Sore ini, tepat setelah Jeremy pulang dari kantor, mereka berdiskusi dengan Galuh, orang yang mereka percayai sebagai wedding orginizer mereka. Mereka sampaikan semua diskusi mereka semalam pada Galuh dan Galuh akan memberikan saran-saran yang memungkinkan.
Seperti penerbangan lampion yang mungkin cukup riskan mengingat cuaca tidak menentu akhir-akhir ini. Lalu juga ide tentang menyewa villa agar jika cuaca buruk terjadi, para tamu bisa berteduh di dalam villa. Penerbangan lampion juga jadi bisa dialihkan dengan pemotongan menara kue.
Dan diskusi lainnya.
Ketika mereka mulai bimbang dan Galuh memberikan opsi untuk mendiskusikannya lain hari setelah ia konsultasikan pada atasannya, tiba-tiba perhatian mereka teralih ke suara tangis anak kecil yang perlahan mendekat.
"Ndaaa!"
Itu adalah suara Cleo yang meraung keras di dalam gendongan Helena. Setelah mereka tiba di dalam rumah, ia merentangkan tangannya pada Clara.
"Eh, kenapa?" Clara langsung bangkit dan mengambil alih Cleo dari gendongan Helena. Ia mendesis kecil, menenangkan Cleo yang terisak keras.
Tak hanya Clara yang kebingungan, Jeremy dan Galuh nampak bingung dengan kedatangan Cleo yang menggemparkan itu. "Kenapa, Bu?" tanya Jeremy, ikut berdiri dan menghampiri Cleo dalam gendongan Clara.
"Biasa."
Clara mendesah kecil mendengar jawaban Helena. Ia memeluk Cleo, membawa kepala sang anak bersandar pada pundaknya. Sementara itu, tangannya mengusap punggung Cleo pelan. "Ssshh, udah. Cupp."
Namun, jawaban itu masih tidak bisa menjelaskan untuk Jeremy. Ia menatap Helena dengan tatapan bingungnya. "Hah, biasa kenapa, Bu? Cleo kenapa?" Ia cukup panik mendengar suara tangis Cleo yang tidak biasa kerasnya.
Apakah anak itu terjatuh?
Apakah anak itu terluka?
Helena menggeleng kecil kemudian duduk di sofa tunggal, menghadap ke arah Galuh. "Cleo itu kan hobi banget makan. Tadi ada anak SD lewat bawa jajan dipalakin sama dia. Ya, Ibu marahin lah."
Jeremy mengerjapkan matanya. Ia tidak tahu harus tertawa atau tidak. Apa ia tidak salah dengar?
Tidak hanya Jeremy, Galuh juga merasa penjelasan itu sangat lucu. Ia mengambil tasnya kemudian mengambil cokelat koin dari dalamnya. "Cleo, mau cokelat?" tawarnya, memperlihatkan satu keping koin cokelat di tangannya.
Mendengar nama makanan membuat Cleo terkesiap. Tangisnya berhenti, tubuhnya berputar untuk menatap siapa yang baru saja menawarinya makanan. Benar, saat dirinya melihat sebuah cokelat, tubuhnya memberontak. Ia ingin turun untuk mengambil cokelat itu.
Clara menurunkan tubuh gempal itu di samping Galuh. Membiarkan anak gadisnya itu mengambil koin cokelat dan memakannya lahap.
"Agi." Gadis kecil itu menengadah dengan bibir yang belepotan cokelat.
"Ya ampun, Cleo." Clara menepuk jidatnya.
Jeremy buru-buru duduk di belakang Cleo dan menurunkan tangan yang menengadah tinggi itu. "Wetts, mintanya yang sopan. Gini bilangnya, 'Onti, Cleo boleh minta cokelatnya lagi?' Coba gitu," ajarnya.
"Otat boyeh?"
"Minta cokelatnya lagi, boleh?"
"Inta otat agi, boyeh?"
Galuh tak dapat menahan tawanya melihat betapa lucunya manusia boneka di depannya itu. Ia ambil lagi dua keping koin cokelat dan memberikannya pada Cleo. "Boleh, dong. Ini."
"Bilang apa kalo dikasih?" Helena berseru.
"Maci."
"Sama-sama." Galuh mengusap pipi gembul yang bergerak-gerak mengunyah cokelat. "Lucu banget sih, anaknya, Mbak?" Ia mendongak, menatap Clara yang kini menatap datar ke arah Cleo dengan tangan bersidekap.
"Turunan bapaknya," jawab Clara sekenanya.
"Gak. Turunan ibunya." Jeremy langsung menyahut tak terima.
Pertengkaran kecil itu membuat Galuh tertawa lagi. Ia tahu siapa Cleo dan siapa ayah kandungnya, Clara sendiri yang bercerita. Tentu ia tahu juga bahwa pertengkaran itu adalah candaan.
"Ya udah kalo gitu. Saya balik ke kantor dulu, ya? Untuk kelanjutannya, saya kabarin lagi via chat," ujar Galuh seraya bangkit dan menyampirkan tasnya ke pundak.
Clara langsung menjabat tangan Galuh yang terulur. "Oh, iya, Mbak Galuh. Makasih banyak, ya. Maaf lo jadi ngrepotin nyari-nyari konsep lagi."
"Ga sama sekali, Mbak. Malah kita seneng kalo ribetnya di awal. Biar nanti revisi di akhir ga terlalu banyak." Ia lantas menjabat tangan Jeremy yang masih memangku Cleo.
"Makasih, Mbak Galuh."
"Iya, sama-sama, Mas Jeremy. Bu, saya pamit dulu." Galuh juga menjabat Helena terakhir.
"Iya, makasih Mbak Galuh. Hati-hati."
"Maci Onti," seru Cleo seusai mendapat dikte bisik dari Jeremy.
"Cama-cama, Cleo cantik." Galuh lantas pergi, diantar oleh Clara hingga ke teras.
Mendapatkan pujian itu, Cleo tersenyum. Ia tersenyum malu ke arah Helena, kemudian ke arah Jeremy. "Iyo canci."
"Iyaa, Cleo cantik kalo jadi anak baik. Iya, ga?"
Cleo melonjak senang di pangkuan Jeremy seolah senang dengan validasi dari sang ayah. "Inyah."
Usai menutup pintu, Clara ikut duduk di samping Jeremy. Ia mendesah kecil mendapati wajah dan tangan Cleo yang penuh dengan cokelat. Ia ambil tisu dari meja kemudian mengelapnya.
"Jangan jadi preman. Kamu tu kecil-kecil udah suka malak. Kamu tau ga Jer? Kapan hari tu ada tukang es krim lewat dipalakin sama dia," adu Clara, masih sambil membersihkan Cleo dari kotor cokelat.
"Hah, malak sendiri gitu?"
"Iya. Aku sama Ibu di dalem, gatau kapan dia ngrangkak keluar trus minta es krim. Mana dikasih sama tukang es krimnya."
"Hey! Mana boleh gitu?" Jeremy menghentak pahanya hingga Cleo terlonjak. Walaupun begitu, Cleo hanya tertawa, seolah ia memang preman yang sebenarnya. "Dibayar, kan, tapi?" tanyanya kemudian pada Clara.
"Niatnya dibayar, Jer. Orang cuman 5000 sebenernya. Tapi waktu itu Ibu sama Clara ga ada uang kecil. Bapaknya juga ga ada kembalian. Makanya trus dikasih aja."
"Ya ampun. Kecil gini badannya udah bisa malak? Huh? Kok bisa? Huhh? Ga boleh, ya? Itu ga sopan namanya. Kalo mau sesuatu bilang Ayah, Bunda, atau Ibu. Ga boleh minta gitu."
"Mintak."
Clara menggerakkan telunjuknya ke kanan dan ke kiri. "Ga boleh."
"Beyi."
"Iya, harus beli. Iyo punya uang ga?" tanya Clara.
"Cenan."
Jeremy mengernyit. "Apa itu cenan?"
"Ada di celengan."
"Ooh, celengan. Iyo punya celengan?" Setelah mendapat anggukan antusias dari Cleo, Jeremy melanjutkan, "Nah, kalo ga ada Ayah, Bunda, apa Ibu, Iyo ambil uang dulu di celengan. Nanti bilang sama Ayah habis berapa biar Ayah tuker. Gitu ya?"
"Inyah."
"Cleo ngerti ga?"
Cleo mengangguk lagi. Entah ia mengerti atau tidak, yang pasti anggukannya itu lebih kepada rasa senang karena ia mendapatkan cokelat dari Galuh.
"Turunan Clara pasti ini," terka Jeremy.
"Kok aku? Yang jelek-jelak Adip lah. Aku mana pernah malak orang. Ya ga, Bu?"
Helena menggeleng seraya bangkit dari sofa. Ia melenggang pergi seraya berujar, "Kamu pernahnya ngabisin satu toples kue jahe waktu acara natal di keluarganya Bapak. Sampe pada heran itu perut apa gentong."
"Yeee. Sama aja." Jeremy menertawakan Clara yang tak terima aibnya disebarkan.
Yang bisa Jeremy lihat di sini, baik Clara atau pun Cleo adalah orang yang sama yang lahir di tahun yang berbeda. Seperti kembar yang terpisah.
Jeremy menyandarkan tubuhnya di sofa, sementara dirinya membiarkan Cleo menghabiskan cokelatnya di pangkuannya. Pandangannya berpusat pada rambut belakang Cleo yang sudah cukup panjang dari yang terakhir ia lihat. Ia sisir lembut helai rambut halus milik Cleo.
"Sayang, nanti sore aku ada acara makan malem sama orang pusat. Kamu atur rambut aku, ya?" ujar Jeremy, masih menyisir rambut Cleo, kadang memilinnya.
Clara ikut bersandar. Ia menyisir rambut pirang Jeremy ke belakang. Pria itu memang mewarnai rambutnya ketika masih di Pekanbaru. Membuat pria itu entah mengapa terlihat lebih seperti bule di matanya.
"Emang rambut kamu kenapa?" tanyanya iseng.
"Masa jatuh gini kaya jamet mau makan malam fancy?" Jeremy lantas menoleh, tersenyum kecil pada Clara. "Rambut aku kalo blonde gini bagus ga?"
"Kaya jamet."
"Ih, gitu?"
"Kan kamu bilang sendiri kaya jamet."
Jeremy mengerucutkan bibirnya kesal. Ia membuang wajahnya. "Ah, males lah. Besok mau–"
Ucapannya terhenti, ia mematung. Bagaimana tidak jika tiba-tiba saja permukaan lembut menyentuh pipinya. Matanya membulat lebar. Ia menatap Clara horor.
"Cakep, Sayang," ucap Clara geli.
Pria itu panik, wajahnya memerah. Untungnya Helena tidak ada di sana. Cleo juga tidak sedang melihat ke arah mereka. "Clar."
"Hmm?"
Wajah Clara yang seolah menantang itu membuat Jeremy menggeleng kencang. Ia menunjuk wajah Clara, mencolek hidung Clara. "Wah, kamu bahaya banget, sih. Wahh, kabur." Ia langsung membawa Cleo ke dalam gendongannya kemudian berlari menghindari Clara. "Ayo, Cleo kita kabur."
Tawa riang Cleo menggema di ruang tamu dan sepanjang jalan menuju halaman belakang.
"Anak aku!" Disusul pula dengan teriakan Clara yang mengejar kemana Jeremy membawa Cleo berlari.
TBC
Jametnya Clara nih bossssss, senggol dong
Ketan, ketan apa yang bisa malak?