You

By ukinurpratiwi

167K 6.9K 1.5K

"Kita memang berbeda. Tapi kita tidak berubah hanya karena kita ingin dicintai. Kita adalah kita. Bersama buk... More

Prolog
1. Look at her
2. Mine
4. Meet up 1
6. A decision
8. Showdown
11. Disquiet
13. You
16. You 4
17. Coffee break
19. Tea time with TIC
21. Because of you
24. Us 2
25. Surprised
27. Shocking
29. All of You 2.
32. Rainbowmoon 2

18. You 5

3.7K 352 134
By ukinurpratiwi

Keiza's POV.

Aku sandarkan kepalaku dikepala ranjang kingsizeku setelah aku menunaikan shalat tahajud. Semenjak aku bermimpi aneh yang membuatku selalu terjaga disepertiga malamku kala itu, aku memiliki satu kebiasaan baru yaitu terbangun dari tidur cantikku setiap pukul tiga pagi. Menurut Dadong, ini adalah anugerah terindah dari Allah untukku. Agar aku bisa selalu berkomunikasi dengan sang Penciptaku disaat sebagian umatnya sedang terlelap dalam tidurnya. Shalat tahajud sudah menjadi rutinitasku disepertiga malamku. Rutinitas yang selalu aku tunggu untuk mengadu apa saja yang aku rasakan kepada sang Semesta. Seperti saat ini. Dan entah mengapa saat ini aku sangat merasa rindu dengan Putri dan juga Abyan.

Kuambil benda persegi panjang dengan layar flat yang berada diatas nakas disamping tempat tidurku. Aku tersenyum saat melihat kembali beberapa foto pernikahan Putri yang mama Sabrina kirimkan padaku satu bulan yang lalu. Putri terlihat sangat cantik dengan balutan kebaya berwarna putih yang panjang menjuntai nan indah. Bang Aka juga terlihat sangat tampan dengan tuxedo yang berwarna putih senada dengan kebaya pengantin milik Putri. Senyumku memudar, saat aku melihat foto candid Abyan yang juga mama Sabrina kirim untukku. Foto Abyan yang sedang bersandar tegap dan gagah didinding dengan tangan kirinya yang dia masukkan disaku celananya, sedangkan tangan kanannya memegang smartphone. Tatapan matanya sungguh intens menatap layar smartphone yang berada pada genggaman tangannya. Abyan terlihat sangat tampan dengan setelan suits and tie hitamnya walaupun aku tak melihat senyum manis dari wajahnya. Penglihatanku sedikit buram, saat air mataku sudah mulai berkumpul dikedua pelupuk mataku. Pertahananku pun runtuh. Air mataku menetes kembali. Rinduku yang selama ini terpendam sungguh sangat menyesakkan dadaku. Tetesan air mataku seakan tak terbendung lagi. Entah sampai kapan aku bisa bertahan dengan rasa rinduku yang semakin menyiksaku ini. Kubiarkan air mataku ini terus menetes membasahi pipiku untuk meluapkan rasa rinduku yang pedih.

Tak terasa sudah lima bulan aku berada di Bali. Semuanya telah berubah sejak aku menjadi mualaf. Aku mendapatkan ketenangan yang selama ini aku cari. Rasa sakit dari masa laluku sudah bisa terobati. Namun rasa rinduku pada kekasihku Abyan membuat diriku terluka kembali. Memang benar kata pepatah, saat kita belajar untuk mencintai seseorang, saat itu juga kita harus belajar untuk bisa merelakan saat dia pergi. Aku tak pernah menyesal saat aku jatuh cinta pada Abyan. Bukan jatuhnya yang kutakutkan, tetapi lukanya yang terkadang tak tersembuhkan oleh obat manapun. Cinta, sebegitu complicated kah?

Bagiku mengenal Abyan adalah sebuah anugerah terindah dari sang Semesta. Aku yang sekarang juga tak bisa dilepaskan dari andil seorang Abyan. Mungkin jika aku tak mengenal Abyan, aku masih akan tetap sama seperti Keiza yang dulu. Keiza yang telah kehilangan arah dan juga pegangan hidupnya.

Kuseka air mataku. Dengan ragu - ragu aku menekan salah satu nama yang saat ini sedang aku rindukan. Rasanya aku sudah tak sabar ingin mendengar suaranya dan juga kabarnya. Aku yakin dia pasti sudah terbangun dari tidurnya. Aku hirup udara disekitarku kemudian aku hembuskan perlahan sebelum aku mendengar suaranya. Dan Mencoba menetralkan kembali suaraku agar tak serak.

"Assalamualaikum..." Salamku padanya.

"Walaikumsalam..." Dia langsung membalas salamku. Kemudian dia terdiam. Aku tersenyum. Terang saja, nomor baruku pasti baru masuk disana.

"Happy wedding Putri. Semoga kamu dan bang Aka bisa jadi keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah." Doaku padanya. Putri masih terdiam.

"Amin." Jawabnya singkat. Aku terkekeh. Aku yakin saat ini sahabat baikku sedang bingung disana.

"Keiza??? Ini kamu Kei? Ya Allah Kei. Kamu kemana aja? Aku kangen banget sama kamu." Pekiknya disana. Aku tersenyum.

"Aku nggak kemana mana Put. Kirain kamu lupa sama suara cantikku ini." Cicitku sambil tersenyum.

"Aku nggak ganggu kamu kan Put?" Tanyaku kembali. Putri terkekeh.

"Nggak ko Kei, aku habis shalat tadi. Kamu gimana kabarnya? Tega kamu ya, nggak dateng kenikahan aku." Gerutu Putri disana. Aku tersenyum.

"Alhamdulillah kabarku baik - baik aja Put. Maaf ya Putri. Aku bener - bener minta maaf. Aku harap kamu bisa ngerti posisi aku." Ucapku menyesal.

"Aku ngerti ko Kei. Tunggu. Kei kamu, kamu udah jadi mualaf??" Tanya Putri antusias. Aku tersenyum.

"Iya Put. Aku udah jadi mualaf sekarang." Jawabku singkat.

"Alhamdulillah ya Allah. Aku seneng banget dengernya. Dimanapun kamu Kei, Aku cuma berharap kamu bisa selesain masalah kamu secepatnya." Putri menasehati. Aku tersenyum. Itulah yang aku rindukan darinya.

"Dan kamu harus dateng ke resepsi pernikahanku nanti! Aku nggak mau tahu urusan kamu!" Pekik Putri. Aku tercengang.

"Lho, resepsinya belum? Bukannya resepsinya hari itu juga ya?" Tanyaku penasaran.

"Nggak Kei. Resepsinya diundur. Nunggu eyang putrinya bang Aka sembuh. Mungkin dua bulan lagi. Pokoknya kamu harus datang ya Kei. Kalo nggak aku nggak mau kenal kamu lagi." Ancam Putri padaku. Aku terkekeh.

Tunggu. Eyang putrinya bang Aka? berarti eyang putrinya Abyan juga kan? Oh ya Allah.

"Iya... iya... InsyaAllah aku usahain dateng deh. Ko lama banget sih diundurnya Put?" Tanyaku kembali. Putri terdiam sejenak.

"Ayah bang Aka lagi sibuk bantuin om Ali ngurusin perusahaan eyang yang lagi krisis. Keluarga bang Aka lagi nggak stabil saat ini. Rasanya aneh aja kalo aku dan bang Aka seneng - seneng. Bang Aka juga ikut sibuk, jam 2 tadi dia baru aja pulang. Aku nggak tega ngelihatnya." Cerita Putri padaku.

Om Ali?? Abi Abyan kah?! Ya Allah. Apa yang sedang terjadi? Bagaimana dengan Abyan?? Aku terdiam. Otakku mulai dipenuhi oleh Abyan.

"Kei... Keiza... kamu masih disitukan Kei?" Suara Putri membuyarkan lamunanku.

"Ah iya Put. Aku masih disini ko. Aku yakin kamu pasti tahu apa yang harus kamu lakuin sebagai istri bang Aka sekarang. Bang Aka butuh kamu. Dan kamu harus kuat." Kataku memberinya semangat.

"Iya Kei. Awalnya aku bingung harus ngapain, sekarang aku tahu bagaimana memposisikan diriku sebagai istri dan juga sebagai sahabat untuk bang Aka." Jelas Putri.

"Kei, kamu baik - baik aja kan disana? Aku nggak mau tahu sekarang kamu ada dimana. Karena aku nggak mau bohong pada Abyan ataupun bang Aka." Ucap Putri yang membuatku sedikit sulit bernafas. Aku menghela nafasku.

"InsyaAllah aku baik - baik aja disini. Doain ya Put." Pintaku pada Putri.

"Selalu Kei. Selalu. Aku harap kamu nggak sehancur Abyan. Ya, walaupun aku tahu, kamu akan selalu terlihat baik - baik saja diluar tapi tidak didalam." Tandas Putri yang membuat air mataku menetes kembali. Kututup mulutku. Oh ya Allah. Rasanya sungguh sesak dada ini.

"Kei... Keiza... " Panggil Putri padaku. Aku masih terisak. Aku yakin Putri pasti bisa mendengar isakanku.

"Pulanglah Kei. Temui Abyan. Jangan siksa diri kamu sendiri. Kamu dan Abyan sudah cukup menyiksa diri kalian masing - masing." Putri menasehatiku. Air mataku masih menetes.

"Aku tahu maksud kamu pergi ninggalin Abyan. Tapi apa yang kamu lakuin ini buat kamu dan Abyan sakit. Dan sekarang Abyan malah membuat semua orang disekitarnya merasakan sakit." Sambung Putri yang membuat diriku bertanya - tanya.

"Maksud kamu Put?" Tanyaku penasaran. Kudengar helaan nafas Putri yang berat.

"Abyan sekarang berubah Kei. Dia jadi dingin. Sedingin es. Senyum yang biasanya dia tebar untuk membuat semua orang bahagia, sekarang entah hilang kemana. Abyan juga jadi pendiam. Dia hanya akan mengeluarkan suara hanya jika ada orang yang bertanya. Tubuhnya mulai kuyu. Abyan seperti sedang membangun tembok yang besar dan tinggi untuk melindungi dirinya dari rasa sakit. Tapi semua itu berimbas pada orang disekitarnya." Cerita Putri. Air mataku semakin deras mengalir. Hatiku mencelos mendengarnya.

"Telpon dari siapa sayang?" Suara berat dan serak itu membuat tubuhku menegang. Tidak. Itu pasti suara bang Aka. Oh ya Allah. Kudengar suara Putri terbata - bata menjawabnya.

"Keiza?? Sini, abang juga pengen ngobrol sama Keiza." Ucap bang Aka. Kutelan salivaku.

"Hai Kei. Kamu dimana sekarang?" Tanya bang Aka to the point. Glek. Aku tercekat. Jantungku berdegup kencang tak beraturan.

"Hai bang. Selamat ya bang. Akhirnya sang cassanova menemukan pelabuhannya juga. Masih kepo aja deh bang Aka. Emang bang Aka mau jemput Keiza kalo Keiza kasih tahu?" Cibirku pada bang Aka. Bang Aka terkekeh.

"Kamu nantang aku Kei? Hah? Kasih tahu aku, sekarang kamu dimana? Aku bakal jemput kamu sekarang. Kamu harus tanggung jawab karena buat Abyan jadi gila." Cicit bang Aka. Tubuhku kembali membeku. Niatku untuk mencairkan suasana malah menjadi tegang untukku sendiri. Aku terdiam. Kudengar kekehan tawa dari bang Aka.

"Kamu nggak kasih tahu juga bang Aka udah tau kamu dimana sekarang. Adek abang, Abyan, nggak mungkin tinggal diem. Dia akan ngerahin seluruh kemampuannya dan segala kuasanya untuk mencari tahu keberadaan kamu." Ucap bang Aka yang membuatku shock.

"Kalo aja kemarin Abyan nggak jadi tahanan kota, dia pasti udah jemput kamu." Lanjut bang Aka yang membuat tubuhku kaku seketika. Tahanan kota?? Ya Allah.

"Kamu harus cepet pulang Kei. Sebelum kamu menyesal." Kata bang Aka. Menyesal?? Maksud bang Aka apa?!

"Menyesal?" Tanyaku penasaran.

"Umi Abyan berencana akan menjodohkan Abyan. Dan abang nggak bisa bayangin apa yang akan Abyan lakukan nanti." Cerita bang Aka.

Deg.

Detak jantungku serasa berhenti. Air mataku lolos kembali, semakin lama semakin deras. Pasokan oksigen dikamarku seakan menipis. Dadaku menjadi sesak. Hatiku tercabik cabik. Pedih dan perih. Rasa sakitnya seperti pisau tajam yang menusuk tepat di jantungku.

"Kei... Keiza..." panggil bang Aka. Suara bang Aka menyadarku. Aku tahan tangisku. Rasanya sungguh sesak.

"Ah... ii... iya bang. Keiza yakin, tante Prilly pasti mencarikan calon istri yang terbaik buat Abyan." Ucapku lirih. Sakit ya Allah. Sakit.

"Jadi kamu rela abyan dijodohin?" Tanya bang Aka yang membuat lidahku kelu.

"Allah telah merencanakan pertemuan kami. Meski masih entah apa maksud - Nya. Namun sebagai manusia, kami hanya bermaksud saling mencintai dan tidak pernah merencanakan perpisahan." Ucapku.

"Cinta itu bukan hanya soal bagaimana kita setia menunggu, tapi cinta juga adalah bagaimana kita harus melepaskan dan juga merelakan orang yang kita cintai agar bahagia." Sambungku kembali.

Pertahananku runtuh. Tangisku pecah. Aku tak bisa membendung lagi air mataku. Aku tak bisa menahan lagi rasa sakit yang aku rasakan. Pedih. Perih. Aku remas dadaku yang teramat sakit ini. Hatiku serasa dicabik kemudian dicincang saat itu juga. Hancur. Hancur tak bersisa. Seperti tsunami yang meluluh lantahkan segalanya. Badai seakan menumbangkan pertahananku.

***

Abyan's POV.

Aku menghela nafasku. Ku hentikan aktivitasku yang membuatku jenuh setengah mati. Kusandarkan kepalaku dikursi kerjaku. Dengan malas aku menatap tumpukan berkas - berkas yang harus aku cek dan teliti sebelum aku menandatanganinya. Aku ambil smartphone ku. Ibu jariku mulai aktif bermain dilayar flat smartphone ku. Kedua sisi bibirku tersungging, saat aku melihat beberapa foto candid Keiza yang Reihan kirimkan padaku. Reihan seperti detektif bagiku, entah bagaimana dia bisa mendapatkan foto - foto Keiza setiap harinya. Foto itu seperti semangat buatku. Aku seakan mendapatkan tambahan oksigen untuk bernafas normal kembali. Walaupun ada rasa pedih saat aku melihat foto Keiza. Tak ada yang berubah pada diri Keiza, hanya saja dia terlihat sedikit kurus. Aku masih bisa melihat senyum dari wajah Keiza. Senyum yang menusuk bagiku, senyum palsu yang dia pakai untuk menutupi kepedihan hatinya. Hatiku tersayat melihat senyuman itu. Bukan hanya diriku yang tersiksa, Keiza pun juga demikian.

Lima bulan sudah aku berpisah dengan Keiza. Hingga detik ini perasaanku pada Keiza tak pernah berubah. Keiza tetap menjadi wanita terspesial dihatiku, dan aku harap sampai aku menutup mata nanti, Keiza tetap menjadi penghuni setia didalam hatiku. Aku percaya, bila Keiza bukan jodohku, Allah tidak akan membiarkanku selamanya berada dalam rasa yang sama pada Keiza. Allah pasti telah mengatur segalanya yang terbaik untukku dan juga Keiza.

Jikalau saja aku tak menjadi tahanan kota selama dua bulan terakhir, aku yakin Keiza sudah berada disisiku sekarang. Karena ulahku yang diluar kontrol tempo hari membuat ruang gerakku menjadi terbatas. Setiap hari aku harus absen ke kantor polisi. Aku tak diijinkan meninggalkan kota kelahiranku ini selama dua bulan kemarin. Semua karena Doni. Beruntung aku hanya menjadi tahanan kota, aku tak membayangkan jika aku harus hidup didalam terali besi dengan waktu yang tak terhingga. Karena ulahku ini, bukan hanya merugikanku saja namun berimbas juga pada perusahaanku. Beberapa proyek menjadi terbengkalai. Doni benar - benar membuatku geram. Tapi aku cukup senang, karena ulah brutalku tidak hanya membuat hidungnya retak dan bengkok, beberapa tulang rusuknya pun retak dan patah. Aku tak menyangka aksi brutalku sangat dahsyat saat itu. Ini pelajaran berharga untukku. Semoga aku bisa lebih sabar menghadapi Doni saat aku bertemu dengannya kembali.

Semua orang sudah mengetahui aksi brutalku kala itu. Kabar diriku yang menjadi tahanan kota telah menyebar dengan cepat. Beberapa klien pentingku pun tak ketinggalan dengan kabar memalukan itu. Aku merasa seperti artis yang sedang naik daun karena ulah konyolnya. Damn! Kredibilitas diriku lah yang menjadi taruhannya. Namun, siapapun sudah mengetahui bagaimana kinerjaku selama ini. Inilah keberuntunganku. Dan aku bersyukur, sangat bersyukur karena kejadian ini tidak membuat perusahaan eyang menjadi semakin terpuruk. Abi mampu menyakinkan para investor lokal dan asing untuk bisa menanamkan modal kembali pada perusahaan yang dia pimpin, Alexindo Company. Kerjasama baru dengan perusahaan ayah Keiza, Pratama Inc. juga berjalan dengan lancar. Kerja keras Abi dan juga om Aron membuatku takjub. Dengan pelan namun pasti, mereka bisa membalikkan keadaan. Dua figure yang memberikan pengaruh besar pada diriku saat ini. Mereka adalah contoh nyata bagiku.

Namun jangan sandingkan masalah perusahaan dengan urusan cinta padaku. Dua hal itu sangat berbanding terbalik. Dua hal yang tidak bisa diselesaikan secara bersamaan. Jika dua hal itu direaksikan bersama, maka hancurlah hidupmu. Seperti diriku sekarang, hancur. Dengan tingkat intelegensiku yang diatas rata - rata, urusan cinta membuatku menjadi orang ber - IQ jongkok seketika. Super damn! Reaksi cinta membuat duniaku jungkir balik dan luluh lantak. Shit!

Omong kosong dengan puisi tentang cinta itu seperti coklat. Bagiku cinta itu seperti temulawak, pahit sepahit pahitnya. Tapi aku tak menyesal pernah mengenal lima huruf yang sangat membingungkan itu. Karena lima huruf itu telah mengajariku arti dari kehidupan yang sebenarnya.

Suara pintu yang terbuka dari ruanganku membuatku tersadar dari lamunanku. Langkah sepatu high heels dari orang yang aku hindari akhir - akhir ini semakin mendekat. Ya Allah! Jangan biarkan diriku lepas kendali kembali.

"Hai sayang... Umi nggak ganggu kan?" Ucap Umi padaku. Jika bukan Umi pasti sudah aku semprot habis - habisan. Masuk kedalam ruanganku tanpa ijin. Aku menatap malas. Kemudian menggeleng.

"Ada apa Umi?" Tanyaku pada Umi. Umi tersenyum. Firasatku tiba - tiba menjadi tak enak. Oh ya Allah. Help me please.

"Masih ada lowongan kosong kan disini?" Tanya Umi. Ada angin apa Umi menanyakan lowongan pekerjaan? Mungkinkah dia sedang mencari pengganti Keiza? Big no!

"Nggak ada Umi. Semua sudah terisi oleh mahasiswa dan mahasiswi yang sedang praktek. Mereka sudah terikat kontrak beberapa bulan." Jelasku padanya.

"Umi nggak mau tahu. Umi sudah bawa anak teman Umi buat bekerja disini. Dan Umi pengen kamu wawancarai dia secara langsung. Tempatkan dia ditempat yang layak. Gantiin Rere mungkin?" Pinta Umi. Super Damn! Apa - apaan ini. Argh.

"Mba Rere cuma lagi cuti melahirkan Umi, dia nggak resign. Dan bukan pekerjaan Abyan untuk meng - interview calon karyawan." Jelasku. Umi terlihat geram. I'm CEO, aren't I?

"Umi nggak mau tahu soal itu. Pokoknya kamu harus masukin dia ke perusahaan ini." Desak Umi padaku. Oh my God. Sial!

"Ok." Balasku singkat.

Umi tersenyum. Sambil memberikan sebuah map padaku. Aku sungguh kesal saat ini. Semakin hari Umi semakin membuatku geram. Kulihat Umi memanggil seseorang. Aku memandang wanita itu dari tempat duduk kebesaranku. Umi menggandengnya masuk. Kutatap  wanita didepanku itu.

Seorang wanita berhijab. Cantik. Tapi tak mampu membuat hatiku bergetar. Tidak lebih cantik dari Keiza. Kulitnya putih. Hidungnya tak mancung juga tak pesek. She is an Indonesian girl. Tingginya hampir sama dengan Mika dan Keiza. Kecil tapi tak imut buatku. Dengan make up simple dan natural membuatnya terlihat manis. High heelsnya yang tinggi mampu menutupi tubuhnya yang kecil dan pendek. Dia terlihat malu - malu. Aku beranjak dari tempat dudukku dengan memegang map ditanganku setelah Umi pergi dan meninggalkan wanita itu diruanganku. Let's see. Kayak apa pilihan Umi.

"Duduk." Perintahku padanya untuk duduk disofa. Dia pun menurut. Setelah dia duduk. Aku pun duduk dihadapannya. Dimeja sofaku. Dia menunduk. Aku yakin jantungnya pasti sedang bermarathon tak jelas. Aku menatapnya tajam. Kutarik dagunya agar dia melihatnya. Dengan takut dia menatapku.

"Bisa dimulai?" Tanyaku singkat. Dia mengangguk. Ini wanita bisu atau apa?? Membuatku semakin kesal saja.

"Sofie Meylinda Lestari." Aku mengeja namanya. Dia mengangguk kembali.

"Fresh graduate dari Universitas Indonesia. Jurusan Teknik Sipil. Dengan IPK 3, 89. Good." Ulangku setelah membaca lamaran pekerjaannya dan juga CV nya.

"Ayah kamu kerja dimana?" Tanyaku kembali.

"Ayah bekerja di Alexindo Company. Sebagai Marketing Manager." Jawabnya terbata bata. Sambil menatapku takut.

"Ibu kamu?" Tanyaku kembali.

"Ibu rumah tangga." Jawabnya singkat. Mungkinkah Umi akan menjodohkanku?? Super duper Damn!

"Kamu bisa apa? Apa yang akan kamu lakukan supaya saya bisa terima kamu kerja disini?" Tanyaku konyol. Dia terdiam. Menatapku lekat - lekat.

"Bapak ingin saya ngapain?" Tanyanya kembali. Dia memang polos atau pura - pura polos??

"Ini interview pertama kamu?" Tanyaku kembali. Dia mengangguk.

Aku memajukan wajahku tepat didepan wajahnya. Dia menegakkan duduknya, sedikit mengambil jarak padaku. Aku semakin memajukan posisi dudukku. Sampai aku bisa merasakan hembusan nafasnya yang tak teratur. Hanya berjarak beberapa centi sekarang. Dia mulai ketakutan. Aku semakin mendesaknya. Dia mendorong tubuhku. Aku tertawa keras.

"Kamu ditolak. Sekarang silahkan keluar!" Ucapku tegas. Dia terkejut. Air matanya sudah berkumpul dikedua pelupuk matanya.

Kemudian aku beranjak dari tempat dudukku. Dan kembali bersandar dimeja kerjaku sambil melipat kedua tanganku didada dan menyilangkan kaki kananku didepan kaki kiriku. Dia menatapku tajam kemudian berlalu meninggalkan ruanganku. Beberapa menit kemudian Umi masuk. Raut wajahnya terlihat sangat kesal. Tangannya mengepal. Kupasang wajah datarku. Dan mencoba meredakan emosiku.

"Apa yang sudah kamu lakukan Abyan?" Tanya Umi geram.

"Wawancara dia." Jawabku singkat. Rahang Umi mengeras. Wajahnya sudah memerah menahan marah.

"Dia bilang kamu melecehkannya tadi?" Tanya Umi kembali. Aku tertawa.

"Dia kurang berpengalaman Umi. Bukan selera Abyan." Balasku kesal.

Plaaak...

Kupejamkan mataku. Pipiku memanas. Umi menamparku.  Dadaku terasa sesak dan nyeri. Sakit. Bukan pipiku yang terasa sakit, tapi hatiku yang sangat merasakan sakit. Aku tak percaya Umi menamparku. Aku tatap Umi dengan tatapan tajamku. Darahku mulai mendidih.Umi terkejut. Air matanya menetes. Tubuhnya bergetar.

"Abyan... Umi..." Ucap Umi sambil menyentuh pipiku yang telah dia tampar. Aku menangkis tangannya. Umi tersentak kaget.

"Abyan..." Ucap Umi.

"Makasih Umi. Terima kasih. I quite!" Pekikku pada Umi.

Kuambil smartphone ku, kemudian kulangkahkan kakiku meninggalkan ruanganku. Aku banting pintu ruanganku. Dengan cepat aku meninggalkan kantorku. Aku segera masuk kesalah satu taksi yang berada didepan kantorku.

"Bandara pak!" Pekikku pada supir taksi yang kutumpangi.

Kusandarkan kepalaku dikursi penumpang. Kupejamkan mataku. Air mataku mulai menetes. Rasa sakit mulai menjalar keseluruh tubuhku. Tamparan Umi membuat tubuhku seperti disengat listrik berpuluh puluh volt.

Tbc.

------

BTS.

"Kak..." Pekik Keiza yang memekakkan telingaku.

"Heem..." Jawabku singkat.

"Kakak gimana sih, kirain ini chapter mau ketemuin aku sama Abyan. Mana?? Malah bikin aku nangis lagi. Bengkak nih mata." Pekik Keiza geram. Sambil menghempaskan dirinya disofa.

Aku tertawa. Kuhentikan jari jemari yang sedang asik bermain games di smartphone ku.

"Sabar sayang. Ya gini nih, kalo authornya abal - abal. Sok - sok'an mau manjang - manjangin cerita. Pengennya kaya author - author yang terkenal itu." Cicit Abyan sambil mengelus elus pucuk kepala Keiza.

"Abyan, mulut lo emang ya... Lemés banget!!!" Timpalku kesal.

"Kak, makasih ya udah bikin penampakanku banyak. Akhirnya nikah juga sama bang Aka, ya walopun cuma di skenario aja. Semoga jadi kenyataan." Ucap Putri bahagia.

"Amin. Sama - sama dek." Balasku.

"Lebay lo kak. Penampakan lewat suara aja bangga. Aku jadi kakaknya Ali aja biasa aja tuh." Sela Micky yang tiba - tiba datang.

"Ngapain kamu kesini heh?? Salah tempat woy. Cerita lo ada disebelah noh." Timpal Putri geram. Micky salah satu figuran difanfict tetangga, karangan widy4HS kakak cenayang author.

"Aku mau ketemu kak Uki. Kali aja bisa dijodohin sama bang Byan. Ya kan bang?" Cicit Micky yang tak mendapat respon Abyan. Keiza menatap tajam Micky.

"Ya kali Abyan ngelirik lo. Semua orang juga tahu keles, Abyan itu cinta matinya sama siapa." Maki Keiza kesal. Author cuma geleng - geleng kepala. Abyan bereaksi.

"Sabar sayang. I'm yours and you're mine titik." Abyan menenangkan Keiza.

Bug.

Author melempar abyan dengan bantal sofa. Putri dan Micky tertawa.

"Apaan sih kak??" Geram Abyan.

"Lo yang apaan. Main nyosor nyosor aja. Lo kira di Hollywood apa??" Pekikku kesal. Abyan menyeringai nakal.

"Kakak mau aku sosor juga? Kali aja mau ngerasain sosoran berondong." Ucap Abyan yang sukses membuatku melotot tajam.

"Dasar bocah kampret!" Kataku kesal.

Continue Reading

You'll Also Like

1.8M 87.7K 55
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
30.4M 1.6M 58
SUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA - (Penerbitan oleh Grasindo)- DIJADIKAN SERIES DI APLIKASI VIDIO ! My Nerd Girl Season 2 SUDAH TAYANG di VIDIO! https:...
2.3M 34.4K 48
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
2.9M 41.1K 29
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...