Crazy in Love (NC)

By newjongkimin

249K 5.6K 463

Author : jikhovi Tittle : Crazy in Love Category : NC-21, Romance, AU Cast : Park Chanyeol, Kim Bona Other ca... More

Prolog
Part 1
Part 2
Part 3
Part 5

Part 4

29.2K 829 48
By newjongkimin

Author : jikhovi & Nia (Editing)
Title : Crazy in Love 4
Category : NC-21, Romance, AU
Cast : Park Chanyeol, Kim Bona
Other cast : find by yourself

아아아아아아아아아아아아아아아아

Bona POV

Ku perlebar langkah kakiku lalu ku sambung dengan berlari, berusaha mengerahkan kecepatan maksimal yang ku mampu. Aku memang tidak lagi melihat orang brengsek itu, tapi setiap kali aku melangkah rasanya orang itu selalu mengikuti dibelakangku.

Aku berusaha menarik nafas dengan benar setelah berlari keluar dari taxi tadi hingga sampai di rumah milik Park Chanyeol. Saat mataku menangkap bayangan diriku sendiri didepan cermin gelap disana, aku seperti ditarik kembali ke masa lalu.

Ada seorang gadis yang sedang meringkuk di sudut kamar, dia tidak berpakaian dengan layak karena kemejanya sudah robek dibeberapa bagian. Rambut gadis itu nampak kusut berantakan walaupun masih ada sisa kunciran disana. Dia menunjukan wajahnya yang penuh dengan lebam dan bekas air mata yang sudah mengering. Dia hanya seorang gadis remaja belasan tahun yang lemah, ketakutan dan dilecehkan. Dan sayangnya dia adalah aku.

Aku masih dalam posisi meringkuk disisi gerbang ketika seorang satpam menghampiriku.

"Agasshi, neo gwenchana? Ada yang bisa saya bantu?"

Aku merasa berada dalam level ketakutan yang tinggi, hal itu selalu membuatku waspada dengan keinginan melindungi diri yang kuat. Itu sebabnya, bahkan seorang security pun kini seolah menjadi ancaman dan bisa membahayakanku.

"Nan gwenchana, gomapseumnida."

Ku putuskan untuk berjalan cepat menjauh darinya, aku tidak peduli dengan tatapan herannya padaku. Aku hanya merasa perlu membentengi diri pada segala jenis pria manapun.

Aku masuk ke pekarangan dan mendapati diriku sudah berada didepan pintu rumah Park Chanyeol. Satu hal yang tidak ku mengerti disini, bahwa aku ingin sekali menghindari segala jenis pria manapun, namun kakiku justru memilih tempat yang seharusnya menjadi ancaman nomer satu bagiku. Aku tidak tahu mengapa, aku justru merasa lega setelah sampai disini. Aku merasa terlindungi hingga rasa takutku sedikit memudar meski nyatanya tubuhku masih bergetar hebat.

Aku hanya sekali memencet tombol dan pintu itu langsung terbuka yang menampilkan sosok Chanyeol disana. Pria itu menatapku tajam, bukan lagi tatapan mengintimidasi melainkan tatapan yang penuh tanda tanya. Aku tidak kuasa lagi menunduk untuk menyembunyikan wajahku, karena Chanyeol buru-buru menyeretku hingga otomatis aku pun mendongak menatapnya.

"Ada apa? Apa yang terjadi, Bona-ya?"

Aku menggeleng saat merasakan tenggorokanku mengering. Aku belum bisa mengatakan apapun padanya dan mungkin tidak akan pernah bisa.

Chanyeol tidak lagi menjejaliku dengan pertanyaan, dia membawaku masuk hingga mencapai dapur bersihnya. Dia menyuruhku duduk di kursi makan, sementara dirinya mulai berkutat sendiri di meja dapur, membuat sesuatu.

Ku topang kepalaku yang masih terasa berat ini, memikirkan kembali pertemuan tidak disengaja dengan orang itu tadi. Seharusnya ketika aku memutuskan kembali ke Seoul, aku sudah harus siap dengan hal semacam itu tapi kenyataannya aku sama sekali tidak bisa mengatasinya.

Aku masih ingat kejadian tadi saat aku menunggu taxi di tepi jalan. Orang itu hanya menanyakan kabar, jenis sapaan yang umum bagi kebanyakan orang namun aku menganggapnya seperti ia bisa melakukan tindakan bejatnya itu lagi saat itu juga. Aku beruntung karena taxi segera tiba hingga aku tidak perlu meladeni pertanyaannya dan memilih langsung pergi. Aku tahu yang ku lakukan hanya menghindar namun aku tetap berharap itu adalah pertemuan terakhirku dengannya, walaupun aku sendiri tidak begitu yakin.

Aku tersentak dari lamunan kilatku saat Chanyeol menyodorkan secangkir teh hangat padaku. Dia mendorong kursi di sampingku dan duduk di atasnya.

"Minumlah! kau tampak kacau," ujarnya pelan. Dia masih belum memberi pertanyaan spesifik padaku.

Aku mengangguk lalu meraih cangkir yang langsung terasa hangat di telapak tanganku. Saatku dekatkan cangkir itu ke mulutku, aku bisa mencium bau teh melati yang begitu harum hingga perlahan membuatku relax. Selama ini aku lebih cenderung menyukai kopi ketimbang teh, dan aku merasa sedikit menyesal dengan pendapatku itu setelah mencicipi rasa teh buatan Chanyeol.

"Ini enak, terimakasih."

Aku tau saat aku meletakan cangkir ini kembali ke meja, aku harus bersiap dengan segala pertanyaan pria itu padaku. Aku tidak merancang jawaban apapun sebelumnya namun aku masih tidak bisa mengatakan tentang masa laluku pada Chanyeol.

"Kau bisa masak?"

"Ne?" aku sedikit bingung. Dia sama sekali tidak menyinggung tentangku.

"Aku lapar sekali, Han ahjumma sedang libur," terangnya lebih lanjut.

Aku mengangguk menyanggupinya setelah menghapus dengan cepat sisa air mata di wajahku sendiri. Silahkan dicatat, dia tidak bertanya mengapa aku menangis. Rasanya aneh tapi aku lega.

"Kau ingin aku membuatkanmu apa?" aku bertanya dengan suara gamang sehabis menangis. Chanyeol masih tidak berkomentar apapun tentang hal itu, aku pikir dia sengaja melakukannya.

"Apa saja, sesukamu."

Aku kembali mengangguk lalu mulai mendekati salah satu kulkas dan menemukan aneka bahan masakan tersedia disana. Untuk beberapa saat aku hanya berdiri mematung didepan pintu kulkas yang terbuka, bukan lagi tentang traumaku namun kini kepalaku dipenuhi dengan pertanyaan baru semacam, apa yang harus aku buat? Apa Chanyeol akan menyukainya?

Memasak memang buka hal asing bagiku, mengingat aku tinggal sendiri tanpa orang tua jadi memasak sudah menjadi kebiasaan. Namun aku merasa otakku tumpul seketika saat melihat banyaknya bahan masakan di depanku, hal ini justru membuatku bingung karena terlalu banyak pilihan.

"Masaklah sesuatu yang biasa kau buat"

Chanyeol bersuara seperti tahu bahwa aku sedang berpikir keras disini.

"Eoh??" balasku. Aku melihat ada setoples kimchi dan itu memberiku sebuah ide.

Dua porsi nasi goreng kimchi dengan kacang polong. Aku tidak yakin apa Chanyeol akan menyukainya dan sekarang aku berharap-harap cemas menanti reaksinya terhadap masakanku.

"Yeumm, mashita... neomu mashita," ujarnya dengan mulut penuh. Dan yang ku lakukan saat ini justru hanya diam menyaksikan seseorang makan dengan lahap hasil masakanku.

Walaupun aku merasa pujiannya terlalu berlebihan tapi aku senang akhirnya ada hal yang bisa ku banggakan tentang diriku di mata Chanyeol.

"Jadi... Han ahjumma libur di hari jum'at?" tanyaku dan tetap tidak bisa mengalihkannya dari makanan.

"Jum'at, sabtu dan minggu," jawabnya disela kunyahan. Aku cukup ber 'O' ria menanggapinya. Aku tahu alasannya, karena di hari itu dia ditemani si pekerja sampingannya itu.

"Sebelum aku, kapan terakhir kali kau memperkerjakan seorang 'pekerja sampingan'?"

Aku mencoba bertanya karena aku merasa buta pada pekerjaan ini. Aku tahu Chanyeol sudah menjelaskannya tempo hari, kami bahkan sudah melakukannya sekali tapi tetap saja aku ingin tahu bagaimana orang lain bekerja untuknya.

"Sekitar tiga bulan yang lalu."

Oh, Jadi selama tiga bulan terakhir ini bagaimana caramu menahan hasrat? meski penasaran aku tidak sampai hati menanyakan hal itu.

"Lalu selain tugas utama, apa yang biasa mereka lakukan untukmu?" aku bertanya lebih detail.

"Seperti yang sedang kau lakukan sekarang," balasnya tanpa memandangku bahkan tanpa menunjukan ekspresi.

"Memasak..." aku sedikit mendengus. Aku pikir aku yang pertama kalinya memasak untuknya. Aku rasa dia juga menunjukan ekspresi yang sama dengan gadis-gadis itu. Semua ini membuatku teringat perkataan Han ahjumma waktu itu, aku yakin aku bukan wanita pertama yang di ajak Chanyeol ke rumahnya.

Ku ambil piring kosong Chanyeol dan piringku sendiri yang baru menghilang sebagian. Mengambil kesempatan untuk mencucinya saat Chanyeol sibuk meracik minuman. Sepertinya dia sedang menuang wine yang baru saja diambilnya dari rak berisi botol-botol minuman mahal itu. Selain ada dapur utama, disini juga ada mini bar dengan aneka jenis wine yang tidak ingin aku ketahui namanya.

Rumah ini sempurna, hanya saja aku tidak melihat adanya sentuhan tangan wanita pada dekorasi nya. Semua terlihat mewah, elegant khas seorang pria lajang yang kaya raya.

Aku tersentak dari lamunanku saat merasakan suhu dingin menyentuh pipiku. Aku tidak memperhatikan kapan tepatnya Chanyeol sudah berada di sampingku. Dia menyodorkan gelas kristal berisi setengah cairan kemerahan padaku.

"Aku mungkin bisa mabuk," suaraku sedikit bergetar. Aku akui saat ini aku merasa gugup berlebih.

"Tidak akan, kecuali kau habiskan satu botol penuh." guraunya. Aku tidak merasa itu lucu saat aku sedang gugup.

Meski sedikit ragu aku tetap mengambilnya dan mencoba meminumnya sedikit demi sedikit. Cairan itu terasa aneh saat menyentuh lidahku namun menyegarkan saat mencapai kerongkongan. Sepertinya aku tidak akan cukup dengan hanya segelas, kembali ku sodorkan gelas kosongku padanya memintanya mengisi ulang.

"Aku tidak menjamin kau tidak akan mabuk setelah ini," ujarnya memperingatkan.

Ku acungkan telunjukku kedepan mulut, berusaha membujuknya.

"Sekali saja!" pintaku mengeluarkan jurus anak anjing dan berhasil membuatnya luluh. Chanyeol kembali menuangkan wine itu ke gelasku.

"Ahh, rasanya lebih ringan. Ini ajaib, aku tidak merasa pusing lagi. Beri aku seteguk lagi!" pintaku untuk yang kesekian kalinya.

"Tidak nona Kim, kau sudah mabuk!"

"Aniya... aku tidak mabuk justru aku merasa ingin terbang," aku merancau meyakini bahwa aku tidak mabuk. Bagaimana bisa dikatakan mabuk jika aku masih dalam kondisi sadar, aku bahkan masih melihat wajah tampannya dengan jelas.

"Kau juga melakukan ini pada mereka?" suaraku terdengar aneh seperti diseret tapi aku tidak perduli.

"Tidak selalu.. hmm Kau sudah banyak bertanya nona Kim, sekarang giliranku. Mengapa kau menangis?"

Aku cegukan akibat efek alkohol yang ku minum barusan. Dia bertanya mengapa aku menangis, apa aku harus menjawabnya dengan jujur?

"Karena dia datang lagi, seseorang yang paling tidak ingin ku temui dalam hidupku muncul lagi dihadapanku," rasanya tidak sesulit yang ku pikirkan sebelumnya. Mungkin karena efek minuman hingga aku begitu mudahnya menyampaikan masa laluku itu.

"Siapa? dan kenapa kau tidak ingin menemui nya lagi?" aku mendengar nada suara Chanyeol menajam. Menuntutku berbicara lebih.

"Orang yang paling aku benci di dunia ini. Kau tahu, aku bahkan sudah membunuhnya berkali-kali dalam ingatanku, namun dia masih bisa muncul di depanku."

"Kenapa kau membencinya? Wae??" kali ini suaranya terdengar samar-samar di telingaku. Aku juga mulai tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas.

"Sangatt. Karena dia... sudah... menghancurkanku..."

.

.

Kepalaku terasa berat saatku coba bangun dari tidurku. Ini seperti sebuah dejavu, aku pernah merasakan hal ini sebelumnya. Aku masih berusaha mengingat apa yang membuatku berada di tempat ini, sebuah kamar mewah dengan dekorasi yang hampir mirip dengan kamar yang ku tempati waktu itu. Lagi, aku tersentak merasakan sesuatu bergerak di sampingku. Ku torehkan wajahku menyamping dan terkejut mendapati Chanyeol tidur seranjang denganku. Apa ini mimpi?

"Aww... " aku mengaduh sakit setelah mencubit pipiku sendiri, sekarang aku yakin ini bukan mimpi. Aku berusaha mengingat apa saja yang sudah ku katakan semalam, namun nihil aku tidak menemukan ingatan apapun. Ini lebih sulit dari yang ku bayangkan.

Aku melirik Chanyeol yang masih berada di alam mimpinya, dan merasa beruntung karena aku bisa menatapnya dengan bebas saat dia terlelap seperti itu. Ini bahkan sudah yang kedua kalinya aku mencuri pandang saat ia tidur.

Aku banyak melihat sisi lainnya hari ini tapi aku tetap merasa belum tau banyak tentang dirinya. Chanyeol memang selalu berkata jujur tapi entahlah, aku seperti merasa ada hal yang disembunyikan olehnya.

Setelah puas menatapnya kini aku beralih pada diriku sendiri, tidak ada yang berubah denganku. Aku bahkan masih memakai bajuku yang semalam, hanya sepatu dan kaos kakiku saja yang sudah tanggal dari tubuhku. Hal ini membuat pemikiranku berlanjut, Chanyeol sama sekali tidak memanfaatkan kesempatan saat aku mabuk. Aku merasa bersalah karena sering menganggapnya sama seperti pria lainnya, nyatanya selama ini Chanyeol memperlakukanku dengan sangat manis.

Aku merasa tenggorokanku kering, aku perlu mengambil minum tapi tidak berani untuk membangunkannya. Terpaksa akupun turun dari ranjang dan berjalan sendiri menuju dapur.

Aku berhasil mengambil air putih dan langsung meneguknya sebanyak mungkin. Ini sangat melegakan. Aku merasa seperti sudah tidak merasakan air berhari-hari. Aku mengeratkan lengan ke tubuhku sendiri, disini cukup dingin terlebih lagi dengan baju yang ku kenakan saat ini. Akupun memutuskan untuk segera kembali ke kamar mengingat ini masih pukul empat pagi.

Aku terlonjak kaget melihat seseorang berdiri di luar pintu dapur. Aku tidak berbohong jika jantungku hampir saja lepas dari tempatnya.

"Ommo! apa yang kau lakukan di sini?" aku bertanya tanpa menyembunyikan rasa kesalku.

"Itu pertanyaanku, sedang apa kau di sana?" dia balik bertanya dan aku mulai membenci tatapan menusuknya itu.

"Aku terbangun dan merasa haus, jadi aku mengambil minum," ku jawab dengan jujur dan menerka-nerka apa dia akan marah karena aku sudah lancang masuk ke dapurnya. Bukankah itu berlebihan?

Aku kembali tersentak saat Chanyeol meraihku lalu memeluk tubuhku dengan erat.

"Hei, ada apa denganmu sajangnim?"

"Berjanjilah jangan pergi saat aku tidak melihatmu!" nada suaranya melemah,, namun aku bisa mendengar ketulusannya saat ia memohon. Kenapa?

"Eoh, aku tidak pergi aku hanya ke dapur."

"Sama saja, kau masih tawananku sekarang," dia semakin mengeratkan pelukannya di tubuhku. Aku tidak yakin tapi aku berusaha untuk membalas pelukannya perlahan.

Aku tidak tau apa yang membuatnya berubah secepat ini, aku mulai kembali memikirkan apa yang sudahku katakan padanya saat aku mabuk tadi malam. Eobsoyo, aku masih tidak mengingat apapun.

"Ne, aku tidak akan pergi. Sebaiknya kita kembali ke kamar. Aku masih mengantuk." ucapku beralasan.

Kami kembali ke tempat tidur dan belakangan baru ku ketahui jika ini adalah kamar pribadi Chanyeol . Itu tidak mengherankan karena disini banyak furniture rumit yang tidak aku mengerti. Seperti kursi panjang yang terletak di dekat kaca besar itu, menurutku modelnya aneh. Aku bahkan tidak tertarik untuk sekedar mendudukinya.

"Aku sudah menjadwalkan pertemuanmu dengan dokter Nam, besok siang dia akan datang ke sini."

"Mm," aku hanya bergumam sambil mengangguk menanggapinya. Terkesan pasrah memang. Aku tahu ini bagian dari perjanjian yang sudah ku sepakati. Melakukan kontrasepsi. Aku masih tidak menyangka bisa sampai sejauh ini.

Aku menatap Chanyeol yang kembali memejamkan matanya di sampingku. Bukannya aku berharap banyak, tapi aku merasa ada yang salah disini. Chanyeol seolah sedang menghindariku, dia bahkan tidak menatapku saat kami sudah berada di kamar ini.

"Tolong jangan melihatku seperti itu! kau membuatku ingin menerkammu,"

Aku cukup terkejut mendengar ucapannya, bagaimana dia bisa tahu aku menatapnya?

Aku buru-buru mengalihkan wajahku ke arah lain. Tidak tau mau di kemana kan wajahku ini nantinya. Aku merasa malu kepergok sedang mencuri pandang ke arahnya.

Aku masih berusaha untuk memejamkan kembali mataku tapi rasanya sulit sekali. Aku memang tidak terbiasa langsung tidur saat sudah terjaga sementara keberadaan pria itu di sampingku seperti kadar kafein yang tinggi. Tanpa sadar, sedari tadi aku hanya bergerak ke sana-kemari. oh ayolah Kim Bona, apa kau tidak bisa hanya sekedar berpura-pura tidur saja? Batinku mengaduh.

Posisiku kini menyamping ke arahnya sementara ku lihat Chanyeol bisa tidur lelap seolah tidak ada aku disini. Aku mungkin salah, dia belum tidur hanya menutup kelopak mata. Aku bisa melihat sedikit pergerakan di area matanya.

"Aku ada pertanyaan," ujarku pelan mencoba kembali peruntunganku.

Aku tidak berharap banyak akan di tanggapi oleh nya, tapi dia justru bergerak menghadapku. "Mwo?"

"Apa aku mengatakan sesuatu saat aku mabuk tadi malam?" kali ini sengaja ku buat suaraku lebih pelan lagi.

"Iya, kau bilang aku sangat tampan, kau tidak bisa mengalihkan pandanganmu dari ku,"

Aku mendengus kesal mendengar jawabannya, aku bertanya dengan sungguh-sungguh saat ini.

"Sajangnim aku tidak sedang bercanda. Baiklah kalau kau tidak mau memberitahuku, akan ku coba mengingatnya sendiri. "

Ku tegakkan tubuh ku menatap langit-langit kamar. Aku melihat dari ekor mataku,dia menyeringai dan itu sangat menyebalkan. Kamar ini kembali sunyi, sebenarnya aku masih memiliki beberapa pertanyaan tapi dengan tingkahnya yang menyebalkan seperti itu aku terpaksa menahan semua pertanyaan itu agar tetap berada di dalam otakku.

"Aku akan membantumu mengingatnya," ujar Chanyeol setengah mendesah membuat suaranya terdengar sexy di telingaku. Aku bahkan mengabaikan apa yang akan di lakukannya padaku.

Chanyeol berpindah posisi menjadi di atasku, aku tersentak karena terkejut. Dia menggunakan kedua lengannya untuk menopang tubuhnya sendiri jadi ia tidak membebaniku sama sekali, kecuali detakan jantungnya dan helaan nafasnya yang cukup menggangguku saat ini.

Wajahku terasa hangat karena tersapu oleh nafasnya. Sorot matanya menghujam tepat ke manik mataku dan aku mulai tidak bisa berpikir jernih pada situasi ini. Wajah Chanyeol semakin mendekat membuatku dengan reflek menutup mata. Dia menciumku dengan lembut di sudut bibirku, berbicara di sana meski suaranya sedikit teredam karena bibir kami yang saling menempel.

"Aku akan membuatmu keluar dari traumamu, Kim Bona..."

Aku tersentak mendengar ucapannya. Ku buka lebar mataku hingga kembali bertemu pandang dengan mata hazel bulat miliknya. Aku tidak mengerti apa maksud ucapannya. Traumaku? Mungkinkah dia sudah tahu segalanya?

"Akhh..." aku setengah menjerit saat tangan Chanyeol menyentakan kemejaku kuat nyaris membuatnya robek.

Tidak ada lagi kelembutan, Chanyeol menciumku dengan kasar. Dia melumat bibirku, menggigitnya sedikit hingga aku terpaksa membuka mulutku. Lantas dia pun memasukkan lidahnya kedalam mulutku, menyapu segala apa yang ada di dalamnya, mengabsen deretan gigiku. Aku merasa ini tidak seperti dirinya, tubuhku mulai bergetar. Aku takut tidak bisa melanjutkan ini sampai akhir.

Tangannya mencengkram keras dadaku, aku ingin sekali memberontak tapi tubuhnya begitu keras dan sulit sekali di lawan dan ini semua mengingatkanku pada... Park Ki Ho, ayah tiriku yang sudah melecehkanku.

"Sajangnim, ku mohon aku tidak bisa melakukannya," aku meronta memintanya melepaskanku.

"Kau tidak boleh lupa bahwa ini kewajibanmu, Bona-sshi!"

Aku menggeleng dan masih berusaha menahan tubuhnya. Ku mohon jangan begini, aku tidak ingin membencimu juga. Batinku seakan ikut meronta.

Dia tidak mendengarkanku, dia terus saja menciumku dengan brutal. Sekali lagi aku menghalau tangannya untuk tidak menyentuh dadaku tapi dia dengan kuatnya membuat kancing-kancing di kemejaku terlepas. Aku berteriak, meronta dengan seluruh tenagaku.

Tangan Chanyeol menelusup ke dalam bra ku tanpa melepaskannya. Aku merasakan dadaku dipijat kuat olehnya hingga membuatku sulit untuk tidak mendesah. Tidak lama kemudian gerakan tangan Chanyeol berganti dengan mulutnya. Dia hanya menggeser penutup dadaku itu ke atas dan selebihnya mulai meluncurkan aksinya dengan menggigit kecil putingku yang sudah mengeras.

"Asshh..." aku merintih lagi dan kembali menutup mata saat merasakan denyutan di sela paha dalam ku. Libidoku naik satu tingkat dan aku semakin terangsang olehnya.

Aku ingin sekali menolak perlakuan kasarnya itu, namun tubuhku tidak sejalan dengan otakku. Ku gigit kuat bibirku menahan desahan agar tidak lagi keluar. Chanyeol masih mengulum puncak dadaku sementara satu tangannya mulai turun ke bawah, meraba sekitar pusarku yang terbuka lalu berusaha melepas pengait jeansku. Ku halau lagi tangannya yang hendak menurunkan resreting celana ku. Aku tidak mau dia memaksaku seperti ini.

Usahaku nampak sia-sia, dia begitu kasar tidak seperti Chanyeol yang ku kenal selama ini. Aku seperti tercekik saat mendengar suara robekan yang berasal dari celanaku sendiri. Chanyeol berhasil merobeknya.

"Ku mohon hentikan, aku tidak sanggup melakukannya. Jebalyo!"

Seperti saat itu, aku hanya bisa meminta belas kasihan padanya saat tenagaku sudah nyaris habis.

"Kenapa tidak sanggup? Kau sudah menandatangani perjanjiannya, kau tidak bisa berhenti begitu saja!"

Aku tidak mendengar nada kasihan dari ucapannya itu. Chanyeol benar-benar berubah menjadi pria brengsek. Peristiwa itu terulang lagi, aku menyerah, aku hanya bisa pasrah.

Chanyeol kembali mencium bibirku tapi aku tidak bisa membalasnya, aku memilih tetap diam bahkan saat ciumannya turun mencapai tengkukku. Aku tahu aku telah hancur untuk yang kesekian kalinya.

"Buka matamu!" ujar Chanyeol memerintah. Aku menggeleng, aku tidak bisa melihatnya bertingkah kasar seperti itu.

"Buka matamu Bona-ya! atau aku akan semakin kasar padamu," kali ini dia mengancamku. Semua rasa sakit itu terulang kembali, tapi kenapa harus Park Chanyeol yang melakukannya di saat aku sudah menganggapnya berbeda dari kebanyakan pria.

Aku merasakan air mataku menetes seiring dengan mataku yang mulai terbuka. Aku melihat ke arahnya yang sudah tidak lagi menciumku dengan brutal. Dia masih berada di atas tubuhku, wajahnya memerah dengan keringat yang membanjirinya. Ereksinya menekan kuat pusat tubuhku yang masih terhalang kain.

"Kenapa? Kenapa kau lakukan ini padaku? Aku membencimu, Chanyeol-sshi..." aku berteriak di wajahnya. Aku ingin dia tahu bahwa aku sangat terluka dengan perlakuannya itu.

"Katakan padaku siapa yang sudah menyakitimu!" dia berbicara pelan dengan menggertakan gerahamnya. Aku belum bisa menjawabnya hingga ia kembali meneriakiku keras, kali ini dengan mengguncang bahuku.

"Katakan siapa bajingan itu, Bona-ya!" desaknya lagi dan aku hanya bisa menangis, rasanya terlalu sulit untuk mengungkapkan masa kelam itu.

"Kau pernah mengalami apa yang baru saja ku lakukan padamu, kau pernah di perlakukan kasar seperti itu 'kan? Jawab aku Kim Bona!! Itu sebabnya kau selalu ketakutan setiap kali aku hampir menyentuhmu, benar begitu 'kan?" dia mengerang frustasi. Aku teringat pada kejadian itu dan ketakutan melihat Chanyeol yang berubah menjadi lebih kasar.

"Kim Bona, Katakan!!" bentaknya lagi, semakin keras.

"Ayahku, suami kedua ibuku yang melakukannya."

Tangisanku pecah dan semakin menjadi-jadi. Chanyeol berhasil membuatku mengungkapkan apa yang sudah ku pendam selama ini. Jujur aku merasa sangat malu dihadapannya.

"Aku kotor Yeol, sangat kotor..." aku berbicara disela tangisanku. Meski ini terasa sangat berat namun sudut gelap di ulu dadaku terasa ringan seperti baru saja terbebas dari belenggu kuat.

Chanyeol merengkuh tubuhku, mengeratkan kedalam pelukannya. Seketika aku merasakan kenyaman yang teramat. Posisi ini membuatku bisa leluasa mencurahkan emosiku di bahunya. Aku mencengkramnya kuat, air mataku terus saja mengalir membasahi kemejanya. Aku terisak dan terus bicara padanya. Seperti ingin mengadu segalanya pada pria ini, aku tahu ini menyakitkan tapi aku merasakan lega yang teramat setelahnya.

"Dia bilang dia menyayangiku seperti anak kandungnya sendiri, dia bilang dia mencintai ibuku... aku tidak mengira dia akan menyakitiku seperti itu," suaraku bergetar saat berusaha menceritakan lebih detail lagi padanya. Aku tidak bisa menghentikan tangisanku, ini mengalir seperti bendungan rubuh. Kepalaku berdenyut pusing dan pria ini masih merengkuhku tanpa meregangkan pelukannya sedikitpun.

"Aku membencinya, aku membencinya sampai aku tidak pernah bisa menghilangkannya dari otakku. Aku ingin sekali membunuhnya, aku ingin sekali dia musnah dari dunia ini... "

"... tapi apa yang ku lakukan, selama ini aku hanya bisa bersembunyi darinya. Aku bahkan sangat ketakutan hanya dengan melihat bayangannya saja. Dia ada di mana-mana, dia menerorku dengan bayangannya. Aku sangat membencinyaaa..." aku berteriak di sela isakanku berharap dengan begitu bebanku akan sedikit berkurang.

Ku cengkram kuat kemejanya tak peduli jika itu akan kusut atau bahkan robek sekalipun. Aku ingin mencurahkan semua yang mengganjal di dadaku selama ini. Aku memuntahkan segalanya pada Chanyeol .

"Mianhae... jeongmal mianhae, Bona-ya.."

Aku mendengar suara Chanyeol samar-samar berdengung di telingaku. Saat aku terisak, punggungku pun terasa basah oleh tetesan air. Aku ingin mengangkat wajahku tapi Chanyeol masih tidak membiarkanku terlepas. Aku ingin memastikan bahwa dia tidak sedang menangis juga saat ini.

"Maafkan aku, kau pasti sangat terluka karena perlakuanku," suara Chanyeol bergetar. Ya Tuhan, pria ini menangis untukku. Tidak, kau salah Yeol, kau bahkan memperlakukanku dengan begitu manis.

"Kau pasti menganggapku sama seperti bajingan itu atau bahkan lebih buruk darinya, kau boleh membenciku asal jangan pergi dariku. Ku mohon!"

Dadaku berdesir mendengar permohonannya itu. Ini tidak benar, dia tidak pernah melukaiku justru aku yang menyeretnya ke dalam pusaran masa laluku yang gelap.

"Kenapa harus aku yang tidak sempurna ini? Aku kotor Yeol, aku tidak pantas untukmu."

"Tolong jangan bicara seperti itu Bona, kau sempurna. Kau wanita paling suci yang pernah ku temui."

Aku semakin mendesak ke dadanya. Chanyeol tidak membenciku saja aku sudah sangat bersyukur, aku tidak berharap dia akan tetap mempertahankanku di sisinya. Dia berhak menolakku. Tidak, melainkan dia seharusnya menolakku. Bukan seperti ini.

Aku tersentuh mendengar ucapan tulusnya itu, aku rasa aku akan semakin hancur bila Chanyeol melepasku nanti. Sadar atau tidak, aku sudah tergantung padanya. Entah bagaimana nanti jika saatnya kami harus berpisah. Semua ini hanya selembar kontrak yang memiliki masa kadaluarsa. Bagaimana caraku mengatasi perpisahan itu nantinya, disaat aku menyadari jika aku sudah jatuh terlalu dalam... aku terlanjur jatuh cinta kepadanya.

"Aku tidak akan membiarkan si brengsek itu menyakitimu lagi, aku bersumpah dia akan mendapat balasan yang setimpal!" Chanyeol bicara dengan penuh penekanan. Aku bisa merasakan ada kemarahan besar disana. Aku ingin sekali melihat matanya tapi dia masih tidak membiarkanku lepas dari pelukannya.

.

Mataku masih terasa berat saat kupaksa untuk terjaga. Aku ingat aku menangis sepanjang subuh tadi dan tertidur dipelukan Chanyeol. Aku tidak melihat keberadaan Chanyeol disini mungkin dia sudah berangkat kerja mengingat ini sudah hampir pukul sembilan. Berbicara tentang kerja, aku baru sadar jika aku juga sudah sangat terlambat masuk kerja. Bagaimana ini? Aku bahkan belum genap seminggu magang di Park Enterprise holding , mungkin aku akan di pecat bila terlambat apalagi membolos.

Aku segera bergegas turun dari ranjang, berhenti sejenak saat menyadari jika tubuhku di balut kemeja pria. Aku mampu mencium aroma khas Chanyeol di kemeja ini, dan semua itu menunjukan jika kemeja ini memang miliknya. Aku melirik ke lantai melihat bajuku tergeletak di sana. Ku pungut dan ku lihat jika benda itu sudah tidak layak di sebut baju apalagi untuk di kenakan.

Tujuanku selanjutnya adalah kamar mandi, aku berniat untuk membasuh wajahku atau mandi bila perlu. Aku menyerah untuk datang kerja hari ini, entah akan beralasan apa aku besok senin, akan ku pikirkan nanti saja.

Saat aku berada di kamar mandi aku mendengar suara pintu terbuka, sepertinya seseorang masuk ke dalam kamar. Keyakinanku itu di perkuat saat aku mendengar suara Chanyeol yang sedang bicara di telpon, mungkin dia mengira aku masih tidur di ranjang.

"Hyung ini aku, aku ingin butuh bantuanmu..."

" ... "

"Aku ingin kau mencari tahu tentang keluarga Kim Bona, informasi sedetail mungkin bila perlu silsilah keluarganya!"

"... "

"Gomawo hyung, aku tunggu laporanmu secepatnya."

Kenapa Chanyeol ingin tahu tentang keluargaku? Apa dia serius dengan perkataannya padaku jika dia akan memberi balasan setimpal untuk si brengsek itu?

Aku tidak tahu apa aku harus senang mendengarnya tapi aku tidak ingin Chanyeol ikut masuk ke masa laluku itu. Aku tidak ingin dia terkena masalah karenaku.

Aku termenung cukup lama dan tersadar saat mendengar panggilan Chanyeol . "Bona-ya..."

"Eoh... aku di kamar mandi.." aku sedikit berteriak dari dalam sini.

"Aku menyiapkan sarapan, kalau sudah selesai, turunlah!"

"Nde..."

Selesai membersihkan diri, aku langsung turun masih memakai kemeja kebesaran milik Chanyeol . Aku berusaha berjalan setenang mungkin, menghiraukan rasa canggungku tapi itu terlalu sulit. Aku melihat Chanyeol duduk di meja makan sendiri. Dia sudah berpakaian rapi, kemeja di lapisi jas setelan kantor. Namun ada sesuatu yang membuatku penasaran, sedari tadi aku hanya melihatnya duduk dengan melamun. Hidungnya nampak memerah, aku rasa itu bukan di sebabkan oleh suhu karena tempat ini cukup hangat untuk membuat hidung seseorang memerah. Yang semakin membuatku tidak percaya adalah matanya yang biasanya tajam kini meredup bahkan terdapat bulir bening di sana. Dia seperti sedang menahan emosi nya, lalu apa yang membuat nya sampai seperti itu? Apa mungkin karena aku?

Chanyeol yang menyadari kehadiranku langsung menyambutku dengan senyuman lembutnya, aku tahu dia hanya berpura-pura dan aku merasa semakin tidak enak bila mengingat lagi kejadian subuh tadi.

"Kemarilah, kau harus makan"

Aku menurut dan duduk tepat di sebelahnya. Aku ingin sekali meminta maaf tentang kejadian tadi, namun aku bahkan tidak cukup bernyali untuk mengungkitnya lagi. Chanyeol membuatkanku segelas susu coklat hangat, beberapa potong roti dengan irisan daging panggang dan sayuran.

"Aku melihatmu sarapan seperti itu tempo hari, ku harap kau suka." ujarnya nampak malu-malu. Sisi lain lagi yang aku temukan dari sosok Park Chanyeol .

"Ehm, sebenarnya ini pertama kali aku mencoba membuat sarapan. Jadi makanlah, kalaupun tidak enak aku jamin itu tidak beracun." lanjutnya sedikit bergurau.

"Gomapta, jalmotge seumnida."

Aku benar-benar menikmati setiap gigitan sandwich ini di mulutku. Ini buatan Chanyeol, yang pertama untukku. Mungkin karena terlalu senang sampai-sampai aku tidak bisa menahan laju air mataku lagi.

"Ini enak sekali..." gumamku.

Chanyeol mendekat, jemarinya berangsur menyentuh permukaan wajahku. Dia menghapus lelehan air mataku di sana.

"Gwenchana, kau tidak perlu bekerja hari ini. Aku sudah meminta ijin dan mengatakan kau sedang sakit. Jangan pikirkan apapun, makanlah yang banyak. Aku tidak ingin kau benar-benar sakit. "

Ku anggukan kepalaku ringan, aku belum berani menatapnya langsung. Aku masih merasa malu dengan pengakuanku tadi pagi. Aku harap dia tidak akan mengungkitnya lagi untuk saat ini.

"Aku harus pergi ke kantor sebentar, aku janji tidak akan lama," ujarnya berpamitan.

"Kalau kau memang harus bekerja, berangkatlah, jangan pikirkan aku"

"Aku menelpon Nunna dan memintanya untuk membawakan beberapa lembar baju untukmu, mungkin sebentar lagi dia akan datang."

"Kau mengatakan jika aku bermalam di sini?" aku sadar nada suaraku meninggi. Aku terlalu terkejut mengetahui jika mungkin Chanyeol telah menceritakan banyak hal pada kakak perempuannya itu.

"Kau tenang saja, nunnaku tidak begitu menyusahkan. Dia selalu berada di pihakku,"

Aku sedikit tidak mengerti dengan ucapannya. Memangnya kita sedang berperang melawan sesuatu?

"Aku juga sudah membatalkan pertemuanmu dengan dokter Nam, aku sudah memikirkannya... kau tidak perlu lagi melakukan semua itu."

kali ini aku cukup tersentak mendengar ucapannya itu. Tapi kenapa?

Chanyeol bangkit dari duduknya, mengambil tas kerjanya dari kursi sebelah. Dia berdiri diam dibelakangku dan tak ku sangka Chanyeol memberiku kecupan singkat di ujung rambutku. Kecupan yang syarat akan kasih sayang dan mengalir begitu saja.

"Aku tidak akan menyentuhmu lagi sebelum kau siap, tapi aku tetap memintamu untuk tidak pergi dariku, kau mungkin berpikir aku egois. Aku melakukannya karena aku..."

Aku menanti mendengarnya melanjutkan perkataannya, entah mengapa dia menghentikan sejenak ucapannya itu. Mencintaiku 'kah?

"... karena aku tidak ingin melihat mu terluka lagi."

Aku hanya mengangguk sekilas. Aku paham sekarang, Chanyeol mungkin hanya berempati padaku. Tentu saja dia akan iba pada seseorang yang memiliki trauma pelecehan sexual masa mudanya seperti aku ini.

Tidak lama setelah kepergian Chanyeol, bel pintu berbunyi. Park Hyemi yang datang seperti kata Chanyeol tadi. Dia terlihat kerepotan membawa beberapa tas karton, akupun berinisiatif untuk membantunya.

"Annyeong Bona-ya, maaf. Apa aku terlalu lama datangnya?" ujarnya sambil berjalan masuk diikuti olehku di belakangnya.

"Aniya, aku malah ingin berterimakasih karena Eonni sudah mau repot-repot membawakanku baju."

Dia tersenyum, dan aku baru sadar senyumannya persis sekali dengan Chanyeol , sangat manis. Seandainya pria itu lebih sering tersenyum.

"Aku tidak tau apa kau akan menyukainya, jadi aku bawa beberapa." ucapnya sambil meletakan tas-tas itu ke atas meja.

Aku sempat terbelalak saat melihat lebih lanjut, dia bilang 'beberapa'? Ini bahkan banyak sekali. Semuanya masih baru dan berlabel mahal.

"Ini terlalu banyak eonni, aku hanya butuh satu stel saja."

"Tidak apa-apa, lagi pula aku sangat suka berbelanja. Kapan-kapan kita harus pergi bersama sebelum aku kembali ke Amerika. Ah, pasti menyenangkan sekali... kau mau kan, Bona-ya?"

"Ne? Ah ye... tentu saja."

Hyemi eonni mengingatkanku pada sahabatku di Busan, Han Naemi. Mereka persis, seseorang yang gila belanja. Mungkin karena kemiripan merekalah yang membuatku mudah akrab dengan Hyemi eonni, kami bahkan sudah tidak canggung lagi sekarang.

Aku pamit untuk memakai baju di kamar setelah menemukan sebuah dress cantik berwarna pink. Aku sempat mendengar tadi dia menggerutukan sesuatu, sepertinya tentang Chanyeol yang belum juga memajang foto keluarga mereka seperti yang di instruksikannya tempo hari.

"Aish, Park Chanyeol kapan dia akan mendengarkanku?"

.

AUTHOR POV

Bona mengagumi dress yang kini membalut tubuhnya dengan apik. Dia sempat berpikir bagaimana Hyemi bisa mengetahui ukurannya dengan pas. Apa Chanyeol yang memberitahunya? Kalau benar begitu, itukan memalukan sekali. Gadis itu bersiap untuk turun dan ingin segera menunjukan padanya.

"Eonni... Eotte?" Bona menghentikan langkahnya melihat Hyemi yang sepertinya sedang sibuk sendiri. Wanita itu bahkan tidak mendengarnya tadi.

Bona sengaja berjalan pelan, bukan bermaksud untuk membuat jebakan semacam kejutan, melainkan ia merasa tertarik dengan sebuah benda yang sedang diperhatikan wanita itu.

"Eonni... kau sedang apa?" tanyanya melangkah semakin mendekat pada Hyemi.

"Oh, Bona-ya, kemarilah! Akan ku tunjukan foto keluarga kami..."

Hyemi membongkar bungkus sebuah bingkai persegi yang cukup lebar itu. Wajahnya nampak berseri-seri, ia terlihat begitu senang saat membicarakan tentang keluarganya.

"Ini sebenarnya foto lama, ini di ambil sebelum aku masuk universitas dan saat itu Chanyeol masih duduk di bangku SMA." terangnya lebih lanjut.

Chanyeol saat SMA? Seperti apa? Apa dulu dia juga setampan sekarang?

Entah kenapa justru hal itulah yang menggelitik rasa penasaran Bona. Ia menunggu dengan sabar hingga pembungkus bingkai foto itu terlepas.

Sebuah potret keluarga bahagia yang terbingkai dalam sebuah frame elegan. Sepasang suami istri yang sedang tersenyum juga kedua anak mereka, seorang gadis berambut sebahu dengan dress violet yang langsung ia kenali sebagai Park Hyemi dan di sampingnya seorang anak lelaki usia belasan mengenakan setelan jas resmi hitam, wajahnya tentu tidak asing lagi untuk Bona, dia langsung menebaknya sebagai Park Chanyeol. Mereka semua tersenyum ke arah kamera, tidak ada yang tahu arti sebenarnya dari senyuman itu. Bisa jadi itu hanya sebuah kepalsuan saja.

Bona belum bergeming, dia masih menatap foto itu pada satu fokus dengan seluruh perasaan pedih yang terkoyak. Apa lagi sekarang? Takdir macam apa ini?

"Aboeji, eomma, igeo na ya kerigo Chanyeolie ... ah neomu bogoshipda."

Bona tidak hanya mampu mengenali dua orang remaja di sana, namun juga sosok pria paruh baya yang duduk dengan angkuhnya dikelilingi orang-orang itu. Pria itu tersenyum yang justru terlihat seperti ia sedang menertawakannya. Si brengsek itu, mengapa dia ada di antara mereka?

Park Ki Ho.... Park Chanyeol .

Bagaimana dia tidak bisa memahami hal semacam ini.

"Heoksi... ge saram Park Ki ho sajangnim??"

Tidak ada salahnya untuk lebih memastikan, walaupun harapan terbesar Bona saat ini adalah bahwa manusia bisa di kloning, atau orang yang ada di gambar itu hanyalah kembaran identik si brengsek itu. Semua akan jelas hanya dengan jawaban Hyemi.

"Ne, urri appa."

"hah, Mwo?" suara Bona terdengar pelan bahkan Hyemi tidak memperhatikannya, gadis itu masih sibuk dengan memandangi foto keluarga mereka.

Sementara Bona, dia seperti baru saja melihat hantu bahkan lebih menyeramkan dari itu. Dia masih tidak percaya dengan fakta yang baru saja diperolehnya, dia merasa seperti sedang di permainkan oleh takdir. Jadi orang yang melecehkannya adalah ayah dari pria yang di cintainya. Tidakkah itu lucu, apa semua ini hanya lelucon. Mungkin ini hanya jebakan april mop tapi ini bahkan bukan bulan april.

Bona bergerak mundur perlahan dan tanpa sadar punggungnya menabrak sebuah guci hingga benda kramik itu jatuh terhempas ke lantai dan mengakibatkan bunyi prank yang cukup keras.

Hyemi terkejut dan langsung berbalik. Dia melihat Bona berdiri dibelakangnya dengan ekspresi yang tidak terbaca. Ada apa dengan gadis itu?

"Bona-ya, neo gwenchana?" tanya Hyemi, cemas. Dia takut jika gadis itu terluka, mungkin saja pecahan guci itu mengenai tubuhnya.

Gadis itu terlihat seperti menahan perasaannya, raut wajahnya bahkan memerah gelap. Hyemi yakin itu semua bukan hanya karena guci pecah ini, pasti ada hal lain yang membuat gadis itu berubah. Sesuatu yang sedang disembunyikannya dan entah apa itu.

"Eonni mian, aku tidak sengaja..." suara Bona bahkan bergetar.

"Tidak apa-apa, apa kau terluka?"

Gadis itu menggeleng lemah, "Jeongmal mianhae, aku harus pergi."

Bona langsung berlari keluar ke arah pintu tanpa menghiraukan pekikan Hyemi yang memanggilnya dengan panik. "Bona-ya..."

Hyemi merasa ada yang tidak beres dengan gadis itu, dia benar-benar takut jika Bona terluka dan justru menyembunyikan hal itu padanya. Maka tanpa pikir panjang lagi, Hyemi langsung menghubungi Chanyeol . Mungkin adiknya akan lebih tahu penyebab gadis itu berubah.

Chanyeol datang sekitar sepuluh menit kemudian setelah mendapat telpon dari kakaknya perihal kondisi Bona. Dia bahkan menyingkat perjalanannya yang biasanya ia tempuh lebih dari lima belas menit kini mungkin kurang dari sepuluh menit, itu semua berkat kemampuan mengebutnya dalam berkendara.

Begitu ia masuk, ia nampak terkejut melihat Hyemi yang sedang membersihkan pecahan sebuah benda di lantai ruang tamu.

"Nunna, waegurae? Bona-ya, eodiga?"

Hyemi menghentikan pekerjaannya, ia kini sepenuhnya memfokuskan diri pada sosok pria yang merupakan adiknya itu.

"Dia pergi, aku tidak tahu mengapa. Tiba-tiba dia berubah menjadi aneh."

Chanyeol mengerutkan dahinya, dia masih belum sepenuhnya paham dengan perkataan kakaknya. Hingga seketika, pandangan Chanyeol beralih ke sebuah bingkai foto besar yang menampakan dirinya beserta keluarganya.

Sama halnya dengan Bona, Chanyeol juga nampak terkejut setelah melihat foto itu walaupun reaksinya tak separah gadis itu.

"Apa Bona sudah melihat foto ini?" tanyanya penuh penekanan. Jelas hal itu membuat Hyemi semakin bingung.

"Iya dia melihatnya, memangnya ada apa dengan foto itu?"

"Sial... apa yang terjadi setelah dia melihat foto itu, nunna?"

"Aku tidak begitu memperhatikannya, hanya saja ia terlihat seperti seseorang yang baru saja melihat hantu. Dia bahkan tidak sengaja menyenggol guci ini hingga pecah tapi dia hanya minta maaf lalu pergi. dia tidak mengatakan apapun."

Chanyeol mengepalkan jemari nyakuat, rasanya seperti ingin menghantam sesuatu yang kasar.

Chanyeol tahu apa yang membuat Bona seperti itu, dia bahkan tidak ingin membayangkan ekspresi gadis itu tadi. Dia pasti sangat terluka. Luka gadis itu bahkan masih membekas tapi kini seperti disiram larutan garam yang pasti membuat luka itu semakin berdenyut perih dan menganga lebar.

Tanpa menghiraukan kakaknya yang ingin sekali mendengarkan penjelasan darinya, Chanyeol berjalan keluar rumah. Langkahnya gontai, ia tidak tahu harus bersikap seperti apa pada gadis itu. Dia ikut serta dalam menyakiti gadis itu, bisa jadi ia yang sudah menaburkan garam di bekas lukanya.

Ya Tuhan apa yang harus ia lakukan...

Chanyeol mengendarai mobilnya dan kembali teringat kejadian semalam hingga tadi pagi. Ia sama sekali tak menyangka jika gadis sepolos dia pernah dilecehkan seperti itu. Bohong jika ia tidak ikut terluka, kenyataannya dia merasa sangat marah saat mendengarnya, dia bahkan ikut menangis saat gadis itu mencurahkan semua perasaannya yang selama ini terpendam.

Kecurigaan Chanyeol bermula tadi malam ketika Bona mabuk. Chanyeol sengaja memberi gadis itu wine bukan untuk membuatnya mabuk, itu sering ia lakukan saat dia mau memulai ke tahap yang lebih intim lagi. Tidak tahunya justru Bona yang meminta minuman itu lagi dan lagi hingga gadis itu hampir kehilangan kesadaran.

Saat itu Chanyeol merasa kesal karena tujuannya adalah menghabiskan malam panjang dengan gadis itu setelah menahan hasratnya berhari-hari. Ia sempat berpikir untuk tetap menyetubuhi gadis itu walaupun dia sedang mabuk namun hal tak terduga terjadi, Bona dengan gampangnya menjawab semua pertanyaannya. Di saat itulah ia menemukan fakta baru jika gadis itu pernah dilecehkan.

Pengakuan Bona memang masih samar, maka dari itu Chanyeol berencana untuk membuat gadis itu mengakui segalanya. Saat Bona sudah terbebas dari pengaruh alkohol dan ia terbangun ditengah subuh itulah Chanyeol seolah meminta jatahnya untuk dilayani gadis itu.

Dia tidak bermaksud menyakitinya, dia juga bukan tipe pria pemaksa, namun dia tetap berperan seolah-olah dia binatang buas yang butuh dipuaskan oleh gadis itu. Hingga segalanya terungkap, masa lalu pahit itu, segala hal yang selama ini membuat tanda tanya di benak Chanyeol sudah terjawab.

Bona dipenuhi luka, Chanyeol juga sadar jika selama ini ia pun turut andil dalam memberi luka itu jadi meski sudah terlambat ia bertekad untuk menyembuhkan luka gadis itu. Seseorang yang tanpa ia sadari sudah mengisi relung hatinya yang terdalam.

Chanyeol meminta bantuan sahabatnya yang tidak pernah mengecewakan untuk urusan melacak ataupun mencari informasi apapun. Dia memintanya untuk menyelidiki keluarga Bona. Tujuannya hanya satu ia ingin sekali mengetahui siapa pria bejat yang sudah merusak masa depan gadis itu. Ia bahkan bertekad akan membalaskan dendamnya juga.

Kurang dari lima menit Lee Jinhyuk ㅡ orang yang Chanyeol mintai bantuan itu kembali menelponnya, rupanya dia sudah berhasil mendapatkan informasi yang pria itu butuhkan. Namun hal paling tak terduga sekaligus yang paling menohoknya adalah kenyataan bahwa suami kedua ibu Bona adalah seorang pria bernama Park Ki ho.

Nama itu jelas bukan sembarang nama, meski Chanyeol tetap berharap bukan hanya ayahnya saja di dunia ini yang bernama Park Ki ho namun saat Jinhyuk membeberkan informasi tentangnya lebih detail lagi, harapan itu pupus sudah. Dia memang pernah mendengar bahwa ayahnya sempat menikah lagi setelah bercerai dengan ibunya namun dia tidak pernah menyangka jika ayahnya lah yang sudah berbuat bejat terhadap Kim Bona.

Setelah mengetahui semua itu, Chanyeol tak lantas bersikap gegabah. Ia tahu cepat atau lambat Bona pasti akan mengetahui kebenaran itu sendiri tapi tidak untuk saat ini, disaat ia sudah mulai memiliki perasaan lebih dengan gadis itu bukan lagi tentang ketertarikan fisik semata namun juga hati. Ia merasa tidak bisa hidup tanpa gadis itu, dia membutuhkannya untuk tetap berada di sisinya jadi dengan segala ke egoisannya, Chanyeol memutuskan untuk menutup rapat-rapat fakta itu.

Tidak disangka, fakta itu bahkan tidak bertahan 24 jam saja. Bona tahu dengan sendirinya melalui foto keluarga mereka yang tidak pernah Chanyeol pasang.

Chanyeol tidak rela jika kisahnya dengan gadis itu berakhir sampai disini, tanpa ending yang jelas. Dia tidak berharap gadis itu mau memaafkan kesalahan ayahnya namun ia sangat berharap Bona mau menerimanya.

Saat ini pergolakan batin sedang menghantam pria itu, rasanya ia ingin menghancurkan segala hal yang menghalangi hubungannya dengan Bona-nya namun tembok itu terlalu keras seperti baja sementara ia seorang diri yang melakukannya. Dia butuh Bona, dia butuh gadis itu untuk melawan takdir yang begitu kejam di antara mereka.

Chanyeol sudah sampai di depan apartemen Bona, dia berusaha mengetuk pintu apartemen itu namun tidak mendapat sahutan sama sekali. Chanyeol tahu gadis itu ada di dalam sana, tidak ada tempat lain yang bisa gadis itu datangi di Seoul. Dia juga tidak memiliki sahabat yang bisa di percaya di sini, jadi satu-satunya orang terdekat nya di Seoul hanyalah Chanyeol saja.

Chanyeol kembali mengetuk ya dan kali ini lebih keras.

"Bona-ya buka pintunya... ku mohon kita harus bicara, Bona-ya..."

Chanyeol terus berusaha membujuknya agar mau membukakan pintu untuknya. Pria itu belum mau menyerah sebelum gadis itu menuruti permintaannya.

"Bona-ya ada apa denganmu? Bicaralah padaku..."

Masih tidak ada sahutan dari dalam, gadis itu benar-benar keras kepala.

.

.

Bona masih diam meringkuk di kamarnya. Di bawah selimut tebalnya dia berusaha meredam suara gedoran pintu dan suara panggilan dari Chanyeol. Sekuat tenaga ia berusaha untuk mengabaikannya. Namun rasanya begitu menyakitkan saat kembali mendengar suara itu.

Bona merasa hidupnya seperti dipermainkan oleh nasib buruk. Ia di perkosa ayah tirinya, lalu harus menjadi budak sex dari keturunan pria bejat itu. Rasanya begitu menyakitkan apalagi di saat tak ada seorang pun yang ada di sampingnya. Dia hanya manusia biasa, dia bukan iblis seperti pria brengsek itu, dia juga bukan malaikat jadi dia bisa merasakan sakit di atas rasa sakit.

Gadis itu menangis mengalirkan bulir air mata terus menerus seperti sumber mata air yang tak pernah mengering. Dia bahkan sudah menangis semalaman, apa itu saja tidak cukup?

Bona menggenggam dadanya yang terasa begitu sesak. Isakannya begitu memilukan bahkan untuk telinganya sendiri. Ini semua tidak akan terjadi seandainya ia tak melibatkan perasaannya, namun nasi sudah menjadi bubur akan sulit menarik kembali hatinya yang sudah terlanjut terikat pada pria itu.

"Eomma... eomma oteokhae? Eomma jalyo juseyo..."

Keesokan harinya perasaan Bona sudah lebih membaik meski ia harus menerima konsekuensi mata bengkak yang tak tertolong lagi. Ia merasa ribuan kali bersyukur karena ini adalah hari minggu, dia berencana untuk tetap berada di dalam apartemennya seharian, tidak ingin bertemu dengan siapapun yang mungkin akan memandangnya dengan tatapan aneh.

Semalaman dia sudah memikirkan banyak hal termasuk rencananya untuk mengakhiri hubungan kontrak 'kerja sampingan' nya dengan Chanyeol. Ia tak peduli apa pria itu akan menolaknya atau tidak, ia tetap tidak bisa bertemu lagi dengannya. Semuanya sudah berbeda setelah dia mengetahui fakta paling menyakitkan itu.

Tiga bulan, dia hanya butuh waktu selama itu saja untuk tetap bertahan di Seoul. Bona tetap harus melanjutkan pekerjaan magangnya di Park Enterprise holding dan mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk membayar kembali satu juta USD yang diberikan pria itu.

Gadis itu bermaksud membuat ramyeon saat telinganya menangkap suara berisik dari luar.

"Tuan, apa yang anda lakukan di sini?"

"Aku harus bertemu dengan seseorang... "

"Tapi anda sudah semalaman berada di luar, pemilik apartemen itu mungkin sedang pergi."

"Tidak, aku tahu dia ada di dalam."

Itu suara Chanyeol. Benarkah pria itu menunggu nya di luar semalaman?

Meski ia bersikukuh untuk mengabaikannya namun di lubuk hatinya yang paling dalam ia tetap merasa khawatir dengan pria itu. Cuaca sedang sangat dingin dan Chanyeol nekat berada di luar semalaman, mungkin dia sudah gila.

Bona membuka pintu apartemennya untuk lebih memastikan kecurigaannya, ia hanya bisa terbelalak melihat sosok pria yang meringkuk di sebuah kursi yang berada di luar apartemennya itu.

"Chanyeol-sshi..." panggilnya yang langsung mendapat sahutan dari pria itu.

"Bona-ya... syukurlah kau baik-baik saja, aku ingin bicara denganmu!"

Bona masih menatap pria tinggi itu dengan sorot yang tak terbaca, ia merasa tidak tega melihat kondisi pria itu saat ini, terlebih lagi wajahnya yang pucat pasi, bibirnya berkerut keunguan mungkin karena sangking dinginnya.

"Masuklah!" ujarnya pelan.

Gadis itu keluar dari arah dapur sambil membawa secangkir minuman hangat dan di berikannya langsung untuk pria itu.

Chanyeol sendiri masih bertahan duduk di ruang tamu milik gadis itu, ia berkali-kali menggosokan telapak tangannya, mendekatkannya ke arah mulut dan sedikit meniupnya untuk membuatnya lebih hangat. Ia sadar cuaca sedang buruk di luar, namun itu semua tidak menyurutkan niatnya untuk bertemu dengan gadis itu. Dan semua penderitaannya semalam terbayarkan setelah melihat Bona dalam keadaan baik-baik saja, ia tahu gadis itu terluka namun setidaknya ia masih memiliki hati, terbukti dengan dibiarkan dirinya masuk ke dalam apartemennya itu.

"Apa yang ingin kau bicarakan?" gadis itu memulai duluan tanpa memandangnya sama sekali. Chanyeol maklum akan hal itu, tentu saja Bona pasti sangat membencinya saat ini.

"Maafkan aku,"

"Kau sudah terlalu banyak meminta maaf..."

"Aku tahu, tapi aku tetap ingin mengatakannya. Maukah kau memaafkanku?"

"Cukup sampai di sini saja, aku ingin semua ini berakhir."

"Bona-ya..."

"Chanyeol-sshi, kau tidak tahu betapa terlukanya aku. Melihatmu hanya akan semakin membuat dadaku sesak,"

"Jadi kau membenciku?"

"Ne.."

"Kenapa? Karena aku anak dari pria itu? Apa aku juga melakukan hal bejat seperti pria itu?"

"Keumanhae..."

"Aniya... kau tidak boleh menyamakanku dengannya, Bona-ya!" Chanyeol menggeleng, penuh dengan frustasi.

"Kalian sama, kalian hanya menginginkan tubuhku saja!" gadis itu berteriak dia kembali menangis seolah stok air matanya tak kan pernah habis.

Chanyeol mendekatinya, dia ingin memeluk gadis itu lagi namun justru di hempaskan kuat olehnya.

"Jangan sentuh aku!" ucapnya tak terbantah. Gadis itu sendiri mencoba membuat perisai untuk siapapun yang mendekatinya.

"Bona-ya..." Chanyeol tersentak mendapat penolakan langsung darinya. Ia bahkan mampu melihat sorot mata gadis itu yang menajam, emosinya sedang labil untuk saat ini.

"Pergilah dan jangan pernah temui aku lagi!"

To be continued...
Gimana part ini?? maaf kalo kurang memuaskan. Di part ini udah mulai ada konflik intinya nih. Jadi bener-bener harus dimengerti. Okeyyy!
Jangan lupa untuk vote dan komennya yaaaa. See u :)) salam cinta dari istri Park Chanyeol :*

Continue Reading

You'll Also Like

28.6K 2.7K 18
Plak!!! Lisa terdiam merasakan panas di pipinya, saat kekasihnya yang dia cintai menamparnya. Hatinya terasa begitu sakit. Apalagi, dia melihat sang...
771K 77.9K 54
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
99.8K 8.4K 83
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
39.2K 5.8K 21
Tentang Jennie Aruna, Si kakak kelas yang menyukai Alisa si adik kelas baru dengan brutal, ugal-ugalan, pokoknya trobos ajalah GXG