Gabriello (Cetak ✅ │ Part len...

By tivery

70.1K 7.1K 2.1K

GABRIELLO adalah buku pemenang juara pertama untuk event menulis 50 days challenge Moon Seed Publisher. ____... More

-GABRIELLO-
-CAST GABRIELLO-
Day-1. Arcello Maqil
Day-2. Kejanggalan
Day-3. Makhluk Asing
Day-4. Gabriel
Day-5. Kesepakatan
Day-6. Penyesuaian
Day-7. Perkara Bunga
Day-8. Kenangan Penyembuh
Day-9. Keluar Rumah
Day-10. Hadiah Kecil
Day-11. Mulai Bergerak
Day-12. Bos Baru
Day-13. Beezel Fowk
DAY-14. Dilema
Day-15. Curahan Hati
Day-16. Romantis VS Komedi
Day-17. Angel's Party
Day-18. Sahabat Gabriel
Day-19. Hujan Minggu Sore
Day-20. Sebuah Distorsi
Day-22. Ancaman
Day-23. Inspeksi Dadakan
Day-24. Langkah Awal
Day-25. Rencana Liburan
Day-26. Melepas Senja Bersama
Day-27. Dalam Pelukan
Day-28. Kejutan Ulang Tahun
Day-29. Hadiah
Day-30. Perayaan Tahun Baru
Day-31. Getaran Perasaan
Day-32. Kegalauan Arcello
Day-33. Memintal Perasaan Kusut
Day-34. Cerita dan Rahasia
Day-35. Terjebak
Day-36. Dua Sisi Perasaan
Day-37. Yang Terlupakan
Day-38. Goyah
Day-39. Tragedi
Day-40. Berduka
Day-41. Adu Domba
Day-42. Kejujuran
Day-43. Pengkhianat Sebenarnya
CETAK
Day-44. Di Ujung Kematian
Day-45. Amarah
Day-46. Perpisahan
Day-47. Restart
Day-48. Bidadari Laki-Laki
Day-49. Dunia Baru
Day-50. Gabriello

Day-21. Waspada

821 102 20
By tivery


#Day21
Clue #pesakitan

Pesakitan

-orang hukuman
-terdakwa
-pecundang

* * * *

Gabriel mondar-mandir gelisah di ruang tengah apartemen tuannya menanti kedatangan dua sahabatnya, sementara dirinya kini ditemani Rafael. Ia benar-benar tidak tenang setelah apa yang ia alami di kantor Arcello. Beberapa kali Gabriel melongok keluar jendela memastikan dua sahabatnya sudah tiba.

"Duh, lama banget sih mereka?" gerutu Gabriel sedikit kesal.

Rafael yang melihat sahabatnya panik berusaha menenangkannya. "Tenang, Gab. Mungkin mereka sedang di perjalanan. Tunggulah ... sabar."

"Tapi aku nggak tenang, Raf. Tuan Arcell dalam bahaya," timpal Gabriel.

Rafael menggeleng kepala heran melihat tingkah sahabatnya yang begitu protektif pada tuannya. "Aku yakin, raja iblis tidak akan segegabah itu untuk mencelakai Tuan Arcell kali ini. Aku tebak, mereka pun sedang memikirkan hal yang sama seperti kita, Gab. Mencari cara yang lebih halus untuk mencuri kekuatan Raja Arash darinya. Jika tidak, sejak awal mengetahui keberadaan Tuan Arcell, mereka akan langsung menyerangnya. Aku yakin itu."

Sesaat Gabriel merenung memikirkan apa yang baru saja sahabatnya bilang. "Tapi aku benar-benar khawatir, Raf."

"Aku tahu, Gab. Tapi aku harap kamu bisa lebih tenang menghadapi ini semua. Karena hanya dengan kepala dingin, kita bisa dengan mudah mendapatkan jalan keluar." Sekali lagi Rafael berusaha menenangkan sahabatnya yang gamang. "Duduklah. Kamu tidak lelah mondar-mandir terus seperti itu?"

Kali ini, apa yang Rafael katanya banyak benarnya. Gabriel pun menuruti perkataan sahabatnya. Ia duduk di sebelah Rafael meski hatinya belum benar-benar tenang.

Tidak lama, Azrael dan Mikhael tiba di balkon apartemen. Dengan sedikit kekuatan Rafael, pintu balkon pun terbuka. Kedua sahabat mereka pun masuk dengan raut wajah khawatir.

"Bagaimana kronologinya, Gab?" ucap Azrael sesaat ia baru masuk.

"Duduklah dulu," pinta Gabriel.

"Oh, maaf. Aku terlalu khawatir," timpal Azrael. Kemudian ia pun duduk bersisian dengan Mikhael di hadapan Gabriel dan Rafael.

"Maaf, kami terlambat. Aku baru saja menyelesaikan pekerjaanku." Mikhael meminta maaf atas keterlambatannya datang menemui Gabriel.

"Tidak apa, yang penting sekarang kalian sudah ada di sini. Dan ... maaf, aku malah mengganggu pekerjaan kalian," ucap Gabriel.

"Tidak perlu dipikirkan, Gabriel." Mikhael menimpali.

"Jadi bagaimana kejadiannya?" Sekali lagi Azrael bertanya pada Gabriel.

Gabriel pun menarik napas dalam sebelum ia menceritakan semuanya. "Tadi pagi aku dihubungi Tuan Arcell karena berkas pentingnya tertinggal di sini. Lalu aku menawarkan diri untuk mengantarkan berkas itu ke kantornya. Sesampainya di sana, aku sama sekali tidak merasakan apa pun, sampai seorang pria memasuki tempat itu, dan seketika dadaku sesak seperti terimpit kuat. Tidak hanya itu, gelombang ultrasonik yang begitu tajam seolah menusuk telingaku. Aku hampir semaput dibuatnya. Dan aku yakin, pria itu ada hubungannya dengan iblis."

Mendengar cerita sahabatnya, Azrael dan Mikhael sejenak terdiam tampak berpikir.

"Apa kau yakin, Gab?" tanya Mikhael memastikan.

"Aku yakin, Mike. Walaupun sekarang aku sudah menjadi manusia, tapi kepekaanku masih bisa diandalkan," tegas Gabriel.

"Lalu apa yang akan kita lakukan?" tanya Mikhael. "Apa yang akan kamu lakukan, Gabriel?" Kini pertanyaannya lebih spesifik ditujukan pada Gabriel.

Gabriel sejenak berpikir. Isi kepalanya masih terlalu diliputi kekhawatiran hingga membuatnya sulit menemukan jalan keluar.

"Entahlah, sejauh ini yang aku pikirkan cuma mengawasinya. Selain menggunakan HP, bila perlu aku akan mengikuti Tuan Arcello ke mana pun ia pergi." Gabriel menjawab tidak yakin.

"Itu terlalu gegabah," tolak Azrael. "Akan lebih baik jika kamu kembali menjadi malaikat. Semuanya akan lebih mudah kamu tangani, Gab." Ia mengusulkan Gabriel untuk kembali menjadi malaikat.

"Tapi aku tidak berpikir begitu, Az. Jika sekarang mendadak pergi, bagaimana perasaan Tuan Arcell? Bagaimana kalau ia tidak mempercayaiku lagi? Itu malah akan membuatku sulit, Az." Gabriel tidak setuju dengan usulan sahabatnya.

"Ini seperti buah simalakama buatku. Jika aku kembali menjadi malaikat, aku yakin Tuan Arcell tidak akan percaya lagi padaku. Tidakkah kalian lihat bagaimana sikapnya waktu itu hanya karena mendengar aku bisa kembali menjadi malaikat? Gimana salah pahamnya padaku?" ucap Gabriel.

"Tapi dengan wujud manusiamu ini, kamu hanya akan menjadi pesakitan menghadapi kelicikan raja iblis, Gab," tukas Azrael mengingatkan betapa lemahnya wujud manusia.

"Tunggu, Az. Aku tidak setuju dengan ucapanmu." Rafael membela Gabriel. "Apa kau tidak menyadari dari cerita Gabriel? Mereka kali ini menggunakan cara manusia untuk mendekati Tuan kita. Lalu, kenapa kita tidak mencoba melawan mereka dengan cara manusia juga?" tuturnya.

"Ingat, yang mereka incar adalah kekuatan Raja Arash. Bukan tubuh Tuan Arcell. Mereka pasti belajar dari pengalamannya selama ini untuk mendapatkan kekuatan hebat itu. Jadi, untuk sementara biarkan Gabriel melakukannya dengan cara manusia. Kalau memang sudah tidak sanggup melawan, bukankah dia masih punya langit? Bukankah dia masih punya kita? Apa kau akan diam saja melihat sahabatmu ini terdesak?"

Kali ini Rafael terliat tidak seperti biasanya yang banyak bercanda dan terkesan tak acuh. Tapi, dihadapkan pada situasi yang genting serta memanas seperti ini, ia pun tidak tinggal diam. Bijak pada waktu yang tepat.

"Benar kata Rafael, Az," bela Mikhael. "Biarkan dia melakukan tugasnya semaksimal yang Gabriel bisa. Kalau semua sudah terdesak, kita ikut turun tangan." Mikhael mencoba memberikan pengertian pada sahabatnya.

"Maafkan aku, Gab. Aku selalu menekanmu untuk kembali menjadi malaikat. Aku terbawa emosi." Azrael menyesali ucapannya. Ia mengusap wajahnya dengan kedua tangan.

Gabriel menggeleng sambil tersenyum. "Sudahlah, Az. Aku paham maksudmu. Kau terlalu mengkhawatirkanku, terima kasih. Tapi aku akan berusaha semampuku dengan wujudku sekarang ini untuk melindungi Tuan Arcell apa pun caranya," pungkas Gabriel.

Azrael, Mikhael, dan Rafael mengangguk patuh pada keputusan Gabriel. Mereka percaya jika sahabatnya bisa melewati ini semua.

"Kalau begitu kita harus menyusun rencana, Gab," usul Rafael.

"Entahlah, untuk saat ini rencanaku seperti yang aku katakan barusan. Aku akan mengawasi Tuan Arcell menggunakan ponselku. Selain itu, bila perlu aku akan mengikutinya ke kantor dan memantaunya dari jarak aman." Gabriel menuturkan rencananya.

"Tapi itu akan berbahaya, Gab. Kehadiranmu di sekitar Tuar Arcell justru akan memancing iblis." Mikhael mengomentari rencana Gabriel.

Gabriel tampak menganggut-anggut sambil berpikir. Tapi bukan Rafael kalau tidak punya ide brilian.

"Kalian bisa mengandalkanku," ucapnya sambil menunjuk diri dengan bangga.

"Gimana caranya?" tanya Gabriel penasaran diikuti anggukkan Mikhael dan Azrael.

"Au, kalian lupa kalau aku bisa menghilang? Gini-gini, aku juga masih malaikat. Aku bisa menembus tembok, kaca, bahkan aku bisa menyamar jadi apa atau siapa pun." Rafael tampak membusungkan dada.

"Coba jelaskan apa maksud ucapanmu?" tantang Azrael.

"Dengan memanfaatkan kekuatanku, aku bisa memantau Tuan Arcell dari dalam kantornya, dan melaporkan semuanya pada Gabriel yang mengawasi dari luar," usul Rafael. "Walau sebenarnya aku bisa menangani semuanya sekaligus."

"Jangan!" Azrael, Gabriel, dan Mikhael berseru kompak. Ketiganya tahu kalau sahabat mereka tidak akan pernah serius melakukan pekerjaannya jika sendirian, yang ada ia akan terbuai dengan lingkungan sekitar.

Mendengar ketiga sahabatnya mencegah kompak, Rafael terlihat keheranan. "Kenapa?" tanyanya bingung.

"Jangan sendiri. Udah benar dibagi tugasnya. Aku setuju dengan apa yang kamu usulkan, Rafie," ucap Mikhael.

"Benar, jangan sendirian. Kita nggak tahu seberapa besar kekuatan raja iblis saat ini. Pokoknya kita jangan gegabah." Azrael menambahkan.

"Tapi yang terpenting untuk saat ini, Tuan Arcell jangan sampai tahu rencana kita. Biarkan Tuan Arcell menjalani kehidupan kantornya seperti biasa. Kalau ia tahu malah akan bahaya karena bisa jadi Tuan akan waspada pada semua orang, dan itu bisa membuat raja iblis mempercepat aksinya." Gabriel meminta pembicaraan mereka dirahasiakan dari Arcello.

"Tuh dengerin, Rafael. Jangan jadi ember bocor." Azrael menyindir sinis sahabat bungsunya.

"Iya, iya, tenang saja. Aku akan menutup mulutku rapat-rapat," timpal Rafael sambil memperagakan tangan menarik ritsleting di bibirnya.

Pembicaraan Gabriel dan ketiga sahabat malaikatnya terus berlanjut membahas rencana untuk melindungi tuan mereka yaitu Arcello dari kelicikan serta kejahatan yang raja iblis beserta antek-anteknya lakukan demi untuk merebut sebuah kekuatan.

***

Hari sudah malam. Baru beberapa saat Azrael, Mikhael, dan Rafael meninggalkan kediaman Arcello, si empunya rumah tidak lama kemudian pulang.

"Phi, aku pulang." Seperti biasa, Arcello akan selalu mengucap salam setibanya di apartemen.

Ia berjalan menuju ruang tengah. Arcello heran melihat Gabriel sedang merapikan gelas-gelas di atas meja. Demi menjawab rasa penasarannya, ia pun akhirnya mengajukan pertanyaan.

"Habis ada tamu, Phi?" tanya Arcello.

Mendengar tuannya bertanya Gabriel pun menoleh. "Oh, Tuan?" sapa Gabriel. "Iya. Biasa, lah, teman-temanku mampir," jawabnya.

"Au, terus pada ke mana sekarang?" tanya Arcello mempertanyakan keberadaan tiga malaikat sahabat Gabriel.

"Baru saja mereka pulang, Tuan." Gabriel menjawab sambil membawa gelas kotor ke tempat cucian piring.

"Yah ... padahal aku pengin ketemu mereka. Pengin ngobrol-ngobrol, bentar." Arcello terlihat kecewa karena ketiga sahabat Gabriel sudah pergi, padahal ia berniat sedikit mewawancarai mereka untuk riset proyek barunya.

"Tapi ya sudah, lah. Kapan-kapan saja," susul Arcello sambil mencebik bibir. "Aku ganti baju dulu, deh." Arcello pergi ke kamarnya, sementara Gabriel bertanya-tanya dalam hati untuk apa Arcello mencari ketiga sahabatnya.

Namun kemudian, Arcello melongok dari celah pintu yang terbuka sambil berteriak. "Phi, masak apa untuk makan malam? Aku lapar," tanya Arcello.

"Malam ini saya membuat rebusan daging, Tuan. Saya mencoba resep nasi kari ala Jepang," jawab Gabriel juga berteriak dari dapur.

Mendengar ucapan Gabriel, Arcello tersenyum senang. "Asyik!" pekiknya sambil masuk ke dalam kamar dan menutup pintu.

Beberapa waktu kemudian, Arcello keluar dari kamarnya. Ia berjalan menuju meja makan, sedangkan Gabriel tampak sibuk mempersiapkan makan malam mereka.

"Umm ... kelihatannya enak, Phi!" seru Arcello melihat makanan yang tersaji.

Arcello tergiur ingin mencicipi lauk nasi dan mencomot dengan tangannya. Namun saat Gabriel melihat hal tersebut, ia langsung mengeplak tangan sang tuan.

"Pakai sendok, Tuan. Nanti cepat basi." Gabriel mengingatkan Arcello. Namun si pria mungil itu hanya cengar-cengir.

"Sorry, Phi. Habis, kelihatannya enak banget sih." Arcello membela diri.

Sudah tidak sabar ingin mencicipi masakan Gabriel, Arcello pun segera duduk di kursi meja makan. Cepat-cepat ia mengisi piringnya dengan nasi dan lauk. Begitu pun dengan Gabriel, melihat tuannya mulai makan, ia pun mengikuti.

Pada suapan pertamanya, Arcello dibuat takjub dengan rasa makanan yang Gabriel buat. "Enak banget, Phi!" Matanya melotot sambil memuji Gabriel.

Gabriel hanya tersenyum lembut. "Syukurlah kalau Tuan suka," jawabnya pelan.

Arcello yang sudah tidak bisa menahan laparnya, tampak kalap menghabiskan makanan di hadapannya sampai berulang menambah nasi dan juga lauk.

Sementara Gabriel, ia menatap senang Arcello makan dengan lahap di hadapannya. Namun di sisi lain, ia juga merasa cemas. Gabriel berpikir, akankah kebahagiaan itu bisa ia lihat selamanya, atau bahkan berakhir celaka. Kini ia benar-benar merasa dilema. Gabriel takut menjadi pesakitan di hadapan tuannya. Maka dari itu, ia harus benar-benar waspada.

* * * *

Team Jasun

tivery x noenu_

Terimakasih sudah membaca, tolong tinggalkan bintangnya.. ⭐⭐⭐⭐⭐

Janji, besok baca next chapternya ya...

Continue Reading

You'll Also Like

116K 9.9K 6
Dunia itu berputar. Dulu Bisma Pradipta Baskoro adalah korban bully Ardio Lintang Mahandi, tapi di dunia dewasa Bisma adalah pengusaha sukses yang ma...
1.1M 82.8K 35
Apa yang kamu lakukan jika mengulang waktu kembali? Tabitha Veronika Miller sosok gadis yang diberi kesempatan untuk mengulang waktu kembali, kematia...
358K 20.6K 25
KAILA SAFIRA gadis cerdas berusia 21 tahun yang tewas usai tertabrak mobil saat akan membeli martabak selepas menghadiri rapat perusahaan milik mendi...
313K 17.8K 13
Update setiap tanggal 2 12 22 Ini homo