18. You 5

3.7K 352 134
                                    

Keiza's POV.

Aku sandarkan kepalaku dikepala ranjang kingsizeku setelah aku menunaikan shalat tahajud. Semenjak aku bermimpi aneh yang membuatku selalu terjaga disepertiga malamku kala itu, aku memiliki satu kebiasaan baru yaitu terbangun dari tidur cantikku setiap pukul tiga pagi. Menurut Dadong, ini adalah anugerah terindah dari Allah untukku. Agar aku bisa selalu berkomunikasi dengan sang Penciptaku disaat sebagian umatnya sedang terlelap dalam tidurnya. Shalat tahajud sudah menjadi rutinitasku disepertiga malamku. Rutinitas yang selalu aku tunggu untuk mengadu apa saja yang aku rasakan kepada sang Semesta. Seperti saat ini. Dan entah mengapa saat ini aku sangat merasa rindu dengan Putri dan juga Abyan.

Kuambil benda persegi panjang dengan layar flat yang berada diatas nakas disamping tempat tidurku. Aku tersenyum saat melihat kembali beberapa foto pernikahan Putri yang mama Sabrina kirimkan padaku satu bulan yang lalu. Putri terlihat sangat cantik dengan balutan kebaya berwarna putih yang panjang menjuntai nan indah. Bang Aka juga terlihat sangat tampan dengan tuxedo yang berwarna putih senada dengan kebaya pengantin milik Putri. Senyumku memudar, saat aku melihat foto candid Abyan yang juga mama Sabrina kirim untukku. Foto Abyan yang sedang bersandar tegap dan gagah didinding dengan tangan kirinya yang dia masukkan disaku celananya, sedangkan tangan kanannya memegang smartphone. Tatapan matanya sungguh intens menatap layar smartphone yang berada pada genggaman tangannya. Abyan terlihat sangat tampan dengan setelan suits and tie hitamnya walaupun aku tak melihat senyum manis dari wajahnya. Penglihatanku sedikit buram, saat air mataku sudah mulai berkumpul dikedua pelupuk mataku. Pertahananku pun runtuh. Air mataku menetes kembali. Rinduku yang selama ini terpendam sungguh sangat menyesakkan dadaku. Tetesan air mataku seakan tak terbendung lagi. Entah sampai kapan aku bisa bertahan dengan rasa rinduku yang semakin menyiksaku ini. Kubiarkan air mataku ini terus menetes membasahi pipiku untuk meluapkan rasa rinduku yang pedih.

Tak terasa sudah lima bulan aku berada di Bali. Semuanya telah berubah sejak aku menjadi mualaf. Aku mendapatkan ketenangan yang selama ini aku cari. Rasa sakit dari masa laluku sudah bisa terobati. Namun rasa rinduku pada kekasihku Abyan membuat diriku terluka kembali. Memang benar kata pepatah, saat kita belajar untuk mencintai seseorang, saat itu juga kita harus belajar untuk bisa merelakan saat dia pergi. Aku tak pernah menyesal saat aku jatuh cinta pada Abyan. Bukan jatuhnya yang kutakutkan, tetapi lukanya yang terkadang tak tersembuhkan oleh obat manapun. Cinta, sebegitu complicated kah?

Bagiku mengenal Abyan adalah sebuah anugerah terindah dari sang Semesta. Aku yang sekarang juga tak bisa dilepaskan dari andil seorang Abyan. Mungkin jika aku tak mengenal Abyan, aku masih akan tetap sama seperti Keiza yang dulu. Keiza yang telah kehilangan arah dan juga pegangan hidupnya.

Kuseka air mataku. Dengan ragu - ragu aku menekan salah satu nama yang saat ini sedang aku rindukan. Rasanya aku sudah tak sabar ingin mendengar suaranya dan juga kabarnya. Aku yakin dia pasti sudah terbangun dari tidurnya. Aku hirup udara disekitarku kemudian aku hembuskan perlahan sebelum aku mendengar suaranya. Dan Mencoba menetralkan kembali suaraku agar tak serak.

"Assalamualaikum..." Salamku padanya.

"Walaikumsalam..." Dia langsung membalas salamku. Kemudian dia terdiam. Aku tersenyum. Terang saja, nomor baruku pasti baru masuk disana.

"Happy wedding Putri. Semoga kamu dan bang Aka bisa jadi keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah." Doaku padanya. Putri masih terdiam.

"Amin." Jawabnya singkat. Aku terkekeh. Aku yakin saat ini sahabat baikku sedang bingung disana.

"Keiza??? Ini kamu Kei? Ya Allah Kei. Kamu kemana aja? Aku kangen banget sama kamu." Pekiknya disana. Aku tersenyum.

"Aku nggak kemana mana Put. Kirain kamu lupa sama suara cantikku ini." Cicitku sambil tersenyum.

YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang