Gabriello (Cetak ✅ │ Part len...

By tivery

76.1K 7.4K 2.1K

GABRIELLO adalah buku pemenang juara pertama untuk event menulis 50 days challenge Moon Seed Publisher. ____... More

-GABRIELLO-
-CAST GABRIELLO-
Day-1. Arcello Maqil
Day-2. Kejanggalan
Day-3. Makhluk Asing
Day-4. Gabriel
Day-5. Kesepakatan
Day-7. Perkara Bunga
Day-8. Kenangan Penyembuh
Day-9. Keluar Rumah
Day-10. Hadiah Kecil
Day-11. Mulai Bergerak
Day-12. Bos Baru
Day-13. Beezel Fowk
DAY-14. Dilema
Day-15. Curahan Hati
Day-16. Romantis VS Komedi
Day-17. Angel's Party
Day-18. Sahabat Gabriel
Day-19. Hujan Minggu Sore
Day-20. Sebuah Distorsi
Day-21. Waspada
Day-22. Ancaman
Day-23. Inspeksi Dadakan
Day-24. Langkah Awal
Day-25. Rencana Liburan
Day-26. Melepas Senja Bersama
Day-27. Dalam Pelukan
Day-28. Kejutan Ulang Tahun
Day-29. Hadiah
Day-30. Perayaan Tahun Baru
Day-31. Getaran Perasaan
Day-32. Kegalauan Arcello
Day-33. Memintal Perasaan Kusut
Day-34. Cerita dan Rahasia
Day-35. Terjebak
Day-36. Dua Sisi Perasaan
Day-37. Yang Terlupakan
Day-38. Goyah
Day-39. Tragedi
Day-40. Berduka
Day-41. Adu Domba
Day-42. Kejujuran
Day-43. Pengkhianat Sebenarnya
CETAK
Day-44. Di Ujung Kematian
Day-45. Amarah
Day-46. Perpisahan
Day-47. Restart
Day-48. Bidadari Laki-Laki
Day-49. Dunia Baru
Day-50. Gabriello

Day-6. Penyesuaian

1.9K 193 56
By tivery

#Day6
Clue #Ailurophile

Ailurophile
Todd Hafer dalam buku berjudul 101 Amazing Things About Cat Lovers (2016) menyebutkan bahwa ailurophile adalah seseorang yang mencintai kucing. Ailurophile adalah kata lain dari pencinta kucing yang sangat menyayangi tidak hanya kucing peliharaannya, namun semua kucing yang ditemuinya.

****

Pagi-pagi sekali, Gabriel telah memulai tugas pertamanya. Yaitu membuatkan sarapan untuk tuannya yang masih nyaman bersembunyi di bawah selimut. Entah belajar dari mana, namun usahanya untuk membuat sarapan, cukup meyakinkan.

Setelah selesai menyiapkan sarapan, Gabriel berniat membangunkan sang majikan. Dari dapur, ia berjalan menuju kamar Arcello. Sesampainya di depan kamar, ia tampak ragu untuk membangunkan tuannya. Namun, Gabriel juga tidak bisa membiarkan Arcello bangun kesiangan, terlebih, jam yang menempel pada dinding sudah menunjukkan pukul tujuh pagi.

“Tuan ... bangun, Tuan. Hari sudah pagi,” bisik Gabriel sambil mengetuk pintu, ragu.

Beberapa saat Gabriel menunggu di depan pintu. Namun, Arcello tampaknya belum juga bangun. Sekali lagi Gabriel mengetuk pintu. Kali ini terdengar lebih keras dari sebelumnya.

“Tuan, bangunlah. Nanti Tuan kesiangan.”

Masih belum ada jawaban, Gabriel berniat untuk mengetuknya sekali lagi. Namun begitu hendak mengetuk, tiba-tiba pintu kamar terbuka. Keluarlah seorang pria mungil, mengenakan kaus oversize yang menutupi paha, sehingga, terlihat tanpa celana.

“Pagi, Phi,” sapa Arcello sambil menguap dan menggaruk rambutnya.

“Pagi, Tuan,” timpal Gabriel, gugup.

Melihat Arcello yang tengah berdiri seperti itu, berhasil membuat Gabriel salah tingkah. Ia berusaha memalingkan wajah, meski bola matanya tak henti mencuri pandang.

Lucunya, benak Gabriel memuji Arcello, dengan pipi bersemu merah.

Aroma roti panggang yang menguar, berhasil mampir ke depan Arcello. Wanginya menyelusup ke rongga penciuman, menjalar di olfaktori, dan mengingatkannya pada bau yang ia kenal. Roti gandum diolesi selai choco hazelnut.

Hidung Arcello mengendus seperti tikus. Lalu berjalan dan mengabaikan pria di hadapannya, demi sumber dari aroma yang membuat ia terpikat.

Phi. Ini kamu yang buat?” tanya Arcello sambil menunjuk sajian roti panggang di atas meja.

“Iya, Tuan,” jawab Gabriel yang membuat Arcello pun tersenyum senang.

Arcello hampir mendaratkan tangannya pada setangkup roti panggang, namun dengan cepat Gabriel menyambar dan mengamankan piring sarapan.

“Au!” Arcello menoleh pada Gabriel. “Kenapa diambil?” tanyanya dengan wajah kebingungan.

“Kalau Tuan mau sarapan, lebih baik cuci muka dalu,” tegas Gabriel.

“Nggak apa-apa, lah, Phi. Aku sudah lapar,” rengek Arcello. Gabriel menggeleng, tanda menolak.

“Ayolah, Phi,” paksa Arcello sambil berusaha meraih piring yang dijauhkan.

“Cu-ci-mu-ka-du-lu!” eja Gabriel.

Phi ... please!

Arcello ingin merebut sarapan miliknya, namun karena tubuh Gabriel yang terlalu tinggi, membuatnya kesulitan untuk mendapatkan apa yang dia mau. Tiba-tiba, tubuh mungil itu oleng dan bersandar pada pria berdada bidang. Si mantan malaikat. Gabriel.

Sesaat keduanya terdiam karena kaget. Tapi bukanya segera memperbaiki posisi, Arcello justru meracau, “Hmm ... wangi banget, Phi. Udah mandi, ya?” cetusnya.

Tanpa mempedulikan orang yang tengah ia peluk, Arcello malah mengendus-ngendus dada Gabriel sambil memejam. Bahkan ia mengabaikan pemilik dada yang tengah gemetar menahan kegugupan.

Gabriel masih membatu, kaku. Ia sibuk menetralkan degup jantungnya agar tidak terlalu cepat, mengingat telinga Arcello sedang menempel di dadanya.

“Saya belum mandi, Tuan,” terang Gabriel mulai bersuara. “Mungkin wangi baju yang tuan pinjamkan,” tebaknya.

“Ish! Mau bilang sok wangi bawaan lahir?” cibir Arcello, sambil menjauhkan wajahnya dari dada Gabriel.

Gabriel tersentak. Apa jawabanku salah, ya? Tapi, bukankah baju yang Tuan Arcell pinjamkan ini sangat wangi? batinnya.

Kelengahan Gabriel berhasil dimanfaatkan Arcello untuk mencuri sarapan yang sejak tadi dia ingini.

“Au?”

Gabriel masih bengong, ketika Arcello berhasil mendapatkan roti panggangnya, bahkan sekarang ia sedang mengunyah.

“Enak!” Arcello tersenyum sambil bergumam, puas.

Tidak ada yang bisa Gabriel lakukan ketika tersadar, roti panggang itu sudah berpindah tangan. Sedangkan pelakunya, sekarang terlihat senang dan kenyang. Melihat tingkah tuannya yang lucu, membuat Gabriel hanya bisa menggeleng sambil tersenyum.

Entah keberanian dari mana, yang membuat tangan Gabriel tiba-tiba mendarat pada kepala Arcello, lantas membenarkan beberapa helai rambut yang terlihat centang.

“Rambut tuan mengganggu,” terangnya.

Mendapat perlakukan yang mendadak, membuat Arcello yang tengah asyik mengunyah, seketika terdiam bungkam.

“Hanya hari ini!” ancam Gabriel. “Besok cuci muka dulu ... baru boleh sarapan.”

Arcello mengangguk pelan sambil mengunyah lagi.

Astaga! Pagi-pagi udah bikin anak orang jantungan, batin Arcello.

***

Arcello baru duduk pada kursi, ketika Auryn tiba di ruang kerja mereka. Auryn merasa heran karena sahabatnya yang mungil itu tumben tidak kesiangan. Saksama ia memerhatikan penampilan Arcello yang mencuri perhatiannya. Si pria yang biasanya kumal, kali ini tampak lebih rapi.

“Ohoo ... tumben-tumbenan Tuan Muda nggak kesiangan?” sindir Auryn begitu tiba di hadapan Arcello. “Lu juga rapian, sekarang. Pasti ada sesuatu?” tuduhnya sambil menggerakkan alisnya turun naik.

“Apaan sih, Kak? Serba salah, deh. Gue kesiangan, lu ngomel. Gue kucel, lu ngomel ... sekarang, gue udah nggak telat dan lebih rapi, lu malah curiga. Heran gue,” jawab Arcello kesal.

Auryn tertawa puas setelah membuat sahabatnya cemberut. “Ya, nggak biasanya aja lu kayak gini. Se kantor tuh udah pada tahu, kalau seorang Arcello Maqil yang mungil ini, adalah karyawan teladan,” ucap Auryn. “Tepatnya teladan kesiangan.”

“Ish! Lu, mah.” Arcello mencebik. Ia tidak menyangkal apa yang sahabatnya bicarakan. Arcello memang juaranya kesiangan, sampai atasan pun sudah bosan menegurnya. Mungkin, jika saja ia tidak banyak membantu perusahaan, sudah sejak lama Arcello ditendang dari tempatnya bekerja. Hanya saja, ia sangat pintar, sehingga, perusahaan pun akan berulang kali berpikir untuk melakukan itu.

“Ada apa, sih, Cell? Lu sembunyiin apaan dari gue?” desak Auryn. Kalau soal kepekaan, jangan ditanya, Auryn juaranya. Dibanding Arcello, Bian, dan Zach, Auryn selalu menjadi orang pertama yang menyadari jika ada keanehan terjadi di sekitar mereka.

Arcello memilih diam. Meski begitu, kegugupan pada wajahnya tidak bisa ia tutupi dari Auryn. “Apaan sih, Kak? Nggak ada yang gue sembunyiin, kok ... sumpah!” sangkal Arcello. “Memangnya salah, kalau kali ini gue pengen lebih disiplin?” tambahnya.

“Ya ... nggak gitu, sih. Cuma, ya ... heran aja. Soalnya bukan lu banget,” tutur Auryn. “Tapi, syukur deh, kalau lu mau berubah. Gue dukung,” susulnya sambil tersenyum lebar pada Arcello.

Arcello dan Auryn masih terlihat mengobrol, saat Bian dan Zach baru tiba di ruang kerja mereka. Kali ini, ada sesuatu yang Bian bawa ke kantor. Yaitu, seekor kucing berwarna putih tampak menggemaskan, dengan bulu-bulunya yang lebat.

“Pagi semuanya,” sapa Bian ceria. “Ao! Tumbenan si Acil ngeduluin gue?” Bian cukup terkejut melihat Arcello yang tiba lebih dulu darinya.

Mendengar Bian memanggilnya Acil, sontak membuat senyuman Arcello hilang seketika. “Berisik, lu,” protes Arcello sambil menatap kesal ke arah Bian. Namun kekesalannya sirna, saat matanya menangkap bola bulu putih yang Bian gendong di tangannya.

“Wah ... lucunya,” seru Auryn saat ia melihat kucing dalam pangkuan Bian. “Kucing siapa, tuh?” tanya Auryn penasaran.

“Punya gue, lah,” protes Bian. “Ini, tuh, anak kelima gue sama Zach. ‘kita’ bikin semalam. Dan lahir lah ... tara ...,” terang Bian sambil mengangkat kucingnya, ala-ala di film Lion King. “Bianza! Diambil dari nama gue dan Zach,” seloroh Bian tampak bangga.

“Bukan! Itu kucing boleh nemu di got, beberapa hari lalu. Kayak yang nggak tahu aja, kalau bini gue ailurophile,” ungkap Zach yang tahu-tahu muncul di belakang kekasihnya, sambil menenteng kandang kucing.

Ya. Semua orang di kantor itu, tahu. Athamist Biandra adalah ailurophile. Yaitu sebutan untuk pencinta kucing yang sangat menyayangi tidak hanya kucing peliharaannya, namun semua kucing yang ia temui. Bukan cuma kali ini ia membawa kucing ke kantor. Dulu-dulu, sempat membawa beberapa ekor kucing sampai membuat heboh karena ulahnya yang ‘petakilan’.

Mendengar ucapan kekasihnya, membuat Bian yang awalnya berbinar-binar, seketika berubah cemberut. “Ish! kamu, mah  ... nggak asyik,” protes Bian sambil memukul bahu Zach. Zach mengaduh sambil mengusap bahunya. Pukulan Bian cukup keras terasa.

Melihat kekonyolan Bian, tak ayal membuat Auryn dan Arcello geleng-geleng kepala. “Dasar Wong Edan!” umpat keduanya, kompak, diikuti tawa renyah bersama.

Suasana pagi terasa hidup dan hangat. Kedekatan empat orang sahabat itu, begitu terikat. Selalu ada saja hal-hal yang membuat mereka bahagia. Meski terkadang ada perdebatan, namun tak membuat mereka merenggang. Justru ikatan mereka semakin mengencang.

***

Di dapur apartemen, Gabriel ingin mencoba masak. Ia mengetahui cara memasak dari buku resep yang sempat dirapikan pada rak buku. Seperti yang ia lakukan saat membuat roti panggang tadi pagi. Dan sekarang, Gabriel ingin memasak yang lain.

Berbekal bahan-bahan yang sempat ia pesan pada Arcello sebelum kerja, dan diantarkan kurir beberapa saat yang lalu, kali ini Gabriel akan membuat sup ayam. Dengan tekun, Gabriel menyiapkan bahan-bahan yang akan ia masak. Mulai dari memotong daging ayam menjadi beberapa bagian, mengupas kentang, dan mencuci sayuran pelengkap lainnya. Ia tampak senang.

Namun ada satu yang membuatnya kesusahan, yaitu mengiris bawang. Gabriel tampak beberapa kali mengerjap-ngerjap mata karena perih menyiksa. Ia benar-benar tidak tahan. Alhasil ia menghentikan sejenak pekerjaannya, kemudian mencuci tangan.

Setelah mencuci dan mengelap tangannya, Gabriel memutuskan pergi ke balkon untuk mencari udara segar, demi memulihkan kondisi mata dan penciumannya. Sesampainya di balkon, Gabriel tampak menarik napas dalam-dalam.

“Ahh ... segarnya,” ucap Gabriel sambil memejamkan mata, kemudian membukanya kembali. Sesaat ia mengedarkan pandangan. Gabriel tampak tertegun. Ia masih tidak menyangka kalau sekarang dirinya seorang manusia. Setelah dirasa cukup beristirahat, ia memutuskan untuk kembali ke dalam, dan melanjutkan aktivitasnya.

Masih tampak sisa-sisa senyuman di bibir Gabriel, sampai ia menemukan hal yang membuatnya seketika tercengang. Mata Gabriel melotot saat seekor kucing sedang berusaha mencuri daging ayam di dapur. Ia tidak mengerti, dari mana datangnya kucing itu, yang tahu-tahu sudah ada di dalam apartemen. Namun ia teringat, saat dirinya berada di balkon, pintunya terbuka lebar.

Menyadari sang kucing berhasil mencuri sepotong sayap ayam, membuat Gabriel serta merta berlari ke dapur hendak mengusirnya. Ketibaan Gabriel di dapur, membuat sang kucing sontak terkejut. Ia meloncat kabur.

Gabriel mengejar sang kucing sambil mengacung-ngacungkan pisau daging. Bukannya lari keluar, kucing tersebut malah meloncat-loncat ke tempat lain, menyebabkan barang-barang yang ia pijak jatuh dan berantakan. Ternyata, alasan sang kucing melakukan hal itu karena pintu ke balkon Gabriel tutup, setelah mencari udara segar beberapa saat lalu.

“Hei ... kembalikan ayamku!” hardik Gabriel.

Gabriel terus mengejar sang kucing, namun larinya kalah cepat. Kucing itu tampak gesit loncat sana-sini. Gabriel kemudian teringat untuk membuka pintu balkon. Setelah pintunya terbuka lebar, barulah ia kembali mengejar sang kucing dan menggiringnya keluar.

Sang kucing berhasil keluar melalui pintu balkon yang terbuka. Namun ulahnya tak sampai di situ. Ia meloncat pada rak yang berisi susunan pot-pot gerabah berisi tanaman milik Arcello, dan menjatuhkannya beberapa, sampai akhirnya ia pun pergi berpindah tempat ke balkon unit sebelah.

Melihat sang kucing telah pergi, Gabriel pun bisa bernapas lega. Namun, sesaat kemudian ia dibuat cengang melihat kondisi apartemen yang berantakan. Terlebih saat melihat beberapa tanaman milik tuannya berceceran di lantai.

“Astaga!” Gabriel meringis lemas.

Belum reda jantungnya berdebar-debar, Gabriel menyadari seseorang berusaha membuka pintu apartemen. Ya, siapa lagi kalau bukan Arcello yang baru pulang kerja.

“Gawat! Tuan Arcell sudah pulang. Gimana, ini?” racau Gabriel sambil belingsatan.

“Aha!” cetusnya. Gabriel menjentikkan jari. Pikirnya, hanya dengan sejentik jari semuanya bisa kembali rapi seketika. Namun, setelah ia melakukannya, tidak terjadi apa pun sama sekali.

“Ao?” Gabriel merasa heran sambil menatap pucuk jempol dan telunjuknya yang menyatu. Ia baru sadar jika kekuatan besar miliknya telah sirna. Dan ia pun semakin sadar, kalau dirinya sekarang manusia.

“Habislah aku!” kutuknya saat Arcello muncul dari balik pintu.

“Aku pula ....” Belum salamnya usai, Arcello sudah terbelalak dengan mulut yang menganga. Ia terkejut dengan apa yang tampak di hadapannya. Kekacauan di mana-mana. Terlebih saat ia melihat tanaman kesayangan tergeletak di lantai, dengan pot yang terpencar.

Hal itu berhasil memancing kemarahan Arcello. Ia tidak tahu apa yang sebenarnya telah terjadi. Namun, satu-satunya orang yang bertanggung jawab atas kekacauan di tempatnya,  hanyalah Gabriel seorang.

PHI GAB ...!” teriak Arcello mengguncang jagat.

Mendapati kemarahan tuannya, Gabriel hanya bisa menunduk dan menghela lemas.

Mati aku! batin Gabriel.

****

Team Jasun

tivery x noenu_

Terima kasih sudah membaca, tolong berikan kasih sayangnya dengan vote n coment ya ayang-ayang akuuuh ❤❤❤

Janji, besok baca next chapternya ya...

Continue Reading

You'll Also Like

Langit By BFMY

Teen Fiction

13K 585 26
"kau milikku dan akan kulakukan apapun agar kau tetap bersamaku" "hanya kau yang aku punya. Kalau kau meninggalkanku, akan ku ikuti keinginanmu" Sele...
447K 27K 34
no descripsion! silahkan membaca.. {CERITA INI TELAH DI REUPLOAD. JIKA MASIH ADA KESALAHAN, SILAHKAN HUB AUTHORNYA} TERIMA KASIH.
1.8M 102K 25
❝Apakah aku bisa menjadi ibu yang baik?❞ ❝Pukul dan maki saya sepuas kamu. Tapi saya mohon, jangan benci saya.❞ ©bininya_renmin, 2022
1.1M 57.1K 34
Tak pernah terbayang olehku akan bertransmigrasi ke dalam novel yang baru aku baca apalagi aku menempati tubuh tokoh yang paling aku benci yang palin...