Black Pearl [Open PO]

By MarxSha69

20.8K 2.1K 444

Ombak membawaku padanya, kepada sang keindahan di Palung Mariana. Keindahan itu tersenyum lalu berkata, "Halo... More

PROLOG
Day 1 : Kehangatan Dari Dasar Laut
Day 2 : Kenangan Masa Lalu
Day 3 : Pertemuan Kembali
Day 4 : Hembusan Angin dan Riuh Ombak
Day 5 : Milikku
Day 6 : Pemahaman
Day 7 : Pernyataan
Day 8 : Malam Terakhir
Day 9 : Janji
Day 11 : Keteguhan Hati
Day 12 : Menyusuri Lautan
Day 14 : Pria Baik Tersenyum Cantik
Day 15 : Apakah sia-sia?
Day 16 : Kecemasan
Day 17 : Dia Yang Terlupakan
Day 18 : Langit Kelabu
Day 19 : Empati
Day 20 : Pria Malam Ini
Day 21: Lihat Dan Perhatikan
Day 22 : Keraguan
Day 23 : Meredup
Day 24 : Aku Yang Kau Lupakan
Day 25 : Tekad
Day 26 : Bukti
Day 27 : Embun Hati
Day 28 : Momento
Day 30 : Hari Sial
Day 31 : Hilang Kendali
Day 32 : Permohonan Tegas
Day 33 : Penyesalan
Day 34 : Kemarahan
Kabar Penting!!
Kabar baru!
PO!!!
haloo~

Day 29 : Kepercayaan Yang Keliru

259 49 6
By MarxSha69

#day29
#an sich

An sich adalah sebuah istilah dari bahasa Jerman yang secara harfiah berarti: "pada dirinya sendiri", "pada hakekatnya" atau "harfiah".

(⁠/⁠¯⁠◡⁠ ⁠‿⁠ ⁠◡⁠)⁠/⁠¯⁠ ⁠~⁠ ⁠┻⁠━⁠┻

Helios tidak mengerti, tubuh dan hatinya mati rasa. Sisi wajahnya terasa panas tapi hatinya dingin, Asahi terus bertanya apakah dirinya baik-baik saja sejujurnya ia juga tidak tahu.

Helios menatap ke arah depan, tepat di mana Ryuu dan Keita berkelahi. Terlihat banyak orang yang mengelilingi mereka bahkan beberapa mencoba melerai Ryuu dan Keita, tapi apalah daya karena Ryuu dan Keita lebih kuat dari yang mereka duga.

"Bagaimana ini? Mereka tidak akan saling membunuh 'kan?"

"Apa yang harus kita lakukan?"

"Panggil polisi?"

"Bodoh, reputasi pusat penelitian universitas ini akan tercoreng."

Ucap beberapa orang yang mengerumuni mereka. Asahi terlihat kewalahan, ia menarik Helios kedalam pelukannya dan karena hal itulah ia tidak bisa maju untuk menarik Ryuu kembali ke akal sehatnya.

"KAU GILA, KENAPA KAU MEMUKULNYA!" Ryuu berteriak sambil melayangkan tinjunya ke wajah Keita.

"BUKAN URUSANMU SIALAN!"

"JELAS INI URUSAN KU!"

"HAH? KENAPA? APA KAU TIDUR DENGANNYA?"

Mendengar kata-kata kotor dari mulut Keita sontak emosi Ryuu menjadi semakin membara, diraihnya vas yang berada di atas meja kerja Keita lalu melemparkannya ke arah Keita sampai pecah beberapa keping.

Pecahan-pecahan tersebut beberapa menggores sisi wajah Keita dan beberapa lainnya mengenai Ryuu, hal tersebut membuat teriakan ngeri menggema di antara mereka.

"Mulutmu itu sampah, apa perlu aku robek?" ucap Ryuu dengan nada sarkas.

"Coba saja." jawab Keita.

Helios dan Asahi yang menyaksikan perkelahian kedua pria itu dirasa semakin berbahaya jelas saja merasa sedikit gemetar, Helios pun merasakan cengkraman pada bahunya semakin kuat akibat kegelisahan Asahi.

Karena tidak sanggup lagi menahan keterkejutannya Helios pun memutuskan untuk melepaskan diri dari rangkulan Asahi lalu dengan cepat keluar dari ruangan tersebut.

"Helios."

Asahi mencoba mengejar Helios tetapi ditahan oleh salah satu pekerja disana.

"Tuan tolong, jika kau pergi siapa yang akan memisahkan mereka."

Mendengar hal itu Asahi pun mengurungkan niatnya, dengan penuh caci maki yang ia lontarkan di dalam hatinya dirinya pun mendekat ke arah kedua binatang yang sedang sibuk saling memukul satu sama lain.

Diraihnya tongkat baseball yang berada di ujung ruangan lalu mengangkatnya, dengan nada marah pria itu pun memukul tongkat baseball tersebut ke meja yang membuat semua orang termasuk Ryuu dan Keita menghentikan perkelahian mereka.

Asahi memandang penuh kemarahan pada kedua pria tersebut, dan dengan nada yang dibuat setenang mungkin ia pun berkata.

"Berhenti atau aku akan memecahkan kepala kalian dengan ini."

Saat itu juga Ryuu dan Keita memutuskan untuk gencatan senjata lalu duduk dengan tenang, berbicara dari hati ke hati sambil diawasi oleh Asahi yang masih memegang tongkat baseball milik Keita di sisi tubuhnya.

-------

"Muji."

Muji yang sedang bergulat dengan tumpukan dokumen di mejanya seketika menoleh ke arah pintu masuk, ia pun mendapati Sasaki di sana dengan secangkir kopi di salah satu tangannya.

Sasaki pun melangkah memasuki ruang kerja muji lalu meletakkan secangkir kopi yang ia buat sesaat sebelum menemui Muji.

"Apa yang sedang kau kerjakan?" tanya Sasaki.

"Hanya riset kecil, tentang hipotesis an sich."

Sasaki yang mendengar hal itu pun mengernyitkan dahinya, dengan rasa penasaran ia pun menarik kursi di depan meja kerja Muji lalu memperhatikan pria di hadapannya yang masih bergulat dengan data di komputer nya.

"Kenapa kau tiba-tiba penasaran soal itu?"

"Hm, tiba-tiba saja aku tertarik dengan hipotesis ini. Karena hipotesis ini mengatakan bahwa jika objek tersebut ada tanpa butuh kesadaran setiap individu, yang berarti jika kita tidak ada atau tidak memiliki kesadaran, maka objek tersebut tetap ada."

Sasaki memiringkan kepalanya, ia pernah mendengar tentang hipotesis ini sebelumnya tapi entah bagaimana ia tidak pernah bisa mengerti dari maksudnya.

Muji melihat kebingungan di wajah Sasaki, ia pun tertawa pelan karena menganggap wajah yang sedang Sasaki tunjukan sekarang sangat imut baginya.

"Ekhem begini, sentuh ini. Bagaimana menurut mu?"

Muji menyodorkan sebuah benang wol kepada Sasaki, Sasaki pun dengan patuh menyentuhnya.

"Lembut."

"Dengan begitu kau mengenal benang ini dengan sifatnya yang lembut, lalu kelembutan ini lah yang hadir ke dalam kesadaran mu melalui salah satu indra mu, yaitu kulit. Jika kau tidak terlahir di dunia ini maka akan ada orang lain yang menyentuhnya, meskipun orang itu tidak merasa bahwa benang ini lembut tetap saja sifat dari benang ini tidak akan hilang, apa kau mengerti?"

"Lalu kenapa kau penasaran soal hipotesis ini?"

"Aku hanya penasaran, aku merasakan cinta sebagai sesuatu yang menyakitkan tapi orang lain menganggapnya sebagai hal yang membahagiakan. Bukankah ini sesuai dengan teori an sich?"

Sasaki terdiam sejenak sebelum tawanya lepas, ia tertawa sampai perut nya terasa sakit. Muji yang melihat Sasaki tertawa seperti itu hanya bisa memasang ekspresi cemberut.

Setelah cukup tertawa, ia pun menyeka air matanya. Dengan wajah yang memerah, ia bangun dari kursinya lalu mendekat kearah muji hanya untuk mengacak-acak Surai kecoklatan pria tersebut.

"Lepaskan, aduh kau merusak rambut ku."

Sasaki melepaskan Muji tetapi tangannya masih melingkari pundak pria yang sedang memasang ekspresi kesal itu, dengan jahil Sasaki mencubit lembut pipi Muji.

"Ishh, berhenti memperlakukan ku seperti anak kecil."

"Bagaimana ya, habisnya kau seimut ini. Jadi kau sedang jatuh cinta yah? Katakan padaku siapa itu?"

Muji tidak menjawab, Sasaki melepaskan cubitannya lalu mengusap pipi kemerahan milik Muji, ia pun melanjutkan.

"Kau itu berpikir terlalu rumit, cinta tidak bisa dikaitkan dengan teori apapun karena cinta selalu berbeda untuk setiap orang dan tidak memiliki sifat tetap. Sedangkan hipotesis yang kau katakan tadi jelas hanya bisa dikaitkan dengan sesuatu yang lebih pasti. Cinta terlalu sulit untuk menjadi sesuatu yang pasti, kau tahu."

Keduanya berbincang ringan, Sasaki terus menganggu Muji dengan pekerjaannya sedangkan Muji berusaha mengabaikan pria yang terus menerus menggodanya.

Ditengah kesibukan tersebut tiba-tiba saja pintu ruangan Muji dibuka oleh seseorang, dengan panik orang tersebut berkata.

"Maaf tapi bisakah kalian membantu kami? Ryuu-san dan Keita-san sedang bertengkar."

"Lagi?" Muji memijat pangkal hidungnya.

Sasaki yang mendengar itu seketika menjadi tegang, dengan segera ia lari keluar dari ruangan Muji. Muji yang melihat itu hanya bisa pasrah dan mengikuti Sasaki keluar dari ruangannya.

-----

Helios duduk di sebuah bangku taman tidak jauh dari kafetaria, napasnya tersengal-sengal akibat terus berlari hanya untuk menghindari berpasang-pasang mata yang terus menerus memperhatikannya.

Keringat dingin bercucuran dari tubuhnya, setelah lebih tenang barulah ia merasa sekujur tubuhnya sakit terlebih lagi perutnya.

"Pearl, tolong jangan sekarang."

Dengan lembut ia mengusap perutnya sambil terus mengucap kata-kata penenang dengan harapan agar bayi di dalam kandungannya menjadi lebih tenang.

Namun belum juga rasa sakit itu mereda, ia malah merasakan sakit luar biasa dari dari jantungnya. Seketika ia pun mencondongkan tubuhnya ke depan dan memberikan sedikit tekanan pada dadanya agar rasa sakit itu mereka, beruntung rasa sakit yang sampai membuat nya sesak tersebut perlahan-lahan mereda, ia pun menarik napas dalam untuk memasok udara yang sempat terhambat beberapa saat lalu.

Pandangannya menatap kosong ke arah depan, sisi wajahnya masih terasa sakit tapi anehnya hatinya menjadi kebas. Ia ingin menangis tapi tidak bisa.

Tiba-tiba saja ia merasakan sesuatu yang dingin menyentuh sisi wajahnya, ia pun terkejut dan langsung menoleh untuk melihat siapa itu. Ia pun menemukan sosok Sasaki yang sedang berdiri dengan sebuah kotak jus di tangannya, kotak jus tersebutlah yang Sasaki tempelkan ke sisi wajah Helios.

"Kau baik-baik saja?"

Sasaki memberikan kotak jus tersebut untuk Helios lalu duduk tepat di samping pria bersurai perak tersebut. Helios meraih kotak jus tersebut lalu meminum isinya dalam diam.

"Terima kasih."

"Tidak masalah, sini aku lihat."

Sasaki meraih dagu Helios lalu mendekatkan wajahnya kearah pria cantik tersebut, Helios terkejut. Namun belum sempat ia memalingkan wajahnya, seketika ia merasakan kembali rasa sakit dari sisi wajahnya.

"Awh."

"Ups, maaf."

Sasaki perlahan kembali menempelkan es yang di balut dengan sapu tangan lembut miliknya ke sisi wajah Helios yang mulai berwarna kebiruan.

Sasaki meringis dalam hati saat melihat luka lebam yang cukup besar di sisi wajah Helios. Sebelumnya Asahi sudah memberitahu dirinya bahwa Keita menampar Helios dan meminta dirinya untuk mencari Helios karena Asahi dan Muji harus membereskan kekacauan yang Keita dan Ryuu timbulkan.

Tanpa pikir panjang Sasaki pun menyetujuinya dan langsung mencari Helios, setelah beberapa saat akhirnya ia menemukan Helios setelah banyak bertanya kepada orang-orang di sekitar gedung.

"Ini tidak akan sakit lagi setelah beberapa saat."

Sasaki menempelkan sebuah plaster dengan diatas luka lebam Helios agar lebam tersebut bisa cepat membaik.

"Hum, terimakasih."

Sasaki dan Helios terdiam, keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Sejujurnya Sasaki ingin bertanya lebih banyak kepada Helios tapi ia merasa sungkan karena bagaimana pun dirinya dan Helios tidak sedekat itu.

Helios yang merasa bahwa Sasaki sedang menatapnya pun tidak bisa lagi pura-pura tidak tahu, jadi ia memutuskan untuk membuka obrolan.

"Apa kau penasaran soal sesuatu? Tidak apa, aku akan menjawabnya jika memang aku bisa."

"Aku hanya penasaran kenapa kau masih bertekad untuk menemui Keita setelah apa yang ia lakukan padamu?"

Helios terdiam sejenak, perasaannya terlalu sulit untuk dijabarkan dengan kata-kata. Namun akhirnya Helios berhasil membuka suaranya tanpa mengatakan bahwa dirinya tengah hamil, menurutnya Sasaki tidak perlu tahu soal ini.

"Entah lah, mungkin karena aku mencintainya."

"Tapi dia melupakanmu dan bersikap kasar padamu."

"Sebenarnya Keita bukan pria yang kasar, dia hanya tidak bisa menerima kenyataan tentang diriku. Maka dari itu aku datang untuk membantunya mengingat kembali."

Sasaki terdiam, jawaban Helios adalah mutlak yang membuatnya berpikir bahwa tidak ada kesempatan baginya untuk mencintai pria cantik ini. Tapi bukankah Sasaki sudah bertekad untuk hanya dekat dengan nya, dan melihat Helios terluka hari ini bukankah semuanya semakin lebih jelas? Hatinya ingin melindungi Helios lebih dari keinginan untuk memilikinya.

"Baiklah aku mengerti, kalau begitu izinkan aku membantumu."

"Membantu?"

"Ya, mungkin bukan bantuan besar tapi setidaknya aku bisa melindungimu."

Sasaki meraih surai perak milik Helios yang jatuh menutupi sebagian wajah pria cantik tersebut, dan dengan lembut menyelipkannya ke belakang daun telinga Helios. Tatapan matanya melembut dan kelembutan i biru laut milik Helios, hati Helios sedikit terkejut karenanya.

Sasaki pun melanjutkan, "jadi Helios, berlindunglah padaku sampai Keita bisa melindungimu. Bagaimana?"

Helios memandang lurus kearah manik hitam pekat milik Sasaki, tatapan itu sangat familiar baginya. Tatapan dari seseorang yang mencintainya, Helios sadar bahwa jika ia menerima tawaran Sasaki sama dengan memberi pria itu harapan tapi Helios juga tidak tega untuk mengucapkan tidak.

Pandangannya turun menatap guguran daun berwarna emas kemerahan yang menumpuk di bawah kakinya, surai peraknya berkibar akibat hembusan angin yang menerpanya.

Detak jantung Helios berdegup kencang, ia masih bisa merasakan elusan lembut dari telapak tangan Sasaki yang berasa di sisi kepalanya.

Pearl, kakak, Chloe, aku harus bagaimana.

Sasaki melihat keraguan di wajah Helios seketika merasa sedikit patah hati tapi hatinya menolak untuk menyerah, dengan lembut ia menarik lembut dagu Helios agar pria itu menatapnya.

"Aku tidak bermaksud lain, aku hanya ingin melindungimu. Melihatmu terluka seperti ini entah kenapa hatiku sakit, jadi izinkan aku melindungimu."

"Aku mencintai Keita."

"Aku tahu."

Sekali lagi Helios menatap manik mata pria itu, sama sekali tidak ada kegoyahan  dari ekspresinya. Dengan ini Helios yakin bahwa Sasaki mengerti, ia pun berpikir bahwa selama Sasaki tidak mengharapkan lebih dari ini maka tidak masalah. Dengan perlahan Helios mengangguk dan Sasaki pun tersenyum puas.

Disisi lain, Muji memperhatikan mereka dari balik pohon besar tidak jauh dari Sasaki dan Helios berada. Hatinya terasa sakit dan dadanya sesak.

Sebenarnya Muji tidak bisa mendengar percakapan mereka dengan jelas tapi dengan hanya melihat cara Sasaki menatap Helios bukanlah semuanya sudah jelas?

Muji memejamkan matanya sambil mengucapkan kata-kata penyemangat untuk dirinya sendiri karena bagaimanapun juga dari awal ia tahu bahwa cintanya pada Sasaki tidak akan pernah terbalas, dengan patah hati ia pun menjauh dari tempat tersebut dan kembali ke dalam gedung.

Kau benar Sasaki, cinta itu lebih rumit dari apa yang bisa dijelaskan oleh hipotesis apapun. Karena kau adalah matahari ku, sesuatu yang membuatku bersinar. Sebagai bulan yang menerima kehangatanmu, sudah jelas tidak akan pernah ada hari dimana aku bisa bersamamu.

-----bersambung

😘😘😘😘😘😘😘

Continue Reading

You'll Also Like

BxB- MIRROR By Iman Saputra

Mystery / Thriller

12K 1.3K 10
Mario terkejut saat dirinya memandangi bayangannya sendiri di cermin, bayangannya itu berbicara kepada dirinya sendiri. "Lihatlah, betapa kasihannya...
377K 21.6K 25
KAILA SAFIRA gadis cerdas berusia 21 tahun yang tewas usai tertabrak mobil saat akan membeli martabak selepas menghadiri rapat perusahaan milik mendi...
7.3K 466 10
Mate yang selama ini ia nanti-nantikan justru merupakan pelaku pembully adiknya.
7.7K 914 10
INI ADALAH CERITA BARU AUTHOR YA CERITA INI HANYA FIKTIF BELAKA DAN HIBURAN SEMATA. JIKA ADA KESAMAAN NAMA, TEMPAT, KARAKTER DAN SEBAGAINYA, MOHON DI...