Black Pearl [Open PO]

By MarxSha69

20.8K 2.1K 444

Ombak membawaku padanya, kepada sang keindahan di Palung Mariana. Keindahan itu tersenyum lalu berkata, "Halo... More

PROLOG
Day 1 : Kehangatan Dari Dasar Laut
Day 2 : Kenangan Masa Lalu
Day 4 : Hembusan Angin dan Riuh Ombak
Day 5 : Milikku
Day 6 : Pemahaman
Day 7 : Pernyataan
Day 8 : Malam Terakhir
Day 9 : Janji
Day 11 : Keteguhan Hati
Day 12 : Menyusuri Lautan
Day 14 : Pria Baik Tersenyum Cantik
Day 15 : Apakah sia-sia?
Day 16 : Kecemasan
Day 17 : Dia Yang Terlupakan
Day 18 : Langit Kelabu
Day 19 : Empati
Day 20 : Pria Malam Ini
Day 21: Lihat Dan Perhatikan
Day 22 : Keraguan
Day 23 : Meredup
Day 24 : Aku Yang Kau Lupakan
Day 25 : Tekad
Day 26 : Bukti
Day 27 : Embun Hati
Day 28 : Momento
Day 29 : Kepercayaan Yang Keliru
Day 30 : Hari Sial
Day 31 : Hilang Kendali
Day 32 : Permohonan Tegas
Day 33 : Penyesalan
Day 34 : Kemarahan
Kabar Penting!!
Kabar baru!
PO!!!
haloo~

Day 3 : Pertemuan Kembali

809 118 32
By MarxSha69

#day3
#pendar

Pendar (n) merujuk pada cahaya seperti yang tampak pada lendir kelemayar atau pada permukaan laut pada malam hari dsb.

(⁠ノ⁠◕⁠ヮ⁠◕⁠)⁠ノ⁠*⁠.⁠✧

Matahari kembali menyingsing dari timur, pantulan pendar di permukaan palung menampilkan pemandangan indah yang cukup memanjakan mata atau sekedar membangunkan pria tegap yang masih bebergelung dalam selimut. Keita terbangun dengan rasa sakit luar biasa di bagian kepalanya, mungkin karena ia terlalu memaksakan dirinya bekerja hingga larut.

Sudah beberapa hari berlalu semenjak ia mendapatkan kembali ingatannya, ia telah melakukan berbagai macam cara untuk memastikan kebenarannya tapi sama sekali tidak ada petunjuk yang membantu. Malah beberapa hari belakangan ini ia merasa sering melihat bayangan seseorang entah di dalam laut maupum di sekitar batu karang, tidak jarang pula ia merasa sedang diperhatikan. Bukankah ini menjadi semakin rumit?

"Yo! Pak Tua Yoichi! Apa kau masih hidup? Apa aku perlu memesankanmu peti mati?" Suara ribut ini dari siapa lagi jika bukan Ryuu, dia masuk begitu saja ke dalam kamar Keita.

"Keparat ini! Usiamu semakin tua, kapan kau akan belajar tentang tata krama?"

"Bukan urusanmu, sialan! Bangun dan cepat bersiaplah, Tuan Direktur menunggu tim kita dari tadi!"

Setelah berucap demikian si pirang pergi begitu saja dari kamar Keita. Sungguh seorang bajingan sejati hingga sukses mengacaukan suasana hati Keita sejak pagi, padahal tadi sempat menghangat begitu mengingat sosok merman kecil yang membekas dalam ingatannya.

-

Penelitian mereka pun berlanjut, Keita dan timnya telah bersiap di atas kapal boat yang dikemudikan oleh Sasaki dan didampingi oleh Muji, mereka seolah hanya terfokus pada dunia mereka sendiri, sesekali tawa terdengar dari kursi depan tetapi bukan berarti mereka tidak memperhatikan navigasi.

Keita terdiam di ujung kapal boat sambil memeriksa perlengkapan selamnya, dia tengah tenggelam dalam pemikirannya sendiri. Ryuu yang melihat Keita tengah hanya terdiam seolah tanpa arwah tidak bisa menahan keinginan untuk melancarkan aksi kejinya, dengan perlahan ia mendekat ke arah tabung oksigen dan berniat untuk menyemprotkan isinya ke wajah datar Keita.

"Aku tahu niatmu, sialan. Lebih baik lupakan itu atau aku akan melemparmu ke laut sekarang juga." Keita menatap tajam Ryuu yang sedang berpura-pura tidak melakukan apapun.

Tidak lama kemudian, akhirnya kapal boat mereka berhenti tepat di titik koordinasi yang telah di tentukan, seluruh anggota tim bersiap untuk menyelam.

"Tunggu dulu," Ryuu menghentikan pergerakan rekan timnya. "aku pikir Keita tidak bisa pergi sendiri, seseorang harus menemaninya menyelam jika tidak ingin hanya menemukan jasadnya saja nanti."

"Ryuu-kun benar, aku akan pergi bersama Keita kalau begitu," jawab Asahi.

"Apa? Tidak!" Ryuu langsung menyambar tangan Asahi membuat tubuh Asahi sedikit oleng.

Keita yang melihat Asahi terhuyung, reflek menahan lengan Asahi. Khawatir pemuda mungil itu terpeleset atau terjatuh, Ryuu mungkin lupa dengan perbedaan ukuran tubuhnya dengan Asahi hingga harus menggunakan tenaga dalam untuk sekedar memisahkan tangan Asahi.

"Ketua, aku tarik ucapanku. Kau bisa mati jika memang itu takdir mu, sekarang pergilah." Ryuu menyentak tangan Keita, dia menarik Asahi ke sisinya.

"Entah kenapa aku sudah tidak heran lagi dengan kelakuan busukmu. Jika kau khawatir padaku katakan saja, tidak perlu menjadi tsundere!" Keita berdecak.

Sementara Ryuu kembali menyalak, Asahi di belakang tubuhnya mengumpat dalam hati. Apa maksud perlakuan dari pemuda Nakamoto ini? Bahkan dia tidak melepaskan genggaman tangannya dari Asahi.

"Aci-chan, kau ikut denganku saja. Akan lebih aman!" putus Ryuu tiba-tiba dan menyeret Asahi begitu saja.

Asahi menatap Ryu dengan tatapan jijik, merasa tidak terima dengan panggilan sok akrab yang tiba-tiba pria sampah itu lontarkan.

Tim mereka pun berpencar, hanya Ryuu dan Asahi yang pergi bersama. Keita memanfaatkan kesempatan ini untuk pergi di bagian selatan dari koordinat mereka karena tidak satupun tim mereka pergi ke sana.

Setelah beberapa saat menyelam, ia pun menemukan sebuah batu karang besar yang menghadap langsung ke Palung Mariana. Dari atas batu itu dapat terlihat jelas bagaimana air laut di Palung Mariana jauh lebih gelap dari air laut di sekitar nya.

Keita duduk di puncak batu karang itu dengan damai, membiarkan tiupan angin laut menerpa wajahnya, mendatangkan perasaan yang akrab kembali di dadanya. Belum lama, Keita kembali merasa diperhatikan. Dari sudut matanya terdapat sosok keperakan yang bersembunyi di sebelah batu karang tempat Keita berdiam diri.

Dengan senyum yang merekah di wajahnya, Keita dapat merasakan kehadirannya di sini. Tanpa menoleh dia menyapanya.

"Lama tidak berjumpa, Helios."

Terdengar suara cipratan air seperti sesuatu telah terjatuh, dengan cepat Keita bangkit dan memutar tubuhnya. Dia mendapati seorang pemuda berambut abu muda dengan bibir kemerahan dan ekor bersisik senada dengan rambutnya menatap kaget kepada Keita.

"Hai, aku merindukanmu."

Merman yang telah beranjak dewasa itu masih menatap tidak percaya pada Keita yang kini melangkah ke arahnya. Pemuda yang dulu sempat dia selamatkan telah tubuh dewasa, menjadi sangat gagah dan tampan.

"Aku tahu itu kamu, Helios. Aku kembali." Dengan lembut Keita mengusap Surai perak milik Helios sebelum menarik merman itu ke dalam pelukannya.

-

"Bagaimana kamu tahu itu aku?" Helios memainkan jari jemari Keita di atas batu karang, kebiasaan lama yang dulu sering ia lakukan.

"Tentu saja aku tahu, jika bukan kamu maka siapa lagi yang terus menatapku selama aku bekerja?"

Keita menatap Helios yang sedang sibuk memainkan jemarinya, kepalanya yang sedikit tertunduk membuat surai keperakannya sedikit jatuh ke wajah cerah itu.

Salah satu tangannya yang bebas meraih surai itu lalu menyelipkannya ke daun telinga Helios, membuat wajah cantik itu terekspos lebih jelas. Lalu entah dorongan dari mana, Keita memberanikan diri untuk sekedar mencium lembut pelipis Helios sambil menutup mata.

Nyaman sekali.

Helios menatap Keita dengan bingung namun pria yang ditatapnya hanya tersenyum sangat lembut kepadanya.

"Apa yang kamu lakukan?"

"Entahlah, aku hanya merindukanmu."

"Ck," decak Helios.

Dia melepaskan jemari Keita, lalu melingkarkan kedua tangannya di antara ekornya yang setengah tenggelam di laut.

Keduanya menatap pendar bulan dalam diam, sama-sama tenggelam dalam pikiran masing-masing. Beruntunglah malam itu bulan bersinar terang sehingga pendarnya dapat memantul dengan indah di atas air laut yang tenang.

"Tiga belas tahun lalu, kenapa kamu menghapus ingatanku?"

Helios tidak menjawab. Dia masih terdiam menatap riak air.

"Helios?"

Keita masih menunggu jawaban dari Helios sambil mengusap surai selembut sutra yang masih basah ujungnya itu.

"Aku takut kamu menceritakannya kepada bangsamu." Helios menghela napas lalu menyandarkan kepalanya di paha Keita.

Helios melanjutkan. "Ayahku selalu berkata bahwa manusia itu jahat jadi aku sedikit takut pada manusia selain dirimu, aku takut jika kamu mengatakan tentang keberadaan kami kepada bangsamu dan membuat bangsaku jadi terancam."

"Aku tidak mungkin melakukan hal seperti itu."

"Siapa tahu? Kamu masih sangat kecil, ya aku juga. Kita berdua masih terlalu lugu dan naif saat itu, siapa yang tahu apa yang kau katakan saat mereka bertanya padamu?"

"Baiklah. Jadi apa kau merindukan ku?"

"Entahlah, terkadang aku merasa bersyukur kau telah pergi, setidaknya kau bisa bertahan hidup."

"Apa kau masih merasa bersalah tentang hari itu?"

Helios lagi-lagi terdiam. Namun sesaat Keita bisa merasakan tubuh yang sedang bersandar padanya sedikit menegang, kekhawatiran muncul di wajah Keita.

Apakah aku salah bicara.

Baru saja Keita berniat untuk meminta maaf namun Helios sudah lebih dulu berkata.

Dengan suara sedikit serak, Helios menjawab, "Tentu saja, jika aku bisa melawan para siren itu kamu tidak akan pernah terjatuh dari kapal mu."

-

Api unggun berkobar di tengah kerumunan itu, semua peneliti dan staf tengah sibuk mempersiapkan pesta barbeque jadi tentu saja tidak ada yang menyadari bahwa Keita belum kembali kecuali Ryuu. Anggota tim lain terlalu asik dengan pesta ini sehingga Ryuu tidak memiliki pilihan lain selain mencari Keita sendirian.

Orang itu tidak mati 'kan?

Dengan rasa khawatir ia mulai menyusuri garis pantai ke arah selatan tempat dimana terakhir kali ia melihat Keita, langkahnya yang semula lambat menjadi semakin cepat dan cepat bahkan hampir berlari.

"Aku harap dia tidak mati, apa dia punya penyakit kronis? Apa dia pingsan lagi? Bagaimana kalau dia pingsan lagi dan tenggelam ke dasar laut? Apa yang harus aku katakan pada orang tuanya, sial!"

Ryuu memanjat beberapa bongkahan batu karang yang menutupi jalannya, ia tahu jelas kemana ia akan menuju sekarang.

Para peneliti dari tim lain yang sudah mengeksplorasi pulau mengatakan bahwa bagian selatan Pulau Mariana adalah pantai berbatu dengan tebing yang curam, jadi mau tidak mau Ryuu hanya bisa memanjat sambil berharap bahwa sang ketua sekaligus teman seperjuangannya tidak mati tergelincir atau sesuatu.

Tepat setelah ia berhasil mendaki batu karang tertinggi dan bersiap untuk melompat ke bawah, Ryuu dikagetkan dengan pemandangan tragis. Ketua yang ia cari selama ini ternyata sedang bersama seseorang. Dia terlihat sedang berciuman dengan tubuh Keita yang menindih seseorang di bawahnya.

"Aku khawatir pada hal yang percuma, ck! Aku sendiri yang akan membunuhmu, ketua sialan!" Dengan perlahan Ryuu berjalan ke arah samping dan bersembunyi di antara batu karang.

"Ahh... Keita, rasanya aneh."

"Tidak apa-apa, kamu akan terbiasa."

Mata Ryuu membelalak saking terkejutnya, dengan cepat ia pergi meninggalkan tempat itu.

Ketua sialan, darimana dia dapat kecantikan yang luar biasa seperti itu di pulau terpencil seperti ini.

--bersambung

Thanks for reading 💙

Continue Reading

You'll Also Like

7.7K 914 10
INI ADALAH CERITA BARU AUTHOR YA CERITA INI HANYA FIKTIF BELAKA DAN HIBURAN SEMATA. JIKA ADA KESAMAAN NAMA, TEMPAT, KARAKTER DAN SEBAGAINYA, MOHON DI...
16.9K 510 19
Jodoh, rezeki, dan kematian, semua itu sudah diatur oleh Sang Pencipta. Begitupun dengan Rahma, seseorang pada masa lalunya, yang telah menyakiti di...
85.6K 4K 51
Story Line: Till Our Lips Touch ringkasan manga: Sebastian Jung adalah guru terpanas, yaitu, sampai Isaac Han tiba. Tinggi, cerdas, dan indah merenu...
9.8K 807 15
Seorang wanita yang memiliki mata batin dari keturunan neneknya dan terbuka saat ia umur 16 tahun. Dia juga belum mengenal agama yang lebih dalam,pen...