Hoki

313 44 6
                                    

"Pencapaian kantor cabang di Pekanbaru cukup bagus. Terima kasih atas kerja kerasnya, Pak Jeremy."

Pria paruh baya di depan Jeremy, Pak Markus, menjabat tangan Jeremy tegas. Dengan tepukan di pundak Jeremy, semua orang yang hadir di acara makan malam itu tahu sebesar apa rasa bangga Pak Markus pada kerja Jeremy.

Malam ini di Hotel Celine, diadakan makan malam bersama bagi para karyawan kantor pusat CV Manggala. Di sana ada beberapa perwakilan kantor cabang beserta petinggi-petingginya untuk merayakan pengangkatan presiden direktur kantor Pekanbaru pengganti Jeremy.

"Terima kasih, Pak. Kantor di Pekanbaru tidak bisa berjalan sebagus ini tanpa karyawan-karyawan yang lebih bekerja keras daripada saya. Jadi, tolong apresiasi mereka juga," jawab Jeremy merendah.

"Oh, ya, pastinya. Mereka bakal dapet bonus setelah proyek selesai." Ia lantas mengarahkan Jeremy untuk duduk di meja panjang tempat orang-orang sudah mulai bersiap mengikuti acara makan malam. "Trus, setelah jadi direktur, kamu mau jadi direktur lagi di sini, Pak Jer?"

"Eh, engga, Pak. Saya mana bisa mimpin kantor pusat sebaik Bapak," elak Jeremy cepat. Ia terlihat panik, seolah kapan saja ia akan dicap sebagai orang yang gila jabatan.

Yudha, rekan kerja yang duduk di samping Jeremy bahkan sampai menoleh saking hebohnya Jeremy mengelak.

"Loh. Masa kamu dah jadi direktur balik-balik turun jabatan jadi karyawan lagi?"

"Aduh. Anggap aja itu bagian dari pengalaman berharga yang ga dateng dua kali. Setidaknya di sana saya mencicipi dan belajar bekerja sebagai direktur."

Jeremy tertawa kecil, berusaha untuk tidak terlihat besar kepala akan pencapaian yang diagung-agungkan oleh Pak Markus itu.

"Halah, itu cuman basa-basi aja, Pak Markus," kekeh Yudha dengan wajah usilnya.

Jeremy menoleh, memberikan tatapan tajam pada sang rekan kerja. "Pak Yudha," desisnya.

"Saya itu udah tua, Pak Jer. Udah 71 tahun, bayangkan. Saya seharusnya udah ongkang-ongkang kaki di rumah. Nikmatin sisa umur sama cucu. Lah, masih dibebankan sama jabatan gini. Capek saya, Pak Jer," jelas Pak Markus dengan suaranya yang penuh wibawa. "Besok langsung urus sertijab, ya?"

"Eh?" Jeremy melotot kaget. Semudah itu kah Pak Markus menyerahkan jabatan tingginya itu pada Jeremy?

Melihat Jeremy yang terpaku dan tak mampu berkata-kata, Yudha merangkul pundaknya. "Udah, Pak Jer. Kantor pusat juga pengen punya progres kaya kantor cabang. Masa pendapatan kantor cabang malah ngalahin kantor pusat?"

Jeremy melepaskan rangkulan Yudha kemudian membungkuk pada Pak Markus yang hanya bisa tertawa-tawa menanggapi ucapan Yudha. Mana bisa dirinya sesantai itu saat mendapat kepercayaan sebesar itu?

"Pak, saya merasa terhormat bisa mendapatkan kesempatan ini," ucapnya lirih, lebih kepada tidak ingin ada orang yang mendengar pembicaraan mereka.

Dan Pak Markus tahu itu. Pria itu menepuk lengan Jeremy, pria dengan rambut cokelat rapi itu. Sudah pasti ada wanita telaten di baliknya yang membuat Jeremy berpenampilan semenarik ini.

"Inget, ya, Pak Jeremy. Jabatan ini bukan buat Anda bangga-banggakan. Tanggung jawab Anda besar. Jadi, tetap merunduk dan rendah hati," pesannya.

"Siap, Pak. Saya akan selalu inget kata-kata Pak Markus. Saya juga akan selalu butuh bimbingan Bapak."

"Iya, jangan segan buat hubungin saya kapan pun. Silaturahmi harus tetap jalan. Inget, saya tetap mengawasi kantor."

"Siap, Pak Markus. Terima kasih atas kepercayaannya. Saya akan berusaha sebaik mungkin."

By The Irony Of FateWhere stories live. Discover now