11. Disquiet

3.3K 337 62
                                    

Keiza's POV.

"Bi... bangun Bi. Bi bangun." Teriakku pada Abyan.

Sepanjang koridor rumah sakit, aku terus mengucapkan kalimat itu. Berharap Abyan bisa membuka mata dan tersenyum manis padaku. Air mataku mengalir tiada henti membasahi pipiku. Seluruh wajah Abyan sudah dipenuhi oleh darah segar. Tangan dan kakinya pun tak luput dari luka yang juga berbalut darah.

"Maaf mba. Mba dilarang masuk. Silahkan tunggu diluar." Ucap seorang perawat saat Abyan mulai memasuki ruang IGD.

Aku hanya bisa menangis dalam diam. Sedih, cemas dan takut, semuanya bercampur aduk menjadi satu. Saat aku membalikkan tubuhku, tiba - tiba sesuatu yang kasar menghantam pipiku.

Plaaaaak...

Aku terkejut sambil menahan sakit dipipiku dan juga hatiku.

"Umi..." Ucapku lirih.

--- oOo ----

"Huuh..." Desahku dengan nafas memburu.

Aku terbangun. Ku usap wajahku perlahan. Mimpi buruk itu terlihat sangat nyata. Jantungku berdegup tak karuan, tiga kali lebih cepat dari pada saat Abyan mencium bibirku. Kulirik jam tanganku, pukul tiga pagi. Dengan segera aku beranjak dari tempat tidurku. Mengambil tasku, dan segera mencari Iphoneku. Saat tombol keylock sudah terbuka, aku menghela nafasku. Tak seperti biasanya, Abyan sama sekali tidak menghubungiku. Ataupun hanya sekedar mengirimkan pesan untukku. Aku sentuh beberapa angka yang sudah aku hafal diluar kepalaku. Aku sandarkan tubuhku di dinding kaca kamarku. Hujan masih setia mengguyur kota yang hiruk pikuk ini. Kuletakkan Iphoneku ditelingaku. Aku semakin cemas saat nomor yang aku tuju hanya dijawab oleh suara cantik dan merdu milik operator. Berulang kali aku mencoba untuk menghubunginya, namuan suara cantik itu yang selalu menjawab. Perasaanku semakin tak menentu. Mungkinkah Umi melarang Abyan untuk menghubungiku? Sebenci itukah Umi padaku? Oh Tuhan. Aku menggeleng - gelengkan kepalaku. Tidak! Umi tidak akan bertidak so childish seperti itu. Tidak mungkin!

"Bi kamu dimana??" Jeritku dalam hati.

---

Hari ini matahari seakan malu memberi sinarnya yang hangat dan cerah. Hingga detik ini, hujan masih terus mengguyur kota kelahiranku ini. Aku yakin beberapa daerah sudah terendam oleh banjir.Ditambah dinginnya AC taksi semakin membuatku merasakan dingin yang menusuk. Awan mendung sudah menutupi seluruh langit. Apakah langit selalu tahu apa yang sedang aku rasakan??

Kulirik jam tanganku, pukul delapan pagi. Hari ini pasti adalah hari mendung untukku. Entah bagaimana nasibku nanti saat aku sudah sampai dikantor. Karena menunggu Abyan yang sudah berjanji untuk menjemputku, alhasil aku menjadi terlambat. Tamatlah kau Keiza.

Aku menghela nafasku. Membayangkan apa yang akan terjadi padaku nanti. Aku tak bisa menggambarkan perasaanku saat ini. Semuanya bercampur aduk. Pikiranku sudah melayang layang entah kemana. Yang aku tahu, hanya nama Abyan yang sudah memenuhi isi otakku saat ini.

Kesal, karena hingga sekarang aku tak bisa menghubungi Abyan. Hanya suara merdu dari operator yang selalu menjawab. Khawatir, karena aku tak tahu bagaimana keadaan Abyan saat ini. Takut, karena aku terlalu takut jika sesuatu yang buruk menimpa pada kekasihku Abyan. Suara supir membuyarkan lamunanku. Aku tersadar bahwa saat ini taksi yang aku tumpangi sudah berada didepan tempat tujuanku. Dengan segera aku bergegas keluar dan berlari menuju ruang kerjaku.

"Keiza!" Teriak pak Agus. Tuhan. Selamatkan aku. Aku menelan salivaku.

"Ma... maaf pak, saya terlambat." Kataku membuka suara. Rasanya tenggorokanku tercekit saat ini.

"Bagus. Mentang - mentang kamu itu pacar..." Pekik pak Agus.

"Sekali lagi saya minta maaf pak." Potongku cepat sebelum pak Agus melanjutkan kalimatnya yang akan menjadi sebuah bom diruangan ini atau mungkin meledakkan seluruh kantor.

YouWhere stories live. Discover now