Gabriello (Cetak ✅ │ Part len...

By tivery

76.1K 7.4K 2.1K

GABRIELLO adalah buku pemenang juara pertama untuk event menulis 50 days challenge Moon Seed Publisher. ____... More

-GABRIELLO-
-CAST GABRIELLO-
Day-1. Arcello Maqil
Day-2. Kejanggalan
Day-3. Makhluk Asing
Day-4. Gabriel
Day-5. Kesepakatan
Day-6. Penyesuaian
Day-7. Perkara Bunga
Day-8. Kenangan Penyembuh
Day-9. Keluar Rumah
Day-10. Hadiah Kecil
Day-11. Mulai Bergerak
Day-12. Bos Baru
Day-13. Beezel Fowk
DAY-14. Dilema
Day-15. Curahan Hati
Day-16. Romantis VS Komedi
Day-17. Angel's Party
Day-19. Hujan Minggu Sore
Day-20. Sebuah Distorsi
Day-21. Waspada
Day-22. Ancaman
Day-23. Inspeksi Dadakan
Day-24. Langkah Awal
Day-25. Rencana Liburan
Day-26. Melepas Senja Bersama
Day-27. Dalam Pelukan
Day-28. Kejutan Ulang Tahun
Day-29. Hadiah
Day-30. Perayaan Tahun Baru
Day-31. Getaran Perasaan
Day-32. Kegalauan Arcello
Day-33. Memintal Perasaan Kusut
Day-34. Cerita dan Rahasia
Day-35. Terjebak
Day-36. Dua Sisi Perasaan
Day-37. Yang Terlupakan
Day-38. Goyah
Day-39. Tragedi
Day-40. Berduka
Day-41. Adu Domba
Day-42. Kejujuran
Day-43. Pengkhianat Sebenarnya
CETAK
Day-44. Di Ujung Kematian
Day-45. Amarah
Day-46. Perpisahan
Day-47. Restart
Day-48. Bidadari Laki-Laki
Day-49. Dunia Baru
Day-50. Gabriello

Day-18. Sahabat Gabriel

852 130 58
By tivery

Day-18
Clue #teja

-cahaya (awan) yang merah kekuning-kuningan kelihatan di kaki langit sebelah barat (ketika matahari terbenam)

-pelangi

* * * *

Selama beberapa detik, Arcello, Gabriel, dan dua orang pria yang Arcello tebak malaikat pun masih mematung, tak ada pergerakan sedikit pun kecuali ekor matanya yang bergantian melirik satu sama lain, sedangkan si bungsu masih terus menari. Tidak ada yang membantu mengingatkannya karena semua orang sedang sibuk memutar otak mencari amannya sendiri.

Menyadari kejanggalan, Rafael pun akhirnya berhenti menari. Dalam satu jentikan jari musik pun berhenti.

"Kok pada bengong sih?" Tanyanya. Tapi tak ada satu pun yang menjawab, membuat Rafael akhirnya mengikuti arah pandangan ketiga seniornya. Mereka melihat ke arah pintu.

Rafael belingsatan melihat Arcello berdiri mematung memandangi mereka. Spontan ia langsung menyambut kedatangan sang pemilik rumah.

"Salam hormat kami Tuan Muda Arash," teriak lantang Rafael sambil bersujud memberi penghormatan. Anehnya, melihat tingkah spontan si malaikat usil, Azrael dan Mikhael pun ikut melakukan hal yang sama.

"Salam hormat kami Tuan Muda Arash," teriak mereka serentak, kemudian ikut bersujud memberi hormat.

Melihat hal itu Arcello makin tercengang, hanya tersisa Gabriel yang masih berdiri tegak tapi itu pun kemudian ia melakukan hal yang sama walau tanpa teriakan penghormatan.

Arcello menunggu beberapa detik, sekadar ingin memastikan apa yang harus dia lakukan dalam kecanggungan ini.

Ah, apa ini seperti di film dinasti Joseon? Batinnya.

"Mm ... Bangunlah!" Perintah Arcello menirukan gaya raja Joseon.

Keempat oknum yang menjajah hunian Arcello pun menegakkan badannya. Pandangan keempatnya menunduk, tak ada yang berani menatap tuannya.

"Aku nggak tahu Phi Gab ada tamu," kata Arcello memecah keheningan. "Apa aku menganggu?" lanjutnya.

Gabriel cepat-cepat langsung merespons tuannya, "Tidak Tuan, mereka sudah mau pergi ...."

"Iya, Tuan."

"Benar, Tuan."

"Kami undur diri."

Mereka berjalan mundur ke arah balkon, masih tanpa berani menatap mata tuannya.  Namun saat ketiga malaikat itu bersiap menyibakkan sayapnya, dengan lantang Arcello mencegahnya.

"Kalian hanya akan pergi setelah membuat kekacauan seperti ini?" tunjuknya pada ruangan yang berantakan. Demi apa pun, Arcello juga dilanda kegugupan, hanya saja dia pandai menutupinya. Bicara dengan malaikat tentu bukan hal yang mudah ia lakukan. Butuh keberanian yang kuat agar tidak terdengar gemetaran.

Mendengar Arcello berucap demikian, ketiga malaikat yang siap terbang pun kembali menoleh sambil mengamati tempat mereka berpesta barusan.

"Oh iya, saya akan membereskannya." Rafael berinisiatif lebih dulu, cepat-cepat mengucap mantra. Namun saat ia hendak menjentikkan jari, Arcello langsung mencegah.

"Lakukan seperti yang Phi Gab lakukan setiap hari." Arcello menolak menggunakan mantra.

Melihat Arcello tampak serius, ketiga malaikat itu tercengang. Seumur-umur mereka belum pernah melakukan pekerjaan bersih-bersih ala manusia. Begitu juga dengan Rafael, meski pun ia lebih sering hidup seperti manusia.

Tanpa bantahan semua mengangguk. Gabriel memimpin komando, segera mengambil alat tempur untuk membereskan kekacauan sisa-sisa pesta porah.

Arcello kemudian pergi ke kamarnya untuk berganti pakaian dan memberi ruang pada keempat pria di ruang tengah untuk melakukan tugasnya.

Setelah menutup pintu, tubuhnya mendadak lemas. Hampir gemetar. Keberaniannya terlalu dipaksakan, bagaimana kalau para malaikat itu menolak. Tapi berkali-kali dia meyakinkan dirinya. "Aku adalah raja Arash mereka!" Arcello meyakinkan dirinya sendiri.

Setelah bunyi vacum cleaner berhenti, Arcello keluar kamar. Kali ini sudah dengan baju yang lebih santai setelah membersihkan diri.

"Aku lapar Phi, apa ada kudapan malam?" rengek Arcello ke Gabriel. Dia berusaha mencairkan kecanggungan sebaik mungkin tanpa menunjukkan kegugupannya.

"Ah iya. Tadi siang saya jadi membuat puding, Tuan. Tuan mau?",

"Hmm," angguk Arcello bersemangat.

"Kalian bertiga duduklah!" perintah Arcello pada ketiga malaikat yang sudah menyelesaikan pekerjaannya.

Mereka duduk berhimpitan di sofa, masih belum berani menatap Arcello.

"Tenanglah! Aku hanya lapar. Aku tak akan menelan kalian bertiga hidup-hidup,” celetuk Arcello.

"Oh ... syukurlah." celetuk  Rafael menghela napasnya lega.

"Setidaknya aku nggak suka makanan mentah," kelakar Arcello tapi justru memancing ketegangan para malaikat. Raut wajah mereka terlihat memucat.

Sesaat keheningan menyelimuti ketika Gabriel sedang berjalan dari dapur membawakan puding untuk tuannya.

"Kalian datang untuk meyakinkan Phi Gab agar kembali, bukan?" tanya Arcello tiba-tiba yang membuat Gabriel cepat-cepat duduk di samping tuannya.

"Tuan?" Gabriel mencoba menyela perkataan Arcello.

"Maaf Phi, aku mendengar pembicaraan kalian beberapa hari lalu. Phi harus jadi malaikat lagi, kan?" ucap Arcello sambil memandangi wajah Gabriel.

"Tuan mendengarnya? Kapan? Apa itu ...."

"Ulah Rafie, Gabriel!" sahut Mikhael.

"Rafie? Kau!" Gabriel geregetan. Dia segera meringkus Rafael, memiting kepalanya menggunakan lengannya. "Bocah nakal! Rasakan ini!" Gabriel juga mencubit pipi Rafael hingga merah.

"Ampun Gab, jangan pipiku! Ini aset ketampananku," keluh Rafael.

"Kau bilang tampan? Apa gunanya tampan jika kau terus usil begitu. Mau kuberi hukuman lagi? Hah?" Gabriel mempererat himpitan lengannya pada batang leher Rafael, membuat si bungsi kesusahan untuk membela diri.

Melihat kegaduhan Gabriel dan Rafael di hadapannya, Arcello sama sekali tidak menyukai itu. Mereka berdua terlihat begitu dekat.

"Jadi, ini sudah waktunya?" Tanya Arcello lagi membuat Gabriel langsung menghentikan perlakuannya pada Rafael.

"Untuk?" Gabriel justru balik bertanya.

"Phi Gab akan pergi?" Arcello mengatakannya dengan wajah murung, matanya bahkan berkaca-kaca.

Gabriel langsung mendekati Arcello. Ia mencoba menenangkan tuannya. "Jangan salah paham Tuan, aku tidak akan pergi," terangnya..

"Tapi mereka memaksamu pergi, kan, Phi?" tanya Arcello atas apa yang didengarnya waktu itu.

"Tidak ada yang bisa melakukan itu kecuali Tuan." Gabriel memastikan itu tidak akan terjadi.

"Aku hanya akan menyusahkanmu. Phi tak bisa pergi karena aku, kan?” Arcello menyalahkan dirinya sendiri. "Aku menghalangimu pulang ke langit,"

"Jangan berkata seperti itu Tuan!" Gabriel berusaha meraih bahu tuannya untuk menuntun ke hadapannya.

"Pergilah Phi, jika memang harus pergi. Aku bisa mengurus semuanya sendiri, aku janji tidak akan berantakan seperti dulu lagi." Arcello terdengar parau.

"Itu sebabnya, Tuan berubah lebih rajin akhir-akhir ini?" Gabriel memastikan.

Arcello mengangguk pelan. “Aku ingin Phi meninggalkanku dengan tenang. Aku bisa mengurus diriku sendiri, Phi." Arcello makin menangis.

Melihat tuannya menangis karena dia, Gabriel merasa tersentuh sekaligus sedikit berbahagia. Lekas-lekas ia membawa sang tuan ke dalam pelukannya. "Ah ... anak manis. Anak baik." Gabriel mengusap air mata Arcello dengan lembut.

Keharuan didepan mata itu membuat Mikhael dan Azrael tidak berkutik. Mereka tampak kikuk. Sang bungsu Rafael yang sering bersinggungan dengan manusia pun tiba-tiba berceloteh.

"Harga diri kita habis menyaksikan drama ini," celetuk Rafael berbisik di telinga Azrael. Tapi Azrael tetap bergeming.

"Ini terlihat seperti adegan sinetron saja," selorohnya lagi tapi kemudian dihadiahi toyoran oleh Azrael di kepalanya.

Masih dengan menyenderkan kepalanya di pundak Gabriel, dan dengan isak tangis yang belum sepenuhnya hilang, Arcello menunjuk tangannya ke arah Azrael.

"Dia siapa, Phi?" Arcello bertanya pada Gabriel.

"Oh, maafkan Tuanku. Saya lupa mengenalkan mereka,” ucap Gabriel. "Yang ujung berbaju hitam adalah Azrael. sang pencabut nyawa,” jelasnya sambil menunjuk sahabatnya yang paling tinggi.

Azrael yang namanya dipanggil, langsung berdiri dan membungkuk memberi penghormatan.

Sedang Arzello mendadak membeku, tiba-tiba ia ketakutan. Mampus gue, kang jagal gue suruh beresin rumah tadi! sesalnya dalam hati.

Namun Arcello mencoba menepis ketakutannya dengan mengajukan pertanyaan lain. “Termasuk mencabut nyawa binatang?” tanya Arcello penasaran.

Mendengar pertanyaan itu, Azrael menggeleng. “Tidak, Tuan. Tugas saya hanya mencabut nyawa manusia. Hewan dan tumbuhan akan mati dengan sendirinya jika mereka sudah tidak lagi mengingat kepada Sang Pencipta.” Azrael menjelaskan dengan bijak, sedangkan Arcello hanya mengangguk paham.

"Hehe ... Begitu ya. Padahal aku ingin minta tolong mencabut nyawa semua kucingnya Bian. Hahahah" Arcello tertawa sendiri demi mengobati kegugupannya di depan Azrael.

Tak ada yang menanggapinya, Arcello mengganti topik,"Omong-omong, pedangnya lucu!"

"Tuan bisa melihatnya?" Azrael langsung bertanya kebingungan.

"Bisalah, aku punya mata,” sewot Arcello.

Perlu diketahui, bahwa malaikat memang bisa terlihat mata manusia jika mereka sedang bersinggungan dengan dunianya. Tapi manusia biasa tidak bisa melihat pedang milik Azrael kecuali mereka yang akan mati. Bagi Arcello, bisa melihat itu membuktikan bahwa ia adalah istimewa.

"Kalau begitu, Tuan juga bisa melihat tongkat petir milik Mikhael?" tanya Gabriel memastikan.

"Oh ... tongkat yang mirip trisula Neptunus itu? Bisa, lah!" Tegas Arcello angkuh.

Sementara itu, Gabriel dan ketiga sahabatnya semakin tercengang. Terbukti memang benar, Arcello adalah titisan raja langit.

"Namanya Mikhael Tuan. Dia adalah pengendali hujan.” Gabriel menjelaskan.

Mikhael langsung berdiri memberi hormat.

"Dia juga yang memulihkan bunga milik Tuan yang dijatuhkan kucing waktu itu." Gabriel menambahkan.

"Wah, terima kasih Tuan Malaikat," Arcello langsung bangkit dari duduknya dan ingin memeluk Mikhael. Beruntungnya, Gabriel langsung menarik tubuh mungil tuannya dan memeluknya dengan lebih erat.

"Bahaya, kalau tuan menyentuhnya," ingat Gabriel. Arcello mengangguk paham.

"Dan yang ini ...."

"Dia malaikat juga?" Potong Arcello, menolak percaya, padahal Gabriel belum usai memperkenalkan si bungsu pada tuannya.

"Iya Tuan, dia si bungsu Rafael. Tugasnya ...,"

"Huru-hara? Dia pemilik paper bag di pojokan itu, kan? Dia juga yang corat-coret Phi kemarin? Ish, childish!" cela Arcello. Entah kenapa kesan pertamanya kepada Rafael sangat tidak menyenangkan. Ditambah dia merasa terganggu menyaksikan kedekatan Rafael dengan Gabriel.

"Saya juga punya tugas Tuan," bela Rafael pada tuannya.

"Tugas apaan cuma bawa terompet doang, mau pesta tahun baru?" serang Arcello lagi.

Merasa tidak terima, Rafael bermaksud memberi sanggahan, "Saya ...." Tapi belum selesai ucapannya. Azrael sudah membungkam mulut Rafael. Dia berharap si bungsu tidak membantah.

"Dia Raja Arash, tolol! Kau lupa?" bisik Mikhael mengingatkan.

Mendengar Hal itu, Arcello semakin merasa menang. Setelah semuanya memperkenalkan diri, suasana sesaat kembali hening.

"Jadi aku tanya sekali lagi, kalian datang ke sini bukan untuk menjemput Phi Gab, kan?"

"Tidak Tuan!" jawab mereka kompak.

"Oke baiklah ..." Arcello semakin semringah, sejak tadi ia tidak melepaskan lengan Gabriel dari dekapannya.

"Makan apa tadi? Lapar lagi nggak?” tanya Arcello. “Kita pesan ayam, mau?" tawarnya.

Tapi ketiga malaikat itu menolak. Mereka merasa akan lebih aman jika undur diri saja. Namun melihat ketiga malaikat itu tampak segan dan ragu-ragu, Arcello kembali membujuk.

"Tuan Azrael, berbaik-hatilah sedikit. Ini malam minggu, jika kau mencabut nyawa hari ini, keluarga jauh mereka akan kesusahan datang karena tiket weekend mahal," rancau Arcello.

"Tuan Mikhael. Seluruh kota sudah hijau, sesekali tak turun hujan juga tak apa, kan?" Kini giliran Mikhael yang dibujuk Arcello.

"Dan kau?” tunjuk Arcello pada Rafael. “Apa pun tugasmu, kau hanya akan menganggur, lebih baik di sini saja."

Mikhael dan Azrael tampak pasrah. Tidak ada yang bisa mereka lakukan jika tuannya sudah memaksa.

"Bisa-bisa besok aku panen!" rutuk Azrael karena menunda tugasnya.

"Besok seluruh umat akan mengumpatiku karena hujan terlalu deras." Mikhael ikut-ikutan meratap.

Sedangkan Rafael yang memang lebih banyak menganggur, tidak perlu memikirkan apa pun.

Akhirnya Arcello, Gabriel, dan ketiga malaikat yang bertamu, bercengkerama sepanjang malam. Ditemani dua ember ayam goreng dan beberapa kaleng softdrink yang dipesan Arcello melalui jasa antar. Mereka terlihat akrab seperti teman lama yang jarang bersua. Sesekali ada candaan yang memancing tawa, memecah kecanggungan.

Ketika malam sudah semakin larut, Gabriel yang melihat tuannya sudah sangat mengantuk, menyuruhnya untuk tidur terlebih dahulu. "Tidurlah di kamar, Tuan."

"Nggak mau! Nanti Phi pergi," gumam Arcello.

"Saya tidak akan pergi ke mana-mana, Tuan. Saya akan tetap ada di sampingmu sampai tugasku benar-benar berakhir."

"Nggak mau! Maunya sama Phi aja." Kepayahannya menahan kantuk membuat Arcello bertingkah seperti bayi. Dia justru menitipkan kepalanya dalam dekapan Gabriel.

Sepanjang pesta, hanya dua orang yang kesulitan menahan kantuk. Tentu saja Arcello dan Gabriel dengan tubuh manusianya. Sementara yang lain masih terlihat bugar dari sejak munculnya teja senja, hingga terbit sang surya yang memancari tirai-tirai hujan di pagi hari. Lengkungan teja pun menjadi lukisan yang menghiasi langit dunia.

* * * *

Team Jasun

tivery x noenu_

Terimakasih sudah membaca, tolong berikan kasih sayangnya dengan vote n coment ya ayang-ayang akuuuh ❤❤❤

Janji, besok baca next chapternya ya...

Continue Reading

You'll Also Like

91.7K 8.6K 45
Ini adalah Kisah dari seorang Kenzio Damarion (Jio) sang ahli rekayasa robotik yang merasakan cinta pertamanya. Apesnya, Jio justru jatuh cinta sama...
1.1M 57.1K 34
Tak pernah terbayang olehku akan bertransmigrasi ke dalam novel yang baru aku baca apalagi aku menempati tubuh tokoh yang paling aku benci yang palin...
2.9K 201 3
Arhan Revandra pemuda prik yang memiliki paras cantik namun tampan, yang sedang mengejar cinta si tampan Alvar Narendra. Apakah ia dapat mengerjar ci...
291K 22.4K 30
Warning!!! Ini cerita gay homo bagi yang homophobic harap minggir jangan baca cerita Ini ⚠️⛔ Sinopsis : Dark, Cowok tinggi ideal berwajah tampan puca...