Gabriello (Cetak ✅ │ Part len...

By tivery

76.1K 7.4K 2.1K

GABRIELLO adalah buku pemenang juara pertama untuk event menulis 50 days challenge Moon Seed Publisher. ____... More

-GABRIELLO-
-CAST GABRIELLO-
Day-1. Arcello Maqil
Day-2. Kejanggalan
Day-3. Makhluk Asing
Day-4. Gabriel
Day-5. Kesepakatan
Day-6. Penyesuaian
Day-7. Perkara Bunga
Day-8. Kenangan Penyembuh
Day-9. Keluar Rumah
Day-11. Mulai Bergerak
Day-12. Bos Baru
Day-13. Beezel Fowk
DAY-14. Dilema
Day-15. Curahan Hati
Day-16. Romantis VS Komedi
Day-17. Angel's Party
Day-18. Sahabat Gabriel
Day-19. Hujan Minggu Sore
Day-20. Sebuah Distorsi
Day-21. Waspada
Day-22. Ancaman
Day-23. Inspeksi Dadakan
Day-24. Langkah Awal
Day-25. Rencana Liburan
Day-26. Melepas Senja Bersama
Day-27. Dalam Pelukan
Day-28. Kejutan Ulang Tahun
Day-29. Hadiah
Day-30. Perayaan Tahun Baru
Day-31. Getaran Perasaan
Day-32. Kegalauan Arcello
Day-33. Memintal Perasaan Kusut
Day-34. Cerita dan Rahasia
Day-35. Terjebak
Day-36. Dua Sisi Perasaan
Day-37. Yang Terlupakan
Day-38. Goyah
Day-39. Tragedi
Day-40. Berduka
Day-41. Adu Domba
Day-42. Kejujuran
Day-43. Pengkhianat Sebenarnya
CETAK
Day-44. Di Ujung Kematian
Day-45. Amarah
Day-46. Perpisahan
Day-47. Restart
Day-48. Bidadari Laki-Laki
Day-49. Dunia Baru
Day-50. Gabriello

Day-10. Hadiah Kecil

1.3K 167 39
By tivery

#Day10
Clue #Dersik
Artinya, desir angin atau bunyi angin.

* * * *

Sore itu, Arcello baru saja keluar dari lift saat melihat seorang gadis mondar-mandir di depan pintu apartemennya. Sambil berjalan, Arcello terus memerhatikan gelagat gadis tersebut hingga dirinya cukup dekat untuk menegurnya.

Itu cewek dari unit sebelah, kan? Ngapain di sini? batinnya, sebelum memutuskan untuk bertanya.

"Kamu ... ngapain?" tanya Arcello tiba-tiba.

Menyadari kehadiran Arcello, serta merta membuat sang gadis beringsut. "Eh Kak, maaf," kata si gadis, "minta tolong titip buat Kak Arcell, ya." jawabnya sambil menyodorkan paper bag pada Arcello.

Arcello mencureng kebingungan menerima paper bag itu.

Setelah kantung itu berpindah tangan, sang gadis juga menitipkan pesan, "Umm ... satu lagi. Tolong bilangin Kak Arcell, sandwich buatannya enak banget," serunya terlihat senang. "Thank you ya, kak."

Setelah memberikan bingkisan juga pesan pada Arcello, gadis yang tampak malu tersebut pamit kembali ke apartemennya yang berada di sebelah apartemen Arcello.

"Kak Arcell? Kan, gue di sini," gumam Arcello. "Memang, sandwich apaan, sih?" tanyanya penasaran.

Arcello masih diselimuti kebingungan saat ia membuka pintu apartemennya. Ia tidak tahu apa yang terjadi selama dirinya tidak di rumah.

"Aku pulang!" sapa Arcello seperti biasa. Tapi tentu saja kali ini berbeda. Ada orang lain yang segera menyambutnya. Gabriel, sang malaikat penjaga.

"Selamat datang, Tuan. Syukurlah, pulang sore lagi," sambut Gabriel semringah.

Arcello saksama memerhatikan Gabriel dari ujung rambut sampai ujung kaki, lalu naik lagi hingga berakhir di dadanya. Sang mantan malaikat itu ternyata masih setia dengan apron-nya. Tadi pagi saat Arcello berpamitan ke kantor, Gabriel sudah sibuk di dapur. Dan sekarang saat dia pulang, Gabriel masih belum beranjak dari dapur.

Dengan mengedarkan pandangan, si cerdas Arcello hanya butuh beberapa detik untuk menemukan jawaban perihal sandwich.

"Phi Gab. Phi apain namaku?" tanya Arcello sambil melipat tangannya di dada.

"Nama?" Gabriel balik bertanya, "nama Tuan Arcell?" lanjutnya.

Tidak ingin berbasa-basi, Arcello langsung menaruh bingkisan yang ditentengnya ke hadapan Gabriel. "Nih, dari cewek rumah sebelah, buat Kak Arcell. Katanya, sandwich-nya enak." jelas Arcello terdengar ketus. "Phi pakai namaku, ya?" protesnya.

Gabriel yang paham arah pembicaraan tuannya, langsung meluruskan. "Oh, bukan begitu maksudnya, Tuan."

"Terus apa? Dia titip salam buat Kak Arcell lho," desak Arcello sambil menunjuk diri. "Pasti Phi kan, yang dia maksud dengan Kak Arcello?" cecar Arcello tidak memberi kesempatan untuk Gabriel menjelaskan.

"Ngaku! Phi tebar pesona ya, sama dia?" tuduh Arcello kemudian, "dih ... pakai pinjam namaku segala lagi." omelannya semakin menjadi.

"Saya hanya memberinya sandwich, Tuan, tidak bermaksud tebar pesona. Lagi pula, saya tidak memperkenalkan nama. Mungkin dia salah paham." Gabriel menjelaskan dengan tenang.

"Dih, ngapain juga bagi makanan buat dia?" lanjut Arcello.

"Kan tadi pagi saya sudah izin, Tuan."

"Izinnya buat Bu Raras doang kok," potong Arcello.

"Tapi unit Bu Raras berjarak dua pintu dari sini, saya sungkan kalau harus melewati." Gabriel tidak mau kalah.

"Ish ...." decaknya kesal. Arcello tidak bisa membantah penjelasan Gabriel. Sepenuhnya dia paham maksud baik pria jangkung di hadapannya.

"Apa perlu saya menjelaskan kalau nama saya bukan Arcell?" tanya Gabriel.

"Ngapain? Bodoh amat. Dia yang salah paham, biarin aja!" sembur Arcello.

Gabriel serba salah, dia kurang paham tentang perubahan mood tuannya yang tak bisa ditebak. Diam adalah satu-satunya cara untuk mencari aman.

"Buka deh! Itu papper bag isinya apaan?" Perintah Arcello dengan suara yang mulai melemah.

Gabriel mengikuti perintah tuannya. "Bronis, Tuan," terang Gabriel, "sepertinya enak, Tuan mau?" Gabriel menawari Arcello.

"Kagak!" jawab Arcello cepat. Judesnya kumat.

"Ya sudah. Lagi pula ini sudah waktunya makan malam." Respons Gabriel yang tenang membuat Arcello makin geregetan.

Merasa kecewa, Arcello buru-buru ke kamar. Namun sebelum dirinya menutup pintu, ia kembali berbicara pada Gabriel. "Jangan dimakan bronisnya. Taruh saja di kulkas, besok aku bawa ke kantor. Kalau Phi mau, abis ini aku pesenin Go-Food. Lebih enak," pesan Arcello, lalu menutup pintu.

Mendengar amanat Arcello, membuat Gabriel geleng-geleng kepala. Ia tak habis pikir dengan tingkah yang dilakukan tuannya.

Tiba-tiba kepala Arcello melongok dari celah pintu yang terbuka, "Dan satu lagi. Phi jangan asal kenalan sama orang ya, apalagi sebutin nama. Oke?" pesannya disusul bantingan pintu.

Belum usai Gabriel mencerna omelan Arcello, kini ia kembali dibuat cengang oleh tingkah konyol tuannya. Salah lagi, deh.

***

Dersik angin membisikkan selamat pagi pada riungan dedaunan di balkon. Silirnya menggoyangkan tangkai-tangkai bunga seolah mereka tengah menari dengan gembira. Percikkan air yang lembut laksana kabut, menjadi pelipur dahaga. Dalam asuhan tuannya, mereka hidup bahagia.

Arcello sedang menyiram tanaman di balkon. Gabriel pun datang menghampiri dan menawarkan diri untuk menjadi pengganti.

"Tuan, biar saya saja," usul Gabriel. "Tuan bisa mandi, biar tidak telat ke kantor."

"Bentar, Phi. Aku kangen sama bayi-bayiku. Akhir-akhir ini aku kurang perhatian sama mereka," timpal Arcello.

Mendengar jawaban tuannya, Gabriel hanya mengangguk dan pamit kembali ke dalam.

Beberapa waktu berselang, Arcello siap pergi bekerja. Seperti biasa, penampilannya selalu memesona. Apalagi pakaian yang dikenakannya kini lebih rapi, berkat si mantan malaikat yang sangat memerhatikan tuannya.

"Phi," tegur Arcello.

Mendengar namanya dipanggil, Gabriel yang sedang sibuk dengan loundry-nya pun menoleh. Sejenak ia terkesima oleh pesona tuannya. Pria mungil tampan, dengan tas di punggungnya, terlihat seperti bocah-bocah SMP yang hendak pergi sekolah. Di mata Gabriel, pemandangan itu begitu menggemaskan.

"Phi!" panggil Arcello sedikit kencang, hal itu membuat Gabriel tersadar dari lamunannya.

"Iya, Tuan?" sahut Gabriel beringsut.

"Aku berangkat, ya," pamit Arcello sambil memakai sepatunya. "Hari ini, Phi mau ngapain?" tambahnya.

Gabriel tak menjawab, hanya mengangkat kedua tangannya yang dipenuhi busa detergen, bermaksud memberitahukan pekerjaannya pada Arcello.

Arcello berdecak, "Phi, tahu nggak? akhir-akhir ini mataku sakit." keluh Arcello.

"Benarkah? Kenapa Tuan? Apa perlu ke Rumah Sakit?" Gabriel langsung panik mendengar perkataan tuannya.

Arcello menggelengkan kepalanya, "Rumah ini terlalu silau, tahu nggak? Bikin mata sakit aja," sindir Arcello membuat Gabriel tercengang. "Istirahatlah, Phi. Jangan terlalu bekerja keras. Rumah sedikit berantakan nggak apa-apa lah. Itu seni kehidupan manusia," celotehnya.

"Ambil beberapa buku di rak, terus baca sambil ngopi. Kalau nggak, nyalain TV. Nonton berita atau kartun kek, asal jangan acara gosip. Nggak baik. Itu yang biasanya dilakuin manusia kalau bosan. Santai," tutur Arcello memberi petuah.

Walaupun Gabriel tidak sepenuhnya paham, tetapi ia tetap mengangguk. Mencoba memahami apa yang tuannya katakan.

"Bronis kemarin udah masuk tas, kan?" tanya Arcello.

"Sudah Tuan," jawab Gabriel.

"Sampahnya mana? Biar aku bawa turun sekalian."

Gabriel tampak segan memberikan Arcello sekantong sampah, tetapi ia tidak berani menolak.

"Baik-baik di rumah ya, Phi." pesan Arcello.

Gabriel masih bergeming. Bahkan sampai Arcello menutup pintu pun, ia masih dibuat heran. Perubahan mood Arcello adalah pertanyaan terbesarnya sekarang.

Kenapa pagi ini Tuan mendadak manis, ya? padahal semalam judesnya minta ampun. Gabriel bermonolog.

Baru beberapa langkah Arcello keluar rumah, tahu-tahu ia sudah dicegat sang gadis pemberi brownies.

"Ada apa lagi?" tanya Arcello malas.

"Umm ... Itu ...."

"Pesan kamu udah aku sampein. Bronisnya juga. Thanks, katanya," tukas Arcello sebelum sempat sang gadis menjawab.

"Kak Arcellnya di mana, kak? Ada di dalam?"

"Oh, Abangku? Dia lagi video call sama bininya. Mau aku panggilin?" celetuk Arcello.

"Hah? Bini?" Sang gadis tercengang.

Arcello hanya mencebik, menegaskan apa yang didengar gadis itu benar.

"Iihh ...." Gadis itu tiba-tiba kesal. "Nih, buat kakak aja!" ia menyodorkan sekotak macaroon warna-warni, dengan sedikit ketus, lalu buru-buru kembali ke unitnya.

Arcello menahan senyumnya, padahal dalam hatinya ingin sekali tertawa terbahak-bahak.

"Buat Abangku, ya?" usil Arcello sedikit berteriak.

"Gue nggak mau jadi pelakor!" Jawab gadis itu sambil membanting pintu.

Kali ini Arcello tidak bisa lagi menahan tawanya. Puas dia mengerjai gadis mahasiswa itu.

"Emang gue nggak ganteng, ya? Bertahun-tahun di sini, kagak ada cewek mepetin gue. Nama gue aja kagak ditanyain. Lah, Phi Gab nih, bahaya. Bikin anak perawan nangis." Arcello tertawa puas sambil berjalan menuju lift.

***

Arcello pulang dengan senyum lebar di bibirnya. Paper bag berisi gadget keluaran terbaru berada di tangannya.

Benar, itu adalah hadiah kecil untuk Gabriel.

Setelah merutuki ketidakpekaannya tempo hari di mal, sekarang Arcello yakin, hadiah ini pantas diberikan untuk pria yang kini tinggal bersamanya. Selain sudah bekerja keras mengurus rumah, Gabriel juga butuh hiburan ketika ditinggal kerja. Lagi pula dia juga butuh berkomunikasi dengan sang mantan malaikat ketika sedang tidak di rumah.

"Phi. Aku pulang!" sapa Arcello penuh semangat. Tetapi, sosok yang dipanggil Phi tersebut tidak langsung menyahut. Bibir pemuda itu seketika cemberut, bahkan dalam benaknya sudah bercarut-marut.

"Ish. Jangan-jangan lagi mejeng di taman, tuh orang?" tuduhnya tak beralasan.

Kekesalannya yang menjadi-jadi seketika terobati, saat dari arah kamar mandi keluarlah sosok yang ia cari. Sosok pria yang bertelanjang dada, hanya mengenakan handuk sepaha, dengan tubuh dan rambut yang masih basah, tampak menggoda. Arcello menelan ludah melihat pemandangan indah. Tapi dengan polosnya dia berbalik arah.

"Aurat, Phi!" Arcello memekik.

Menyadari tuannya tiba di rumah, Gabriel yang baru saja keluar dari kamar mandi pun langsung mengacir ke kamar Arcello untuk segera memakai baju.

"Maaf, Tuan." Ucap Gabriel sambil berlari.

Arcello menghela lemas. Menggunakan tangan, lehernya dikipas-kipas. Panas, panas, panas, benaknya.

Setelah Gabriel berpakaian dan Arcello membersihkan badan, keduanya berkumpul di ruang tengah. Duduk bersebelahan.

"Phi, Aku punya sesuatu buat Phi Gab," ucap Arcello membuka obrolan dengan semringah.

Mendengar hal itu membuat Gabriel merasa penasaran. "Sesuatu?" tanyanya.

Tanpa menunggu lama, Arcello pun dengan cepat mengeluarkan kejutannya. "Taraa ... Hadiah buat Phi Gab, karena udah pintar jagain aku."

"Apa ini, Tuan?" tanya Gabriel terkejut.

"Dih, aktingmu Phi, pura-pura nggak tahu. Padahal dalam hati jingkrak-jingkrak kan?" celetuk Arcello saat mendapati pria di hadapannya berusaha menahan bahagia.

Akhirnya, Gabriel tersenyum lebar, matanya berbinar-binar. Bahkan ketika ia masih menjadi malaikat, benda persegi panjang dari dunia manusia inilah yang paling membuatnya penasaran.

"Maafin aku ya, Phi, baru sempat terpikir kasih Phi ponsel. Aku nggak tahu kalau mungkin Phi Gab kesepian di rumah sendirian kalau aku kerja," ucap Arcello sedikit menyesal.

Gabriel masih asyik dengan gawai di tangannya, kupingnya seperti menolak mendengar apa pun yang Arcello katakan. Melihat itu, Arcello bukannya marah, tapi justru semakin bahagia.

Sejak dia bisa menghasilkan uang sendiri, memberi kado kepada orang yang dia sayangi, sangat jarang terjadi. Terlebih, karena kedua orang tuanya sudah lama pergi. Dan, pada momen inilah salah satu momen yang paling membuatnya puas.

"Bilang apa, Phi, kalau dikasih hadiah?" sindir Arcello.

"Terima kasih banyak, Tuan. Saya senang banget," ucap Gabriel yang tiba-tiba memeluk Arcello dengan kencang. Tidak sampai di situ, Gabriel pun seolah tanpa sadar mencium pipi tuannya yang menggemaskan.

Mendapati perlakukan dadakan seperti itu, Arcello seketika tercengang. Membuat dirinya seakan terbang. beberapa waktu ia masih bergeming saat Gabriel masih lengket memeluknya erat, juga hangat.

Sesaat kemudian Arcello teringat tentang kejadian beberapa hari lalu, saat rumahnya kedatangan sosok yang disangkanya malaikat, bertandang menemui Gabriel.

"Oh ya, Phi. Beberapa malam belakangan, Phi kedatangan tamu, kan?" tanya Arcello yang membuat Gabriel seketika melepaskan pelukannya dan langsung menatap tuannya tak percaya.

"Tuan ... itu?" tanya Gabriel terkejut.

"Maksudku, mereka yang bersayap masuk lewat pintu balkon," terang Arcello.

Gabriel semakin tercengang.

"Maaf, Phi. Aku nggak sengaja melihatnya," sesal Arcello.

"Bukan begitu, Tuan. Hanya saja ...," Gabriel tampak ragu menjawab.

"Apa mereka teman malaikat Phi?" tanya Arcello penasaran.

Gabriel hanya mengangguk ragu karena merasa tidak enak telah menerima tamu secara diam-diam tanpa sepengetahuan pemilik rumah.

"Kalau Phi kangen sama teman-teman Phi, undang saja mereka ke sini, aku nggak apa-apa, kok. Nggak akan marah. Aku paham kalau Phi sudah melewati hal berat selama ini," ucap Arcello.

Mendengar hal tersebut, membuat Gabriel semakin bahagia bersemangat. "Memangnya boleh?" tanya Gabriel memastikan.

Arcello mengangguk yakin sambil tersenyum atas pertanyaan Gabriel. "Lagian, pasti ada yang harus Phi urus kan, bareng mereka?"

Gabriel mengangguk. "Terima kasih banyak ya, Tuan" balasnya tersenyum senang.

"Sama-sama, Phi," timpal Arcello.

Sesaat Gabriel kembali fokus dengan ponsel barunya, Arcello memutuskan untuk pergi ke balkon. Di sana ia benar-benar menikmati suasana malam di ruang terbuka. Sambil memandangi lanskap ibu kota yang benderang, dalam hati ia berdendang. Melagukan perasaannya. Lewat dersik ia berbisik, menitipkan puisi rasa yang mungkin saja bisa sampai kepadanya. Dia, yang kini tengah asyik dengan kebahagiaannya.

Continue Reading

You'll Also Like

689K 33.8K 54
Athalia terbangun di dunia novel dan menjadi pemeran antagonis? Oh tidak, bagaimana bisa? Pokoknya ia harus merubah jalan cerita ini! [Jangan lupa fo...
711K 88.9K 54
Diterbitkan oleh Novelindo Publishing [FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] • Di rumah dan di sekolah sifatnya beda 180 derajat • Seperti apa perasaan lo ket...
16.9K 2.2K 10
Berawal dari kesepakatan bisnis antara Xiao Zhan dan Zhu Zhanjin yang mengharuskan Xiao Zhan wajib mencari seseorang untuk dijadikan pemuas hasrat la...
447K 27K 34
no descripsion! silahkan membaca.. {CERITA INI TELAH DI REUPLOAD. JIKA MASIH ADA KESALAHAN, SILAHKAN HUB AUTHORNYA} TERIMA KASIH.