Black Pearl [Open PO]

By MarxSha69

20.7K 2.1K 441

Ombak membawaku padanya, kepada sang keindahan di Palung Mariana. Keindahan itu tersenyum lalu berkata, "Halo... More

PROLOG
Day 1 : Kehangatan Dari Dasar Laut
Day 2 : Kenangan Masa Lalu
Day 3 : Pertemuan Kembali
Day 4 : Hembusan Angin dan Riuh Ombak
Day 5 : Milikku
Day 6 : Pemahaman
Day 7 : Pernyataan
Day 8 : Malam Terakhir
Day 9 : Janji
Day 12 : Menyusuri Lautan
Day 14 : Pria Baik Tersenyum Cantik
Day 15 : Apakah sia-sia?
Day 16 : Kecemasan
Day 17 : Dia Yang Terlupakan
Day 18 : Langit Kelabu
Day 19 : Empati
Day 20 : Pria Malam Ini
Day 21: Lihat Dan Perhatikan
Day 22 : Keraguan
Day 23 : Meredup
Day 24 : Aku Yang Kau Lupakan
Day 25 : Tekad
Day 26 : Bukti
Day 27 : Embun Hati
Day 28 : Momento
Day 29 : Kepercayaan Yang Keliru
Day 30 : Hari Sial
Day 31 : Hilang Kendali
Day 32 : Permohonan Tegas
Day 33 : Penyesalan
Day 34 : Kemarahan
Kabar Penting!!
Kabar baru!
PO!!!
haloo~

Day 11 : Keteguhan Hati

362 57 21
By MarxSha69

#Day11
#Sabitah

Sabitah adalah bintang yang dari Bumi, posisinya tampak tetap, tidak bergerak. Ini merupakan bintang penunjuk arah bagi nelayan.

(⁠*⁠^⁠3⁠^⁠)⁠/⁠~⁠♡

Tujuan Helios adalah perpustakaan keluarganya, ayah Helios adalah garis keturunan langsung dari Dewa Laut yang membuat Helios juga memiliki darah murni dari leluhur mereka.

Perpustakaan mereka berisi banyak buku-buku turun temurun dari para leluhur yang tentu saja memuat berbagai macam fakta mengenai legenda yang beredar dari mulut ke mulut.

Ia berenang memasuki ruang khusus yang berada di dalam perpustakaan keluarga, ruangan itu hanya bisa dibuka melalui mekanisme khusus sehingga hanya keturunan berdarah murnilah yang bisa masuk ke dalam karena hanya mereka memiliki energi spiritual murni untuk menembus segel di dasar palung.

Setelah menaruh setetes darah miliknya dan menyalurkan sedikit energi spiritual, pintu itu pun terbuka, Helios dikejutkan dengan keberadaan kakaknya sedang membaca buku di antara rak-rak yang menjulang tinggi.

"Kakak?"

"Hn?"

Kakak Helios yang memiliki nama asli Elenio menolehkan kepalanya saat Helios memanggilnya. Helios berenang menghampiri kakaknya lalu menarik merman bertubuh lebih besar darinya itu ke sudut ruangan.

"Kak, kebetulan sekali ada yang ingin aku tanyakan."

"Apa itu?" Elenio memiringkan kepalanya tanda ia penasaran.

"Tentang segel dasar palung dan keberadaan Black Pearl."

"Untuk apa kamu ingin tahu soal itu?"

Setelah berpikir beberapa saat akhirnya Helios menceritakan semuanya tentang pertemuannya kembali dengan Keita dan alasan kenapa dirinya jarang berada di rumah selama masa-masa Keita berada di Pulau Mariana.

Elenio mendengarkan dengan seksama apa yang dikatakan adiknya, sesekali ia terlihat berpikir dan mengangguk ringan tanda ia mengerti apa yang dirasakan Helios.

"Jadi kau ingin pergi ke daratan? Dunia para manusia?"

"Ya."

"Aku bukannya ingin melarangmu tapi mengambil Black Pearl itu sangat beresiko, terlebih lagi kau harus melawan para siren itu."

"Aku tahu, tapi..."

"Aku akan memberitahumu jadi pikirkan baik-baik sebelum memutuskannya."

"Baik."

Elenio menjelaskan tentang mekanisme segel yang dibuat leluhur mereka, membatalkan sihir di sekitar sana bukanlah masalah tapi menerobosnya adalah hal lain. Sejak jaman dahulu banyak bangsa duyung dan siren yang berjuang mengambil Black Pearl tapi tidak ada satupun yang berhasil.

"Ku dengar beberapa tahun yang lalu ada merman datang sendirian ke dasar palung untuk mengambil Black Pearl, sayangnya dia gagal."

"Apa yang terjadi padanya?"

"Tidak ada yang tahu, ada yang mengatakan dia terkena semacam sihir dari Black Pearl itu lalu tubuhnya menjadi buih dan hilang. Ada pula yang mengatakan dia masih hidup dan pergi ke dunia darat, singkatnya tidak ada yang tahu lagi tentang dia."

"Apakah dia berdarah murni?"

"Bukan, dia bahkan tidak memiliki energi spiritual."

"Bagaimana bisa? Dia pasti mati."

"Ku dengar tekadnya kuat, sudahlah jadi bagaimana keputusanmu?"

"Aku akan tetap pergi." Helios berucap dengan penuh keyakinan.

Elenio menatap adiknya beberapa saat, jujur saja hatinya berat untuk membiarkan adiknya pergi ke dasar palung.

Setelah mempertimbangkan banyak hal akhirnya Elenio menghela napas panjang  sebelum berenang ke arah lemari kayu yang tertanam di dalam dinding.

Ia mengeluarkan sebuah sabit dan tombak lalu menyerahkan tombak berlapis emas tersebut kepada adiknya, Helios yang bingung pun tidak mengatakan apa-apa selain menatap bingung kearah kakaknya.

Dengan senyum lembut di wajahnya Elenio berkata "Ayo, aku akan membantumu."

Helios yang terkejut tidak bisa menahan rasa bahagia di hatinya, sudah ia duga kakaknya adalah kakak terbaik di dunia.

Keduanya keluar dari perpustakaan dan berenang ke arah Utara untuk mengambil jalur lain yang dianggap tidak terlalu banyak dilintasi oleh para duyung, keduanya berenang beriringan dengan Elenio yang sedikit lebih dulu untuk berjaga-jaga jika siren menyerang mereka maka Helios tidak akan terluka.

Setelah beberapa saat sampailah mereka di perempat kedalaman palung yang berarti mereka sudah mulai memasuki teritorial bangsa siren, Elenio menarik Helios kebelakang tubuhnya untuk menjaganya dengan keamanan penuh.

"Helios, dengar. Saat siren mulai menyerang fokuslah untuk pergi, biar aku yang akan melawan mereka."

"Tapi kenapa?"

"Tujuanmu adalah untuk mendapatkan Black Pearl sedangkan tujuanku adalah untuk melindungimu, apa kau mengerti?"

"Baiklah."

"Helios, kau yakin kan kalau pria itu benar-benar mencintaimu?"

"Tentu saja."

"Kalau begitu aku akan mendukungmu."

Elenio segera berenang ke depan dan benar saja baru beberapa meter mereka memasuki teritorial siren, mereka sudah di serang oleh sekumpulan siren bahkan hampir terkepung. Helios menggunakan tombaknya dengan lihai sedangkan Elenio terlihat benar-benar menyatu dengan sabit miliknya, dengan lihai keduanya menghabisi para siren yang sebelumnya mengepung mereka.

"Helios! Pergi!"

Helios menganggukkan kepalanya lalu langsung berenang dengan kecepatan penuh menuju batas terluar dari teritorial bangsa siren yang dimana menjadi tempat lapisan pertama dari segel berada.

Dengan cepat Helios mengigit ujung jarinya sampai berdarah lalu mengarahkannya ke arus alir kecil yang berada di sekitar mekanisme segel tersebut lalu segel pertama pun melemah, iya menoleh kearah kakaknya yang sedang berurusan dengan para siren di belakang mereka.

"Kakak! Cepat kesini!"

Mendengar teriakan adiknya, Elenio pun segera menebas siren yang menghalangi jalannya lalu berenang secepat mungkin kearah Helios. Namun belum sempat ia memasuki wilayah segel pertama itu, seekor siren menarik ujung ekor Elenio yang membuat pria itu terlempar ke arah tebing batu.

"Kakak!"

"Pergi!"

Elenio kembali berjuang melawan para siren yang kembali mengepungnya, tatapannya tertuju pada Helios agar adik kecilnya itu percaya bahwa ia bisa menangani situasi tersebut.

Dengan berat hati Helios pergi meninggalkan kakaknya dan berenang semakin dalam ke dalam Palung Mariana. Siren mungkin adalah sebuah ancaman tapi ancaman sesungguhnya adalah segel terakhir dari dasar Palung, segel ini benar-benar bisa membinasakan siapapun yang nekat menembusnya. Helios ingat kalau kekuatan darah murni bisa melindungi tubuhnya dari kekuatan segel, seperti semacam perisai.

Baru saja ia hendak berkonsentrasi untuk membuat perisai yang melindungi tubuhnya, seekor siren menarik tubuhnya kebelakang lalu menyerangnya.

Siren memiliki cakar di jari-jari mereka dan cakar-cakar itu berhasil menggores kulit bahu Helios, seketika tiga luka robek yang cukup dalam terbentuk memanjang dari bahu sampai ke tulang selangkanya.

"Akhhh."

Tubuh Helios limbung. Namun dengan cepat ia mengencangkan genggaman nya pada gagang tombak miliknya.

Perkelahian pun tidak terhindarkan lagi, siren itu ganas tapi kemampuan Helios dalam bertarung menggunakan tombak sangatlah lihai. Ditengah pertarungan sengitnya melawan siren tersebut, ujung matanya menangkap sesuatu di dalam pusaran air yang cukup deras di balik segel yang belum sempat ia masuki.

Di tengah arus tersebut ada sebuah kerang berwarna perak yang bersinar sangat terang dan di dalam kerang tersebut terlihat ada sebuah mutiara berwarna hitam mengkilat dengan energi spiritual yang melimpah mengelilingi mutiara tersebut.

Oh itu dia.

Helios menyerang siren itu dengan brutal, ia melakukan beberapa gerakan untuk menyerang titik vital siren tersebut dan setelah beberapa saat berjuang akhirnya ia pun menang.

Dengan cepat Helios berenang ke arah titik terlemah segel tersebut, membentuk lapisan pelindung yang menyelimuti tubuhnya lalu perlahan mencoba memasuki segel.

Namun lagi-lagi seekor siren berenang dengan kecepatan penuh mendekat ke arahnya, Helios sudah mempersiapkan diri untuk menusuk siren tersebut. Namun kepala siren tersebut terpisah dari lehernya tepat sebelum berhasil melayangkan cakarnya kepada Helios.

Helios menatap kakaknya yang terlihat kewalahan, Elenio tersenyum dan hendak menghampiri Helios. Namun sesuatu seketika meledak.

Tubuh Helios terlempar ke dalam segel, lapisan pelindung belum sepenuhnya terbentuk membuat energi dari segel itu menyakiti tubuhnya. Seketika Helios merasa seperti tubuhnya terbakar, ia pun mengerang kesakitan.

Matanya tertuju pada mutiara hitam tersebut, tanpa memikirkan sakit di sekujur tubuhnya ia pun berenang secepat yang ia bisa lalu meraih Black Pearl.

Kesadarannya mulai melemah akibat serangan bertubi-tubi dari kekuatan segel tersebut, ia sudah tidak tahan lagi. Tanpa pikir panjang Helios menelan mutiara itu.

Beberapa saat kemudian Helios merasakan tubuhnya semakin panas seakan terbakar namun bagian dalamnya terasa sedingin es, perasaan tersebut membuatnya sangat menderita. Perlahan kesadarannya pun hilang.

---

Helios tidak ingat telah berapa lama dia tidak sadarkan diri, ia mencoba menegakkan tubuh, luka-lukanya masih terasa nyeri dan kepalanya juga terasa sakit.

"Oh, kau sudah sadar?"

Helios menolehkan kepalanya, ia melihat seorang merman yang sangat familiar untuknya. Dia adalah Fiergo, merman yang memiliki kekuatan sebagai tabib di bangsa mereka.

"Fiergo?"

Fiergo meletakkan beberapa benda yang ia bawa diatas nakas tempat dimana Helios berbaring, ia meraih lengan Helios lalu memeriksa nadinya.

"Tidak ada yang salah, janinmu juga baik-baik saja tapi efek dari Black Pearl yang kau telan itu sangat berbahaya. Jika kau bukan seorang darah murni dapat dipastikan tubuhmu hancur saat itu juga."

"J-janin?"

"Ya-- oh! Apakah kau tidak tahu kalau kau hamil?"

Helios sangat terkejut, ia bahkan tidak mampu menjawab pertanyaan Fiergo. Matanya menatap lurus ke arah mata Fiergo seakan-akan ia salah mendengar.

"Oh astaga Helios, kau harus berterimakasih padaku karena aku tidak memberitahukan ini pada kakakmu."

"A-aku hamil?"

"Ya, jadi katakan padaku siapa merman itu? Aku akan memaksanya bertanggung jawab sebelum kakakmu membakarnya hidup-hidup dengan api penyucian lalu memenggal kepalanya di hadapan seluruh bangsa merman."

Helios masih terdiam, tubuhnya menegang dan telapak tangannya mendingin. Betapa cerobohnya ia, jika dirinya tahu kalau ia sedang mengandung mana mungkin ia nekat untuk mempertaruhkan nyawanya ke dasar palung.

"Bayi ku baik-baik saja?"

"Untuk saat ini iya, tapi Black Pearl tidak pernah dikonsumsi oleh siapapun selama ribuan tahun jadi tidak ada yang tahu efeknya terhadap kehamilan. Kau gila, dan aku tidak menyangkanya."

"Bagaimana kau bisa tahu aku menelan Black Pearl?"

"Aku seorang tabib jadi aku bisa melihat dari energi spiritualmu yang tidak stabil, aku juga membantumu memperban lukamu jadi apakah aneh jika aku melihat tanda itu?"

"Tanda?"

"Helios, meskipun Black Pearl belum pernah dikonsumsi selama ribuan tahun tapi para leluhur kita yang berperang melawan siren pernah beberapa kali menelannya. Ribuan tahun lalu Black Pearl tidak selangka sekarang. Namun saat ini jumlahnya hanya ada satu selama ribuan tahun dan kau menelannya, selamat."

Fiergo melihat Helios masih menundukan kepalanya, ia yakin bahwa pria kecil itu pasti belum bisa mempercayai fakta-fakta tersebut. Namun biarlah waktu yang menunjukkannya padanya.

"Baiklah kau sedang hamil sekarang jadi jangan berpikir terlalu rumit, jika memang ada masalah dengan tubuhmu akibat dari Black Pearl itu, aku akan membantu mu. Kau tahu keluargaku memiliki kemampuan penyembuhan turun temurun sebagai berkat dari Dewa Laut jadi selama kau hidup tentu saja aku bisa menyembuhkan mu."

"Terima kasih."

"Aku tidak butuh terimakasih, katakan siapa yang menghamili mu? Aku ingin tahu orang seperti apa dia."

"Dia bukan merman, dia manusia."

"Oh manusia... eh! M-manusia? K-kau hamil dengan manusia?"

Fiergo yang semula sedang berjalan untuk mengambil sesuatu di rak seketika terdiam dan menatap Helios tidak percaya.

"Apakah kakakmu tahu soal ini?"

"Ya dia tahu, dia juga membantuku mengambil Black Pearl tapi dia tidak tahu kalau aku hamil."

"Kalian berdua memang gila, dia juga benar-benar sudah buta jika itu menyangkut adiknya."

Setelah berbincang beberapa saat, Fiergo pun berkata bahwa ia masih memiliki beberapa urusan jadi ia pamit undur diri, Helios pun ditinggalkan sendiri di ruangan tersebut. Ia menatap perban yang melingkari dadanya, dengan perlahan ia membukanya.

Ia dapat melihat tiga luka robek yang memanjang dari bahu sampai ke tulang selangka nya yang sudah mulai sembuh.
Helios juga memeriksa dada bagian kiri tepat diatas jantungnya berada, tanda kepemilikan Black Pearl telah terukir di sana membuat ia tersenyum puas.

"Legenda mengatakan jika merman yang menelan Black Pearl, ekornya akan langsung berubah menjadi sepasang kaki saat mereka menyentuh daratan. Kalau begitu aku akan mencobanya."

---

Beberapa hari telah berlalu dan seluruh luka di tubuh Helios sudah pulih sepenuhnya, Fiergo memberinya beberapa kantung obat-obatan herbal untuk ia konsumsi selama satu bulan.

Ia dan Elenio berenang ke arah pulau Mariana, Elenio menuntun adiknya ke arah tepi pantai.

"Cobalah."

Helios mengangguk, dengan perlahan ia naik ke atas batu karang dan duduk di sana. Betapa ajaibnya, perlahan ekornya berubah menjadi sepasang kaki.

"Berhasil kak, aku memiliki kaki."

"Hn." Elenio tersenyum.

Helios menatap sepasang manik biru milik kakaknya yang terlihat ada kesedihan di sana, dengan perlahan Helios mengulurkan tangannya untuk meraih tangan sang kakak.

"Aku akan baik-baik saja."

"Tentu."

Keduanya duduk di atas batu karang sambil menatap ke arah langit, malam ini ia akan pergi ke arah barat tempat di mana Jepang berada.

Manik matanya menangkap benda kecil bersinar di langit, sontak dengan semangat ia menarik ujung jari kakaknya lalu menunjuk kearah bintang tersebut.

"Kak, itu adalah sabitah yang akan menuntunku untuk bertemu Keita."

Elenio mengusap surai perak milik adiknya lalu berkata, "Aku tahu."

"Hn? Bagaimana kau tahu?"

"Aku sudah memohon pada Dewa Langit agar meminjamkan rahmatnya dengan membiarkan sabitah itu menuntun dan menjagamu sampai kau tiba di tujuanmu."

--bersambung.

Elenio


Fiergo

Continue Reading

You'll Also Like

108K 13.9K 35
Sudah 13 tahun berlalu semenjak kematian Ichinose Shun. Kematian teman kecil sekaligus orang yang disukai Sang Kaisar itu membawa kegelisahan yang sa...
13.2K 1.7K 17
Victor membutuhkan satu mantra sihir yang bisa membuat Niel tetap aman di sisinya. Karena menjadi seorang Raja tidaklah cukup untuk melindungi Niel d...
1.1M 52K 55
Note: Author mutusin nulis ulang+revisi cerita ini, jadi jangan bingung kalau ada part 1 (Revisi) karena aku mutusin merevisi dengan cara nulis ulang...
21.4K 988 25
GeminiFourth. Yg Homophobic mending Skip ae.