Gabriello (Cetak ✅ │ Part len...

By tivery

70.1K 7.1K 2.1K

GABRIELLO adalah buku pemenang juara pertama untuk event menulis 50 days challenge Moon Seed Publisher. ____... More

-GABRIELLO-
-CAST GABRIELLO-
Day-1. Arcello Maqil
Day-2. Kejanggalan
Day-3. Makhluk Asing
Day-4. Gabriel
Day-5. Kesepakatan
Day-6. Penyesuaian
Day-7. Perkara Bunga
Day-8. Kenangan Penyembuh
Day-9. Keluar Rumah
Day-10. Hadiah Kecil
Day-11. Mulai Bergerak
Day-12. Bos Baru
Day-13. Beezel Fowk
DAY-14. Dilema
Day-15. Curahan Hati
Day-16. Romantis VS Komedi
Day-17. Angel's Party
Day-18. Sahabat Gabriel
Day-19. Hujan Minggu Sore
Day-20. Sebuah Distorsi
Day-21. Waspada
Day-22. Ancaman
Day-23. Inspeksi Dadakan
Day-24. Langkah Awal
Day-25. Rencana Liburan
Day-26. Melepas Senja Bersama
Day-27. Dalam Pelukan
Day-28. Kejutan Ulang Tahun
Day-29. Hadiah
Day-30. Perayaan Tahun Baru
Day-31. Getaran Perasaan
Day-32. Kegalauan Arcello
Day-33. Memintal Perasaan Kusut
Day-35. Terjebak
Day-36. Dua Sisi Perasaan
Day-37. Yang Terlupakan
Day-38. Goyah
Day-39. Tragedi
Day-40. Berduka
Day-41. Adu Domba
Day-42. Kejujuran
Day-43. Pengkhianat Sebenarnya
CETAK
Day-44. Di Ujung Kematian
Day-45. Amarah
Day-46. Perpisahan
Day-47. Restart
Day-48. Bidadari Laki-Laki
Day-49. Dunia Baru
Day-50. Gabriello

Day-34. Cerita dan Rahasia

546 89 11
By tivery



#Day34
Clue #hujan_suri

Hujan suri adalah hujan dengan jumlah curahan yang kurang dari 0,005 inci atau 0,1 mm.

* * * *

Seorang gadis kecil duduk di jok belakang motor diboncengi sang ayah. Gadis itu baru pulang sekolah. Dalam perjalanan ia tampak gembira. Sebelah tangannya memegangi kincir kertas yang berputar karena tertiup angin. Sedangkan tangan yang lain erat memeluk perut ayahnya.

Semilir angin menerbangkan rambutnya yang terurai, membuatnya tampak melambai-lambai. Gadis itu benar-benar merasa bahagia. Selain hari itu ia berulang tahun, sang ayah yang sudah sekian lama tidak berjumpa, baru pulang bekerja dari luar kota.

Namun kebahagiaan itu berganti bencana. Di sebuah tanjakan, sang ayah yang berniat menyalib mobil bak terbuka tidak menyadari jika di hadapannya tiba-tiba muncul truk besar yang hilang kendali.

Dengan panik sang ayah berusaha menghindar, namun ia tidak sempat melakukannya. Sesaat kemudian, motor yang ia dan putrinya naiki langsung dihantam truk hingga keduanya masuk ke dalam kolong mobil besar itu.

Waktu seakan berlalu begitu cepat. Sang ayah dan putrinya kini tergeletak di tengah jalan bersimbah darah. Kaki dan tangan sang ayah patah, sedangkan sang putri mengalami luka berat.

Di sisa kesadarannya, ia masih bisa melihat meski samar-samar sang ayah tergeletak tak bergerak. Bibirnya ingin berucap tapi apa daya kekuatannya tidak sanggup melakukannya. Sebelum kesadarannya benar-benar hilang, gadis itu menyaksikan sang ayah di datangi sesosok berjubah hitam. Ingin ia memastikan siapa sosok itu, namun kepalanya terlalu berat untuk diangkat.

Hujan suri mulai membasahi. Gadis itu sudah tidak kuat mempertahankan kesadarannya lagi. Sebelum ia benar-benar menutup mata, sekali lagi ia mencoba untuk memanggil sang ayah.

“A ... ya ... h!” panggilnya lemas terbata. Sesaat kemudian ia sudah tidak sanggup membuka mata.

Sementara itu, Mikhael yang sedang menulis laporan di meja kerjanya, melihat Azrael berbaring di sofa sambil melamun. Ia tahu apa yang diresahkan sahabatnya, belum lagi rasa kehilangan yang belum sembuh sejak Gabriel menjadi manusia. Tidak ingin terjadi apa-apa pada sang sahabat, Mikhael pun menghampiri Azrael.

“Woy! Bengong aja.” Mikhael menyadarkan Azrael dari lamunan panjangnya. Sedangkan sang malaikat maut tampak terperanjat karenanya.

“Awas loh, nanti salah cabut nyawa orang kayak dulu lagi, tahu rasa kau, Az.” Mikhael mengingatkan Azrael akan kesalahannya belasan tahun lalu.

Mendengar ucapan sahabatnya, ada raut penuh sesal serta khawatir dari wajah Azrael. Ia tidak mampu berkomentar atas ucapan Mikhael. Ia benar-benar menyadari kesalahan yang dulu diperbuat, hingga Azrael sempat dihukum berat.

“Dari pada bengong, mending kita ke tempat Gabriel aja, yuk!” ajak Mikhael sudah bersiap terbang. Sementara Azrael hanya mengangguk pelan. Ia pun memutuskan untuk pergi bersama Mikhael menemui sahabatnya.

* * *

Di kantor saat jam istirahat, ketika rekan-rekan kerja berhambur mencari makan siang, Arcello yang masih betah di meja kerjanya terlihat melamun. Dirinya melamunkan kejadian semalam. Ragu-ragu ia menyentuh bibirnya. Semakin disentuh bayangan saat Gabriel diam-diam menciumnya semakin jelas terlihat.

Sementara itu, Auryn yang baru kembali dari toilet berniat mengajak Arcello untuk makan siang, namun sepertinya ia lebih tertarik dengan apa yang dilamunkan sahabatnya. Hati-hati Auryn pun mendekati.

“Cell, mau makan siang sekarang, nggak?” Auryn bertanya pada Arcello, membuat pria itu tersadar dari lamunannya.

“Kenapa, Kak?” tanya Arcello memastikan.

Auryn mendengus. “Mau makan siang sekarang, nggak? Kalau mau ayo bareng.” Auryn mengajak Arcello.

Namun Arcello tampak tidak bersemangat. “Lu duluan aja deh, Kak. Nanti gue nyusul. Gue belum lapar,” jawab Arcello.

Alih-alih menuruti perkataan pria mungil itu, Auryn malah menarik kursi dan duduk di dekat Arcello. “Kenapa, hmm? Mau cerita sama gue?” Auryn bertanya sekaligus menawarkan diri setelah melihat wajah Arcello yang gundah gulana.

Awalnya Arcello tampak ragu. Ia berpikir, apakah hal sepribadi itu bisa diceritakan pada sahabatnya. Namun ia percaya jika Auryn adalah orang yang paling bijak menyikapi semua hal, termasuk yang paling privasi sekali pun.

“Kak. Menurut lu, kalau seseorang diam-diam melakukan sesuatu pada orang yang ia suka, itu gimana?” Arcello mulai membuka obrolan.

“Contohnya?” tanya Auryn.

“Misal, diam-diam merhatiin dari jauh, diam-diam ngungkapin perasaannya, sampai diam-diam ‘mencuri’ cium saat orang yang dia suka tertidur. Menurut lu, gimana?” tanya Arcello sedikit gugup.

Auryn menangkap maksud perkataan Arcello. Ia menghela napasnya berat. “Menurut gue, orang kayak gitu ... pecundang,” dakwa Auryn. “Kenapa gue sebut pecundang, karena dia nggak berani nunjukin perasaan sesungguhnya terang-terangan. Gimana orang yang dia suka bakal ngerti kalau semuanya dilakuin diam-diam. Mending kalau orangnya peka, kalau nggak? ya deritanya diabaikan.”

“Lagian, orang kayak gitu tuh terlalu takut menerima kenyataan. Takut ditolak, lah, takut cintanya bertepuk sebelah tangan, lah. Yang pasti, orang kayak gitu terlalu takut dirinya sakit hati. Belum siap menerima apa yang akan terjadi,” ucap Auryn.

Arcello saksama mendengarkan ucapan Auryn. Ia paham apa yang dimaksud wanita itu. Arcello masih belum berkomentar apa-apa.

“Kalau menurut gue, orang kayak gitu tuh nggak gentle. Kalau buat gue, loh.” Auryn menegaskan dari sudut pandangnya. “Kalau gue dihadapin sama dua pilihan ... satu, tipe orang yang lu sebutin itu, dan kedua, tipe orang yang blak-blakan ungkapin perasaannya ke gue, udah pasti gue bakal milih yang kedua. Kenapa? Karena menurut gue, orang yang kedua lebih siap menerima apa pun yang terjadi, dan percaya pada dirinya sendiri kalau dia akan dipilih.”

Seperti biasa, kata-kata Auryn membuat Arcello lega. Setidaknya, ia mendapat petunjuk untuk keluar dari labirin yang tak berujung dalam benaknya.

Menilai perbuatan yang dilakukan Gabriel pada dirinya, Arcello pun menyadari sesuatu. “Apa mungkin Phi Gab tidak ingin membuatku terluka, jika suat saat ia terpaksa kembali menjadi malaikat? Atau mungkin dia yang malah takut patah hati? Jika memang seperti itu, benar apa yang dikatakan Kak Auryn. Aku lebih baik memilih yang jelas-jelas saja, dari pada bergelut dalam ketidakjelasan ini.” Arcello membenak dalam diam.

“Jadi Cell, saran dari gue, yang udah anggap lu kayak adik sendiri, lebih baik lu pilih orang yang udah berani mengambil risiko buat ungkapin perasaannya langsung sama lu. Nunjukin sikapnya secara terang-terangan kalau dia beneran suka sama lu. Nggak sebanding harganya dengan orang yang hanya diam tanpa tindakan. Orang kayak gitu cuma berharap dia yang dikejar. Karena yang dikejar sudah pasti diincar dan diinginkan. Peluangnya lebih besar dari pada yang mengejar. Tapi ya itu ... menurut gue orang kayak gitu, pecundang!” Auryn dengan tegas memberi saran pada Arcello.

Arcello paham apa yang harus ia lakukan sekarang. Ia mengangguk sambil tersenyum mendengar ucapan Auryn. Lamat-lamat, wajahnya yang menegang kini berangsur tenang.

“Ya udah, ah. Buruan makan siang. Gue lapar, nih. Mumpung masih ada waktu.” Ajak Auryn setelah menyirami Arcello dengan petuahnya.

Arcello pun mengangguk setuju. Kini ia dan Auryn pergi meninggalkan ruang kerja mereka, menuju kafetaria untuk mengisi perut yang sejak tadi sudah meronta-ronta.

* * *

Di apartemen tuannya, Gabriel tengah berbaring pada sofa menatap plafon sambil melamun. Hari menjelang sore saat Mikhael dan Azrael tiba di ruang tengah menatap Gabriel dengan pikirannya yang berkelana.

“Ehemm!” Mikhael berdeham di belakang Gabriel.

Suara dehaman menyadarkan Gabriel dari lamunan. Cepat-cepat ia bangkit memastikan siapa yang barusan berdeham. Ia tampak terkejut melihat kedua sahabatnya sudah berada di dalam rumah.

“Au, kalian kok udah di dalam?” tanya Gabriel heran.

“Hmm ... serba salah. Dulu ketuk pintu di balkon bilangnya nyusahin dan malah disuruh mandiri. Sekarang langsung masuk ke dalam, kamu malah keheranan. Dasar manusia. Sudah mulai pikun ya, anda?” ejek Mikhael mengingat ucapan Gabriel tempo hari.

Gabriel tersenyum mendengar sindiran Mikhael. “Hehe ... maaf. Ya udah duduk, Mike, Az. Aku buatin minum dulu.” Gabriel menyuruh kedua temannya duduk, sementara ia membuatkan minuman untuk tamunya.

Waktu berselang. Gabriel sudah kembali dari dapur dengan membawa dua cangkir kopi untuk sahabatnya. Setelah menaruh di meja, Gabriel pun kembali duduk di sofa.

“Diminum, Mike, Az,” tawar Gabriel mempersilakan.

Mikhael meminum kopi yang disuguhkan, berbeda dengan Azrael yang masih belum banyak bicara.

“Oh ya, Rafael nggak sama kalian?” tanya Gabriel.

“Dari pagi nggak kelihatan. Mungkin sedang melakukan tugas yang kamu kasih, Gab,” tebak Mikhael. “Oh ya, kata Rafael, kemarin kamu demam? Kenapa?” tambahnya penasaran.

“Iya. Dua hari lalu, aku diserang suruhannya raja iblis. Saat aku melawannya, dia mencakar punggungku. Sepertinya demamku karena pengaruh luka ini,” terang Gabriel sambil menunjukkan bekas luka di punggungnya pada Mikhael dan Azrael.

Melihat luka yang diderita sahabatnya, Azrael terlihat kesal, begitu pun dengan Mikhael.

“Ini sudah keterlaluan! Selain mendekati Tuan Arcell, mereka juga sudah berani menyerangmu, Gab,” ucap Azrael menahan emosi. “Kamu harus lebih waspada. Jangan sampai lengah.” Azrael mengingatkan.

“Biar nanti kurapalkan mantra pelindung di tempat ini. Setidaknya itu bisa menghalau iblis tingkat bawah seperti yang menyerangmu. Aku yakin, karena raja iblis tahu kamu menjadi manusia, ia hanya akan mengirimkan kroco-kroconya untuk menyerangmu.” Mikhael menambahkan.

“Makasih, Mike, sebelumnya,” timpal Gabriel.

“Oh ya, sekarang bagaimana kabarmu dengan Tuan Arcell? Ada kemajuan?” Mikhael yang sudah mengetahui perasaan sahabatnya, langsung bertanya begitu saja.

Mendengar pertanyaan tersebut membuat Gabriel sesaat terdiam. “Semalam aku menciumnya,” ucapnya.

Sontak dua sahabat Gabriel terbelalak. “Apa kau bilang?” tanya mereka kompak.

Gabriel mengangguk. “Aku mencium Tuan Arcell,” ulangnya menegaskan.

Kedua sahabatnya tidak bisa berkata apa-apa. “Astaga, Gabriel. Kamu sungguh gegabah,” timpal Azrael.

“Tapi aku acungkan jempol untuk keberanianmu,” susul Mikhael. “Kapan kamu melakukannya?” Mikhael penasaran.

“Semalam. Saat Tuan sedang tidur,” jawab Gabriel.

Mendengar jawaban sahabatnya, wajah bangga Mikhael berubah datar. “Ah, itu sih sama aja bohong. Kirain kalian melakukannya suka sama suka,” cibir Mikhael.

“Mana berani aku kayak gitu.” Gabriel cepat-cepat menimpali.

Sesaat ketiganya terjeda. Mikhael dan Azrael masih tidak percaya jiga sahabatnya bisa bertindak sejauh itu demi mengungkapkan rasa cinta pada sang tuan.

“Karena kamu sudah berani ambil tindakan seperti itu, aku harap kamu bisa menjaga Tuan Arcell dengan sungguh-sungguh. Buat dia percaya padamu, Gab. Dan ....” Azrael menukas wejangannya dengan wajah mendadak murung.

Melihat sahabatnya mendadak murung, menghadirkan tanya di benak Gabriel. “Ada apa denganmu, Az?” tanya Gabriel.

Alih-alih Azrael menjawab, malah Mikhael yang angkat bicara. “Akhir-akhir ini dia kembali teringat dengan kesalahannya belasan tahun lalu, Gab,” ungkap Mikhael.

“Sejak kapan?” Gabriel memastikan.

“Sejak ia dekat dengan Auryn.” Mikhael menimpali.

Mendengar ucapan Mikhael, Gabriel pun bereaksi. “Kok bisa? Apa hubungannya?” Gabriel semakin penasaran.

“Kamu pasti ingat, kejadian yang kuceritakan tentang seorang ayah dan putrinya yang mengalami kecelakaan hingga keduanya sekarat. Saat itu aku sedang bertugas, dan menetapkan sang putrilah yang harus kujemput sesuai dalam kitabku. Akan tetapi, saat di lokasi aku mendadak lupa siapa yang harus dibawa setelah melihat kondisi mereka yang mengenaskan.” Suara Azrael terdengar sesak menjelaskan.

“Namun, saat melihat gadis kecil itu memanggil ayahnya, aku merasa kalau dia masih memiliki harapan hidup dibanding dengan sang ayah yang kondisinya jauh lebih parah. Tanpa mengecek lagi kitabku, aku merasa yakin tugasku di sana untuk menjemput sang ayah. Namun kenyataannya salah. Aku baru sadar setelah Pengadil Agung memanggilku.” Azrael tampak menitikan air mata.

“Dan kamu tahu, siapa gadis kecil itu?” tanya Azrael kemudian.

Gabriel menggeleng. Bukan karena ia tidak tahu, tapi justru karena ingin menyangkal pikirannya.

Belum sempat Gabriel menjawab, Azrael kembali bicara. “Dia adalah Auryn. Sahabat Tuan Arcell,” ungkap Azrael yang membuat Gabriel tercengang. “Dan sekarang, nama Auryn tertulis kembali dalam daftar kitabku. Itulah alasanku sekarang dekat dengannya.”

Belum usai dengan kejutan pertama, kini Gabriel dihantam kenyataan dari Azrael. Gabriel pun membisu lesu. Ia tahu, setiap nama yang tertulis dalam kitab Azrael, bisa dipastikan ajalnya sudah dekat.

“Gabriel, Aku harap kamu selalu ada di samping Tuan Arcello untuk menguatkannya. Aku yakin, jika saatnya tiba, ia adalah orang yang paling terpukul karena kepergian Auryn. Dan aku adalah yang paling merasa bersalah di sini,” pungkas Azrael sambil menunduk.

Mikhael merapatkan duduknya pada Azrael. Dengan hati-hati ia mengusap punggung sahabatnya. Sedangkan Gabriel semakin bertekad untuk selalu mendampingi Arcello apa pun yang terjadi.

Sementara di luar ruangan, awan mendung mulai meneteskan hujan suri. Lamat-lamat semakin deras membasahi bumi.

Berselang waktu, Arcello yang bajunya sedikit basah karena kehujanan, baru tiba di apartemen. Ia tidak lupa mengucap salam. Dirinya tampak terkejut sekaligus senang saat mendapati Mikhael dan Azrael berada di tempatnya.

“Wah, kedatangan tamu istimewa nih,” ucap Arcello menyapa kedua sahabat Gabriel.

“Eh, Tuan baru pulang, ya?” tanya Gabriel.

Arcello mengangguk sambil tersenyum. “Bang Mike sama Bang Az ke sini buat jenguk Phi Gab, ya?” Kini ia bertanya pada Mikhael dan Azrael.

“Iya, Tuan,” timpal kedua malaikat serempak.

“Oh ya Abang-Abang, kalau gitu aku ke kamar dulu ya, mau ganti baju. Tapi nanti ke sini lagi kok, gabung.” Arcello yang terlihat semringah, pamit pergi ke kamar. Gabriel dan kedua sahabatnya mengangguk sopan.

Setelah Arcello pergi, Azrael memperingatkan. “Jangan sampai Tuan tahu masalah ini.” Gabriel dan Mikhael mengangguk paham. Sementara sang tuan terlihat senang, ketiganya dilanda gamang.

* * * *

Team Jasun

tivery x noenu_

Terimakasih sudah membaca, tolong berikan bintangnya sebagai bukti kasih sayangmu
⭐⭐⭐⭐⭐

Janji, besok baca next chapternya ya...

Continue Reading

You'll Also Like

24.3K 1.4K 10
bagaimana mungkin aku seorang CEO menjadi baby boy mu bodoh-Ditto Tuan Semua itu karena takdir sayang -Dyo wang
3.6M 356K 95
Bercerita tentang Labelina si bocah kematian dan keluarga barunya. ************************************************* Labelina. Atau, sebut dia Lala...
130K 8.6K 9
"fuck mencintaimu dalam diam, aku akan mencintaimu dengan ngeyel dan ugal-ugalan!!!" Cashel fell first but Marsel fell harder. - BL lokal - Marsel x...
357K 20.6K 25
KAILA SAFIRA gadis cerdas berusia 21 tahun yang tewas usai tertabrak mobil saat akan membeli martabak selepas menghadiri rapat perusahaan milik mendi...