#day8
#kapibara
Kapibara atau kapibara besar merupakan jenis hewan pengerat terbesar yang masih ada di dunia yang merupakan anggota genus Hydrochoerus. Kapibara merupakan hewan asli daerah tropis dan lembap di Amerika Selatan.
(◕ᴗ◕ 🔞)
Tidak pernah terbayangkan dalam hidup Helios akan melihat Keita menangis, terutama karena dirinya. Pria dengan minim ekspresi itu kini dalam pelukannya, Helios memberikannya waktu untuk menenangkan diri. Kakinya juga telah kembali, tentu karena tadi Keita sempat menciumnya, karena itu pula dia hanya mengenakan jaket kebesaran Keita yang lebih terlihat seperti jubah panjang ketiks Helios memakainya.
Mungkin kali ini Helios akan mempercayai ucapan Keita, terutama karena gadis bernama Suzume itu memang sangat tidak baik. Selebih dari itu, bagian dari diri Helios sudah terlanjur menyerah pada pemuda Yoichi ini, dia tidak ingin kehilangannya, hatinya telah berlabuh pada Keita Yoichi.
"Keita?" Helios melonggarkan pelukan Keita, namun tidak ada respon darinya.
"Bukankah sebaiknya kau kembali-- Keita, kau demam?" Helios terlonjat begitu merasakan suhu tubuh Keita yang begitu tinggi.
"Aku hanya mengantuk, sebentar lagi aku akan kembali pulih."
"Kau sangat demam, Keita. Bagaimana kau akan segera pulih, ayo kembali ke perkemahan!"
"Aku sungguh baik-baik saja, kau jangan khawatir."
"Bagaimana aku tidak khawatir, kau terlihat pucat dan demam? Apa kau tidak menjaga dirimu dengan baik saat aku pergi?
Helios berdecak, dia mencoba memapah tubuh Keita dan membawanya ke arah pantai. Meski dia terlihat cantik dan bukan berasal dari daratan, tetapi jangan remehkan kekuatan seorang merman. Lagi pula Keita masih setengah sadar, dia masih bisa berjalan, Helios hanya perlu menuntunnya.
Tiba di perkemahan, ternyata sedang ada kegiatan barbeque party dan api unggun di sana. Mereka tengah merayakan keberhasilan penelitian kali ini, juga sebagai pesta perpisahan dengan Pulau Mariana ini. Pulau yang memberikan banyak kenangan pada semua orang.
Dengan begitu, Helios membawa Keita ke kamarnya, lalu membaringkannya di tempat tidur. Dia tidak terlalu tahu obat-obatan untuk manusia, dia hanya mencoba menemukan beberapa herbal di pulau itu untuk dijadikan obat pereda demam seperti kata para leluhurnya, dia menjadikannya sebuah sup obat demam.
Helios mencoba menyuapi Keita tetapi obat itu tidak tertelan dan mengalir begitu saja, jadi pilihan terakhir Helios memasukan obat itu dengan mulutnya ke mulut Keita. Kali ini obat itu berhasil ditekan Keita. Hanya saja, Helios juga seakan ingin ditelan juga.
Entah dalam keadaan sadar atau tidak, Keita menyesap bibir Helios setelah menelan obat itu. Perlahan mengulumnya hingga memainkan lidah di dalam sana. Sedangkan Helios hanya pasrah, bohong jika dia ingin menghentikan ini, dia juga merindukan Keita selama ini di dalam kesalahpahaman.
Namun kali ini tangan Keita tidak diam begitu saja, satu tangan meremas bagian belakang rambut Helios, dan satunya lagi meremas bokong Helios yang tidak tertutupi apapun sejak ia mendapatkan kakinya kembali. Perasaan menggelitik di dalam perutnya membuat Helios mengeluarkan lenguhan dengan napas yang memberat.
"Kei-- hngh! Apa kau baik-baik saja? Apa kau hanya berpura-pura sakit di depanku?"
"Aku tidak pernah berpura-pura padamu, Heli-chan. Aku sudah bilang aku baik-baik saja."
Ciuman Keita menurun ke leher, juga tangannya yang menelurusi tulang punggung indah milik pemuda di atas tubuhnya. Begitu Keita melihat bekas keunguan ciptaannya, dia tersenyum bangga. Dia segera membalik posisi dan mengukung tubuh Helios di antara tangannya dan menelanjanginya.
Keita terpaku sejenak mengganggumu tubuh cerah Helios, ini bukan pertama kalinya dia melihat Helios tanpa pakaian, namun pertama kalinya bisa melihat setiap jengkal dari tubuh merman muda ini.
"Keita, kau membuatku malu dengan tatapan itu!" Helios mencebik.
"Apa kau tahu tubuhmu itu sangat indah?" Keita mulai mencium dada Helios, perutnya, pahanya, hingga titik kemerahan yang mulai basah di bawah sana.
Keita belum pernah berhubungan dengan pria manapun, tetapi instingnya menuntun jika jalur kenikmatan itu ada di titik merah yang kini telah berkedut itu. Jadi Keita menjilatinya, sambil berusaha memasukan kedua jari rampingnya.
"Anghh! Keita, rasanya aneh."
"Bagaimana jika di sini?"
Keita menemukan titik kenikmatannya. Desahan nakal itu terdengar lagi. Jari-jari panjang Keita menggesek titik yang membuat Helios menggeliat dengan sensasinya hingga cairan kental itu mencuat begitu saja ke udara membuat Keita menjadi lebih bersemangat.
-
Sementara di luar sana, angin malam yang dingin dipertemukan dengan suhu tinggi dari kobaran api unggun membuat suasana hangat di malam terakhir penelitian di Palung Mariana. Seluruh tim dan staf berkumpul melingkari api unggun sambil bernyanyi dan berbagi cerita yang mereka lewati lebih dari sebulan ini.
Semua menikmati acara itu dengan tawa, bahkan ada yang terlihat mulai mabuk dengan bir di tangannya. Sorak sorai terdengar memenuhi pulau hingga tidak ada satupun yang menyadari jika Keita tidak ada di sana. Meski itu Ryuu sahabatnya.
Kini pemuda Nakamoto itu hanya sibuk memandangi Asahi, sesekali menyuapinya daging panggang yang telah matang, atau kadang memberinya lelucon yang sebenarnya tidak masuk akal, tetapi membuat Asahi tertawa. Belum lagi wajah cerah Asahi yang tertimpa sinar dari api unggun terlihat sangat mempesona, mata Ryuu seperti terkunci di sana.
"Apa kau tidak lelah menatapku?" celetuk Asahi membuat Ryuu terlonjat.
"Tidak, dan tidak akan pernah. Kau yang paling cantik di dunia, sayangku."
Asahi mengulum senyum, tidak tahu harus bertingkah bagaimana, Ryuu mode romantis itu tidak baik untuk jantung.
"Oke, cukup menatapku seperti seekor kapibara! Aku mulai merinding."
"Kenapa? Bukankah kapibara sangat lucu?"
"Tidak jika itu kamu!"
"Astaga, Aci-chan!" Ryuu menggeram gemas, dia mengecup pipi Asahi brutal bahkan menggigitnya pelan.
"Sialan! Apa kau terserang rabies?!"
"Jika begitu kau berhenti mencintaiku?"
"Itu-- EHH! Kita kemana?!" ucapan Asahi terpotong begitu Ryuu tiba-tiba menarik tangannya menuju arah pantai.
Asahi tidak meronta, hanya saja penasaran. Kemana pemuda energik yang sempat berlutut untuknya ini membawanya pergi.
-
Suhu di dalam kamar semakin panas, keringat kedua insan itu membuat tubuh mereka terlihat mengkilap. Entah sudah kali ke berapa, tetapi Keita masih bersemangat menggempur bagian bawah Helios.
Desahan Helios terdengar seperti alunan melodi bersamaan dengan suara daging beradu. Kaki jenjang itu masih terbuka lebar, sesekali jemarinya meremas menahan kenikmatan di dalam sana.
Begitu pelepasannya sudah terasa semakin di ujung, Keita mempercepat gerakannya. Itu juga membuat desahan Helios semakin menggila. Tiga tusukan terakhir seluruh lahar panas milik Keita tumpah di dalam tubuh Helios, membuat perut bagian bawah Helios terasa penuh.
Tubuh Keita ambrug, dia memeluk erat Helios, mengecup lehernya, kemudian bibirnya. "Aku mencintaimu, Helios. Matahariku, jangan pernah tinggalkan aku lagi."
Napas Helios masih memburu, tetapi senyum manis terukir jelas di wajahnya yang merah padam. Dia membelai lembut rahang Keita lalu mengecupnya, kemudian hidungnya, lalu keningnya. Dia terkekeh.
"Aku juga sangat mencintaimu, Keita. Aku harap selalu memiliki kaki untuk mengejar kemanapun kau pergi, jadi aku tidak perlu takut jika kau meninggalkan aku."
-
Langkah Ryuu berhenti di sebuah tebing yang terbuat dari karang di ujung selatan Pulau Mariana. Pada malah hari pemandangan di sini sangat indah, gemerlap bintang dengan bulan yang tinggal seperempat menghiasi langit, suara deburan ombak terdengar menenangkan, ditambah wajah tampan pria Nakamoto yang kini berbalik menatap Asahi dengan binaran secerah langit musim semi.
"Kemarilah, Aci-chan!" Ryuu duduk di ujung tebing.
Mau tak mau Asahi menyusul dan duduk di sebelahnya. "Kenapa kau membawaku kemari?"
"Jawabannya mudah." Ryuu menatap mata Asahi lekat. "karena aku hanya ingin berduaan denganmu."
"Harusnya aku tahu jawaban ini."
Ryuu malah terkekeh. "Apa kau kedinginan?"
"Tidak, aku mengenakan sweater."
Ryuu berdecak lalu tiba-tiba saja memeluk tubuh Asahi dari samping.
"Bukankah aku bilang aku tidak kedinginan?"
"Iya, tapi aku tetap ingin memelukmu. Kau sangat nyaman dipeluk, aku harus apa?"
Asahi memutar matanya malas, tetapi tetap membalas pelukan Ryuu. Mereka terdiam sejenak menikmati atmofer di sana hanya berdua saja, di bawah bintang-bintang.
"Aku jadi teringat dengan Helios, bagaimana keadaannya?" Asahi menatap Ryuu kembali, setelah kesalahpahaman mereka diluruskan, Ryuu menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada Helios dan agak kesal dengan Keita.
"Aku tidak pernah melihat Helios lagi, dia pasti sangat kesal dan pergi. Aku juga lihat ketua sialan terlihat seperti orang linglung sepanjang hari, biarlah. Dia pantas menerima itu."
-- bersambung.
Thanks for today ✨