NEROLUCE

By KiraYuki4

4.8K 1.4K 462

[ONGOING] • • • Zen Kuroxwar, seorang siswa kelas 2 SMA yang tiba-tiba terbawa ke dunia lain, tepatnya dunia... More

⿻⃕⸵Prolog៚݈݇
⿻⃕⸵Chapter I៚݈݇
⿻⃕⸵Chapter II៚݈݇
⿻⃕⸵Chapter III៚݈݇
⿻⃕⸵Chapter IV៚݈݇
⿻⃕⸵Chapter V៚݈݇
⿻⃕⸵Chapter VI៚݈݇
⿻⃕⸵Chapter VII៚݈݇
⿻⃕⸵Chapter VIII៚݈݇
⿻⃕⸵Chapter IX៚݈݇
⿻⃕⸵Chapter X៚݈݇
⿻⃕⸵Chapter XI៚݈݇
⿻⃕⸵Chapter XIII៚݈݇
⿻⃕⸵Chapter XIV៚݈݇
⿻⃕⸵Chapter XV៚݈݇
⿻⃕⸵Chapter XVI៚݈݇
⿻⃕⸵Chapter XVII៚݈݇
⿻⃕⸵Chapter XVIII៚݈݇
⿻⃕⸵Chapter XIX៚݈݇
⿻⃕⸵Chapter XX៚݈݇
⿻⃕⸵Chapter XXI៚݈݇
⿻⃕⸵Chapter XXII៚݈݇
⿻⃕⸵Chapter XXIII៚݈݇
⿻⃕⸵Chapter XXIV៚݈݇
⿻⃕⸵ Teaser ៚݈݇
⿻⃕⸵Chapter XXV៚݈݇
HIATUS
⿻⃕⸵Chapter XXVI៚݈݇
⿻⃕⸵Chapter XXVII៚݈݇

⿻⃕⸵Chapter XII៚݈݇

160 50 32
By KiraYuki4

Teriknya mentari mulai menyengat, pertanda bahwa sekarang sudah waktunya makan siang. Pemuda keturunan raja itu pun menghentikan aktivitas perburuannya. Pemuda berambut pirang sebahu dengan gaya wolf cut itu bernama Xander Kuroxwar, ia merupakan putra kedua Raja Alverd yang artinya ia juga merupakan seorang Pangeran di Kerajaan Luce.

Xander-atau yang biasa dipanggil Xan-pergi berburu sejak tadi pagi. Ia berhasil mendapat seekor rusa. Lelah berburu, cacing-cacing di perutnya mulai demo minta makan. "Fuah! Ayo kita pulang, aku sudah lapar!" serunya pada beberapa Knight yang turut menemaninya berburu.

"Pangeran Xan!" panggil Alwen yang menyusul mereka.

"Alwen? Kau sudah kembali?" tanya Xan sambil melemparkan alat-alat berburunya ke salah satu Knight agar dirapikan.

"Saya baru sampai. Kedatangan saya kemari adalah untuk menyampaikan pesan dari Yang Mulia untuk Anda," jawab Alwen.

"Dari ayah? Apa itu?"

"Pangeran Zen telah kembali."

Xan membelalakan mata tidak percaya. "Benarkah? Kau tidak sedang bercanda, kan? Kau tidak membohongiku, kan? Sungguh dia kembali?!" serbu Xan.

"Tentu saja, Pangeran. Saya tidak akan berbohong pada Anda," tutur Alwen.

"Benarkah?!" Xan bergegas, naik ke kuda putih miliknya, lalu melaju menuju istana. Alwen dan para Knight mengekor di belakang.

⿻⃕⸙͎

Suasana sedikit menegang di sini. Raja Alverd, Ratu Emily, serta Roen sedang menunggu tabib kerajaan yang sedang memeriksa Zen di kamarnya.

Kriet

Pintu kamar dibuka, menampilkan sosok pria paruh baya berambut panjang dengan surai putih dan berjenggot panjang hampir mencapai perut. Namanya Tabib Gain.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Raja Alverd khawatir.

"Pangeran baik-baik saja, dia hanya perlu istirahat. Saya tidak menemukan penyakit atau semacamnya. Mungkin ... tubuh pangeran sedang membiasakan diri dengan lingkungannya," tutur Gain menjelaskan.

"Membiasakan diri? Apa maksudmu?" tanya Raja Alverd tidak mengerti.

"Kita tidak tahu apa yang terjadi padanya selama 6 tahun ke belakang. Mungkin dia tertidur di suatu tempat, sehingga saat dirinya bangun, tubuhnya menjadi kaku dan harus menyesuaikan diri," jelas Tabib Gain lagi.

"Maaf menyela, Yang Mulia." Roen berucap, perhatian pun teralihkan padanya. "Sebelumnya Zen berkata padaku, kalau ..." Roen menjeda sejenak. "Kalau dia berasal dari dunia lain, yang terjebak di sini dan tidak bisa pulang."

Raja dan Ratu saling menatap satu sama lain, mencoba mengerti ucapan Roen. "Mungkin pangeran memang tertidur di suatu tempat dan bermimpi bahwa dirinya berasal dari dunia lain, jadi setelah dirinya bangun, pikirannya menjadi kacau dan membuat kondisi tubuhnya tidak stabil," tukas Tabib Gain.

Keempatnya kembali diam beberapa saat. Mungkin benar apa yang dikatakan Tabib Gain. "Untuk saat ini hanya itu yang bisa kita percaya," sambung Tabib Gain.

Raja dan Ratu pun masuk ke kamar Zen, begitu juga Roen dan Tabib Gain. Rasanya Ratu Emily ingin menangis, sudah lama sekali ia tidak melihat putranya terlelap seperti itu. Padahal dulu ia sering menemani putranya tidur, atau menonton kedua putranya yang sedang berlatih pedang.

Tenang sekali suasananya, sampai ....

"ZENNNNNN!!!!" Pangeran Xan berlari menghampiri mereka sambil meneriakkan nama kakaknya. Roen sontak menutup telinga.

"Xan!" Ratu Emily berseru, meenitah putranya yang satu itu agar lebih tenang dan tidak berisik.

Xan tersenyum kikuk.

"Uhh ...," lirih Zen. Perlahan matanya terbuka. Seluruh perhatian pun tertuju padanya.

"Bagaimana keadaanmu, Sayang? Apa ada yang sakit?" tanya Ratu Emily khawatir.

Zen melirik ibundanya, tersenyum kecil. "Aku tidak apa-apa, hanya sedikit pusing."

"Zen!" Xan memeluk kakaknya dengan erat. "Akhirnya kau kembali! Kau benar-benar di sini! Aku sangat merindukanmu!"

Zen membalas pelukan Xan dengan ragu. "Anu, maaf ... kau siapa?" tanya Zen.

Xan merenggangkan peluknya, menatap kakaknya dengan wajah cemberut. "Jangan bercanda, Zen! Itu tidak lucu!" ucapnya sambil mengembungkan pipi.

Roen terkekeh. "Lihat? Sudah ku bilang ingatannya kacau," ujarnya.

"Apa? Jadi kau benar-benar tidak mengingatku?" Xan menyelidik. Dibalas anggukan kecil oleh Zen.

"Kalau begitu biar kuperkenalkan. Namaku Xander, kau bisa memanggilku Xan. Aku adalah adikmu yang paling tampat, imut, lucu, menggemaskan, baik hati, dan tidak sombong. Fufufu!" celoteh Xan.

"Dan yang paling berisik juga tentunya, pfftt!" tambah Roen disertai tawa, membuat Xan kembali memanyunkan bibirnya.

"Sudahlah. Kakakmu butuh istirahat, Xan," kata Raja Alverd. "Jadi, apa yang kau dapat di perburuanmu kali ini?"

"Aku berhasil memanah seekor rusa! Sekarang para koki sedang memasaknya, setelah ini kalian harus mencicipi rusa tangkapanku!" jawab Xan bangga. Di perburuan sebelumnya, ia berhasil mendapatkan seekor babi hutan.

"Ayah! Ibu! Bagaimana kalau kita mengadakan pesta penyambutan kembalinya Zen?" usul Xan bersemangat. Raja dan Ratu menatap satu sama lain, tersenyum, setuju dengan usul dari Xan.

"Malam ini?!" tambah Xan.

Raja berpikir sejenak. "Tapi ini sudah hampir sore, banyak yang harus disiapkan, waktunya tidak akan cukup. Minggu depan saja, oke? Kita juga akan mengundang para Raja dari kerajaan lain, mereka tidak akan sempat datang kalau acaranya malam ini, perjalan mereka jauh, Sayang."

Xan setuju, begitu juga yang lainnya. Raja pun mulai menyiapkan segala keperluannya, mulai dari surat undangan, jenis hidangan yang akan disajikan, tema pesta, persiapan para Knight sebagai pasukan keamanan, dan lain sebagainya. Burung-burung pengantar pesan pun terbang ke empat kerajaan lainnya, mengantarkan surat undangan pesta dari Kerajaan Luce.

⿻⃕⸙͎

Matahari mulai turun, ia lelah, dan sang bulan yang akan menggantikannya. Saat ini Zen serang menikmati senja di halaman belakang istana. Xan sedang berlatih pedang dan Roen kembali ke kediamannya-tidak jauh dari istana. Jadi sekarang ini Zen sendirian.

Srekk! Srekk!

Semak-semak di sekitar tembok istana bergerak, ada sesuatu di sana. Mungkin tupai? Zen memperhatikan semak.

Srett!

"Kau?" Seekor rubah melompat, rubah yang sama dengan rubah yang mengikutinya waktu itu.

"Ke mana saja kau? Kupikir kau ditangkap, tapi syukurlah ternyata tidak," kata Zen. "Ahaha, apa aku seperti orang gila jika terus-terusan bicara dengan hewan?" Ia tertawa kecil.

Rubah itu berdiri dengan dua kaki. Zen masih memperhatikan. Apa yang maau dia lakukan? pikirnya.

Pubh!

Asap putih sedikit mengepul di sekitar rubah. Tidak begitu lama, asap itu langsung menghilang setelah beberapa detik, membuat mata Zen membelalak seketika. Rubah di depannya itu berubah menjadi seorang gadis cantik bertelinga dan berekor rubah.

"K-kau ... b-bisa berubah jadi manusia? Jangan-jangan kau memang rubah terkutuk yang mereka bicarakan?!" Zen terkejut sampai mulutnya menganga.

Gadis itu memutar bola matanya malas. "Terus saja katakan itu sampai kau puas." Wajahnya terlihat murung, ia bahkan enggan menatap Zen.

Zen terdiam sejenak. "Maaf jika aku salah bicara."

Gadis itu menaikkan bahu. "Semua orang selalu mengatakan itu ...," lirihnya.

Zen merasa bersalah atas ucapannya. Mungkin memang benar gadis di depannya inj merupakan ras terkutuk atau bisa dibilang ras yang dibenci orang-orang, tapi pasti ada alasan dibalik semua itu, bukan?

"Mm ... hei, namaku Zen. Siapa namamu?" tanya Zen, mengulurkan tangan dan disambut hangat oleh si gadis.

"Vyria, kau bisa memanggilku Vy."

"Salam kenal, Vy." Zen tersenyum ramah. "Jadi mm ... kenapa mereka memyebutmu begitu?

"Hmm? Maksudmu rasa terkutuk?" Zen mengangguk. Vy menyembuhkan napas kasa.

"Leluhur kami memang menganut kegelapan, tapi itu beratus-ratus tahun yang lalu, bahkan sebelum sejarah kerajaan ini dimulai. Tapi mereka tetap saja menganggap kami tidak pantas." Wajah Vy tampak murung saat bercerita. Zen mendengarkan dengan seksama.

⿻⃕⸙͎

Bukan langit biru cerah yang menaungi Desa Zuttoautumn, melainkan kelabu. Asap-asap hitam dan hawa panas dari banyaknya rumah warga yang dilahap si jago merah membuat keributan besar di Kerajaan Animare. Yap, Desa Zuttoautumn merupakan bagian kecil dari Kerajaan Animare yang terletak di bagian ujung dekat dengan laut perbatasan dengan Kerajaan Nerobuio.

Kebakaran hebat terjadi di desa itu, bahkan hampir sampai ke desa sebelah. Korban jiwa tak dapat dihindari. Ratusan rumah roboh terbakar, banyak warga tertimpa bangunan yang roboh, bahkan banyak yang terjebak dalam rumah, tidak bisa keluar karena api yang membesar.

"Itu dia!" seru salah satu warga yang selamat, menatap marah pada penghuni lainnya. "Mereka ras terkutuk! Pasti diam-diam mereka masih berhubungan dengan Kaum Darkness dan sengaja membakar desa kita!" tukas penduduk yang berseru tadi.

"Tangkap mereka! Musnahka mereka!" Para penduduk desa itu berlari dengan penuh amarah, membawa obor dan senjata lainnya, mengejar ras Redvolpe.

Ras rubah merah dengan sihir berelemen api itu dituduh sebagai penyebab kebakaran, belum lagi dikarenakan latar belakang leluhur mereka yang memihak Kaum Darkness menjadi pendukung.

"Vy, bersembunyilah ke hutan, nanti ibu akan menyusul," ucap seorang wanita rubah kepada putri kecilnya yang baru berusia 5 tahun. Anak rubah kecil itu menatap ibunya sambil menangis, takut, dengan apa yang sedang terjadi.

"Jangan takut, Sayang. Ibu janji semuanya akan baik-baik saja," ucap ibunya lagi, menenangkan, mengelus lembut surai putrinya.

"Pergilah, Sayang. Ibu akan menahan mereka." Rubah kecil itu menggelengkan kepala, menolak pergi dan ingin terus bersama ibunya, ia memegangi tangan ibunya, tidak membiarkan ibunya pergi sesenti pun darinya.

"Percaya pada ibu, Sayang. Ibu janji kita akan bersama-sama lagi." Sang ibu berusaha meyakinkan. Namun, anaknya masih enggan.

"Itu mereka! bunuh mereka semua! Jangan biarkan satu pun hidup!" Amarah penduduk desa semakin menjadi-jadi.

"Cepat, Sayang! Kau anak pemberani, kan? Anak hebat tidak boleh takut." Vy dipeluk erat oleh ibunya, kemudian mendapat kecupan di keningnya.

Mau tak mau akhirnya Vy melangkahkan kakinya, menjauh dari ibu dan kerusuhan di desa. Sesekali ia melihat ke belakang, menatap ibunya yang masih memperhatikannya dari kejauhan. Ibunya tersenyum sambil melambaikan tangan. Air mata membasahi pipi keduanya.

Vy meneruskan langkahnya ke dalam hutan, meninggalkan desa, dan terus berlari. Ketika kebakaran mereda, Vy kembali ke desa, tapi ... hanya puing-puing bangunan yang tersisa. Ras Redvolpe sudah musnah. Itulah kisah yang dipercaya orang-orang.

⿻⃕⸙͎

"Padahal sampai sekarang masih belum diketahui siapa pelaku kebakaran sebenarnya, tapi ... ya sudahlah. Lagi pula ketahuan pun sudah tidak ada gunanya, desa itu sudah hancur."

Zen turut sedih mendengar cerita Vy tentang desanya. Seusai cerita, suasana menjadi hening, tidak ada yang membuka suara.

"Hei! Ayahku bilang minggu depan akan ada pesta. Aku ingin kau datang," pinta Zen. Siapa tau dengan pergi ke pesta bisa meredakan setidaknya sedikit kesedihan Vy. Itu yang Zen pikiran.

"Apa? Aku? Mereka semua membenciku, mana mungkin aku bergabung dengan pesta konyol kalian!" Vy menolak.

"Mereka, kecuali aku. Aku tidak membencimu, aku, menyukaimu." Wajah Vy sedikit bersemu akibat ucapan Zen. "M-maksudku menyukaimu sebagai temanku! Y-ya, itu! Kau kan baik. Entah bagaimana nasibku jika kau tidak mengajakku ke desa waktu itu, aku bisa saja mati karena binatang buas," tambah Zen.

Vy menggelengkan kepalanya cepat, menormalkan wajahnya kembali. "Aku tidak mungkin bisa masuk. Beberapa dari mereka pernah bertarung denganku, mereka akan mengenaliku."

"Tidak akan jika tema pestanya pesta topeng, dan kebetulan ayahku belum memutuskan tema. Jadi aku akan mengusulkan pesta topeng agar kau bisa ikut, tapi mm ... bisakah kau menyembunyikan telinga dan ekor rumahmu? Mereka mungkin akan menyadarimu jika melihat ekor dan telingamu."

Tadinya Vy terus menolak, ia ragu tapi Zen terus berusaha meyakinkannya dan bersikukuh ingin dirinya datang ke pesta.

"Baiklah, baiklah, aku akan datang." Vy menyerah, membuat senyum Zen semakin lebar. Soal telinga dan ekor? Itu hal mudah, Vy bisa menyembunyikan.

"Lalu bagaimana dengan teman-temanmu?" tanya Vy.

"Temanku? Ah, benar! Aku lupa! Agie dan yang lainnya masih dipenjara!" Zen menepuk jidat. Bisa-bisanya ia lupa akan hal itu. "Ah iya, jika aku seorang pangeran, maka aku bisa meminta ayahku untuk melepaskan mereka, bukan?"

"Kurasa iya," sahut Vy.

"Pangeran Zen." Panggilan itu mengejutkan Zen. Ia segera melihat siapa yang memanggilnya, itu Alwen. Ia kembali menoleh ke tempat Vy berdiri, tidak ada, gadis itu hilang. Zen bernapas lega. Kalau Alwen melihatnya, Vy pasti akan ditangkap.

"I-iya? Ada apa?" tanya Zen.

"Yang Mulia bilang Anda harus mulai mempelajari sejarah kerajaan ini. Mari ikut saya ke perpustakaan kerajaan." Zen tidak tahu harus senang atau sedih sekarang, ia suka perpustakaan, tapi ia tidak suka belajar, apa lagi sejarah. Baru beberapa halaman saja sudah membuatnya menguap.

⿻⃕⸙͎

Halooo!
Selamat hari raya idul fitri! Mohon maaf lahir dan batin!
Hati-hati di jalan yang lagi mudik, selamat bercengkrama dengan keluarga yang udah sampe

See you!

Continue Reading

You'll Also Like

7.2M 374K 46
Daisy Mahesa, seorang model terkenal. Ia juga merupakan putri tunggal dari keluarga Mahesa. Menjadi seorang model merupakan mimpinya, namun sayang ka...
326K 55.6K 126
DROPPED [Novel Korea Terjemahan] Aku terjebak di pulau terpencil dengan pemeran utama pria dalam novel R-19. Aku memiliki Margaret, penjahat yang dit...
616 140 5
#Musim Kedua Arnold, adalah laki-laki yang dengan bangga menyebutkan dirinya sebagai laki-laki macho. Tubuhnya yang berotot serta wajahnya yang cukup...
814K 72.4K 32
Ini adalah kisah seorang wanita karir yang hidup selalu serba kecukupan, Veranzha Angelidya. Vera sudah berumur 28 tahun dan belum menikah, Vera buk...