My Neighbor is Acting Weird

Galing kay elvabari

16.8K 2.7K 368

"What if you have a neighbor who acts really out of your mind?" Dia adalah tetangga baruku. Awal kucoba menya... Higit pa

[ I ] His Name is Cheri
[ II ] Take Care of Cheri
[ III ] Another Cheri
[ IV ] Cheri Say Sorry
[ V ] The Host Personality
[ VI ] Blake
[ VII ] Cheri's return
[ VIII ] Cheri's painful past
[ IX ] The unspoken truth
[ X ] The cause of all tragedies
[ XI ] The key is Seung Cheri
[ XII ] Daegu Kid
[ XIII ] Abandoned Cheri
[ XIV ] His Own Rules
[ XV ] They are alters
[ XVII ] Cheri's Neverland
[ XVIII ] Unworthy
[ XIX ] Darkest Cloud
[ XX ] Dusty Room
[ XXI ] A pure love for Cheri

[ XVI ] A sudden reunion

734 123 10
Galing kay elvabari

. . .

"Aku sudah terlalu banyak tahu. Sampai aku takut kalau saja mereka berhasil menemukannya, mereka akan menyakitinya."

. . .

[•My Neighbor is Acting Weird•]

      

"Chaerin."

Tidak mungkin.

Bagaimana bisa seseorang yang terakhir kali kutemui hanya tersisa di pigura berpita hitam di rumah dukanya sendiri itu tiba-tiba muncul di depan mataku?

Bagaimana bisa seseorang yang kuyakini tiada kini berdiri di hadapanku, melangkah masuk begitu cepat lalu menarikku ke dalam pelukan erat, membiarkanku mendengar deru napasnya beriringan dengan debar jantungnya yang terasa nyata...?

"Mingyu..., ini sungguh kau...?"

"Ya, ini aku."

Mustahil....

"Aku lihat kau sudah meninggal...."

"Aku tahu. Ini pasti membingungkanmu."

Suaranya bahkan terlalu nyata....

"Aku mendatangi rumah duka, kau ada di sana ... keluargamu bahkan menangis..., bagaimana bisa kau sekarang—"

"Maafkan aku."

Aku menggeleng-geleng masih tidak mau percaya. Pandanganku berputar lantas tanganku meraih bahunya untuk kucengkeram penuh gemetar.

"Bagaimana mungkin kau bisa muncul seperti ini? Di saat semua orang sudah menangisimu termasuk aku—kau pikir ini lucu?!"

Cengkeramanku berubah menjadi pukulan, sebagaimana denganku yang terguncang, meledak dalam tangisan terlebih mendengarnya kembali meminta maaf.

"Kau sudah membuat semuanya berantakan dan aku hampir gila! Aku yang harus menghadapi semua kekacauanmu tapi beraninya kau datang begini? Leluconmu sungguh tidak lucu, Berengsek!!"

"Maaf. Aku akan menjelaskan semuanya padamu. Sungguh, maafkan aku."

Dia mendekapku semakin erat, menghentikan amukanku dan kini aku hanya bisa tersedu-sedan di sela gumamannya yang terus memohon maaf.

Segala perasaan yang berdatangan menyerbu berkat kejutan ini benar-benar membuatku hampir hilang kewarasan. Menghisap seluruh tenagaku hingga kini aku hanya bisa ikut memeluknya, berpegangan padanya.

Tapi, ada setitik kelegaan menyusup di antara kecamukku. Bahwa ini memanglah Mingyu, bahwa pria ini sungguh berada di sini.

Mingyu memang masih hidup.

***

Entah berapa lama pikiranku melayang sebelum disadarkan oleh datangnya segelas minuman. Seperti meyakinkanku bahwa ini bukan halusinasi, Mingyu membuatkan teh chamomile yang selalu ia suguhkan tiap kali aku datang kemari.

"Sudah kuperiksa dan keadaannya masih sangat baik untuk diminum."

Wujudnya yang sudah terlepas dari topi dan masker itu menunjukkan paras seorang Kim Mingyu. Kalau saja aku tidak ingat bahwa kepergiannya selama dua bulan ini membuatku terlibat dalam masalah besar, mungkin aku tidak akan melepas pelukannya tadi.

"Hangatkan dirimu terlebih dulu. Setelah ini, aku akan bicara."

Tenggorokanku sudah kering lantaran terlalu banyak menangis, maka kuraih minuman itu untuk kusesap sedikit. Menghirup harum chamomile yang sedikit menenangkan sekaligus meyakinkanku sekali lagi bahwa ini sangatlah khas buatan Mingyu.

"Kau terlihat lebih tirus dibanding terakhir kali aku melihat. Cheri pasti sudah banyak menyusahkanmu."

Nada bersalah terdengar begitu jelas sehingga aku lekas meletakkan kembali gelas di tanganku ke meja.

"Lebih tepatnya, masalahmu sudah menyusahkanku." Aku bersedekap seakan membuat pertahanan diri, memasang raut sedingin mungkin meski tidak yakin ada. "Apa maksudmu dengan berpura-pura mati dan muncul secara tiba-tiba seperti ini?"

"Aku bersembunyi untuk sementara waktu."

"Dan melibatkanku dengan dalih merawat alter-nya yang berusia delapan tahun, begitu?"

"Seung Cheri adalah sumber dari konflik keluarga Choi Seungcheol dan aku sedang berusaha melindunginya. Aku tahu ini salah, tapi aku tidak dapat mempercayakan orang lain untuk menjaganya selama aku pergi. Maafkan aku."

Aku memejam kuat hingga merasakan mataku yang masih panas begitu perih menyakitkan.

"Di mana kau bersembunyi selama ini?"

"Swiss. Mereka sedang mencoba melacak brankasku di sana. Jadi aku harus menjaganya dari dekat."

"Mereka itu siapa? Semua anggota keluarga Choi Seungcheol?"

"Ya."

Begitu saja napasku tertahan. Berusaha untuk tidak terlalu terkejut meski rasanya percuma.

"Choi Seungjo, kakaknya adalah dalang dari semua penjebakan ini. Aku sudah tahu bahwa dia mengincarku sejak awal. Karena itu aku melancarkan skenarionya agar dia percaya bahwa aku memang sudah disingkirkan."

"Lalu bagaimana caranya kau selamat dari kecelakaan yang dia buat? Jasadmu bahkan ditemukan saat itu juga."

"Itu jasad orang lain."

Aku berusaha untuk tidak mendesaknya. Seperti dia, aku juga butuh sedikit waktu untuk siap mendengar apa yang akan keluar dari mulutnya.

"Aku memergoki komplotan Choi Seungjo membunuh salah satu dokter jiwa Seungcheol. Saat itu aku berusaha mengamankan jasadnya, tapi ternyata keberadaanku diketahui dan kecelakaan itu terjadi. Mobil yang kutumpangi meledak dan tim penyelamat menemukan jasad dokter itu sebagai aku karena postur tubuh kami sama."

Mingyu kemudian menyingsingkan lengan pakaiannya, menunjukkan adanya bekas jahitan di sepanjang tangan kirinya. Lalu kutatap lagi dirinya yang tersenyum samar, seakan berkata bahwa dia sudah baik-baik saja.

"Bisa dibilang ini suatu keajaiban karena aku berhasil melarikan diri. Sejak saat itu, aku bertolak ke Swiss dibantu oleh Seungcheol untuk bersembunyi sementara waktu sekaligus meyakinkan Choi Seungjo bahwa aku memang sudah mati."

Otakku bagai berdenyut keras. Apa yang diceritakan Mingyu sudah terlalu jauh di luar nalarku. Bagaimana mungkin dia membuat rencana yang begitu berbahaya bersama Choi Seungcheol hingga sejauh ini?

"Aku sudah terlanjur membongkar semua kebusukan keluarga Seungcheol. Dia hanyalah korban tetapi tidak bisa sepenuhnya lepas dari keterikatan yang sengaja mereka buat agar dia tidak lari. Yaitu dengan melibatkan namanya dalam semua penggelapan uang di perusahaannya sendiri.

"Karena itu, aku nekat melakukan ini dan berusaha melepas semua yang pernah berhubungan denganku. Karena aku tidak mau orang-orang di sekitarku disentuh olehnya apalagi bernasib sama sepertiku."

Lagi, aku memejam kuat berusaha mencerna semua kegilaan ini.

"Seberapa berartinya dia sampai kau rela menceburkan diri bahkan mempertaruhkan nyawamu sendiri seperti ini?"

"Sangat berarti. Seperti keluargaku dan kau," jawabnya dengan senyum bersalah. "Seungcheol adalah sahabatku paling lama. Dan aku sudah tahu semua kelemahannya termasuk Seung Cheri. Aku tidak bisa membiarkannya melawan semua itu sendiri."

Aku sungguh tidak mengerti dengan jalan pikirannya.

"Aku berusaha melindungimu dan keluargaku. Seungcheol bersedia melakukannya selama aku menghilang. Di sisi lain aku juga tidak bisa percayakan siapapun untuk mengawasi Cheri. Karena itu aku memilih jalan ini meski terdengar gila."

"Ya..., ini terdengar sangat gila karena aku sungguh tidak mengerti dengan cara berpikirmu maupun Choi Seungcheol. Kalian membiarkanku menjadi orang paling bodoh di saat Seungkwan pun tahu."

"Seungkwan tidak tahu soal ini."

"Jangan buat aku terlihat semakin idiot karena aku mendengarnya sendiri," desisku menahan berang.

"Seungkwan bekerja untuk Seungcheol, tetapi dia tidak tahu mengenai kematianku adalah palsu."

"Jadi kau ingin mengatakan bahwa hanya Choi Seungcheol yang bersekongkol denganmu?"

"Dan para alter-nya, kecuali Cheri."

Lelucon apa lagi ini?

"Aku tahu ini sulit untuk kau percaya."

"Tentu saja. Setelah dihadapi dengan kematianmu yang hanya pura-pura, Seung Cheri dan ceritanya yang tidak seharusnya aku tahu, lalu keluarganya—apa kau tidak memikirkan betapa frustasinya aku sekarang dengan semua ini?!"

"Maafkan aku."

Aku tertawa kering mendengarnya. Seperti teko yang menjerit keras, kepalaku mendidih sampai ke ubun-ubun hingga amarahku kembali mencuat.

"Aku tidak mengerti sama sekali. Kau melindungiku tapi dengan cara menyeretku ikut bersimpati pada para alter Choi Seungcheol? Kau yang lebih tahu siapa dia lantas bagaimana bisa kau menyebut ini sebagai upaya menyelamatkanku?! Kau benar-benar—"

Kehilangan kata, kini aku hanya bisa menyembunyikan wajahku yang pasti terlihat menyedihkan. Napasku memburu, pun sentuhan halus Mingyu di kedua pergelanganku tidak meredakan emosiku.

"Chaerin, maafkan aku. Maaf karena kau harus mengalami ini semua."

Tangisku kembali pecah atas kalut yang kembali menyerang. Mendengar permintaan maaf Mingyu justru semakin menyakitiku. Sebab sebanyak apapun dia mengutarakan, keadaan ini tidak akan berubah.

Aku tetap akan menjadi incaran, dan Seung Cheri tetap akan diburu....

"Aku sudah terlalu banyak tahu. Sampai aku takut kalau saja mereka berhasil menemukannya, mereka akan menyakitinya. Dia hanya seorang anak kecil yang kesakitan. Anak delapan tahun yang tidak punya kenangan baik. Anak yang melihat kematian ibunya sendiri. Aku harus bagaimana dengan itu?"

Baru kusadari Mingyu sudah berlutut di hadapanku. Membawaku bersandar di pundaknya dan kurasakan rangkulan sekaligus usapan di kepalaku.

"Aku mengerti perasaanmu karena aku pun peduli pada Cheri. Aku juga tidak mau Cheri kesakitan lebih banyak lagi."

Membuatku gencar tergugu dan kembali larut dalam carut-marut batinku sendiri. Aku sudah terlalu takut pada banyaknya kemungkinan buruk yang akan kuhadapi.

Aku hanya ingin Cheri tidak lagi menderita, tidak lagi menyimpan rasa sakit atas masa lalu kelamnya, tidak lagi dianggap menyusahkan apalagi diburu hanya karena dia mengetahui betapa hancurnya rumahnya sendiri.

Aku ingin Cheri bisa hidup sebagaimana dengan semestinya, hidup seperti anak seusianya, hidup sesungguhnya karena dia memang ada. Tapi mengapa dunia begitu jahat padanya?

Apa yang harus kulakukan...?

Getaran ponsel di saku membuatku harus menghentikan kelabu. Menegapkan diri, kurapikan wajahku yang basah seraya menghirup napas panjang sebelum menjawab panggilan itu.

"Ya, Choi Hansol?"

Selanjutnya, aku sontak berdiri bersama rasa terkejut mendengar ucapan pria itu di seberang sana.

"Cheri sudah kembali?"

***

"Nuna!!"

Tanpa berpikir lagi aku bergegas menghampiri anak itu yang juga berlari. Berhambur memelukku dan kubalas cukup erat disertai desahan lega tetapi juga cemas lantaran mendengar isakan derasnya.

"Nuna ... huhuhu ... Nuna...."

"Ya, ini aku. Aku di sini." Tidak mengira suaraku akan bergetar atas haru. Kuurai sejenak pelukan kami demi memeriksa keadaanya, "Kau tidak apa-apa? Ada yang terluka?"

Tangis terus menghiasi wajahnya yang sesekali dia usap dengan tangan, bibirnya bergerak terbata-bata seperti biasa.

"Nuna..., Cheri, meminta maaf ... tidak bisa, menolong Nuna ... dipukul ... Cheri, sangat takut ... huhuhu...."

Tak kuasa melihatnya masih terjebak di fase tempo lalu, aku lantas kembali memeluknya, membiarkan gemetar tubuhnya menyambarku. "Aku sudah baik-baik saja. Itu bukan pukulan yang keras, kau bisa lihat sendiri bahwa tidak ada luka di wajahku."

"Cheri, takut ... Nuna pergi ... karena Cheri, tidak bisa menolong ... hanya menyusahkan ... Cheri, tidak bisa menjaga Ibu ... Cheri, tidak bisa ... menjaga Nuna, juga ... Cheri, meminta maaf ... huhuhu...."

Hatiku mencelus mendengarnya. Bagaimana mungkin anak ini harus merasa bersalah di saat memang seharusnya aku yang bersalah di sini?

"Jangan bicara begitu. Aku justru lebih mengkhawatirkanmu. Kau pasti sangat ketakutan saat itu. Semua bukan salahmu. Akulah yang harus menjagamu. Maafkan aku karena kau harus mengalami itu semua."

Dia menggeleng-geleng di pundakku bersamaan kedua tangannya memelukku semakin erat. Menjadi titik di mana batinku yang sempat dipenuhi gentar dan gelisah mengenai anak ini seketika menguap.

Titik di mana aku tersadar bahwa anak ini sudah begitu berharga bagiku.

Dan kenyataan bahwa Cheri sudah kembali ke pelukanku, itu sudah sangat cukup.

"Jadi, bisa jelaskan padaku apa yang tidak kuketahui ini?"

Celetukan Seungkwan menginterupsi. Melihatnya ternyata masih berdiri di dekat pintu dengan ekspresi terkejut bukan main. Mengerti benar dengan reaksi itu terlebih dia bersanding dengan pria yang memang mengantarku kemari.

"Kak Gyu...?" Begitu saja Cheri melepas diri untuk berlari ke arahnya. "Kak Gyu!!!"

Mingyu menyambutnya dengan pelukan hangat sebagaimana dengan senyumannya merekah. Hanya dari melihat itu, aku mengerti betapa dekatnya mereka terlebih Cheri begitu bahagia sampai melupakan kesedihannya barusan.

"Kak Gyu, ke mana saja...? Cheri, lama tidak melihat, Kak Gyu ... Cheri, rindu!"

"Banyak yang harus kukerjakan. Sudah lama sekali, ya? Aku juga rindu pada Cheri."

"Nuna bilang ... Kak Gyu, sudah tinggal, di Suwijeu ... Kak Gyu, ingin tinggal ... di sini lagi...?"

Sejenak Mingyu menatapku sebelum kembali pada Cheri yang sudah mendongak memandangnya. "Ya. Aku sempat di sana dan sekarang akan tinggal di sini lagi. Bagaimana keadaanmu? Cheri menjadi anak baik, bukan?"

"Iya! Cheri, berusaha ... menjadi anak baik ... Cheri, masih selalu ... buat Nuna marah, tapi..., Nuna sangat baik ... Cheri, senang sekali!"

Aku hanya bisa tersenyum kaku ketika Mingyu kembali memandangku, kali ini dengan sunggingan penuh arti. Ketika perhatiannya sudah kembali pada Cheri yang mulai aktif bercerita, Seungkwan berjalan mendatangiku.

"Aku tidak minum alkohol sama sekali hari ini jadi tentu saja sedang tidak mabuk."

"Aku juga terkejut. Terlebih lagi aku sedang berada di apartemennya tadi."

Seungkwan menatapku penuh selidik. "Kau tidak membuat keputusan gegabah lagi karena ucapanku sore tadi, bukan?"

"Setidaknya tindakan gegabahku berhasil memergokinya yang hidup kembali," desisku yang membuatnya menyugar rambut cepat.

"Wah..., bagaimana mungkin Choi Seungcheol menyembunyikan soal ini dariku?"

"Mereka berusaha meminimalisir ancaman."

Baru kusadari Choi Hansol masih ada di sini. Dialah yang mengabari Cheri kembali mengambil alih dan segera mengantarnya kemari sesuai arahanku tadi. Setelah ini, aku harus berterima kasih padanya.

"Sebab jika banyak yang mengetahui rencana ini, orang-orang itu akan melakukan berbagai cara untuk membuat kalian semua membuka mulut. Perlu kau ketahui bahwa keluarga Choi juga memiliki rumah sakit jiwa. Kau tidak akan pernah mau masuk ke sana," jelasnya dengan pandangan misterius khasnya.

"Maksudmu, orang-orang yang menentang mereka akan dijebloskan ke sana?"

"Something like that. Menurutmu, dari mana Seung Cheri memiliki trauma pada seorang dokter?"

Sejenak kuamati ekspresinya yang begitu tenang sebelum melempar tudingan yang tiba-tiba teringat olehku, "Cheri pernah mengatakan bahwa kau berbicara dengan seorang dokter. Apa itu dokter jahat yang dia maksud?"

"Dokter pribadi Choi Seungcheol. Seperti yang kau tahu bahwa Seung Cheri tidak menyukai dokter. Karena itu sulit sekali untuk mengulik cerita darinya dan hanya bisa mengandalkan cerita dari Mingyu. Tapi..."

"Tapi apa?" Seungkwan bersuara lebih dulu sebab Choi Hansol tiba-tiba berhenti.

"Dokter itu tidak pernah terlihat lagi. Kejadiannya tidak lama sebelum Kim Mingyu dinyatakan tiada. Yang itu artinya, ada sesuatu yang seharusnya tidak diketahui olehnya sehingga terjadilah konflik yang sedang kita alami sekarang."

Lalu hening menyelimuti kami bertiga. Sesaat aku menoleh ke belakang di mana Cheri masih ditemani Mingyu di ruang tengah.

Apa yang diceritakan Mingyu, rekam medis Choi Seungcheol yang kutemukan, juga aku yang memang tidak pernah melihat wujud dokter jiwa yang menangani Choi Seungcheol, semuanya menjadi masuk akal.

"Kau salah satu orang yang tahu mengenai rencana kematian palsu Kim Mingyu?" tanyaku pada Choi Hansol yang segera dijawab oleh gelengan.

"Alpha Blake baru saja mengatakannya padaku tadi. Dia tahu bahwa Kim Mingyu sudah kembali. Itulah mengapa dia membiarkan Seung Cheri mengambil alih lebih cepat. Sebelum itu, dia memberi tahu bahwa kemungkinan perang akan segera terjadi. Jika seandainya dia tidak muncul, aku harus menggantikannya."

Perang apa?

"Sebentar, kenapa dia justru membiarkan Seung Cheri mengambil alih jika dia sudah tahu bahwa akan terjadi sesuatu?" Seungkwan menyerobot cepat.

"Alpha Blake tahu bahwa kemunculannya akan semakin menyulitkan posisi Choi Seungcheol apalagi Seung Cheri. Memancing amarahnya sama dengan memposisikan dirinya menjadi penjahat. Karena itu, dia akan menyerahkan masalah ini kepada Choi Seungcheol terlebih dulu."

"Jadi memang benar kalau semua alter mengetahui soal ini?"

"Kecuali Seung Cheri."

Itu berarti semua alter Choi Seungcheol bergerak melindungi Cheri. Termasuk Choi Coups yang selalu terlihat begitu membenci Cheri.

Sekarang aku bertanya-tanya bagaimana cara Choi Seungcheol menyatukan para alter-nya demi bisa bekerja sama seperti ini.

Ponselku bergetar lagi dan nama Ibu tertera mengirim pesan singkat. Semua kejadian hari ini membuatku lupa waktu sehingga Ibu pasti mencariku mengingat malam sudah mulai larut.

"Seungkwan, tolong jaga Cheri. Aku akan kemari besok pagi dan menjemputnya, mungkin setelah mengantar Ibu ke stasiun."

"Serahkan padaku. Berhati-hatilah."

Aku juga harus berpamitan pada Cheri. Anak itu yang sedari tadi bersama Mingyu lekas berdiri dan wajahnya yang sempat ceria serta-merta surut.

"Nuna, harus pulang...?" dia melangkah mendekat dengan jemari memilin ujung pakaiannya. "Cheri, boleh ikut pulang...?"

Senyum bersalah harus kuberikan padanya yang memasang raut berharap. "Ibuku baru akan pulang besok. Jadi bermalamlah di sini terlebih dulu, ya?"

"Ibu Nuna, masih tidak suka ... pada Cheri...?"

Aku memang belum bisa meluluhkan hati Ibu hingga detik ini dan itu harus menjadi beban pikiran Cheri. Maka kucoba menghiburnya dengan usapan lembut di kepalanya yang sedikit tertunduk.

"Hanya satu malam. Aku berjanji akan membawamu kembali ke rumah besok. Akan lebih nyaman karena kau tidak perlu tidur di lantai bila ada ibuku, bukan?"

"Tapi..., Cheri, masih ingin ... bersama Nuna ... Cheri, rindu ... pada Nuna...."

Begitu saja aku memeluknya. Pun dia segera membalasku seerat sebelumnya seakan berkata tidak ingin melepaskan.

"Aku juga merindukanmu. Tapi ibuku sudah mencariku. Kau tahu bahwa untuk menjadi anak yang baik adalah selalu menurut pada ibu, bukan?"

Dia mengangguk-angguk di pundakku. "Iya..., Cheri, selalu berusaha ... menjadi anak baik ... untuk Ibu ... Nuna juga, menjadi anak baik ... untuk ibu Nuna...."

Mataku kembali perih mendengar ucapan lugunya. Tidakkah akan terasa menyakitkan bila dia tahu kebenaran mengenai ibunya sendiri...?

***

Baru saja keluar dari elevator, ponselku bergetar panjang. Nomor privat tengah memanggil dan aku segera tahu bahwa itu Mingyu.

Sebelum pergi dari apartemen Seungkwan, Mingyu hampir mengantarku namun aku cegah mengingat tempatku kini diawasi. Karena itu aku menerima tawaran Choi Hansol untuk mengantarku agar lebih terlihat masuk akal. Sebagai gantinya, dia berkata akan menghubungiku. Maka aku lekas menjawabnya.

"Sudah sampai?"

"Aku baru menapaki lantai tempat unitku. Bagaimana dengan Cheri? Dia tidak menangis lagi, kan?"

"Sudah ada aku, dia merasa aman di sini. Aku berencana untuk menjaganya malam ini bersama Seungkwan. Jadi kau tenang saja."

Mungkin hanya aku yang merasakan canggung karena kembali mendengar suaranya seperti ini.

"Jadi kau dan Cheri sempat terlibat perkelahian?"

"Para preman menyerang Cheri karena mengenalnya sebagai Alpha Blake. Tapi semuanya sudah diatasi oleh Alpha Blake sendiri."

"Bagaimana denganmu? Kau baik-baik saja?"

"Sudah tidak apa-apa. Tidak perlu dipikirkan."

"Aku khawatir."

Salahkah jika aku tersanjung mendengar itu?

"Cheri harus lebih dikhawatirkan. Gara-gara aku, dia harus mengalami hal buruk itu. Maaf."

"Dia pasti akan mengerti. Jangan terlalu menyalahkan dirimu."

Begitu saja aku mengangguk di sela gumaman. Dan begitu saja, aku memperlambat langkahku.

"Cheri menyukaimu. Sepertinya kau merawatnya dengan sangat baik. Dia bilang kimbab buatanmu sangat enak dan sudah melebihi buatanku."

"Berkatmu."

"Seperti ini rasanya dilangkahi oleh murid sendiri."

Aku mendengus geli atas gurauannya. Tentu aku masih ingat bahwa dialah yang memberikan resep khasnya padaku dulu.

"Dia juga bilang kalau kau selalu memarahinya. Tapi dia tetap menganggapmu sebagai orang paling baik karena masih mau menerimanya."

"Tetap saja, aku sudah membuatnya banyak menangis. Entah mengapa dia masih menyukaiku."

"Aku memahaminya karena memang begitulah watakmu."

Aku tersenyum kecil. Entah itu sebuah sindiran atau pujian, perasaanku tetap berdesir mendengar tuturannya yang seakan berkata bahwa dia masih mengenalku.

"Aku ingin meminta sampaikan salamku untuk Ibu tapi sangat tidak mungkin."

"Ibu akan terkena serangan jantung."

Dia terkekeh kecil yang menular padaku walau sesaat. Kemudian hening di antara kami terjalin di mana aku menyadari bahwa kaki-kakiku sudah berhenti melangkah. Menahanku agar cepat sampai pada pintu unitku yang sudah cukup dekat.

"Maafkan aku."

"Kau sudah terlalu banyak meminta maaf hari ini."

"Untuk semuanya. Maafkan aku karena meninggalkanmu seperti ini."

"Caramu benar-benar bajingan."

"Aku berpikir bahwa itu cara tercepat agar kau mau meninggalkanku. Maaf."

"Seharusnya aku meninju wajahmu tadi."

"Aku menantikan itu tapi kau tidak kunjung melakukannya."

"Dasar berengsek."

"Aku tahu. Maafkan aku. Aku harus melakukannya dengan harapan kau tidak perlu terjerat. Tapi aku sadar bahwa ini tetap salah. Maafkan aku karena tidak dapat melindungimu dengan baik."

Kudengar dia mengembuskan napas panjang. Bahkan aku sudah tidak punya tenaga untuk marah. Sebaliknya, aku biarkan Mingyu bicara lagi.

"Aku ingin memperbaiki semuanya, tapi sepertinya sudah sangat terlambat. Keadaan kita sudah benar-benar buruk dan aku tidak yakin dapat memulainya dari awal lagi."

Mulutku masih mengatup, enggan bersuara.

"Sekarang aku hanya bisa berharap bahwa semua masalah ini segera berakhir agar kau tidak perlu kesulitan lagi, agar kau tidak perlu ketakutan lagi, dan kau bisa menjalani hari-harimu dengan normal kembali. Tapi sepertinya aku tetap akan meminta tolong padamu untuk menjaga Cheri. Kau mau, kan?"

Tanganku yang menjinjing tas mulai mengepal sebagai pegangan. Aku sudah goyah.

"Kau sudah terlalu banyak bicara."

"Aku masih mencintaimu, Chaerin."

Dan pandanganku mengabur begitu cepatnya, bersama jantungku mencelus menyedihkan.

"Aku mencintaimu, selalu. Tapi aku sadar bahwa kita tidak lagi memiliki masa depan yang cerah. Aku tidak mau kau menderita lagi karenaku dan aku tidak mau kau menghabiskan sisa hidupmu bersama orang sepertiku. Karena itu, aku harap kau bisa bertemu dengan pria yang lebih baik dariku."

Aku salah membiarkannya terus bicara....

"Aku tetap akan menyelamatkan Seungcheol dan mungkin, aku sungguh tidak akan selamat setelah ini. Karena itu aku memohon padamu agar tetap bersama Cheri juga selalu menjaga dirimu baik-baik. Itu permintaanku untuk terakhir kalinya."

Aku sudah terlalu banyak menangis hari ini....

       

        

[•My Neighbor is Acting Weird•]

to be continued

           

Yah, baru juga ketemu lagi, udah bikin salam perpisahan lagi aja...

Kira-kira kalau udah begini, Chaerin harus gimana ya? Pertahanin Mingyu, atau fokus sama Cheri...? :')

Silahkan tuangkan pikiran kalian di kolom komentar yaa! 🙆‍♀️

Sampai ketemu lagi di episode berikutnyaa~💙

    

Elvabari❣️

April 24, 2023

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

80.9K 7.1K 79
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
74.9K 11.2K 26
Renjun mengalami sebuah insiden kecelakaan yang membawa raganya terjebak di dalam mobil, terjun bebas ke dalam laut karena kehilangan kendali. Sialny...
76.3K 9.2K 30
'benci bisa jadi cinta loh, cantik' 'apaan, diem lu' 'aduh, malu malu ih si geulis' 'gue laki ya, jangan main cantik-cantik lu' 'tapi lu emang cantik...
169K 26.5K 48
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...