Kurirasa 1990

By vinividivivi

10.5K 2.8K 1K

ADIK MENIKAH DULUAN, MEMANGNYA KENAPA? Ketika Wening dilangkahi oleh sang adik, seketika keluarga besar mulai... More

Prolog: Gadis yang Senang Mengobrol.
01
03
04
Bukan Gadis yang Sulit untuk Disukai
05
06
07
Gadis Tanpa Nama yang Mengenakan Bando Putih
08
09

02

795 240 71
By vinividivivi

Terima kasih dan selamat membaca 💕


💌

UNTUK YANG senantiasa berseri,

Dik Wara Wening Widyadhari.


Apa kabarmu hari ini, Dik?

Aku melihatmu pada hari Kamis.

Kamu berjalan keluar kelas bersama kawan-kawanmu.

Aku melihat tawamu yang manis.

Kamu tidak pernah tahu, mataku selalu tertuju kepadamu.


Dari pengagum rahasiamu,

Raden Bagus Dhanuraga Candrawisesa.

💌

Mas Bagus.

Setidaknya, begitulah Wening menyebut nama pemuda itu dalam hati. Nama yang cocok sekaligus tidak cocok untuk orangnya. Maksud Wening, dia memang sungguhan bagus*. Bagus tenan, kata Shinta dan Ririn. Setiap kali pemuda itu melintasi koridor Fakultas Kedokteran untuk menghampiri Wening, semua kepala berpaling, atau minimal mata mengerling. Namun, jenis bagus berupa rambut pirang terang, mata biru gelap, dan kulit seputih pualam jelas tidak cocok dengan nama Jawa ningrat, kan?

(* bagus dalam bahasa Jawa artinya tampan)

Ada kemungkinan 'Bagus' adalah bagian dari gelar kebangsawanan lelaki itu, yang umumnya disematkan kepada anggota keluarga keraton. Bisa saja nama sebenarnya 'Dhanu', atau 'Raga', atau siapapun itu Wening tidak peduli. Toh dia memang bagus, dan Wening sendiri lebih menyukai 'Mas Bagus' saja.

Sekali lagi, Wening membaca surat singkat itu. Surat dari Mas Bagus memang tidak pernah panjang ataupun bertele-tele. Pilihan kata-katanya pun selalu sederhana, meski tidak puitis, tetapi cukup romantis untuk membuat Wening tersenyum manis. Surat itu merupakan tulisan tangan asli, menggunakan huruf kursif halus, dengan ketebalan dan ukuran yang presisi satu sama lain, mencerminkan kehati-hatian dalam proses menulisnya.

Jika Wening mendekatkan hidungnya, tercium aroma kayu cendana samar dari kertas itu. Semakin lama menghirupnya, ketenangan itu kian menyebar memenuhi pikiran Wening.

Aku melihatmu pada hari Kamis.

Wening membuka matanya yang sempat terpejam. Bukankah hari Kamis itu kemarin?

Kamu berjalan keluar kelas bersama kawan-kawanmu.

Jadwal Wening kemarin pagi adalah kuliah tatap muka, diikuti praktikum skill lab pada siang hari. Praktikum dilaksanakan di lab, jadi satu-satunya waktu Wening keluar kelas hanyalah setelah kuliah tatap muka. Apakah saat itu Mas Bagus melihatnya?

Wening tidak merasa menemukan Mas Bagus, tetapi dia mendapati seorang kawannya. Mas Bagus sering terlihat bersama lelaki pribumi berpostur tinggi dengan potongan rambut pendek-rapi ini. Lelaki itu sedang berbincang dengan Dekan Kemahasiswaan, kali ini sendiri saja tanpa Mas Bagus. Dia sempat melirik dan melempar senyum singkat untuk Wening, kemudian Wening membalasnya sambil sedikit menunduk.

Apakah saat itu sebenarnya Mas Bagus juga ada di sekitar Wening, tapi gadis itu tidak menyadarinya? Atau Mas Bagus hanya mendengar cerita dari kawannya yang bertemu Wening? Jika iya, artinya Mas Bagus berbohong dalam surat ini?

"Wening." Panggilan Ibu dari luar kamar memecahkan lamunannya, diikuti ketukan pintu tiga kali. "Nduk, bapakmu pulang. Kamu diminta melihat seserahannya."

Bahu Wening melengkung turun. Bapak bukan lelaki yang mudah mengalah dalam negosiasi meskipun dengan anak sendiri, tetapi Wening harus mencoba semampunya. Gadis itu segera merapikan semua pemberian Mas Bagus.

💌

Seperangkat alat salat berbahan katun sutra, satu set kebaya putih gading penuh payet, seperangkat kit riasan berbentuk koper mungil berbahan aluminium, dan sepasang sandal manis berhias mutiara dengan hak 5 cm. Ketika semua itu dimasukkan ke kamar oleh Bapak dan Ibu, Wening hanya bisa berdiri melongo di pintu.

Belum berhenti di situ, Bapak mengangkut satu bingkisan besar berisi aneka camilan yang disusun sedemikian hingga menyerupai bingkisan hari raya. Kemudian, barulah Ibu menutup pintu. Tiba-tiba Wening merasa kamarnya menjadi sesak.

"Dilihat dulu, Ning. Kalau ada yang kamu ndak cocok, nanti Bapak tukar ke tokonya di Malang Plaza alun-alun," begitu kata Bapak, sambil duduk di kursi belajar.

Pandangan Wening memindai barang-barang itu satu-persatu tanpa menyentuhnya, lalu berakhir di senyuman Bapak yang tetap hangat meski bermandikan keringat. Bapak bahkan belum sempat bersiap-siap untuk prosesi siraman.

Bagi Wening, semuanya tidak cocok. Jika boleh, Wening ingin meminta stetoskop Littmann yang terbaik, sebab selama ini dia harus bersabar menunggu giliran menggunakan stetoskop bersama inventaris lab. Pasti lebih mudah jika dia membawa stetoskop sendiri. Atau setidaknya Wening ingin bilang bahwa beberapa scalpel dan pinsetnya hilang saat bedah kadaver. Namun, Bapak pasti marah jika tahu peralatan itu hilang karena kebiasaan Wening meminjamkan barang kepada teman yang butuh.

Sekali lagi, gadis itu memandangi semuanya sebelum memutuskan sesuatu. "Ehm, Wening ambil mukenanya saja boleh, Pak? Lumayan buat salat hari raya."

"Mukena saja?" Kening Bapak berkerut.

Wening buru-buru menambahkan sambil menunjuk bingkisan. "Sama kuenya. Wening mau kuenya." Setidaknya camilan itu bisa dia bawa ke kelas, pasti ludes dalam sekejap.

"Sing liyane piye [Yang lainnya bagaimana]?" Kerutan di kening Bapak bertambah.

Wening melirik Ibunya yang hanya bergeming pasrah, sebelum memberanikan diri untuk menggeleng. Samar dan sopan. "Wening ... ngapunten, Pak, tapi Wening ndak ada waktu buat memakai itu semua. Apa ndak bisa dikembalikan saja? Nanti Wening sendiri yang bawa ke tokonya, ngapunten, Pak ...."

Keheningan panjang memenuhi kamar. Hanya suara-suara aktivitas di luar kamar yang terdengar.

Bahu Bapak melengkung turun diiringi embusan napas panjang. Bapak mengusap peluh yang menuruni dahinya, dan Wening hanya sanggup menundukkan kepala, berkubang dalam rasa bersalahnya sendiri.

"Nduk," panggil Bapak pelan, "kamu ndak melakukan ini buat dirimu sendiri. Tapi buat Yasmin. Buat adikmu yang butuh restu dari keluarga kita, terutama dari para sesepuh. Semua seserahan ini mau kamu apakan setelahnya, monggo, Nduk. Bapak ndak melarang, ini semua sudah jadi hakmu."

"Mau dikembalikan ke toko atau dijual lagi boleh, Ning," tambah Ibu.

Wening mengangkat wajahnya dan tersenyum samar.

"Pak, Bu, sebenarnya Wening ini ndak keberatan dengan seserahan. Cuman, Wening rasa ndak perlu sampai membuat Yasmin sungkem berlutut di kaki Wening, apalagi dilihat semua orang seperti itu. Kalau tujuannya supaya keluarga dan para sesepuh ngerti Wening ini ikhlas dilangkahi Yasmin, apa ndak ada cara lain, Pak, Bu?"

Bapak terdiam, tampaknya mempertimbangkan ucapan putri sulungnya. "Wis, kamu maunya piye, Ning?"

"Apa saja yang ndak melibatkan Yasmin. Biar Wening saja yang mengerjakannya. Mungkin Wening boleh ikut ngasih kata-kata sambutan setelah Bapak? Nanti Wening susun teks pidatonya, singkat saja."

Bapak dan Ibu saling berpandangan, kemudian Ibu mengangguk. Bapak mengakhiri diskusi sambil beranjak dan berkata, "Ya sudah, nanti Bapak bicarakan sama Kakung dan Utimu lagi. Bapak mau siap-siap dulu."

💌

Terlepas dari perkara sungkeman yang belum menemui solusi, Wening lega melihat Yasmin dan Yusuf melalui prosesi siraman dengan baik. Yasmin yang banyak tersenyum agak terbalik dibanding Yusuf yang gugup. Mungkin karena pemuda itu dikelilingi keluarga besar calon pengantinnya, belum lagi ada tiga tustel mengabadikan momen mereka dari sudut yang berbeda-beda.

Sementara satu-persatu keluarga sesepuh menunggu giliran untuk memberikan siraman, Wening berinisiatif mengambil peran sebagai among tamu. Gadis itu membawa baki stainless dari pawon. Isinya adalah setumpuk aneka jajanan basah untuk suguhan. Sambil memasang senyuman lebar dan percaya diri, Wening membagikannya untuk para tamu, dan terutama keluarga besar.

Sebatas ini saja yang dapat dilakukannya sekarang. Menegaskan kepada semua yang hadir--meski hanya lewat gestur--bahwa dirinya memang baik-baik saja menerima kenyataan akan dilangkahi si adik.

Tetapi sudah pasti Wening tidak bisa menghindari banyaknya pertanyaan-setengah-sindiran yang harus dia hadapi, seperti, "Kapan nyusul, Ning?"

Nyusul ke mana? Alam barzah?

Untungnya Wening belum segila itu melontarkan jawaban sinis yang akan mengacaukan pesta adiknya. Lagipula, jika Wening menunjukkan sikap tersinggung dan terpancing emosi, orang justru akan berpikir dia hanya berpura-pura bahagia.

Usai menahan telinga panasnya kurang-lebih tiga jam dari ibu-ibu yang mencoba mencomblangkan Wening dengan anak mereka, akhirnya gadis itu bisa bersantai di kamar pengantin sebagai pendamping Yasmin pada malam midodareni (pingitan).

Jika umumnya calon pengantin perempuan ditemani saudara dan kawan-kawan perempuan, Yasmin tidak begitu. Dia meminta hanya kakaknya yang di kamar, sebab dia sendiri ingin beristirahat. Namun, baru saja keduanya merebahkan diri di ranjang pengantin, datang lagi tamu lain yang mengetuk pintu dari luar.

Yasmin segera bangkit dan duduk manis di ranjang, sementara Wening membukakan pintu. Dua wanita muda langsung masuk dan menyapa mereka dengan senyuman maksimal.

"Adek-adekku sing ayu, gimana kabarnya semua?" Mereka adalah Mbak Endang dan Mbak Winda, kakak-beradik yang merupakan sepupu dari keluarga Bapak. Keduanya memeluk hangat Wening dan Yasmin setelah pintu ditutup. "Piye persiapane? Wis oke semua? Dik Yasmin apa sudah minum jamu galian rapet?"

"Halah ngapain, Mbakyu? Aku iki perawan ting-ting, apa yang dirapetin wong masih segelan utuh!" Yasmin membantah diselingi tawa ketika kedua sepupunya duduk mengapitnya. Wening menarik kursi rias untuk dirinya.

"Lho, nanti kalau sudah berkali-kali dibobol jadi melar, Dik. Jangan diremehkan ini, soale kepuasan ranjang ini kalau ndak terpenuhi bisa berpengaruh sama keharmonisan rumah tangga. Harus dipersiapkan sejak masih gadis." Mbak Endang menepuk paha Yasmin.

Dan Mbak Winda menimpali, "Bener, Mbak. Apalagi habis melahirkan, beuh, sudah jebol ndak akan bisa lagi nggigit seperti malam pertama lagi."

Sebagai sesama istri dan ibu, Mbak Endang menyahut setuju. "Iya, tho? Makane, merawat diri ndak sekadar pinter macak saja, aset yang di dalam pakaian juga harus bisa menyenangkan suami."

"Oh, ngoten [begitu]. Matur nuwun petunjuknya, Mbakyu." Yasmin tersenyum kecil diiringi anggukan.

"Mau sekalian tak pesenkan jamuku, tah, Yas? Habis ini aku mau ke tokonya di pasar besar. Kalau beli grosir bisa dapat diskon," tawar Mbak Winda.

"Aduh, ndak usah repot-repot, Mbak ...."

"Ndak repot kok, Dik. Wis talah tak belikan saja, ya?" Mbak Endang menggencarkan promosinya. "Ada paketan malam pertama tahan lama sekalian buat suamimu. Dik Ning juga mau?"

Tiba-tiba ditanya begitu, Wening melongo. Mau? Mau apa?

"Jamu malam pertama tahan lama?" Wening memastikan.

Kedua sepupunya spontan tertawa. "Ya bukan yang itu, ini jamu yang sering tak minum waktu masih gadis," jelas Mbak Endang lagi. "Bagus, lho, bikin kulit bersih dan wangi, terutama pas lagi haid, juga mengurangi bau ...."

"Oh, ndak usah, Mbak," tolak Wening segera, benar-benar tidak berminat. "Ngapunten, Mbakyu, Wening takut minum jamu-jamuan begitu."

Senyum kedua sepupunya lenyap dan tatapan mereka serempak beralih pada Wening. Mbak Endang mengernyit.

"Lho, kenapa takut?"

"Itu ... begini, Mbakyu." Wening mempertahankan senyum tenangnya. "Belum ada studi atau penelitian tentang jamu-jamuan yang Mbakyu sebutkan tadi yang bisa menyatakan keamanannya, mulai dari komposisinya, pengolahannya, mekanisme kerjanya dalam tubuh, reaksi yang ditimbulkan, dan efek samping jangka panjangnya. Juga belum ada bukti jamu-jamu itu bekerja efektif sesuai klaimnya, jika dibandingkan sama wanita-wanita yang ndak mengonsumsinya."

Hening menyergap kamar dalam sekejap.

Rasa-rasanya Wening salah bicara. Melihat raut kedua sepupunya yang berubah, Wening semakin yakin seharusnya dia diam saja.

Jadi, gadis itu buru-buru menambahkan, "Tapi kalau kepingin dikonsumsi sesekali boleh-boleh saja, kok, Mbakyu. Semisal lagi lemes boleh minum beras kencur, atau lagi kademen [kedinginan] boleh minum wedang jahe, jadi ndak rutin setiap hari dalam jangka panjang. Sesuai kebutuhan saat itu saja."

Mbak Winda tersenyum, meskipun Wening sulit mengartikan arti senyuman itu. "Jadi perawatan yang benar itu gimana, Dik?"

Wening mengangkat bahu. "Ya ... yang seperti biasa saja. Selesai buang air dibersihkan dan dikeringkan supaya ndak lembab dan berjamur. Pakai dalaman dari bahan yang lembut dan sirkulasi udaranya bagus. Rajin ganti dalaman dan rajin bercukur. Untuk yang dikonsumsi, bisa dengan rajin makan makanan di sekitar kita yang tinggi kolagen, misalnya jeruk, tomat, atau ikan, karena kolagen bagus untuk mengencangkan kulit termasuk yang di bagian bawah. Kira-kira begitu, Mbakyu."

"Itu kan memang sehari-hari, Dik. Bukan perawatan."

"Nggih betul, Mbakyu. Perawatan dasar sehari-hari itu sudah cukup, kecuali ada indikasi medis yang mengharuskan kita untuk terapi kewanitaan."

Tawa hambar Mbak Endang menguar. "Dik Wening bilang begini karena belum rabi, belum punya suami, makane belum paham sepenting apa urusan ranjang ini."

"Nggih, Mbakyu. Wening percaya urusan ranjang ini penting sekali, sama pentingnya dengan edukasi untuk suami. Bukan cuma istri yang harus merawat diri. Suami juga harus mengerti bahwa ndak selamanya seorang istri itu muda dan menarik. Setiap harinya istri pun pasti menua, hal ini ndak bisa dihindari. Dan suami yang tulus akan nrimo perkara ini dengan legowo."

Sekali lagi, keheningan membisingkan atmosfer di kamar pengantin itu.

Sementara kedua sepupunya memberi Wening tatapan malas, Yasmin mengacungkan ibu jarinya secara sembunyi-sembunyi di antara kedua paha.

Wening meringis kikuk. Pasalnya, di keluarga ini, adalah hak yang lebih tua untuk menasihati yang lebih muda. Tidak berlaku sebaliknya. Jika itu terjadi, sebaiknya yang lebih muda bersiap-siap dilabeli sebagai arek ora duwe unggah-ungguh [anak tidak punya tata krama]. Sebentar lagi pasti--

"HUAAAAA!!!"

Jeritan Yasmin dan kedua sepupunya menyentak Wening. Ketiganya kalang-kabut melompat naik ke ranjang pengantin sambil menunjuk sesuatu di lantai dengan tangan gemetaran.

"AKU KETIBAN CICAAAK!!!" Yasmin histeris akan menangis.

Hewan yang dimaksud baru saja merayap ke dinding terdekat lalu bersembunyi di langit-langit, di balik selambu dekorasi, tetapi bayangannya masih terlihat. Wening mengambil satu karet gelang dari laci rias, lalu menempatkan diri 45 derajat di bawah cicak. Gadis itu mulai membidik, dan dengan satu tembakan keras hewan itu jatuh ke ranjang.

"Hiii!!!" Ketiga perempuan terpojok ke sudut mati ranjang, tetapi si cicak gendut hanya mampu terkapar dan menggelinjang. Wening menyambarnya dengan satu tangan, lalu tangan yang bebas digunakan untuk membuka jendela. Wening menutupnya kembali setelah membuang hewan melata itu ke luar.

Seseorang membuka pintu keras-keras dari luar.

"Yasmin, kenapa, Nduk?!" Ibu mereka yang masih mengenakan sanggul dan kebaya resmi muncul dengan raut panik.

"Ci-cicak ... jatuh ke jidatku, Bu," cicit Yasmin, sambil turun bersama kedua sepupunya, lalu menunjuk sang kakak. "Tapi sudah dijepret sama Mbak Wening."

Tawa lega Ibu terdengar bersama gelengan kepala. "Oalah, Ning, cah wedok kok kelakuane koyo cah lanang [anak perempuan kok kelakuannya seperti anak lelaki]."

Kehadiran Ibu mencairkan suasana yang sempat memanas, membuat semua ikut menertawakan insiden cicak barusan. Hingga kemudian Ibu berkata lagi, "Sini, Nduk. Ada yang mau bicara sama kamu."

"Kulo [Aku]?" Wening memastikan, Ibu mengangguk. Wening mendekati Ibu dengan waspada sebab seharusnya calon pengantin-lah yang dicari. "Sinten [Siapa], Bu?"

Raut Ibu berubah mengeras. "Uti." Ibu menatap Wening dengan sorot yang sulit untuk diartikan, dan suara rendah yang membingungkan. "Uti-mu di kamarmu, mau bicara sesuatu sama kamu."

💌


Sabar dulu, mas-mas bule medok ga langsung dimunculin wkwk. Masih nyeritain latar belakang keluarga Wening dulu karena kedepannya bakal berkaitan erat sama keterlibatan si mas-mas ini.

Malang, 20 Juni 2023.

Continue Reading

You'll Also Like

371K 2.6K 12
WARNING 18+ !! Kenzya Adristy Princessa seorang putri terakhir dari keluarga M&J group yang diasingkan karena kecerobohannya. Ia hanya di beri satu...
37.7K 299 5
cerita-cerita pendek tentang kehamilan dan melahirkan. wattpad by bensollo (2024).
903K 79.3K 50
{Pre Order 30 April - 06 Mei 2024} Bagaimana rasanya menjadi Arisha? Ketika dia harus ikhlas melepas impiannya untuk bisa bersatu dengan cinta dalam...
50.9K 2.8K 29
"Hari ini, saya menutup pintu ke masa lalu saya... Membuka pintu ke masa depan, ambil napas dalam-dalam dan melangkah untuk memulai bab berikutnya da...