Black Pearl [Open PO]

By MarxSha69

20.8K 2.1K 444

Ombak membawaku padanya, kepada sang keindahan di Palung Mariana. Keindahan itu tersenyum lalu berkata, "Halo... More

PROLOG
Day 1 : Kehangatan Dari Dasar Laut
Day 2 : Kenangan Masa Lalu
Day 3 : Pertemuan Kembali
Day 4 : Hembusan Angin dan Riuh Ombak
Day 6 : Pemahaman
Day 7 : Pernyataan
Day 8 : Malam Terakhir
Day 9 : Janji
Day 11 : Keteguhan Hati
Day 12 : Menyusuri Lautan
Day 14 : Pria Baik Tersenyum Cantik
Day 15 : Apakah sia-sia?
Day 16 : Kecemasan
Day 17 : Dia Yang Terlupakan
Day 18 : Langit Kelabu
Day 19 : Empati
Day 20 : Pria Malam Ini
Day 21: Lihat Dan Perhatikan
Day 22 : Keraguan
Day 23 : Meredup
Day 24 : Aku Yang Kau Lupakan
Day 25 : Tekad
Day 26 : Bukti
Day 27 : Embun Hati
Day 28 : Momento
Day 29 : Kepercayaan Yang Keliru
Day 30 : Hari Sial
Day 31 : Hilang Kendali
Day 32 : Permohonan Tegas
Day 33 : Penyesalan
Day 34 : Kemarahan
Kabar Penting!!
Kabar baru!
PO!!!
haloo~

Day 5 : Milikku

864 94 18
By MarxSha69

#day5
#bernas

Kata ini memiliki beberapa arti yakni:
- berisi penuh (tentang butir padi, susu, bisul, dan sebagainya)
- banyak isinya (tentang pidato, petuah, ceramah, dan sebagainya)
- dapat dipercaya.

(⁠つ⁠≧⁠▽⁠≦⁠)⁠つ

"Heli-chan, apa kau sibuk? Bisa bantu aku menganilis ini?"

"Muji! Helios sedang membantuku mengamati batu karang!" teriak Sasaki.

"Persetan dengan batu karangmu, urusanku lebih penting!"

Helios hanya tertawa canggung sambil menggaruk belakang kepalanya yang pura-puta gatal. Sudah lebih dari dua minggu Helios selalu datang mengunjungi mereka. Namun seminggu belakangan ini merman kecil ini sudah berani tinggal dengan Keita.

Setiap tim peneliti yang terlibat seolah sudah terbiasa dengan kehadiran Helios. Berkat sifatnya yang ceria dan terbuka membuat pemuda berdurasi perak imi mudah diterima di lingkungan tersebut, bahkan keempat anggota tim Keita sering kali menculik Helios ke sana kemari.

Pengetahuan Helios tentang flora dan fauna yang ada di pulau tersebut membuatnya sering kali dilibatkan dalam kegiatan penelitian. Kecerdasannya dalam mengambil keputusan dan kemampuannya menjelaskan sesuatu sangat patut diacungi jempol, semua orang di perkemahan itu sangat berterimakasih pada Keita karena sudah membawa seseorang yang sangat berguna untuk mereka.

Namun selebih dari itu, Keita sungguh merasa tidak terima. Semenjak Helios dekat dengan orang-orang di perkemahan, dia tidak bisa menghabiskan banyak waktu bersama merman manisnya karena ada saja yang datang untuk merebut Helios dari sisinya.

"Sudah cukup!" Keita menarik Helios ke arahnya, padahal Muji tengah berbicara dengannya.

"Keita, biarkan Helios membantuku dulu." protes Muji dengan wajah masam.

Keita menulikan diri, dia tetap menyeret Helios ke dalam kamar mereka. Ya, kamar Keita yang kini sudah menjadi kamar Helios juga.

"Kenapa kau di sini? Apa kau tidak punya jadwal ekspedisi?"

Ketita hanya memandang Helios dalam diam. Helios seketika merasa tidak nyaman dengan tatapan tajam dari Keita, meski begitu ia tahu bahwa pria besar  hadapannya ini membendung banyak hal di kepalanya.

"Kemarilah." Helios menarik lembut lengan Keita untuk duduk di tempat tidur. Mungkin mereka perlu mengobrol sejenak.

Begitu keduanya duduk, Keita segera memeluk erat Helios dan menyandarkan kepalanya di bahu sempit itu.

"Aku sangat tidak bahagia, kau tahu?" bisik Keita dengan nada merajuk.

Helios menghela napas berat, perlahan ia merebahkan dirinya di tempat tidur dengan sebuah gurita raksasa yang melingkupi tubuhnya. Dengan perlahan ia mengusap punggung Keita dengan jemari lentiknya mencoba memberikan rasa nyaman, dan sekedar membuat dirinya merasa lebih tenang.

"Ada apa, hm?" tanya Helios lembut.

"Kau selalu membantu mereka dan mengabaikanku."

"Kapan aku mengabaikanmu?"

"Kau milikku."

"Aku tau."

Keita menduselkan wajahnya pada ceruk leher Helios, menghirup aroma pemuda di pelukannya dalam-dalam lalu memberi kecupan ringan di sana.

Helios sudah terlalu terbiasa dengan sikap Keita yang kekanak-kanakan, ia juga sudah terbiasa dengan niat kotor Keita tetapi ia masih sadar diri untuk mendorong tubuhnya menjauh. Itu sama dengan mendorong batu karang.

"Helios, kenapa Muji memanggilmu begitu manja?"

"Apakah aku bisa menolak?"

"Aku bisa mengatakannya pada mereka untuk tidak terlalu dekat dengan mu."

"Jangan begitu."

Keduanya terdiam cukup lama, telapak tangan Helios masih mengelus bagian belakang kepala Keita dengan lembut.

Keduanya sangat menikmati momen tersebut sampai suara berisik memaksa mereka untuk berhenti, Keita memandang pintu dengan jengkel dan bersumpah dalam hati untuk membunuh siapapun yang berada di balik sana.

Helios menepuk ringan punggung Keita, mengisyaratkan padanya untuk bangkit dan membuka pintu. Dengan malas Keita berjalan kearah pintu lalu membukanya.

"Yo, ketua? Ada apa? Kenapa tatapanmu seperti seseorang telah merebut istrimu?" Ryuu bergidik ngeri saat melihat tatapan Keita sesaat setelah pintu terbuka.

Keita bersumpah dalam hidupnya, baru kali ini ia sangat ingin membunuh seseorang. Ah tidak, sejak dulu Ryuu sudah masuk dalam daftar orang yang ingin Keita bunuh.

-

Ryuu diam-diam memandang Keita yang sedang sibuk mengatur tabung oksigen, pemuda itu hanya duduk diam namun semua orang seakan biasa melihat peringatan di atas kepalanya seperti 'jangan bicara padaku atau aku akan melemparmu dari kapal'.

"Ssttt, Ryuu!" bisik Asahi.

"Hah? Apa?" balas Ryuu kencang karena angin pantai membuatnya tidak mendengar jelas. Asahi segera memukul punggungnya.

"Pelankan suaramu, bodoh!" maki Asahi tapi masih berbisik. "apa yang kau lakukan sampai Keita seperti itu?"

"Aku hanya menjeputnya seperti yang kau suruh."

"Lalu kenapa dia seperti itu?"

"Mana aku tahu."

Merasa tidak puas dengan jawaban Ryuu Asahi pun memilih kembali menyibukan diri dengan perlengkapan miliknya. Sore itu adalah jadwal tim mereka untuk melakukan ekspedisi di laut bagian Utara Palung Mariana, tim peneliti mengatakan bahwa di sana banyak penemuan bongkahan bangunan yang tidak diketahui sehingga kepala peneliti mengutus tim Keita untuk memastikannya.

"Aci-chan, kau pergi denganku, oke?" Ryuu menarik ujung baju selam yang dikenakan Asahi.

"Koordinatnya sudah ditentukan bagaimana bisa kau pergi denganku? Lalu siapa yang akan pergi ke koordinat yang kau dapat?"

Ryuu yang merasa tidak puas akhirnya memberanikan diri untuk melontarkan protesnya kepada Keita yang tengah bersiap untuk menyelam.

"Ketua, aku--"

Belum sempat Ryuu menyelesaikan kalimatnya, ia merasa tubuhnya terlempar ke luar kapal dan seketika merasakan air laut masuk ke dalam mulutnya. Ketua sialan itu menendang dirinya ke laut tepat setelah kata kedua yang ia ucapkan.

Matahari mulai ternggelam di sudut barat, pendar jingga memenuhi langit, mendominasi warna sore itu.

Helios duduk di atas batu karang yang menghadap langsung ke arah laut tidak jauh dari tenda konsumsi, memandang gelombang pasang air laut sambil menunggu Keita kembali dari ekspedisi.

"Hei."

Helios mendengar suara dari belakang tubuhnya sontak berbalik menatapnya. Helios mengenalnya, wanita itu adalah Suzume.

Kesan Helios terhadap wanita ini tidak terlalu baik, meskipun dia tidak terang-terangan menyerang Helios, namun mulutnya sangat busuk. Dengan malas Helios turun dari atas batu karang dan menemuinya. Dengan

"Ya?"

"Kau seorang gay?"

"Huh?"

"Berhentilah jadi pelacur kecil yang terus menempel pada Keita!" Suzume menatap tajam Helios, nada bicaranya terdengar seolah Helios sangat menjijikan.

Helios paham batul bahwa inilah sifat busuk manusia, saat mereka merasa terancam maka salah satu pilihan untuk bertahan adalah menyerang orang lain, seperti gadis ini yang mencoba untuk menyingkirkannya. Helios tidak mengucapkan apapun dan hanya menatap Suzume sampai wanita itu puas.

"Keita tidak pernah menyukai pria, kau hanya boneka yang ia mainkan saat ia bosan. Lagi pula lihat dirimu, membuka selangkangan dan menggoyangkan bokong mu untuk bisa menetap di perkemahan ini. Siapa yang ingin kau jilat? Setelah Keita, apakah kau akan mencari penis lain agar kau bisa hidup dengan nyaman? Yah, begitulah cara hidup seorang jalang."

Helios tidak mengerti kenapa wanita ini sangat ingin menjatuhkan harga dirinya, semua omongannya tidak masuk akal sehingga Helios tidak merasa perlu untuk menanggapi wanita itu.

Semakin berbicara, Suzume semakin kesal karena tidak ada perubahan ekspresi di wajah Helios. Ia pun tidak bisa membendung emosinya, dengan cepat ia mengangkat tangannya dan menampar sisi kiri wajah Helios hingga pemuda cantik itu mundur beberapa langkah.

Helios terkejut dengan tamparan tersebut, dalam hatinya ia sangat ingin membalas namun lawannya adalah seorang wanita. Ibunya selalu berkata memukul wanita itu adalah dosa besar seorang pria jadi ia hanya diam.

Namun bagaimana mungkin ia bisa tetap diam?

Setelah memantapkan tubuhnya, Helios berjalan mendekat kearah Suzume yang masih berusaha untuk melancarkan pukulannya pada Helios. Dengan cekatan Helios menangkap tangan Suzume yang hampir menyentuh wajahnya sekali lagi, mencengkramnya kuat.

Namun ia lupa bahwa manusia memiliki dua tangan, ia sungguh melupakan tangan Suzume yang satunya, merasakan bahwa tangan itu akan kembali mendarat di wajahnya ia pun memejamkan mata dengan tekad jika wanita itu berani memukulnya sekali lagi maka akan ia pastikan untuk menariknya ke dasar palung dan menjadikan wanita itu santapan para siren. Namun sepersekian detik kemudian dia sama sekali tidak merasakan pukulan dari Suzume.

Hal pertama yang ia lihat adalah wajah ketakutan Suzume dan yang kedua adalah wajah menakutkan Keita, telapak tangan Keita mencengkram pergelangan tangan Suzume dengan kuat sampai Helios bisa melihat bekas kemerahan disana.

"K-Keita?" Suara Suzume terdengar gemetar.

Insting Helios mengatakan bahwa ia harus segera melepas cengkeramannya dari pergelangan tangan Suzume dan berdiri di belakang Keita, jadi ia pun melakukan sesuai dengan instingnya.

Keita menghempaskan pergelangan Suzume dengan kasar lalu berkata, "Kau ingin mati?"

"A-apa?"

Suzume mengusap pergelangan tangannya yang terasa sakit akibat cengkraman kuat Keita, pandangannya menunduk jatuh ke tanah, seketika tubuhnya terasa bergetar.

"Aku bertanya apakah kau ingin mati?"

Helios tercengang dengan apa yang ia dengar, tidak pernah sekalipun ia mendengar nada bicara Keita semenakutkan itu bahkan saat Ryuu menganggunya. Bohong jika Helios tidak merasa bulu kuduknya merinding, karena selama ini Keita adalah sosok yang sangat lembut setiap kali mereka bercengkrama.

Suzume masih tidak menjawab. Keita sudah amat kesal karena tingkah Ryuu sebelum ini, lalu kini mendengar seseorang tengah menyakiti prianya bahkan dia berani memukul Helios tepat di depannya. Bagaimana mungkin Keita hanya tinggal diam dan menonton? 

"Dengar, jangan pikir karena kau seorang wanita aku tidak berani untuk membunuhmu!"

Keita menarik tangan Helios dan pergi sejauh mungkin dari sana, Helios yang ditarik pun hanya bisa terdiam mengikuti Keita tanpa berbicara sedikitpun.

Keita menyuruh Helios duduk di sebuah kursi kayu tidak jauh dari tenda kesehatan, sedangkan dia segera memasuki tenda dan kembali dengan sebuah kotak P3K di tangannya.

Dengan lembut Keita meraih dagu Helios dan memiringkannya agak ke samping agar ia bisa melihat bekas tangan Suzume yang telah merusak keindahannya, Keita menghela napas berat, merasa menyesal di dalam hatinya.

"Jika sakit katakan saja."

"Ini hanya memar, aku seorang pria sama sepertimu jadi bagaimana bisa aku begitu lemah?" Helios tertawa kecil.

"Aku benci melihat tubuhmu terluka."

"Oh? Lalu apa yang kau pikirkan saat menggigitku?"

"Itu tidak dihitung sebagai luka, itu adalah tanda bahwa kau miliku."

"Baiklah."

Hubungan mereka belum jelas namun Keita selalu berkata bahwa Helios adalah miliknya, terkadang Helios bingung apakah ia harus merasa senang atau sedih dengan fakta ini.

"Keita, kau tahu? Ucapan Kepala Peneliti selalu bernas di setiap sambutan paginya, membuatku sedikit muak. Kau jangan mencoba menjadi seperti itu, oke?"

"Hmm, kau pikir aku seperti itu? Isi pidatonya terdengar bernas tetapi tidak memiliki arti, sedangkan setiap ucapanku sangat berarti, kau tahu?"

--

"Aci-chan, tunggu aku!" teriak Ryuu pada Asahi yang berjalan mendahuluinya.

"Kau sangat lamban seperti penyu!" balas Asahi muak. Dia menghentikan langkahnya untuk menatap bajingan Nakamoto itu.

Ryuu yang melihat Asahi berhenti segera berlari ke arahnya, dengan semangat ia melingkarkan lengannya di pinggang Asahi.

"Aci-chan, jika kau wanita aku pasti sudah menciummu."

Asahi mengerutkan dahinya. "Kalau begitu pergi dan temukan seorang wanita untuk kau cium."

"Tapi tidak ada yang sepertimu."

Asahi tersenyum miring, jemari kecilnya menyelinapkan pelan ke belakang kepala Ryuu membuat pemuda pirang itu merasakan desiran mengundang di perutnya. Setelah beberapa detik mengusap pelan surai pirang itu, Asahi segera menariknya sekuat tenaga hingga tubuh Ryuu tersentak ke belakang dan meronta kesakitan.

"Aci-chan, ini sakit aashh--! Tolong lepaskan, please.."

"Cih!"  Asahi melepaskan rambut Ryuu lalu pergi meninggalkan pria itu sekali lagi, merasa dirinya sudah sangat lelah hanya dengan berbincang dengan Ryuu.

Ryuu dengan cepat menyambar pergelangan tangan Asahi. Asahi yang tidak siap dengan tarikan tiba-tiba tersebut tidak bisa menahan tubuhnya yang oleng dan dengan sekejap kehilangan keseimbangan. Namun Ryuu dengan sigap menangkap tubuh Asahi.

"Apa yang kau lakukan sialan, bagaimana jika aku jatuh. Kau--"

Asahi belum sempat menyelesaikan ucapannya namun bibirnya sudah dibungkam oleh benda kenyal nan lembut milik Ryuu.

Niat awal hanya ingin menempelkan bibirnya dengan milik Asahi, tetapi sesuatu dalam diri Ryuu mendorong untuk mulai menerobos masuk ke dalam mulut Asahi. Pemuda mungil itu tentu saja memberontak, tetapi gerakan lembut oleh Ryuu membuatnya terbuai hingga berani membalas lumatan nakal dari Ryuu.

Ciuman itu berlangsung beberapa saat hingga Asahi mulai kehabisan napas dan menarik tubuhnya menjauh dari Ryuu. Ciuman mereka terlepas dengan suara kecipak yang menguar, bahkan dengan gilanya Ryuu sempat menggigit ujung bibir Asahi hingga memiliki luka kecil.

Wajah Asahi seketika memerah bahkan hingga ke telinga, ia pun mendongak untuk menatap Ryuu yang saat itu tengah menatapnya dengan tatapan mesum. Ryuu sekali lagi mendekatkan wajah mereka dan menjilat ujung bibir Asahi yang berdarah membuat tubuh Asahi meremang.

"Aku tarik kata-kata ku, kau tidak perlu menjadi wanita karena aku akan mencium mu meskipun kau seorang pria." Ryuu mengecup bibir Asahi sekali lagi sebelum mengedip nakal padanya tanpa mempedulikan Asahi yang telah menjadi tomat.

---bersambung

Luv buat kalian semua yang udah ngasih like dan komen ❣️

Sudah ada yang terkena second lead syndrom? Kapal baru udah mulai berlayar nih, silahkan para penumpang bersiap naik. Yuhuuu~

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 88.5K 36
Apa yang kamu lakukan jika mengulang waktu kembali? Tabitha Veronika Miller sosok gadis yang diberi kesempatan untuk mengulang waktu kembali, kematia...
7.7K 914 10
INI ADALAH CERITA BARU AUTHOR YA CERITA INI HANYA FIKTIF BELAKA DAN HIBURAN SEMATA. JIKA ADA KESAMAAN NAMA, TEMPAT, KARAKTER DAN SEBAGAINYA, MOHON DI...
254K 8.6K 34
Tidak semua pernikahan yang dijalankan adalah sebuah pernikahan impian. Tidak semua orang yang kita harapkan kehadirannya, akan bersanding di pelamin...
5.3K 474 23
END (Mac & Ken) Menceritakan tentang sebuah sekolah sihir yang menyimpan begitu banyak misteri yang harus di pecahkan dan pencarian sang pengendali b...