Black Pearl [Open PO]

By MarxSha69

20.8K 2.1K 444

Ombak membawaku padanya, kepada sang keindahan di Palung Mariana. Keindahan itu tersenyum lalu berkata, "Halo... More

PROLOG
Day 1 : Kehangatan Dari Dasar Laut
Day 2 : Kenangan Masa Lalu
Day 3 : Pertemuan Kembali
Day 4 : Hembusan Angin dan Riuh Ombak
Day 5 : Milikku
Day 6 : Pemahaman
Day 7 : Pernyataan
Day 8 : Malam Terakhir
Day 9 : Janji
Day 11 : Keteguhan Hati
Day 14 : Pria Baik Tersenyum Cantik
Day 15 : Apakah sia-sia?
Day 16 : Kecemasan
Day 17 : Dia Yang Terlupakan
Day 18 : Langit Kelabu
Day 19 : Empati
Day 20 : Pria Malam Ini
Day 21: Lihat Dan Perhatikan
Day 22 : Keraguan
Day 23 : Meredup
Day 24 : Aku Yang Kau Lupakan
Day 25 : Tekad
Day 26 : Bukti
Day 27 : Embun Hati
Day 28 : Momento
Day 29 : Kepercayaan Yang Keliru
Day 30 : Hari Sial
Day 31 : Hilang Kendali
Day 32 : Permohonan Tegas
Day 33 : Penyesalan
Day 34 : Kemarahan
Kabar Penting!!
Kabar baru!
PO!!!
haloo~

Day 12 : Menyusuri Lautan

304 51 9
By MarxSha69

#Day12
#Balada

Balada adalah sajak sederhana yang mengisahkan cerita rakyat yang mengharukan, kadang-kadang dinyanyikan, kadang-kadang berupa dialog.

(⁠*⁠˘⁠︶⁠˘⁠*⁠)⁠.⁠。⁠*⁠♡

"Aku pergi dulu, kau baik-baiklah pada Fiergo," ujar Helios pada Elenio yang menatapnya dalam diam.

"Kenapa membahasnya?"

"Haha, baik kak sampai jumpa."

Helios melompat ke dalam lautan lalu berenang ke arah barat, sesekali ia menoleh untuk melihat kakaknya sebelum ia benar-benar berenang ke laut lepas.

Suhu dingin air laut mulai ia rasakan begitu ia menjauhi Palung Mariana, tidak ada lagi kehangatan kampung halaman yang membesarkannya. Namun semua pengorbanan ini pasti akan terbalaskan begitu dia bertemu Keita di Tokyo. Bayangan wajah gembira Keita di kepalanya membuat Helios mempercepat gerakan ekornya ke arah barat.

Sedangkan di ujung palung, Elenio menatap bayangan adiknya yang semakin menjauh. Harusnya dia senang karena Helios akan segera menemukan cintanya kembali, tetapi entah mengapa hatinya terasa berat. Dia termenung cukup lama hingga tamparan kasar mengenai kepala belakanganya.

Dengan terkejut Elenio berbalik dan mendapati Fiergo yang menatapnya kesal.

"Kau sungguh membiarkannya pergi dari palung?"

Elenio menatap manik biru gelap milik Fiergo sarat makna. "Dia ingin menemukan kebahagiaannya jadi kenapa aku harus melarangnya?"

"Salah! Itu sangat salah! Kau tidak tahu bagaimana kejamnya daratan dan bangsa manusia! Manusia tidak memiliki perasaan setulus bangsa duyung, jangan naif Ele! Aku tahu kau juga sebenarnya khawatir, kenapa kau membiarkannya pergi begitu saja? Kau gila, kau buta jika itu berkaitan dengan adikmu!?" pukulan itu Fiergo layangkan kembali ke dada Elenio, tapi tangan pucat itu segera dicekal.

"Kau benar, Fie. Sebenarnya aku sangat khawatir, tapi aku mencoba yakin. Aku harus yakin jika Helios akan menemukan kebahagiaan yang dia mau."

Fiergo meremas jemari Elenio. Helaan napas terdengar di keheningan. Jemari satunya lagi mengusap surai perak yang memanjang bagai sutra itu.

"Kau kakak yang hebat, Ele. Sudah terlambat untuk menyesal, sekarang kau harus memikirkan cara untuk menutupi hilangnya Helios. Jika kau sungguh ingin membantu adikmu, selesaikan lah sampai akhir. Aku akan membantumu."

Senyum tipis itu terukir di wajah dingin Elenio. "Oh? Jika kau berniat membantuku jadi apa arti dari pukulan itu?"

"Kau memang layak dipukul."

"Baiklah-baiklah, terimakasih."

"Cih."

-

Entah sudah berapa lama Helios berenang melintasi Samudra Pasifik, Helios melihat banyak hal yang membuatnya bingung sekaligus takjub. Ia juga bertemu beberapa duyung yang berasal dari teritorial berbeda darinya, untunglah mereka sangat ramah.

Ia sangat bersyukur bahwa merman memiliki tubuh yang tidak mudah sakit dan tidak mudah merasa lapar jadi makanan kecil seperti rumput laut bisa membuatnya bertahan beberapa hari ini.

Matahari mulai terbenam lagi, Helios berhenti sejenak untuk menatap langit yang berwarna jingga kemerahan. Suasana hatinya sangat baik karena ia tahu bahwa ia sudah semakin dekat dengan Jepang yang artinya ia semakin dekat dengan Keita.

Helios menemukan sebuah pulau kecil yang hanya berupa jejeran batu karang, tebing, dan sedikit pasir yang ia yakini bahwa jika air pasang datang maka daratan berpasir itu akan hilang ditelan lautan.

Helios berenang ke arah pulau tersebut, saat mencapai daratan secara ajaib ekornya berubah menjadi sepasang kaki, ia pun memanjat beberapa batu karang sampai ia merasa sudah cukup tinggi.

Helios duduk diatas batu karang tersebut sambil menyanyikan balada yang cukup terkenal di tempat tinggalnya. Matanya terpejam menikmati angin lain yang seolah nengundangnya untuk terlelap.

Di tengah kedamaian itu perut Helios kembali bergejolak. Rasa mual itu memenuhi dirinya, belum lagi tanda kepemilikan Black Pearl yang terasa membakar membuatnya amat tersiksa.

"Akhhh." Helios menekan dadanya yang terasa sakit, dengan perlahan ia mencoba menenangkan diri.

Meskipun sudah menenangkan diri tapi rasa mual tidak lagi bisa ia tahan, dengan berpegang pada batu karang tubuhnya pun condong ke depan lalu memuntahkan isi perutnya. Namun hanya cairan bening yang keluar, Helios berdesis begitu rasa sakit menjulur ke seluruh tubuhnya.

"Pearl?" Helios tersenyum lembut dengan sebutannya kepada si janin. "Kau baik-baik saja 'kan? Tenang saja, kita akan segera bertemu dengan Papa." Helios mengusap perutnya lembut, seketika gejolak itu berhenti seolah anaknya memang mendengarkannya.

Sejenak Helios termenung, dia berandai jika yang mengusap perutnya ini adalah Keita, kalimat-kalimat penenang itu keluar dari bibir manis Keita, bukankah itu akan terasa lebih baik? Entah kenapa dada Helios terasa sesak, padahal dia akan segera menemui prianya.

"Kamu sangat merindukan Papa ya, Pearl?"

Lagi-lagi pertanyaan itu menusuk dada Helios sendiri, air matanya mulai mengepul. Ya, dia amat merindukan Keitanya, bahkan ingin menangis rasanya.

"Baiklah, kita sama-sama berjuang, ya? Para duyung yang kita temui sebelumnya berkata jika Jepang sudah tidak jauh lagi, mungkin kita perlu berenang dua atau tiga hari lagi, dan kita akan segera bertemu dengan Papa. Semangat, my pearl." Helios mengusap permukaan perut yang tertutupi sisik peraknya itu.

Akhirnya dia memutuskan beristirahat di karang tinggi itu, menyanyikan kembali balada bawah laut sambil mengusap pelan perutnya. Mencari kenyamanan sendiri.

-

Hari berganti bagai tiupan angin, matahari telah berdiri di atas kepala. Akhirnya Helios mendapati sebuah pulau di depannya, terlihat beberapa pria tengah memancing di atas perahu. Helios mendekatinya, entah keberanian dari mana Helios tanpa sungkan bertanya pada mereka.

"Permis tuan? Apa Tokyo masih jauh?"

Kedua pemancing itu menatap ke arah Helios, salah satunya menjawab dengan ramah. "Tokyo masih jauh nak, masih 20 km ke arah Utara dari pulau ini. Kamu harus menggunakan transportasi laut untuk mencapainya."

"Masih jauh? Ini pulau apa? Apa aku sudah berada di Jepang?"

Pria satunya lagi menjawab. "Ya, kau berada di ujung Jepang. Pulau ini bernama Hachijo, memangnya darimana asalmu? "

Helios hanya tersenyum lebar. "Aku berasal dari laut timur, sangat jauh dari sini."

"Dimana rombonganmu?"

"Aku sendirian."

"Maksudmu, kau menyelam sendirian? Nak, laut ini berbahaya."

"Tidak kok, kalau begitu aku permisi."

Setelah mengatakan itu Helios melesat kembali ke dasar laut, menyisakan kebingungan di wajah kedua pemancing itu. Mereka menatap satu sama lain.

"Gila? Katakan aku salah lihat, apa itu seekor duyung?"

Pria satunya lagi hanya mengedip terlihat bodoh. "Jangan tanya padaku. Aku pikir aku mulai berhalusinasi karena dehidrasi."

"Ya, kau benar. Mungkin saja dia hanya penyelam yang tersesat."

"Tidak- yak! Ehh, Yoku-san! Kait pancingmu hanyut!"

Helios meninggalkan keributan itu, ia segera berenang ke arah Tokyo dengan semangat yang menggebu. Ekor keperakan itu membelah ombak dengan indah, meliuk dengan kilau indah yang mempesona. Beberapa kilometer lagi, dia telah berhasil menemukan garis pantai Tokyo.

Dia menghentikan gerakan ekornya begitu mendekati sebuah karang yang agak sepi, jauh dari pengunjung. Helios naik ke daratan, secara perlahan ekornya berubah menjadi sepasang kaki jenjang yang mulus. Helios tersenyum menatapnya, dia menggerakkannya pelan sebelum perlahan berdiri.

Ia berlalu kecil ke balik batu karang yang cukup besar lalu mengeluarkan kantung yang ia bawa dari rumah, kantung yang berisi pakaian manusia. Kakaknya memberikannya beberapa set untuk ia gunakan.

"Baiklah, aku siap!"

Dengan penuh semangat Helios berlalu ke arah pantai dan menyatu dengan kerumunan, para nelayan berkata bahwa ia perlu menaiki transportasi jadi ia memutuskan bertanya pada beberapa orang dan jawaban yang ia dapat adalah ia perlu menaiki bus atau kereta agar bisa sampai di Tokyo.

Seorang penduduk di sana mengantarnya ke sebuah halte bus, Helios mengucapkan banyak terima kasih pada orang tersebut lalu mereka berpisah.

Bus pun datang, tanpa pikir panjang Helios naik ke dalamnya.

----- bersambung

Oke segini dulu yah, besok ada karakter baru yey...
Btw adakah yang kangen sama ryuaci? Hohoho
Author juga kangen sama mereka :'))

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 104K 51
(𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 𝟏) 𝘊𝘰𝘷𝘦𝘳 𝘣𝘺 𝘸𝘪𝘥𝘺𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪0506 ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴀʜᴜʟᴜ ᴀᴋᴜɴ ᴘᴏᴛᴀ ɪɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴅᴜᴋᴜɴɢ ᴊᴀʟᴀɴɴʏᴀ ᴄᴇʀɪᴛᴀ♥︎ ⚠ �...
yntkts. By Zakia

Teen Fiction

719 80 1
Arion terpaksa harus menyetujui dirinya di kirim ke rumah neneknya yang ada di kampung. Arion juga terpaksa pindah sekolah. namun, keterpaksaan itu m...
16.8K 1.4K 33
Shane pria kaya yang selalu mencari kesenangan di lingkaran dunia gelap selalu mengunjungi bar milik temannya, hari-harinya selalu di temani sebatang...
254K 8.6K 34
Tidak semua pernikahan yang dijalankan adalah sebuah pernikahan impian. Tidak semua orang yang kita harapkan kehadirannya, akan bersanding di pelamin...