Gabriello (Cetak ✅ │ Part len...

By tivery

76K 7.4K 2.1K

GABRIELLO adalah buku pemenang juara pertama untuk event menulis 50 days challenge Moon Seed Publisher. ____... More

-GABRIELLO-
-CAST GABRIELLO-
Day-1. Arcello Maqil
Day-2. Kejanggalan
Day-3. Makhluk Asing
Day-4. Gabriel
Day-5. Kesepakatan
Day-6. Penyesuaian
Day-8. Kenangan Penyembuh
Day-9. Keluar Rumah
Day-10. Hadiah Kecil
Day-11. Mulai Bergerak
Day-12. Bos Baru
Day-13. Beezel Fowk
DAY-14. Dilema
Day-15. Curahan Hati
Day-16. Romantis VS Komedi
Day-17. Angel's Party
Day-18. Sahabat Gabriel
Day-19. Hujan Minggu Sore
Day-20. Sebuah Distorsi
Day-21. Waspada
Day-22. Ancaman
Day-23. Inspeksi Dadakan
Day-24. Langkah Awal
Day-25. Rencana Liburan
Day-26. Melepas Senja Bersama
Day-27. Dalam Pelukan
Day-28. Kejutan Ulang Tahun
Day-29. Hadiah
Day-30. Perayaan Tahun Baru
Day-31. Getaran Perasaan
Day-32. Kegalauan Arcello
Day-33. Memintal Perasaan Kusut
Day-34. Cerita dan Rahasia
Day-35. Terjebak
Day-36. Dua Sisi Perasaan
Day-37. Yang Terlupakan
Day-38. Goyah
Day-39. Tragedi
Day-40. Berduka
Day-41. Adu Domba
Day-42. Kejujuran
Day-43. Pengkhianat Sebenarnya
CETAK
Day-44. Di Ujung Kematian
Day-45. Amarah
Day-46. Perpisahan
Day-47. Restart
Day-48. Bidadari Laki-Laki
Day-49. Dunia Baru
Day-50. Gabriello

Day-7. Perkara Bunga

1.5K 183 37
By tivery

#Day7

Clue #Alstroemeria

Alstroemeria (peruvian lily) adalah nama bunga.
artinya bunga tersebut: kesetiaan, persabatan.

* * * *

Dua tangkai bunga, yang setiap tangkainya berisi tiga hingga lima kuntum, tergeletak di atas meja. Bunga tersebut bernama Alstroemeria. Salah satu bunga kesayangan Arcello yang patah karena pot terracotta-nya terjatuh disenggol kucing.

Arcello dan Gabriel sama-sama terdiam sambil memandangi bunga itu sejak tadi dalam hening. Bedanya, Arcello terdiam sambil menangis, sedangkan Gabriel terdiam karena menyesal.

"Tuan, sa ... saya ... minta maaf," ucap Gabriel tergegap-gegap.

Tidak ada respons apa pun dari Arcello kecuali napasnya yang tersengal-sengal. Hal itu membuat Gabriel lemas, menunduk pasrah. Ia masih belum paham kenapa tuannya semarah dan sesedih itu hanya karena perkara bunga. Gabriel kebingungan.

"Kamu tahu? Arti bunga ini dalam hidupku?" Arcello mulai angkat bicara setelah beberapa waktu tidak berkata apa-apa. Mendengar pertanyaan tuannya, Gabriel yang memang tidak tahu apa pun tentang bunga itu, hanya bisa menggeleng pelan.

Arcello masih tersedu-sedu karena sisa tangisan yang sepenuhnya belum usai. Ia akan kembali menangis jika teringat akan bunganya yang kini telah terkulai lemas. Arcello pun dalam-dalam menarik napas.

"Bunga ini adalah hadiah terakhir yang Papa dan Mama berikan buat aku," terang Arcello terdengar parau.

Gabriel menyimak dengan takzim. Tak sedikit pun suara keluar darinya yang bisa menginterupsi perkataan Arcello.

"Dulu ... pas aku wisuda, awalnya aku kesal saat Papa dan Mama memberikan bibit bunga ini dalam pot mungil." Arcello berusaha menceritakan semua meski dadanya terasa sesak. "Aku kesal, di saat orang lain diberikan buket-buket bunga yang besar dan indah, mereka malah memberikanku tanaman mungil. Belum berbunga, lagi."

"Apa yang membuatku akhirnya menerima adalah perkataan mereka saat itu." Arcello kembali menarik napas. "Mereka bilang, kalau Papa sama Mama kasih buket bunga, seminggu dua minggu, bunganya akan layu dan kering. Tapi tidak dengan bunga ini. Selama aku menyiram dan merawatnya, ia akan tumbuh semakin besar, lalu berbunga, yang akan menghiasi dan memberikan harum untukku setiap pagi. Seperti Papa dan Mama yang akan selalu ada untukku setiap hari."

Gabriel masih menyimak. Ia merasa tidak berhak berkata apa-apa untuk saat ini.

"Tapi ...," jeda Arcello menahan tangis, "sehari setelah Papa dan Mama kasih bunga ini ke aku ... mereka pergi meninggalkanku untuk selamanya." Arcello tak mampu lagi menahan air mata. Tangisannya kembali pecah. Ia meraung-raung seperti anak kecil kehilangan mainannya.

Mendengar ucapan tersebut, berhasil membuat Gabriel membuka matanya lebar-lebar. Kini ia paham kenapa tuannya begitu terpukul mengetahui bunga kesayangannya nyaris mati. Meski ia mengetahui apa yang menimpa kedua orang tua Arcello, tapi tentang bunga itu, benar-benar luput dari ingatannya. Tanpa sadar, mata Gabriel mulai berkaca-kaca. Ia benar-benar menyesalinya.

"Mereka meninggal karena kecelakaan pesawat setelah menghadiri wisudaku. Dan aku sangat menyesal. Aku menyesal karena merengek agar Papa dan Mama mau datang," lanjut Arcello. "Aku menyesal." Kalimat itulah yang menjadi puncak dari tangisan Arcello. Ia menangis sejadi-jadinya.

Tidak terasa, air mata Gabriel tumpah dari kantung mata dan meleleh di pipinya. Ia tak kuasa menahan kepedihan yang tuannya rasakan. Kali ini, ia benar-benar merasa menyesal. Sangat menyesal. Meski begitu, tidak ada yang bisa Gabriel lalukan. Tubuhnya mendadak kaku. Lidahnya pun kelu.

Tak mampu membendung kerinduan akan kedua orang tuanya, Arcello memutuskan pergi ke kamar meninggalkan Gabriel sendirian. Ia berlari sambil menahan tangisan.

"Tuan ...!" panggil Gabriel parau. Namun ia terlambat, Arcello keburu menutup pintu kamarnya rapat-rapat.

Sebagai mantan malaikat yang berhati lembut, Gabriel benar-benar tidak bisa membiarkan kesakitan tuannya berlarut-larut. Ia ingin melakukan sesuatu untuk Arcello, namun Gabriel tidak tahu apa yang harus diperbuat. Ia benar-benar kesal pada dirinya sendiri.

* * *

Malam sudah larut. Waktu menunjukkan pukul dua belas malam. Namun belum terlihat tanda-tanda Arcello keluar kamar. Gabriel sangat khawatir akan tuannya. Beberapa kali ia bujuk untuk makan, tapi tak ada jawaban.

"Bodoh, bodoh, bodoh!" rutuk Gabriel, "aku menyesal. Sekarang apa yang harus aku lakukan? Jika sampai terjadi sesuatu pada Tuan Arcell, aku takkan berhenti menyalahkan diriku sendiri."

Gabriel sudah tidak bisa berdiam diri. Dia tidak ingin terjadi apa-apa dengan tuannya. Terpaksa ia putuskan untuk menemui Arcello di kamar. Meski terkesan tidak sopan, tapi Gabriel merasa harus melakukannya. Demi mengetahui keadaan Arcello.

Gabriel mengetuk pintu hati-hati. "Tuan, saya izin masuk," ucapnya sambil membuka pintu kamar pelan-pelan.

Gabriel tercengang memasuki ruangan yang remang. Ia sulit melihat apa-apa, kecuali tubuh tuannya yang tampak meringkuk di bawah selimut tebal.

Gabriel mendekat pelan. Sebisa mungkin meminimalkan suara agar tidak mengejutkan dan mengganggu Arcello yang tampaknya tengah terlelap. Ia berdiri di dekat tuannya sambil memandangi wajah sendunya. Sisa-sisa tangisan dan kerinduan masih terlukis dengan jelas.

Tanpa maksud lancang, Gabriel memberanikan diri untuk mengecek kondisi Arcello. Disentuhlah kening tuannya dengan lembut. Betapa ia terkejut, saat merasakan suhu tubuh Arcello yang tinggi. Dan Gabriel baru menyadari jika pria mungil di hadapannya tengah menggigil kedinginan. Mengetahui hal itu, Gabriel mendadak panik dibuatnya.

"Oh Tuhan." Gabriel terkejut, "tubuh Tuan Arcell panas sekali," ucapnya kelabakan.

Apa yang harus aku lakukan? benak Gabriel.

Gabriel kebingungan. Sebelumnya ia tidak pernah merawat orang yang sakit. Jadi ia bingung, apa yang harus dilakukan demi menyelamatkan tuannya.

Tiba-tiba Gabriel teringat pada buku-buku di rak yang sempat ia rapikan. Dirinya memutuskan untuk pergi sebentar meninggalkan Arcello, demi mencari cara untuk mengobati tuannya.

Cermat Gabriel mengamati. Cepat ia mencari, dan akhirnya mendapati. Sebuah buku panduan tentang pertolongan pertama jika anak terserang demam. Awalnya Gabriel ragu-ragu, namun karena tidak ada pilihan lain, ia pun membaca buku itu. Ia tidak bermaksud menyamakan Arcello dengan anak kecil, tapi setidaknya Gabriel berharap ada yang bisa ia lakukan sebagai langkah awal pengobatan.

Singkat cerita, Gabriel kembali ke kamar Arcello dengan membawa baskom kecil berisi air dan sapu tangan. Ia taruh baskom itu di atas nakas. Cepat-cepat ia celupkan sapu tangan itu lalu memerasnya. Kemudian dengan hati-hati, Gabriel tempelkan sapu tangan basah tersebut pada kening tuannya.

Berulang kali Gabriel mengompres kening Arcello, tapi demamnya masih belum turun juga. Ia semakin panik, terlebih saat tuanya tampak meracau tak jelas.

"Papa ... Mama. Jangan tinggalin Arcell," gumam Arcello mengigau. "Arcell kangen, Pa ... Ma."

Mendengar hal tersebut membuat Gabriel kembali terenyuh. Ia merasa sesak. Penyesalannya kembali melanda. Tidak ingin membuat tuannya gelisah, Gabriel memberanikan diri untuk menggenggam lengan Arcello dengan hati-hati.

Setelah Gabriel menggenggam tangan tuannya, barulah Arcello sedikit tenang. Igaunya perlahan hilang.

Saksama Gabriel memerhatikan wajah Arcello yang tertidur tak tenang, bahkan keningnya pun tampak mengerut. Tak jarang ia memerhatikan tuannya tertidur saat masih menjadi malaikat. Namun, hanya beberapa kali ia melihat wajah pria mungil itu begitu menderita. Ketika Arcello kehilangan kedua orang tuanya, dan sekarang, saat ia nyaris kehilangan bunga kesayangan yang orang tuanya berikan.

Entah mendapat keberanian dari mana, tiba-tiba Gabriel menyentuh pipi tuannya dengan perlahan. Tampak sisa-sisa tangisan di sudut mata Arcello. Gabriel pun hati-hati mengusap air mata itu.

"Tuan, maafkan saya," sesal Gabriel.

* * *

Dengan berlumur tanah, tangan Gabriel sibuk menanamkan kembali bunga milik tuannya yang masih bisa ia selamatkan. Dulu, saat dirinya masih menjadi malaikat, hanya dengan sejentik jari semuanya bisa kembali. Tapi kali ini, ia harus melakukan apa pun dengan jerih payah sendiri.

Gabriel masih berkutat dengan pot-pot tanaman di balkon. Tiba-tiba angin bersemilir membelai jiwanya, pilu. Gabriel masih sangat mengkhawatirkan tuannya yang hingga sampai detik ini masih belum mau bangun. Lamunannya melambung.

Dari kejauhan terdengar gelegar guntur. Menyadari hal itu, Gabriel sontak berbalik badan, menatap awan-awan hitam di kejauhan. Lamat-lamat, senyumnya mengembang, meski tidak rekah.

Kuharap, aku masih bisa melakukannya, batin Gabriel. Ia pun lekas memejamkan mata.

"Mikhael, apa kau di sana?" tanya Gabriel dengan wajah menghadap gumpalan awan hitam yang semakin mendekat.

Tidak ada jawaban, Gabriel kembali mencoba, "Mikhael, apa kau mendengarku? Ini aku, Gabriel."

Apakah aku sudah tidak bisa melakukannya? Gabriel gelisah. Namun ia masih berusaha untuk terus mencobanya.

"Mikhael, kalau kau bisa mendengarku, jawablah,"

Sesaat kemudian, seseorang menjawab panggilan Gabriel melalui telepatinya.

"Gabriel? Apa ini, kau?" tanya seseorang yang bernama Mikhael.

Mikhael adalah salah satu malaikat sahabat Gabriel. Ia memiliki tugas sebagai penurun hujan. Maka, ketika Gabriel mendengar suara guntur di kejauhan, ia yakin jika sahabatnya ada di sana, dan lekas memanggilnya dengan telepati yang ternyata masih bisa ia gunakan.

"Ya. Ini aku," jawab Gabriel.

"Astaga! Ke mana saja, kamu? Kenapa baru memberiku kabar?" tanya Mikhael panik.

"Ceritanya panjang. Nanti akan aku ceritakan semua. Tapi untuk saat ini, datanglah kemari. Aku butuh bantuanmu, sekarang," titah Gabriel meminta Mikhael untuk menemuinya.

"Baiklah. Aku akan segera menemuimu," pungkas Mikhael.

Telepati antara keduanya pun usai. Sebelum membuka matanya, Gabriel memberitahukan posisi keberadaannya pada Mikhael. Sesaat kemudian, Gabriel pun membuka mata, menatap gulungan awan hitam yang mengarah ke dekatnya.

Beberapa saat kemudian, tampaklah seorang malaikat turun dari atas gumpalan awan hitam menuju balkon apartemen Arcello. Ia adalah malaikat Mikhael, si Pawang Hujan.

Mikhael terbelalak ketika melihat penampakan Gabriel saat ini. "Demi Penguasa Langit dan Dunia. Apa yang terjadi denganmu, Gabriel?" tanya Mikhael terkesiap sambil menutup mulutnya, tak percaya.

"Ceritanya panjang, sahabatku. Yang jelas, sekarang aku sepenuhnya telah menjadi manusia," jelas Gabriel.

Mendengar ucapan sahabatnya, Mikhael tidak bisa berkata-kata. Ia menyimak dengan takzim semua perkataan Gabriel, mulai dari awal hingga menjadi seperti yang ia lihat saat ini. Mikhael tidak menyangka jika sahabatnya akan terjebak di dunia manusia untuk selamanya. Dirinya sangat menyayangkan kecerobohan yang dilakukan Gabriel, tapi ia juga tidak bisa menyalahkan sahabatnya itu.

"Jadi, apa yang harus aku lakukan, sekarang?" tanya Mikhael.

"Aku mau minta bantuanmu untuk menumbuhkan kembali bunga ini," pinta Gabriel sambil memperlihatkan pot berisi tanaman layu yang beberapa saat lalu ia tanam.

"Apa ini?" Mikhael memastikan.

"Ini adalah bunga kesayangan Tuan Arcell. Namanya Alstroemeria. Kamu pasti tahu," tebak Gabriel. "Bunga ini adalah peninggalan berharga dari mendiang kedua orang tuanya. Dan aku ... kemarin aku membuatnya jatuh, lalu pot pecah, dan bunganya patah," terangnya dengan suara yang parau, "dan karena hal ini, sekarang Tuan Arcell jatuh sakit." Mikhael mengangguk paham mendengar penjelasan sahabatnya.

"Aku turut prihatin mendengarnya, kawan." Mikhael merasa iba dengan apa yang menimpa Gabriel, dan tuan dari sahabatnya itu.

"Aku meminta bantuanmu bukan tanpa alasan, Mike. Kamu seorang Dendrophile. Maka dari itu, aku memanggilmu karena aku tahu kamu bisa membantuku," terang Gabriel penuh harap.

Sesaat Mikhael memerhatikan tanaman yang Gabriel pegang. Dengan cermat ia meneliti. "Baiklah, ini mudah." Mikhael menyanggupi permohonan sahabatnya.

Mikhael tampak memejamkan mata untuk memulai ritualnya. Kedua telapak tangannya ia tadahkan ke langit, sesaat kemudian ia telungkupkan di atas pot berisi tanaman yang Gabriel pegangi. Tampaklah pendar-pendar berkilau diikuti tetesan air yang menghujani tanaman itu. Tanpa berlangsung lama, ritual pun selesai, dan Mikhael kembali membuka matanya.

"Aku sudah melakukannya. Mungkin tanaman ini tidak akan langsung tumbuh dan berbunga sekarang, tapi bisa dipastikan hal itu terjadi dalam satu atau dua hari," jelas Mikhael.

Mendengar ucapan sahabatnya, membuat Gabriel merasa lega. "Terima kasih, Mikhael," ucap Gabriel.

"Sama-sama, kawan," timpal Mikhael. "Kalau begitu, aku akan segera pergi. Pekerjaanku masih banyak," pamitnya.

"Baiklah," sahut Gabriel. "Oh ya, tolong beri tahu Penguasa Langit tentang kondisiku di sini. Aku akan menerima apa pun konsekuensinya." Gabriel meminta bantuan sekali lagi, sebelum Mikhael sempat kembali melakukan tugasnya.

"Baiklah, aku akan menyampaikannya. Aku akan kemari lagi untuk membicarakan itu," jawab Mikhael. "Kalau begitu, aku pergi sekarang," pamitnya sekali lagi.

Gabriel mengangguk menimpali perkataan sahabatnya. Ia masih berdiri di balkon melepas kepergian Mikhael. Sesaat kemudian, awan hitam yang sempat bercokol di area apartemen, kini sirna hanya menyisakan kesejukan yang diembus semilir angin. Gabriel pun meninggalkan balkon dan kembali ke dalam apartemen.

Teringat akan tuannya, cepat-cepat Gabriel memeriksa ke kamar. Dirinya terkesiap sesaat setelah membuka pintu kamar. Ia mendapati Arcello tengah tergeletak lemas di lantai. Melihat hal itu, Gabriel segera berlari menghampiri pria mungil tak berdaya di hadapannya.

"Tuan Arcell!" pekik Gabriel panik.

Gabriel memeluk tubuh Arcello yang lemas. "Tuan, bertahanlah," ucapnya sambil berusaha membuat tuannya sadar. Gabriel tampak sedih dan menyesal. Menyesal karena telah meninggalkan Arcello terlalu lama. "Tuan, maafkan saya."

Mendengar tangisan Gabriel, membuat Arcello mulai tersadar. Dengan tubuhnya yang masih lemas, ia mencoba mengangkat tangan dan berusaha mengusap wajah Gabriel.

Dengan suaranya yang parau, Arcello berusaha bicara, "Phi Gab, maafkan aku," ucapnya dengan tatapan sayu penuh sesal. Sesal karena telah merasa kesal pada orang yang kini ada di hadapannya. Gabriel.

* * * *

Team Jasun

tivery x noenu_

Terimakasih sudah membaca, tolong berikan kasih sayangnya dengan vote n coment ya ayang-ayang akuuuh ❤❤❤

Janji, besok baca next chapternya ya...

Continue Reading

You'll Also Like

291K 22.4K 30
Warning!!! Ini cerita gay homo bagi yang homophobic harap minggir jangan baca cerita Ini ⚠️⛔ Sinopsis : Dark, Cowok tinggi ideal berwajah tampan puca...
1.2M 12.3K 33
Jatuh cinta dengan keponakan sendiri? Darren William jatuh cinta dengan Aura Wilson yang sebagai keponakan saat pertama kali bertemu. Aura Wilson ju...
Langit By BFMY

Teen Fiction

13K 585 26
"kau milikku dan akan kulakukan apapun agar kau tetap bersamaku" "hanya kau yang aku punya. Kalau kau meninggalkanku, akan ku ikuti keinginanmu" Sele...
11.1K 1.1K 13
lanjutannya dari cerita Kapal Hantu