata hitamnya. Mungkin tanpa diberi tahu, kalian sudah tau alasannya.

"Bunda, Ayah," sapa Alesya seraya duduk bergabung dengan kedua orang tuanya di meja makan.

"Masih bengkak matanya?" tanya Alven menatap putrinya yang hanya dibalas deheman saja oleh gadis itu.

"Ayah senang sama keputusan kamu, Ale. Ayah cuma mau nanya kamu, lakuin ini semua terpaksa?"

Alesya menggeleng cepat dan menghela napas. "Nggak, Ayah. Ini memang udah janji Ale ke diri Ale sendiri, Yah," balas Alesya membuka maskernya dan memakan roti bakar buatan Bundanya.

Semalam Alesya tidak jadi menginap di kost-an Netta karena Alven yang menjemputnya pulang. Tiba di rumahentah kenapa Alesya kembali menangis sembari memeluk ayahnya membuat kedua orang tuanya bingung. Sampai Akhirnya Alesya pun menceritakan semuanya tanpa ada dikurangi dan dilebihkan. Semalaman penuh Alesya menangis dan terpaksa Mizha menemani putrinya tidur karena suasana hatinya sedang buruk.

"Sudah ya sayang, jangan menangis lagi. Apa yang kamu lakukan itu sudah baik, bukan hanya janji ke diri kamu, tapi kamu juga sudah membuat Ayah dan Bunda bahagia dengan keputusan kamu." Mizha memeluk tubuh mungil putrinya saat melihat cairan bening lagi lagi menetes tanpa izinnya.

Alesya mengeratkan pelukannya. Menumpahkan air mata lagi di leher sang bunda. "Ale ikhlas tapi hati Ale sakit," lirih Ale terisak.

Mizha mengusap punggung putrinya, menyalurkan ketenangan bagi Alesya. "Bunda yakin anak Bunda itu kuat."

Alesya mengangguk dan mengusap air matanya. "Yaudah, Bun. Alesya berangkat dulu, ya." Bertepatan setelah mengucapkan itu, klakson mobil berhenti di depan rumah Alesya.


"Assalamu'alaikum, Netta cantik datang!" teriak Netta nyelonong masuk ke dalam rumah Alesya.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab Alven dan Mizha kompak seraya geleng-geleng kepala melihat kelakuan kedua sahabat putrinya.

Berbeda dengan Alesya yang langsung menatap Netta dengan tatapan kesal. "Eitss santai, Mbak. Baru juga masuk, tatapannya udah kaya mau dibunuh aje," balas Netta duduk di samping Alven.

"Hallo,  Om. Udah lama ya nggak ketemu, Om sama Bunda apa kabar?" tanya Netta sok akrab seraya menyalimi kedua tangan orang tua Alesya diikuti oleh Tea.

"Alhamdulillah baik, cantik. Kalian sendiri gimana kabarnya?" Mizha balik bertanya.

"Ah sangat buruk Bun, banget malah," jawab Netta sedramatis mungkin.

Memang,  Netta dan Tea memanggil Mizha dengan sebutan "Bunda" berbeda dengan Alven yang mereka panggil dengan "Om".

Alesya yang mendengar ucapan Netta pun memutar bola matanya malas. "Netta alay binti jamet bin lebay. Lo kalau mau sarapan di sini, bilang aja, nggak usah basa-basi, jamet."

Netta tertawa lalu berdiri dan memeluk erat sahabat cengengnya juga laknat nya itu. "Aaaa tau aja sih kesayang gue. Nggak nyangka gue lo pintar nebak. Jadi ketahuan deh niat gue," ujar Netta mengecup pipi Alesya berkali kali.

"Anjir, lepas woi, sesak gue! Huaaa, pipi gue kena racun rabies!" teriak Alesya membuat Netta lagi-lagi tertawa.

"Ale alay binti jamet bin lebay hahaha," Netta semakin erat memeluk Alesya.

"Sesak, babi," desis Alesya memukul mukul tangan Netta.

"Alesya," desis Alven dengan tatapan tajamnya membuat Netta tertawa puas.

"Utututu, jamet sesak, oke gue lepas nih," Netta terkekeh pelan melihat wajah Alesya yang menghirup udara.

"Lo mau bunuh gue, ha?!" bentak Alesya menjitak kening Netta.

Netta mengusap ngusap keningnya yang sedikit sakit. "Gapapa lo mati ntar gue yang kebagian asuransi jiwa," ucap Netta seraya duduk di samping Tea.

"Bacot!" tekan Alesya duduk di samping Mizha.

"Dari tadi ribut mulu. Tea, kenapa diam aja sayang?" tanya Mizha.

Belum sempat menjawab, Netta lebih dulu memotong ucapannya. "Lagi sarihujan, Bun."

"Sariawan woi, sejak kapan ganti sarihujan." Tea memperbaiki.

"Iya, itu maksud gue, sayang." Netta tertawa dan mengecup pipi Tea. Hobi gadis itu memang mencium pipi sahabatnya.

"Sialan,  pipi gue selalu ternodai sama lo!" balas Tea seraya mengusap kasar pipinya.

"Aelah, lo sama aja kayak si cengeng noh. Padahal kan ya itu tu bukti sayang gue ke kalian, tau!" Netta membenarkan perbuatannya.

"Sayang sih sayang, tapi setiap di dekat lo pipi kita jadi nggak perawan lagi tau nggak!" Alesya ikut menimpali.

"Sudah sudah, kenapa malah jadi berantam sih? Cepat kalian sarapan, habis itu berangkat. Udah jam berapa ini? Mau telat?" tanya Alven melerai para anak gadis yang adu mulut entah tentang apa.

Ketiganya menggeleng. Bisa bahaya jika terlambat. Dengan cepat, mereka pun memulai sarapan.

🍉

Sepertinya ini memang kesialan untuk Alesya. Dalam waktu dua hari, dua kali pula ia dihukum berdiri di depan tiang bendera. Perkataan Alven tadi ada benarnya. Sekarang mereka terlambat karena tadi ketiganya menyempatkan diri untuk adu bacot kembali.

"Gara-gara lo kita jadinya dihukum!" Tea membuka suara menyalahkan Netta.

"Omo! Jinjahh? Aaaa mianee," balas Netta tanpa merasa merasa bersalah sedikit pun.

"Miane miane pala lo miane! Sialan, mana hari ini panas banget lagi," keluh Alesya yang sudah dibanjiri keringat, membuat topi dan maskernya ikut basah.

"Makanya lo nggak usah gaya-gayaan pake topi segala," balas Netta menyipitkan matanya karena panas matahari.

"Guys, panas banget, sumpah. Bisa mati gue di sini," kata Netta.

"Hm, andai yang ngehukum kita Arvan, pasti nggak bakal tega dia mah." Saat itu juga Alesya menatap Tea. "Maksud lo?" tanya Alesya.

"Ya, pasti dia nggak bakal tegalah hukum lo lama-lama. Otomatis kita juga nggak bakal dihukum, ya 'kan, Net?" Tea menyenggol lengan Netta, tapi gadis itu hanya diam saja, membuat Tea mengernyitkan dahinya bingung.

"Woi, jamet!" teriak Tea tepat di telinga Netta.

"Ssttt ... diem dulu bentar, gue lagi ngitung nih!" sarkas Netta mengusap ngusap telinganya yang terasa pengang.

"Tau dah punya kawan gila semua," gumam Alesya.

"Shut diam dulu ...."

"Diam apa woi?!" teriak Tea lagi.

"Diam! Satu, dua, tiga, empat, lima."

"Tu anak ngitung apa sih?" Alesya menatap Netta horor. Jangan-jangan Netta kesurupan lagi.

"Nggak tau, gue waras, gue diam," timpal Tea.

"Enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh ...."

Kringggggg

Bertepatan di hitungan terakhir, bel istirahat berbunyi dengan nyaringnya, membuat Tea dan Alesya ber'oh ria karena paham maksud diamnya Netta.

"Asik, kuy kantin, gess," ajak Netta.

"Gas lah, lama-lama disini bisa jadi ikan asam gue."

"Ikan asin," Tea memperbaiki dengan malas lalu berjalan duluan ke kantin.

"Kalian mau pesan apa?" tanya Netta saat mereka sudah berada di kantin.

"Apa aja yang penting benaran makanan," jawab Tea seadanya.

"Yaudah, satu pesanan aja disamain semua biar lo nggak susah," sahut Alesya.

"Oteyy, sayang." Netta pun pergi mengantri untuk memesan makanan.

Tak lama kemudian, Netta kembali dengan membawa tiga mangkok somay dan adik kelas yang membawakannya tiga gelas jus mangga.

"Makasih semua," ujar Netta kepada kedua gadis itu yang dibalas anggukan lalu pergi dari sana. Ketiganya lun mulai memakan somay masing-masing.

"Sywa, lwo taw gwak gwue tebwak--"

"Habisin dulu makanan di mulut lo!" potong Alesya yang hanya dibalas cengiran oleh Netta.

"Jadi gini." Netta meminum Jus mangganya. "Gue tebak pasti satu sekolah udah tau soal kabar putus lo dan Arvan. Lo tau sendiri kan gimana anak SMA ALESTER yang merupakan kumpulan murid pencari informasi terhandal kalau ada sangkut pautnya dengan gosip baru."

Alesya meminum jus. "Gue nggak peduli apa kata mereka, terserah mereka mau beranggapan gimana."

Tea mengangguk setuju. "Yes, I also agree with that."

"Sok-sok an bahasa Inggris lo, giliran bahasa Indonesia aja nilai 70," cibir Netta membuat Tea memutar bola matanya malas.

"Gue juga setuju sama yang dibilang Tea, tapi gue takut aja nan—"

BRAK!

"AISH SHIBAL! KURANG AJAR LO SETAN LO MAU BUAT JANTUNG GUE COPOT HA?!!" teriak Netta menatap sang pelaku yang membuat dirinya tersedak.

"Sialan lo!" Netta berdiri lalu berjalan menghampirinya.

"Lo lagi, lo lagi. Bisa nggak sehari aja jangan buat masalah di sekolah ini?" tanya Netta menatap kesal gadis di depannya.

Gadis yang bernamtag Haura Qiara Bagaskara itu pun tersenyum sinis. "Gue nggak ada urusan sama lo, nenek lampir. Jadi, nggak usah ikut campur, karena urusan gue ada di dia," tunjuk Haura pada Alesya menggunakan dagunya.

Alesya berbalik menatap gadis menyebalkan itu tak lupa memakai masker dan topinya lagi. "Mau bicara sama gue? Gue kasih sepuluh menit, soalnya gue nggak ada waktu buat ngurusin kalian," balas Alesya santai.

Haura tersenyum lalu mendekati Alesya dan meletakkan kakinya di samping gadis itu seakan menghalangi jalannya. "Wait, gue denger lo putus sama Arvan? Tanpa alasan yang jelas lagi? Dikasih apa lo sama Om-Om yang kemarin sampe mau mutusin Arvan?" tanya Haura tajam seraya tersenyum miring.

Alesya terdiam beberapa menit kemudian menjawab, "Bukan urusan lo."

Melihat respon yang biasa itu membuat Haura mengepalkan tangannya. "Oh, atau jangan jangan lo dibayar, hm? Dibayar berapa sama Om—"

Plak!

Satu tamparan manis mendarat sempurna di pipi Haura, membuatnya tertoleh ke samping dan merasakan panas di pipinya.

"Ups, sorry. Tangan gue refleks gerak sendiri sama kaya mulut lo yang refleks ngebacotin hidup orang," Alesya tersenyum dibalik maskernya.

Sementara itu, satu orang di belakang yang tidak terima temannya ditampar pun langsung maju menjambak Alesya. "Nggak usah sok keras lo, anjing!" bentak gadis bernametag Ayyara Putri.

Tea memutar bola matanya malas kemudian menyentak kasar tangan Ayyara di rambut Alesya, membuat gadis itu mengadu kesakitan. "Sialan lo!"

"Lo yang seharusnya nggak usah sok keras!"

"Lo!"

"Apa?" tanya Tea maju mendekati Ayyara membuat gadis itu refleks mundur hingga akhirnya membentur tembok. "Lo," tunjuk Tea tepat di depan wajah gadis itu.

"Gue lagi nggak mau ngotorin tangan untuk ngeladenin beban negara kayak lo, mending sekarang lo angkat kaki dari sini sebelum gue yang matahin ni kaki," ujar Tea tenang. Namun, mengerikan untuk yang melihatnya.

Sementara itu, Alesya hanya diam merapikan rambutnya. Ia terlalu bosan untuk melawan 2 orang yang selalu hobi membuat onar dengannya. Mungkin Alesya akan membiarkan kedua sahabatnya yang bermain-main.

Netta tersenyum dan mendekati Haura yang masih terdiam. "Gue pikir lo kesini buat ngasih informasi penting, eh ternyata dan ternyata malah mau bilang itu aja, sampah banget." Tanpa pikir panjang Netta meraih salah satu minuman penghuni kantin dan menyirami dari kepala Haura.

"Maksud lo apa, ha?!"

"Karna lo udah rusak mood makan gue, jadi gue sumbangkan deh ni somay." Lagi Netta mengambil somaynya yang masih banyak dan menyiram lagi ke atas kepala Haura membuat seisi kantin heboh juga ada yang menertawakan mereka.

Tea menjambak rambut Ayyara, membuat gadis itu teriak kesakitan. "Akh! Sakit, lepasin!"

"Diem, bacot!" sentak Tea menyeret Ayyara dan langsung menarik kerah baju belakang Haura.

"Enek tau nggak liat muka kalian jadi mending pergi dari sini deh." Tea mendorong kasar kedua gadis yang dikenal sebagai ratu pembullyan itu keluar kantin.

Itupun membully murid lain, jika membully Alesya dan kedua sahabatnya sama saja mempermalukan diri sendiri.

"SATU LAGI, GUE TEKAN KAN BUAT KALIAN BERDUA, KALAU ALESYA BUKAN GADIS KAYA GITU, JADI JAGA UCAPAN KALIAN SEBELUM MULUT KALIAN YANG GUE ROBEK!" bentak Netta menginjak kaki Haura.

"Akh! Sakit!" teriak Haura kesakitan pada kakinya.

"Lihat aja gue balas kalian!"

Akhirnya, Haura dan Ayyara pun pergi dari sana sambil menahan malu. Ini bukan untuk sekali Alesya dan kedua sahabatnya mempermalukan mereka. Itulah kenapa Haura begitu membenci Alesya.

"Padahal kalian nggak perlu ngotorin tangan buat dua tikus parasit itu," ujar Alesya saat Tea dan Netta kembali duduk.

"It's okay, I also feel annoyed with them," balas Tea.

"Nggak usah pakai bahasa Inggris! Gue nggak paham!" Alesya melempar topi yang sempat dibukanya ke wajah Tea.

"Betul, gue juga jengkel, tu dua orang selalu buat masalah bully dan malak adek kelas, jadi sekalian aja gue bully balik." Netta ikut menimpali.

"Nanti pas pulang sekolah ada yang mau gue bilang sama kalian." Alesya menatap keduanya.

Tea mengangkat sebelah alisnya bingung. "Bilang apa?" tanya Netta mewakili.

"Kan udah gue bilang nanti, pas pulang sekolah," balas Alesya lagi.

"Yaudah deh, btw hari ini gue nggak ada lihat si Arvan, apa dia sakit? Tu anak jarang izin nggak sekolah, sekalinya nggak sekolah buat satu sekolah heboh."

"Ya jelas, dia ketua OSIS di SMA ini," Tea menjawab ucapan Netta.

Alesya membetulkan ucapan Tea dan berdiri. "Dah, yok ke kelas," ajak Alesya.

Netta ikut berdiri. "Weh, tumben biasanya lo bolos."

Alesya memutar bola matanya malas. "Lagi malas buat bolos gue."

...

Terima kasih sudah membaca!

Continue Reading

You'll Also Like

5.8M 382K 68
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...
2.1M 208K 39
[FOLLOW TERLEBIH DAHULU SEBELUM BACA] •Belum terevisi 🏷️:Judul lama: suamiku seorang gus tampan. 🏷️:Judul baru:GUS ALZAM 📍:MASIH ADA KATA PERKATA...
327K 12.6K 18
𝙎𝙖𝙮𝙖 𝙨𝙚𝙤𝙧𝙖𝙣𝙜 𝙢𝙖𝙛𝙞𝙖. 𝙉𝙖𝙢𝙪𝙣, 𝙨𝙖𝙮𝙖 𝙟𝙪𝙜𝙖 𝙨𝙚𝙤𝙧𝙖𝙣𝙜 𝙂𝙪𝙨. 𝙎𝙖𝙮𝙖 𝙢𝙖𝙛𝙞𝙖 𝙨𝙖𝙮𝙖 𝙢𝙪𝙨𝙡𝙞𝙢. Seorang anak kyai...
1.5M 69K 42
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...