Hi, We Are ZxVorst Team

By matchaIatte

18.4K 702 541

Tongkrongan bukan sembarang tongkrongan. Tongkrongan kami bukan kumpulan anak berandal, tapi anak-anak yang i... More

Prawacana
Chapt. 1
Chapt. 3
Chapt. 4
Chapt. 5
Chapt. 6
Chapt. 7
Chapt. 8
Chapt. 9
Chapt. 10
Chapt. 11
Chapt. 12
Chapt. 13
Chapt. 14
Chapt. 15
Chapt 16
Chapt 17
Chapt. 18

Chapt. 2

1.4K 49 2
By matchaIatte

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Chaens.

Selamat Membaca ^•^
Jangan lupa vote dan komen

=================================================

Dua remaja putri sedang berkeliling toko. Mencari barang yang akan mereka beri ke sebuah panti asuhan anak. Barang-barang itu tak lain adalah baju, celana, seragam, sabuk, sepatu, dan lainnya, yang akan berguna.

Satu jam berlalu. Mereka membawa belanjaannya ke kasir. Dengan total uang cash 10 juta, dibayarkan ke kasir. Sisanya hanya 1,2 juta.

"Sisanya mau apa?" Varessa bertanya.

Jessie berpikir, untuk apa uang ini? Ongkos pun hanya 200 ribu. Bagaimana dengan 1 jutanya? Apakah harus mereka tabung kembali?

"Mumpung masih di sini, belanja oleh-oleh aja," usul Varessa.

Mata Jessie berkedip, memikirkan usulan Varess yang cemerlang. "Bener. Kalau ada sisa, buat beli bakso yang gede, kita makan bareng."

Keduanya tertawa sambil membawa belanjaannya di tangan kanan dan kiri. Meskipun berat, ya, beginilah. Nasib dua remaja ini.

Rencana belanja ini sebenarnya 3 orang. Jessie, Varess, dan Hazell. Karena Hazell mengurungkan niatnya, jadi hanya mereka berdua yang pergi.

Saat ditanya apa alasannya, Hazell berkata bahwa ia malas.

Lihat, bagaimana malasnya seorang Hazell ini. Lebih baik ia duduk sendiri di dalam kamar dibandingkan untuk ke luar. Selagi tidak sepenting panggilan perutnya, ia tidak akan ke luar dengan inisiatif sendiri.

"Capek banget, woy! Lagian, ini si cokelat kagak mau ikut, sih!" Jessie berdecak. Sangat kesal dengan Hazell. Mengapa ia baru saja berkata di sini. Tidak dari rumah?

Varess meletakkan keranjangnya dan duduk di sebuah bangku depan stand makanan. Aroma lezatnya hidangan berkuah menusuk Indra penciuman mereka.

Bakso. Siapa yang tahan dengan aroma semerbaknya? Ketika asap kuahnya tercium, pastilah perut meronta minta diisi.

"Bakso, cuy. Beli, ayo." Jessie akan melangkah masuk, tetapi dicegah oleh Varess.

"Beli oleh-oleh dulu, jangan bakso. Entar enggak cukup uangnya!"

Mendengkus kecil, Jessie lesu. Memilih duduk di sebelah Varess dan merenggangkan ototnya. Seketika itu, bunyi tulangnya terdengar keras.

"Tiba-tiba, gue pengen punya pacar."

🐲🐉🐲

Loncat-loncat sambil bersenandung kecil. Hazell nampak lebih ceria hari ini. Tidak, tidak. Mungkin kali ini.

Tadi pagi ia tidak seceria ini. Ia bergulat dengan kasur. Dan, sempat marah-marah dengan Ravend karena menghilangkan hpnya.

Dan, apa itu benar? Tentu, tidak. Hazell sendiri yang lupa menaruhnya semalam. Ketika bangun tidur dan tidak menemukan hpnya di atas nakas, ia merasa kehilangan dan menuduh Ravend yang menghilangkannya.

Abaikan kejadian itu, sekarang beralih ke Hazell yang akan menjemput jemurannya.

Namun, baru selangkah ia belok ke samping rumah, Hazell dikejutkan oleh tempat jemuran yang tak semestinya seperti biasa.

"What? Ucul?" Hazell langsung berlari ke tempat jemuran yang talinya telah terputus. Belum lagi, deretan pakaian yang biasa menggantung, sekarang jatuh di atas permukaan tanah.

Hazell mengambil beberapa pakaian yang jatuh. "Astaghfirullahaladzim."

Sambil beristighfar, entah dosa apa yang ia perbuat. Pakaian bersih harus kotor lagi. Sekarang, Hazell harus mencari cara agar Rain tidak marah.

Dan satu-satunya cara adalah mencuci kembali pakaian yang jatuh. Rain mana mau kerja dua kali. Meskipun bukan kelalaian anggota ZxVorst, namun, Rain pasti kelelahan.

Hampir semua pekerjaan rumah ia yang melakukan. Mulai dari memasak, mencuci, hingga bersih-bersih rumah. Rain seperti seorang ibu yang merawat delapan anaknya.

"Susah-susah si Hujan nyuci, dan gue yang susah payah menggapai tali jemuran yang tingginya setinggi harapan orang tua. Elo, tali jemuran. Malah seenaknya putus. Engga pernah langgeng kayak hubungan Apen sama pacarnya. Untung-untung masih mau temenan. Lah, elo, pernah temenan sama tanah? Kagak!" Hazell terus mengomel selama ia memungut pakaian yang jatuh. Bahkan, semuanya.

"Huh. Setelah gue cuci ulang, gue jemur di mana, ya? Masa, di atas genting? Atau di pohon jambu aja? Tapi, ntar diterpa angin."

"Akh, begitu sulit."

🐲🐉🐲

"Apaan?" tanya Aiden to the point ketika Starlie meneleponnya.

Di layar ponselnya, Aiden bisa melihat nama Starlie di sana. Tidak neko-neko, alias tidak macam-macam. Aiden menyimpan nomor Starlie dengan nama 'Star' saja.

"Arsen nyuruh gue nelepon lo. Katanya, batik warna pink, ada gambar Barbie itu cakep. Lucu katanya," ucap Starlie di seberang sana.

Arsen yang mendengar di sana, melotot lagi. Ingin rasanya ia menepuk wajah Starlie dengan vas bunga di dekatnya.

Sedangkan Aiden, cowok itu diam tak bergeming. Bingung. Apa yang mereka berdua pikirkan hingga muncul ide mau memakai batik dengan motif Barbie, apalagi warna merah muda.

"Gila. Jangan. Malu-maluin!" tolak Aiden mentah-mentah.

"Ish, padahal cakep lho. Lo belum lihat gimana modelnya. Belum lo sentuh kainnya. Gimana mau tau?" gerutu Starlie.

"Bagi ponsel lo ke Arsen!" perintah Aiden.

Dengan nada yang tegas itu, Starlie menurut. Mana mau dia membantah omongan ketua. Yang ada, ia akan terpikirkan hingga 7 hari 7 malam lamanya, jika ia menolak.

"Lo denger, kan? Masa, dia milih baju batik warna pink. Enggak berkharisma banget. Gue pilih warna biru, udah gue foto tadi. Gue kirim ke lo juga, tapi lo enggak baca chatnya. Coba lo lihat dulu. Itu, kainnya bagus, motifnya juga, apalagi warnanya," cerocos Arsen tanpa henti.

Aiden membuka pesan yang dikirim oleh Arsen. Sekitar 17 menit yang lalu. Tidak ia bukan karena ponselnya dalam mode jangan ganggu.

Ketika dinon-aktifkan, banyak pesan dan telepon yang mengantre untuk dibuka. Dan secara kebetulan juga, ada telepon masuk dari Starlie.

Aiden tidak mendengarkan lagi percakapan Arsen dan Starlie di seberang telepon. Keduanya asik berdebat. Starlie yang tetep menginginkan batik merah muda dan Arsen yang memiliki batik biru.

"Bagus ini. Gue enggak bisa bayangin kalau pakai batik warna pink. Bisa hilang citra kharisma gue," ungkap Aiden.

Namun, ucapan Aiden tidak didengar oleh dua insan yang masih ada di mall itu. Sepasang teman yang berbeda pendapat, saling mengungkapkan argumennya masing-masing.

Sampai ketika Hazell berlari masuk ke dalam rumah sambil berteriak memanggil Aiden. Bersamaan dengan itu, Rain juga berteriak. Bedanya, Rain meneriaki nama Ravend.

"Aiden/Ravend!"

Saat Hazell masuk, berpapasan dengan Ravend yang mau ke luar. Dan Rain yang siap dengan tangan yang mengepal.

"Mau ke mana?" tanya Hazell. Ia lupa dengan tujuannya memanggilku Aiden.

Diam-diam juga, Arsen dan Starlie menyimak. Mereka cukup kaget saat panggilan telepon dari Aiden terasa begitu keras suaranya, dan itu bukan suara Aiden.

"Jangan banyak tanya dulu. Keadaan darurat!" Ravend mulai panik. Apalagi, Rain mendekat ke arahnya.

Hazell iseng mengadang Ravend. Tidak membiarkan cowok itu melewati pintu utama.

"Zell, tolong, jangan dihadang. Gue darurat. Hujan badai angin ribu halilintar akan segera menerpa!" Lagi, Ravend memohon pada Hazell.

Hazell menggeleng. Tetap menghadang Ravend.

"Zel, biarin Ravend pergi beli gas." Aiden yang tadinya diam, langsung menuruh Hazell untuk berhenti menghadang Ravend.

Akhirnya, Hazell menurut. Ravend tanpa alas kaki, segera berlari menuju warung langganan untuk membeli gas.

Rain belum lega emosinya. Efek datang bulan akan segera terjadi.

Kembali ke suasana hening. Hazell, Rain, dan Aiden menatap Ravend yang berlari kencang.

Aiden berujar, mengingat teriakan Hazell memanggil namanya. Kalau di rasa, Aiden seperti seorang bapak di waktu-waktu tertentu. Dipanggil ketika ada butuhnya saja.

"Jemurannya putus." Begitu, dua kata yang Hazell lontarkan.

Aiden sempat panik. Namun, ia hilangkan segera. "Nanti dibetulin."

"AIDEN, PILIH PINK APA BIRU?!" Starlie bertetiak lagi.

Setelah ini, Aiden perlu memeriksa telinganya ke dokter. Takut gendang telinganya mulai retak. Cegah sebelum pecah.

"Biru."

Hazell dan Rain diam menyimak. Mereka kompak duduk bersebelahan di dekat Aiden. Hazell di sebelah kanan, dan Rain di sebelah kirinya. Keduanya menguping pembicaraan.

Tidak menguping, sih. Karena jelas mereka menampakkan wujudnya untuk mendengarkan telepon dari Starlie. Aiden pun me-loadspeaker teleponnya.

"Gue bosen, biru terus. Coba warna lain." Starlie memprotes, lagi.

"Ya, udah, warna hijau," final Aiden.

"Nanti kayak Roro Jonggrang, gimana?" sahut Starlie.

"Nyai Blorong, bego!" Arsen menyambar perkataan Starlie. Berakhirlah, mereka kembali berdebat.

"Lebih ke Nyai pantai Selatan, sih," ucap Hazell, lirih.

Mendengar suara Hazell di seberang, Starlie bertanya padanya. "Hajel, lo pilih warna apa?"

"Warna oren, biar kayak petugas bersih-bersih sampah!" Hazell berdiri, pergi menyimpan keranjang berisi jemuran.

"Hitam aja," usul Rain.

Aiden menggeleng. "Terlalu sering."

"Nah, Aiden aja setuju. Ya, udah, pink!"

Aiden menoleh ke arah ponselnya. "Gue enggak bilang warna pink."

"Jan, bukannya lo bilang, usul warna hijau, kan?"

Rain merebut ponsel Aiden, lalu menjawab, "Gue bilang warna hitam."

"Oh, oke. Lo black, gue pink."














__________________________________

Permasalahan batik belum selesai, ya. Harap-harap, bapak Iden memaklumi anak buahnya 🙂

Continue Reading

You'll Also Like

10K 161 13
in which y/n exists. she also rides some fat cock, but we'll get to that later-
16.4K 706 25
Belova Falienta Alanza, adalah aktor dalam cerita ini. Gadis berumur 17 tahun yang sangat menikmati kehidupan sekolah nya bersama sang kekasih. Al Za...
20.1K 1K 12
What happened when the two bestfriends of the Indian cricket team realise that there might be something more to their friendship?
5.5K 241 85
โ˜† - Whatever tf happens in my life. Save so you never miss an update !! โ˜† - None of the art I repost are never mine , lmaoo !!