Crazy in Love (NC)

By newjongkimin

249K 5.6K 463

Author : jikhovi Tittle : Crazy in Love Category : NC-21, Romance, AU Cast : Park Chanyeol, Kim Bona Other ca... More

Prolog
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5

Part 1

47.7K 1K 40
By newjongkimin

Author : jikhovi
Tittle : Crazy in Love 1
Category : PG-17,Romance,AU
Cast : Park Chanyeol, Kim Bona
Other cast : find by yourself
Length : squel

%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%

(Bona POV)

Bagi ku langit busan berubah mengerikan akhir-akhir ini. Mendung sama sekali tidak menampakan keceriaan. Terang saja, awal musim dingin sudah tiba membuat ku harus mengeluarkan baju koleksi musim dingin ku dari dalam lemari.

Aku menghabiskan satu cangkir moka latte dan aku berminat untuk membuat nya secangkir lagi untuk menemani sore hari ku yang kelam. Lucu sekali aku selalu mengatakan hari ku kelam karena memang aku sangat benci musim ini. Mengapa tidak di hilangkan saja satu musim ini,toh Korea masih memiliki tiga musim lain nya. Gezz. Pemikiran bodoh untuk seorang mahasiswa tingkat akhir seperti ku.

Aku mengalihkan perhatian ku pada suara berisik yang berasal dari lantai bawah. Ku letekan cangkir ku, mengurungkan niat untuk membuat kopi lagi lalu beralih menengok sumber kegaduhan itu. Aku masih melongo di atas sementara Han Naemi terlihat kepayahan dengan tumpukan barang-barang yang di bawa nya itu.

"yak Bona-ya, turunlah. Bantu aku"

Dengan malas aku menuruni tangga. Aku sengaja menunjukan wajah kesal ku pada nya, aku geram karena sudah sering ku ingatkan agar dia berhenti menghabiskan uang nya untuk belanja yang tidak perlu tapi lihat yang terjadi, dia akan bilang 'ya' pada menit pertama lalu melupakan nya di menit ke dua.

"Yak, palli! bantu aku membawa ini "

Ku serobot kasar tas-tas yang menggantung di lengan nya. Jenuh untuk berkomentar sementara batin ku tetap mengingatkan bahwa dia adalah sahabat ku.

"kau belanja lagi?", tanyaku sedingin mungkin.

"Haissh, jangan berpikiran buruk dulu. Mana mungkin aku belanja sementara keuangan ku sedang menipis", ujarnya menyeringai.

"lalu semua ini apa?"

"pacar baru ku yang membelikannya"

Aku sungguh tidak percaya, sahabat ku berubah menjadi seorang yang matrealistis.

Dia membuka satu persatu, mengeluarkan beberapa lembar pakaian yang masih berlabel dari dalam karton nya. Wajah nya terlihat senang berbanding terbalik dengan ku.

"ini untuk mu", kata nya menyodorkan sebuah dress berwarna pastel. Aku tau ini bukan selera nya. Dan mata ku langsung tertuju pada bandrol harga pada kain yang disebut dress itu.

"300.000 won? Aku tidak mau", aku menolak nya.

" Ya jangan pikirkan harga nya. ini semua sudah di bayar, dan aku membelikan itu khusus untukmu. Kau perlu baju untuk ke Seoul besok kan" ujar nya enteng. Aku menahan tawa, dan kekesalan ku bertambah.

"siapa pacarmu itu? Dan apa balasannya untuk semua barang-barang ini?" ujarku meminta penjelasan.

"dia orang baik dan dia tidak keberatan membelikan ku semua ini. Aku menyukai nya"

Aku masih menatap nya dengan tajam meminta nya untuk melanjutkan penjelasan nya.

"menyukai uang nya?"

Dia terlihat tersinggung dengan pertanyaanku.

"ah, aniyo! jangan bilang begitu kau menuduhku seperti seorang pelacur", balas nya merendah. Oh Sial ,sekarang aku justru menyesal dengan ucapanku tadi.

"Naemi mian.. kau tau, bukan itu maksudku"

Wajah nya yang murung tidak berlangsung lama karena setelahnya ia kembali nyengir tertawa lebar lalu tiba-tiba memeluku. Ini baru Han Naemi yang ku kenal.

"Aku benar-benar menyukai nya dan mungkin aku sudah jatuh cinta pada nya", ujar nya menatap langit-langit kamar, mungkin sedang membayangkan wajah orang yang ditaksirnya itu. "kau tau, dia memiliki tubuh yang tinggi, wajahnnya tampan, dan berkharisma. Saat dia berada di atas ku rasa nya aku melayang, dia.... menakjubkan"

Sekarang aku mulai sebal, dia menceritakan pengalaman di atas ranjangnya lagi pada ku.

"baguslah aku ikut senang tapi aku tetap tidak bisa menerima baju ini, itu terlalu mahal" jawabku acuh.

"ayolah Bona-ya, kau tau baju itu bukan seleraku", wajah nya memelas.

"kau yakin dia pria baik-baik?", tanya ku sekali lagi memastikan.

Dia mengangguk dan rona wajah nya berseri-seri seperti balita yang senang bukan main hanya diberi sebatang lolipop. Dengan satu tarikan nafas aku pun mengangguk.

"gomawo", ujar ku pada akhirnya. Aku tidak ingin disebut sebagai orang yang tidak tau terimakasih, meskipun bukan aku yang memintanya.

bagaimana dengan persiapanmu ke Seoul besok?", tanyanya mengubah topik pembicaraan.

"tidak ada yang perlu di siapkan", balasku acuh.

"Ya... bagaimana bisa kau setenang itu, kau akan menerima penghargaan di sana. Kau tidak lupa kan, kau salah satu dari sepuluh mahasiswa yang terpilih, setidak nya kau harus membuat persiapan" sarannya.

Mendengarnya berkata seperti itu sedikit mengubah pandanganku. Bisa sesederhana itu jika aku mau, tapi nyata nya Seoul adalah tempat yang paling ingin ku hindari. Akan beda cerita nya jika tempat penerimaan penghargaan itu tidak di sana melainkan tetap di Busan, mungkin saat ini aku tidak akan bisa tidur sangking tidak sabarnya menunggu esok tiba.

Dan hari esok benar-benar sudah tiba. Apa yang aku takutkan terjadi, aku tidak bisa tidur semalaman dan kafein dari kopi yang ku minum sebelum nya memperparah insomnia ku.

Aku menatap diriku di depan cermin setinggi batas dada. Dress pemberian Nami yang sempat ku tolak kini sudah melekat pas di tubuh ku. Aku hanya perlu memakai stoking gelap lalu bot hitam ku dan mantel, dan aku rasa cukup sempurna kecuali rambutku. Aku bingung mau ku apakan rambut ku ini dan setelah memikirkannya cukup lama aku memilih mengikat nya menjadi satu.

Ku lirik Naemi yang masih bergelung dengan selimut nya, cuaca sedang dingin di luar sana dan bermalas-malasan di rumah menjadi godaan paling besar. Oh, seandai nya aku tidak harus pergi ke Seoul.

"Naemi-ya, aku berangkat"

"hmm. Hati-hatilah, dan semoga hari mu menyenangkan", balasnya teredam di antara bantal dan selimutnya.

*

Perjalanan selama hampir tiga jam, ku lewati bersama Audi hitam yang ku pinjam dari Naemi. Aku tidak bisa mengandalkan mobil ku karena benda itu bisa saja menyusahkan ku di tengah jalan.

Menatap langit kota Seoul membuat ingatanku melayang jauh. Aku ingin melupakan nya dan aku berhasil melakukan nya namun terkadang masih ada celah kecil yang membuat ingatan itu kembali keluar. Seperti saat ini, saat kaki ku menginjak di tanah kota Seoul, saat langit di atas sana lebih cerah dari Busan dan udara sedikit lebih hangat untuk awal musim dingin, peristiwa itu kembali menyambangi ku.

Kehancuranku.

Aku masih terpekur pada kilatan memori busuk itu ketika seseorang datang menyapa ku. "Annyeong Bona, kenapa tidak masuk?"

Dia salah satu mahasiswa penerima penghargaan sama seperti ku. "Oh, annyeong Kyungsoo! Ne aku akan masuk", balasku basa-basi lalu kami masuk bersama.

Universitas Busan adalah salah satu universitas yang di banggakan di Korea Selatan tapi Universitas Seoul adalah impian semua mahasiswa di negeri ini. Aku masih merasa ini mimpi, berdiri di sini di antara murid yang terpilih dari berbagai universitas. Kebanggaan ini jelas tak terukur.

Aku duduk pada urutan ke dua dari panggung utama, sederet dengan mahasiswa dari universitas ku. Semua yang ada di sini menakjubkan, mulai dari pilar-pilar tinggi yang menyangga gedung besar ini, lalu layar besar di atas panggung yang justru mengingatkan ku pada acara konser boyband ternama. Semua orang yang datang memakai setelan resmi dan sekali lagi aku bersyukur Naemi membelikan dress ini pada ku. Karena jika tidak, mungkin aku akan mengenakan celana jeans dan kemeja. Tidak ingin membayangkan jika seandai nya baju itu yang ku kenakan , tidak sesuai drescode dan pasti nya akan sangat memalukan.

Aku sempat mendengar bahwa akan ada beberapa orang penting yang akan berpidato nanti nya, dan dari sekian yang ku ketahui hanya rektor universitas Seoul selebih nya aku tidak tau.

"Bona-ya, setelah acara ini apa rencana mu?"

Kyungsoo yang duduk persis di sebelah ku bertanya sambil berbisik kepadaku. Aku menoleh, cukup heran dengannya. Baiklah ,kami bukan teman akrab di kampus. Maksud ku, kami bahkan hampir tidak pernah bicara sebelum nya dan pertanyaannya meski terdengar santai, tetap saja membuatku canggung.

"ehm, tidak ada. Mungkin pulang"

Reaksi pria bermata bulat ini sungguh berlebihan, mulutnya terbuka lebar dengan alis kiri terangkat. Itu sedikit menyinggungku, apa ada yang keliru dengan jawaban ku?

"Jangan langsung pulang. Hei ini di Seoul. Bagaimana kalau kau ikut dengan ku saja. Aku dan yang lain nya berencana merayakan ini nanti"

Aku berpikir sejenak, ada benar nya juga apa yang di ucapkannya. Akan melelahkan jika langsung pulang dan mengendarai selama 3 jam lagi.

"hmm.. ne, baiklah"

"oh oke, kau bisa semobil denganku nanti"

"a... aniyaa tidak perlu, aku bawa mobil sendiri"

Kyungsoo mengangguk-anggukan kepala nya, lalu tersenyum senang ke arahku dan ku balas dengan senyuman kikuk. Oh, ya ampun.

Aku kembali beralih ke mimbar yang ada di atas sana. Menurut perhitungan ku sudah ada tiga orang yang berpidato, dua orang lelaki dan yang terakhir itu seorang perempuan. Ehm, usia paruh baya, mungkin seusia ibu ku. Dia seorang sarjana psikolog dan aku tertarik untuk menyimaknya, dia mengangkat tema" kekerasan seksual pada anak".

Wanita itu telah turun dari mimbar dan pembawa acara kembali memanggil narasumber lain nya.

"selanjut nya, dengan segala hormat kami persilahkan Presdir Park Chanyeol, CEO sekaligus owner Park interprise holding"

Suara riuh tepukan tangan terdengar lebih keras dan serentak mengiringi satu lagi pria berjas dengan dompet tebal dan mungkin tidak ada bedanya dengan dua pria paruh baya tadi, naik menuju mimbar.

Aku mendengar selentingan orang berbisik di samping kanan kiri ku, tidak begitu jelas tapi justru membuat ku penasaran. Ah, matda. Aku tau apa yang membuat kebanyakan dari mereka tidak bisa diam. Rupanya aku telah salah mengira. Dia bukan pria dengan perut buncit atau pria dengan rambut hitam yang tidak alami. Sulit di tebak, tapi pria itu bisa di pastikan berusia di bawah 30 tahun, mungkin 26 atau 27, entahlahh.

Paras nya sangat surgawi, apa aku berlebihan. Dia pria yang sangat tampan, bibir nya penuh, hidung nya mancung dan tatapan nya begitu tegas, tajam penuh intimidasi.

Tatapan ku berpindah di sekitar lengan nya yang terjulur ke depan. Jari-jari nya lentik dan panjang, bagaimana rasa nya bila di sentuh oleh jari itu? Oh, aku mulai gila.

Satu pemahaman baru muncul, aku tidak melihat cincin tersemat di sana bisa di pastikan bahwa dia pria lajang atau setidak nya belum menikah.

Pria tampan, single dengan label kaya raya, dari pidato nya dia juga terdengar cukup intelektual. Dunia memang tidak begitu adil.

"Bagi ku bisnis adalah tentang bagaimana kau bisa mengontrol dan mengatur. Karena saat kau bisa melakukan dua hal itu, maka keuntungan akan datang sendiri seperti air mengalir"

Seseorang yang gila kontrol. Aku mendengus pada diri ku sendiri entah mengapa itu seperti sebuah lelucon yang briliant.

Mungkin karena terlalu fokus menyimak tidak terasa segmen pidato dari narasumber berakhir. Inilah saat yang di tunggu hampir semua mahasiswa di sini, penerimaan penghargaan.

Aku yakin mereka semua juga merasakan apa yang aku rasakan saat ini, duduk tegang menunggu giliran namanya dipanggil.

Rupanya pemanggilan berdasarkan universitas masing-masing. Satu kali naik ke atas panggung antara delapan sampai sepuluh orang. Aku tidak sadar sudah meremas jemari ku sendiri, aku benar-benar dilanda demam panggung akut. Aku menoleh ke samping saat merasakan seseorang memegang tanganku.

"Jangan gugup, sebentar lagi giliran kita" ujarnya.

Terus terang aku tidak begitu suka dengan yang di lakukan Kyungsoo pada ku. Tanpa ada maksud menyinggungnya, aku menggeser tangan ku sendiri hingga terlepas dari genggaman nya lalu memberi nya sedikit anggukan.

Namaku benar-benar di panggil, dengan kikuk aku berjalan mengekori mahasiswa lain nya di depanku. Dari Busan sendiri ada sepuluh mahasiswa termasuk diriku. Sekali lagi kami berjejer di atas panggung, dan aku cukup beruntung mendapat tempat paling ujung, itu tidak masalah asal bukan yang pertama.

"Kami persilahkan presdir Park Chanyeol dari Park interprise holding untuk menyerahkan piagam penghargaan"

Apa? CEO tampan itu yang akan menyerahkan penghargaan nya. Benar-benar sebuah keberuntungan, maksudku, aku bisa menyentuh jemarinya bukan. Apa yang sedang kau pikirkan, Haisshh Kim Bona..

Aku kembali gelisah berada di ujung, ternyata tidak mengasyikan berada paling akhir, harus nya tadi aku memilih posisi di tengah-tengah saja. Aku memutar-mutar kalung dengan liontin bintang pemberian ayah kandungku, itu sering ku lakukan saat aku merasa gugup. Di dalam hati aku berdoa, semoga ini segera berakhir.

"Chukahamnida"

Aku mendengar dia memberi selamat kepada Kyungsoo yang berada persis di sebelahku. Mereka saling berjabat tangan lalu pria itu memberikan pelukan singkat khas para pria serta tepukan di punggungnya. Oh, tidak apa dia sudah selesai dengan nya? Jadi sekarang giliran ku?

"Namamu Kim Bona, mahasiswi jurusan art dan design universitas Busan", ujarnya, suara bash seraknya terdengar lembut dan santun seperti yang sudah-sudah.

"Nde", balas ku sedikit membungkuk. Aku seribu kali bersyukur suaraku tidak bergetar, meski aku sangat yakin wajahku sudah semerah kepiting rebus saat ini.

Dia menyerahkan piagam yang disusul kemudian sebuket bunga, dengan urutan yang sama seperti lain nya. Aku masih tidak percaya, aku berdiri disini di hadapan CEO perusahaan terbesar di Korea dan berkesempatan memegang jarinya, yah baiklah menjabat tangannya. Ini hal yang luar biasa, aku tidak sabar ingin menceritakan semuanya pada Naemi.

"Chukahamnida", dia mengulurkan tangan kanan nya yang langsung ku sambut dengan antusias. Aku rasa terlalu antusias dan itu sedikit membuatku malu. Aku membungkuk memberikan hormat begitupun dia, dan seketika aku langsung menyesali tindakanku itu karena dengan begini aku mampu mencium dengan jelas aroma nya yang sangat memabukan. Entah parfum merek apa yang dipakainya, yang jelas itu berpotensi membuatku gila detik ini juga.

" Akhh...", aku setengah mendesah, tetap menjaga suara ku agar tidak meninggi. Sial, liontin kalung ku tersangkut di pergelangan jas nya.

"jangan bergerak!", ucapnya memperingati, dan aku hanya bisa diam, terlalu malu untuk melihat wajahnya nanti. Aku harap lantai di bawahku ini mau menelanku saat ini juga. Ini sungguh sialan memalukan.

Aku tidak tau dengan apa dia melepasnya, karena tidak butuh waktu lama hingga akhirnya aku terbebas.

"kau bisa kembali tegak"

Aku seperti merasa ling-lung seketika, bodoh dan sangat malu. Hari yang ku rancang sempurna sedikit cacat karena hal sepele seperti ini.

"tidak apa-apa,, sekali lagi, ku ucapkan selamat!"

Dia masih bisa tersenyum sementara jantungku sudah menggelepar jauh.

"gamsahamnida", ku putuskan untuk berterima kasih atas piagamnya juga atas menyelamatkan harga diri ku dan nyawaku yang masih berada di tempat nya sebelum tercecer di lantai marmer.

*

"Cheerss!"

Dentingan beberapa gelas dan sekaleng cola milikku menandai dibuka nya acara perayaan sore ini. Seperti yang sudah direncanakan aku ikut serta di dalam nya.

Kalau boleh jujur sebenarnya aku tidak begitu suka tempat ramai dan bising seperti ini. Aku lebih suka perayaan semacam makan malam di tempat yang tenang. Namun aku sudah terlanjur berada di sebuah club di Seoul, jadi mau tidak mau tetap harus menikmatinya. Seandainya Han Naemi yang di sini, wanita itu pasti akan langsung bersorak dan menjadi ratu pesta.

"Bona-sshi, kau tidak mencoba wine ini?", suara Kai terdengar bersahutan dengan suara musik club.

"tidak usah, aku menyetir", tolakku membuat gerakan semacam menyetir lalu kembali menyeruput cola.

"segelas tidak akan membuatmu mabuk, percayalah"

Kai mengambil kaleng cola ku lalu mengganti nya dengan segelas cairan dingin tak berwarna. Aku meliriknya sekilas dan pria itu malah semakin mendorong ku untuk mencobanya.

*

Sialan, kepala ku mulai berdenyut padahal aku hanya minum segelas. Setelah pamit untuk pulang, aku menuju tempat parkir dan mencoba percaya kalau aku mampu menyetir tiga jam.

Tiga jam perjalanan mungkin hanya prediksi karena dengan kecepatan dibawah 60km/jam aku tidak cukup yakin. Aku tidak bernyali untuk menambah laju mobil ku, selain karena kebodohanku sudah meneguk minuman itu juga aku tidak ingin terkena masalah dengan polisi untuk saat ini.

Tidak ada musik yang ku nyalakan membuatku mampu mendengar nada dering ponselku yang meraung. Memasang headset sejenak lalu menjawab panggilan nya.

"eomma,"

"Kim Bona, ku dengar kau di Seoul, apa itu benar?"

Sial, aku lupa memberitahu eomma.

"Ne, aku menerima penghargaan di universitas Seoul"

"sayang, kenapa tidak memberitau eomma terlebih dahulu. Eomma khawatir saat mendengarnya dari Naemi "

"gwaenchana eomma, acaranya sudah selesai dan sekarang aku sedang dalam perjalanan pulang"

"ya sudah kalau begitu, eomma lebih tenang sekarang"

Ujar nya rendah, namun yang ku tangkap justru ada beban berat dari suaranya. Aku harap eomma tidak akan mengingatkanku pada peristiwa itu. Aku yakin bahwa aku sudah melupakannya.

"Eomma waegurae? bukan hanya tentang kepergianku ke Seoul saja kan yang ingin eomma katakan"

"sayang, maafkan eomma. Eomma tidak tahu lagi harus bicara pada siapa?"

"eomma, marhaebwa"

"John, dia dibawa polisi"

"Mworago!?!? Bagaimana bisa?"

John adalah suami ke tiga eomma, ayah tiri ku lagi. Dia seorang pria berkebangsaan Inggris dan setelah menikahi ibuku, mereka menetap di Jeju. Ada bisnis semacam pariwisata di sana.

Aku tidak keberatan saat eomma mengatakan akan menikah dengannya, eomma juga mengatakan dia pria yang baik walaupun tidak sekaya suami sebelumnya-ayah tiri ku yang pertama. Satu hal yang tidak aku setujui hanyalah untuk tinggal bersama mereka, aku tidak mau, mungkin karena rasa takutku atau apalah. Aku memilih untuk menetap sendiri di Busan.

Ayah kandungku telah meninggal saat aku berada di tingkat akhir sekolah menengah pertama. Pekerjaannya lah yang membuat nya pergi untuk selamanya. Ayahku adalah seorang pemadam kebakaran dan saat ada kebakaran hebat di sebuah rumah milik keluarga chaebol di Seoul, ada sekitar delapan orang termasuk ayahku yang ikut gugur saat melakukan penyelamatan. Kami sangat berduka meskipun ayah sering bilang bahwa ia bangga dengan pekerjaannya dan seandainya ia harus mati pun yang ia ingin itu untuk pekerjaannya. Dia seorang yang sangat berdedikasi. Namun tetap saja, kepergian nya yang begitu cepat membuat kami semua berduka.

Saat aku menginjak di awal sekolah menengah atas, ibu menikah lagi dengan seorang duda kaya. Awal nya pria itu mengatakan dia mencintai ibu ku, bukan hanya sekedar balas budi karena rumah nya lah yang terbakar dan mengakibatkan ayah ku dan rekan team nya meninggal. Tapi orang brengsek itu justru menyakitiku, dia menghancurkanku, merendahkanku. Aku tidak ingin mengingatnya lagi.

Ibu mengetahui tindakan bejatnya, mereka bercerai dengan hanya tiga bulan pernikahan. Aku dan ibu pindah ke Busan, karena bagi kami Seoul adalah tempat terkutuk. Di sanalah ayah kandungku meninggal dan di sana pula aku direndahkan.

Dan suami ketiga eomma sekarang, aku tidak begitu mengenalnya. Eomma sering bilang dia sosok yang lembut dan penyayang. Aku merasa tidak enak hati dengannya, karena traumaku ini, aku tidak bisa menganggapnya sebagai ayah. Aku sudah sering meminta maaf dan dia tidak keberatan.

"John menandatangani surat jaminan pinjaman untuk temannya, tapi sahabatnya itu malah menghianatinya. Dia membawa kabur uang nya dan membebankan semuanya pada John. Dan sekarang jika tidak segera melunasinya, John akan di penjara", eomma menjelaskan dengan suara bergetar, aku yakin dia sedang menangis sekarang.

"berapa? Berapa yang harus di lunasi?", aku bertanya seolah aku bisa membantunya.

"satu juta USD"

Bahuku lemas seketika, satu juta dolar Amerika itu bukan jumlah yang sedikit.

"Mwo? Ini gila. Bagaimana dia bisa menjaminkan dirinya untuk satu juta dolar...???"

"eomma tahu, kau tidak perlu khawatir sayang. Eomma akan mencari jalan keluarnya sendiri. Hati-hati pulangnya, eomma menyayangimu"

Aku masih memikirkan satu juta dolar itu, hingga seketika pikiranku tertuju pada eomma. Apa yang akan eomma lakukan, menjual seluruh aset yang mereka miliki pun tidak akan cukup. Ah, sungguh sialan.

Aku menekan pedal gas mobil ku lebih dalam, aku baru sadar jika kecepatanku meningkat. Semua ini membuatku hampir gila, tidak bisakah aku menikmati dulu penghargaan yang baru saja ku dapat?

Aku mengerang, kesal, marah pada diriku sendiri karena tidak ada yang bisa ku lakukan. Aku ingin sekali membantu eomma, tapi satu juta dolar.... apa harus menjual ginjal dulu??

Kepanikanku bertambah seketika, aku tidak sadar jika aku sudah keluar jalur. Bagaimana ini? Ku banting stir kemudiku di kanan menghindari tabrakan dari arah berlawanan. Sial, mobil di belakangku terlalu cepat, ini tidak akan berhasil, pasti kena.

"Tuhan, ku mohon tolong aku"

Aku mendengar decitan ban mobil keras sekali menggesek aspal lalu suara gebrakan entah dari apa itu, benturan yang cukup keras. Aku hampir terkoyak dan masih beruntung dengan sabuk pengaman yang ku kenakan.

Kepalaku seperti dipukul baja, ada sesuatu yang mengalir dari atas. Baunya amis. Aku terbelalak saat melihat darah di kepala ku. Apa ini waktunya Kau memanggilku? aku tidak tau jika rasanya se menyakitkan ini, tapi aku senang, setelah ini kedamaian akan ku dapatkan. Mata ku terasa berat, bau anyir itu tidak lagi tercium dan aku kehilangan rasa pada tubuhku lalu semuanya menjadi gelap.

Appa, bogoshipda...

*

Aku melihat cahaya kecil seperti nyala lilin. Aku seperti berada di sebuah lorong gelap memanjang, aku mampu melihat ujungnya namun itu terasa begitu jauh. Mungkin butuh waktu yang lama untuk sampai di sana. Cahaya temaram itu berangsur memudar memberi penerangan di seluruh lorong gelap itu. Bukan, bukan sebuah lorong kosong melainkan sebuah ruangan yang penuh dengan benda. Aku mencium bau desinfektan, bau obat yang kuat hingga sebuah pemahaman muncul. Aku pasti sedang berada di rumah sakit.

Aku terbaring di sebuah ranjang besar, terlalu besar untuk ukuran ranjang rumah sakit, di depan sana ada lcd tv serta seperangkat home theater. Dindingnya berwarna krem sementara langit-langit atapnya putih dengan lampu kristal di atasnya. Terlalu mewah. Ini bukan rumah sakit melainkan sebuah suit room, seperti hotel bintang lima. Kali ini aku tidak begitu yakin.

Tubuh ku terasa kebas dan kepalaku berdenyut hebat, ini sangat tidak nyaman. Aku harus bangun tapi otot-otot ku melemas, mereka tidak mau diajak kerja sama. Aku mengerang sekali lagi dengan ketidak berdayaanku ini. Aku hampir melupakan hal penting lain nya, kalau aku bisa di sini lalu bagaimana dengan mobil nya. Itu mobil yang ku pinjam dari Naemi, bagaimana caraku menjelaskan padanya nanti?

Suara pintu terbuka berhasil mengalihkanku, seseorang masuk dari luar. Aku tidak mengenalnya, seorang pria berjas usia paruh baya. Dia berjalan mendekat, seperti sedang memeriksaku. Aku tidak mau dia mendekat, dengan cara apapun aku berusaha menyembunyikan tubuh ku lebih dalam lagi pada selimut. Rasa takut itu muncul lagi, ku mohon pergilah.

"agassi sudah sadar?", tanyanya. Suaranya lebih formal dan ramah. Aku tidak merasa dia akan menyakitiku.

Dia tersenyum lalu keluar di pintu yang sama. Aku merasa lega yang teramat. Tapi apa yang ku lakukan, seharusnya aku bertanya pada nya. Oh, begitu bodohnya aku, ku rasa.

Tidak lama setelah pria berjas tadi keluar, datang lagi seorang. Dia berjalan dengan ringan masih sibuk berbicara di ponsel androidnya. Aku hampir saja tidak mengenalinya seandainya pria itu tidak bersuara. Dia sangat berbeda dari kesan pertama yang ku dapat. Pria itu hanya mengenakan t-shirt putih polos dan celana jeans belel biru gelap, rambutnya acak dan sama sekali tidak memperburuknya. Kesan CEO sebuah perusahaan besar di Asia memang tak lagi nampak, namun nada bicara serta sorot mata pria itu masih saja penuh intimidasi.

Tanpa sadar aku menelan ludahku sendiri saat melihat pria itu menutup percakapannya ditelpon. Oh tidak, sekarang dia justru fokus padaku. Mendadak aku merasa sulit membedakan mana kanan mana kiri, semua pemahaman itu tersapu begitu saja. Aku tidak bisa bernafas.

"Nona Kim, kau sudah sadar? Bagaimana keadaanmu?", tanyanya semakin mendekat hingga tubuhnya berada persis di tepi ranjang.

"sudah lebih baik. Bagaimana Anda bisa di sini? Dan di mana aku berada?"

"kau di rumahku"

"Apa?", aku sadar nada suaraku meninggi. Segera aku menunduk untuk menghindari tatapannya yang tidak manusiawi itu.

"Kau mungkin akan salah paham, mengapa kau tidak ku bawa ke rumah sakit malah justru ke rumahku, itu karena aku tidak suka berurusan dengan polisi"

Aku seratus persen terkejut mendengar ucapannya yang terkesan meremehkan itu. Bagaimana bisa dia melakukan hal ini padaku, apa dia sengaja untuk menyembunyikan kejahatannya?

"Apa kau takut polisi akan menyalahkanmu karena sudah menabrak ku?", aku menyeringai merasa menang telak.

"ada sedikit yang perlu di luruskan. Pertama, bukan aku yang menabrakmu melainkan mobilmu yang menabrak pembatas jalan dan kebetulan mobilku yang berada persis di belakangmu jadi akulah saksi matanya"

Aku mulai mengingat-ingat peristiwa itu lagi, dan sepertinya, dia benar.

"kedua, ada bau alkohol dari mulutmu. Seandainya kau tidak mabuk pun, kau tetap akan di salahkan karena menyetir setelah meminum alkohol..."

Oh, dia benar sekali. Kali ini aku yang kalah telak dan parahnya aku tidak bisa lagi bersembunyi dari rasa maluku ini. Sialan!

"lalu bagaimana dengan mobil nya? Apa rusak parah?" aku bertanya pelan, bukan untuk mengalihkan tapi aku benar-benar ingin tahu kondisi Audi Naemi itu.

"kau tidak mencemaskan tubuhmu melainkan mobilmu?" dengusnya tidak percaya.

"ku mohon, katakan saja separah apa kondisinya?"

Aku melihat kilatan mata nya saatku ucapkan kata mohon. Aku tidak mengerti mengapa.

"hanya bagian kap depan nya saja, sudah di urus kau tidak perlu khawatir"

Suara ketukan pintu menginterupsi obrolan kami.

"masuklah", ucap pria itu dan lantas seorang wanita paruh baya masuk dengan menenteng senampan makanan. Oh, bau masakannya harum sekali membuat cacing-cacing di perutku memberontak.

"saya membawakan makanan semoga anda menyukainya nona", ujarnya rendah setelah sebelumnya membungkuk hormat pada Park Chanyeol. Ahjumma itu meletakan nampan pada meja nakas samping ranjang lalu undur diri kembali ke dapur.

"gamsahamnida" ucapku senang namun aku tidak berani langsung menyentuhnya meskipun perutku sudah sangat melilit. Pria itu masih berdiri memperhatikanku seolah tidak ada lagi yang bisa dipandanginya, dan itu membuatku merasa risih.

"mengapa tidak dimakan? Kau tidak suka makanannya?"

"aniya, aku suka. Jalmotge seumnida!" aku mulai tidak tahu diri.

Dengan kikuk aku meraih nampan lalu meletakannya di kedua pahaku, dan dia masih saja menatapku.

Terus terang aku merasa tidak nyaman dengan keberadaannya disini, apalagi tatapannya yang sedari tadi tidak pernah lepas dariku. Aku ingin sekali mengusirnya keluar jika tidak mengingat ini adalah rumahnya.

"mengapa kau menolongku? Kau bisa saja meninggalkanku kalau kau benar-benar tidak ingin berurusan dengan polisi kan?", aku bertanya disela-sela suapa ku. Aku tidak peduli dengan kesopanan, dia juga tidak sopan menatap orang yang sedang makan.

Namun yang ku dapat justru sebaliknya, dia memberikan tatapan mata yang lebih intens, lebih kuat yang mungkin mampu menghancurkan apapun yang ada di depannya. Dan sialnya yang ada di depannya adalah aku.

"Karena aku menginginkanmu, Kim Bona-sshi"

To be continued...

Haii readerss!!! Gimana, aneh ya? Maaf deh kalau part satunya rada-rada nggak nyambung dan ngawur. Aku tahu kok, pasti banyak miss di FF ini. Maaf aja bagi kalian yang kurang puas atau kurang suka. Mudah-mudahan part selanjutnya bisa lebih baik dan lebih jelas. Jangan lupa vote dan komenny ya, chingu. Gomawo ^^

Continue Reading

You'll Also Like

718K 70.3K 41
๐‘ซ๐’Š๐’•๐’†๐’“๐’ƒ๐’Š๐’•๐’Œ๐’‚๐’ J. Alexander Jaehyun Aleron, seorang Jenderal muda usia 24 tahun, kelahiran 1914. Jenderal angkatan darat yang jatuh cinta ke...
57K 3.1K 7
meskipun kau mantan kekasih ibuku Lisa๐Ÿ˜ธ (GirlxFuta)๐Ÿ”ž+++
376K 31.3K 58
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
182K 17K 30
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...