JUST A DREAM

By Mamakrong

171K 4.1K 57

REVISIAN UP SESUKA HATI DAN MOOD JANGAN LUPA FOLLOW ME! "Katanya jadi tokoh utama tuh punya banyak keberuntun... More

2รท2
โˆš4
10 x โˆš9 รท 10
โˆš4 x 2
5+1
Tujuh

โˆš25

6K 499 0
By Mamakrong

Kewarasan kadang kala sering di pertanyakan saat masalah datang terus tanpa jeda. Untungnya Clara masih waras untuk tidak berteriak di hadapan Kean. Lagipun nyalinya tidak sebesar itu.

Yah, seharusnya Clara tahu bahwa Kean Adisty Mananta itu sosok yang temperamental. Benar begitu kan?

Sejujurnya, Clara tidak menamatkan bacaan cerita itu karena terlanjur ngeri dan tak suka akan kekejian Kean. Lebih-lebih lagi, jika sudah berkaitan dengan sang antagonis.

"Hah, kalau begini caranya pintu gak bakal ke buka sedikitpun. Jangankan pintu, hatinya aja batu banget."

Clara lelah. Sudah satu minggu ini dia beraktivitas layaknya sebuah pembantu supaya bisa di lirik oleh Kean.

Dari makanan yang tersaji dan pakaian yang selalu Clara cuci tidak pernah mendapatkan respon yang baik. Yang membuatnya sakit hati itu, makanannya selalu berakhir di tempat sampah. Yah, walau pakaian Kean yang Clara cuci juga ujung-ujungnya di bakar.

Clara kembali menghembuskan nafas berat. Sungguh, bukan hanya nafasnya yang berat tapi seluruh tubuh dan pikirannya berat karena beban.

Beban itu tidak lain Kean.

"Bodo ah, mati ya mati. Daripada nanti aku malah mati gara gara kecapean kayak gini, mending diem aja nunggu ajal tiba." kata Clara tersenyum sumringah.

Idenya tidak buruk. Clara bisa leha-leha tanpa memikirkan tugas atau pekerjaan. Ah, baru memikirkannya saja Clara sudah senang.

Dia tidak sabar!


______

______

______

______

______

Bohong!

Nyatanya Clara sudah bosan sekali. Dia memang tidak suka bekerja terus, tapi leha-leha tanpa ada aktivitas itu sangat membosankan, apalagi tidak ada gadget.

Guling sana, guling sini, Clara sudah mengabsen setiap sudut apartment untuk di tempati. Semuanya sudah Clara lihat-lihat kecuali kamar Kean.

Pintu coklat itu tertutup rapih, seolah menandakan untuk tidak bermacam-macam melewati. Sayangnya Clara sudah bosan dan juga penasaran dengan isi kamar Kean.

"Orangnya juga lagi kerja kan? Paling pulang sore lagi, kayaknya gak papa kalau masuk sebentar."

Perlahan tangan Clara meraih kenop pintu, dia memutarnya dan berhasil membuka perantara itu.

"Yes, gak di kunci!" girang Clara.

Dia langsung membukanya dan pemandangan kamar yang gelap menyambutnya.

"Dia hidup di goa ya? Gelap banget."

Clara menyalakan lampu. Dan begitu cahaya terang menyelimuti kamar Kean, Clara tidak bisa untuk tidak terperangah.

"A-apa-apaan ini? Dia penguntit ya?"

Bulu roma Clara nyaris berdiri semua. Di sepanjang dinding kamar yang bercat abu itu di penuhi oleh potret seorang gadis.

"Dia siapa?"

Gadis itu teramat cantik. Wajah ayu yang memperlihatkan kekhasan negeri asia, dengan kulitnya yang kuning langsat.

"Dia gadis yang membuat aku di kurung di sini ya?" Clara menghembuskan nafas panjang, sepertinya dia lebih beruntung dari gadis itu.

"Hah, syukur sih dia kabur dari laki-laki gila. Eh, seharusnya aku kasian sama diri sendiri. Tiba tiba di tubuh orang, di kurung lagi. Masih untung gak di sakitin sih,"

Takut waktu terbuang percuma, Clara mencoba mencari sesuatu untuk bisa melarikan diri. Dari mulai laci, lemari, bahkan kamar mandi pun tidak ia lewatkan.

"Haish, kamar ini terlalu bersih. Emang ini cuma tempat tidurnya doang, gak ada berkas berkas apapun!"

Tak sengaja netra Clara menatap jendela yang menampilkan keadaan di luar. Berbeda dengan kamarnya, kamar ini sepertinya memiliki balkon.

Matanya berbinar terpikirkan sesuatu.

"Aku bisa kabur!"

Clara membuka pintu balkon dan segera keluar dari kamar itu. Dia melirik ke bawah. Soalnya ini terlalu tinggi untuk melompat.

"Bisa mati kalo aku loncat dari sini, paling tidak ini ada di lantai 7. Gak matipun, tulangku pasti patah-patah."

Begitu caranya, lebih baik Clara diam dari pada terbujur kaku di rumah sakit. Bukannya lari, dia malah di larikan ke rumah sakit. Clara kembali menghela nafas, dia melemaskan bahunya pertanda frustasi.

"Hai? Kamu penghuni baru?"

"Oh?" Clara menoleh, dia menemukan sesosok pria berjubah mandi dengan sepuntung rokok yang di jepit di sela jarinya.

"Kamu siapa?" tanya Clara spontan.

Pria itu tampak seperti preman. Telinga di pasang anting, hidung di tindik, dengan tato bergambar abstrak di lehernya. Tawanya pun terlihat mengerikan.

"Bukankah aku lebih dulu bertanya?"

"Ah, aku sudah 3 bulan disini." Pria itu manggut-manggut.

"Anehnya aku tidak pernah melihatmu, padahal setiap hari aku mengunjungi adikku."

"Kau sedang berkunjung?" Nampaknya pria itu sadar Clara melirik-lirik jubahnya yang mana ada tanda merah sembunyi malu malu.

Susah pasti pikiran Clara tidak sesuci itu. Dan Clara memandang pria itu dengan pandangan yang cukup merendahkan dan menjijikan.

Anehnya pria itu tidak tersinggung dengan tatapannya. Sebaliknya dia santai bersandar pada pagar dan kembali menyesap dalam-dalam rokoknya.

"Siapa namamu?" tanyanya setelah lama diam.

"Aku? Aku Cla- maksud ku Matcha." Nyaris dia keceplosan menyebutkan nama aslinya.

"Ptf-"

Clara mendengus, "Jangan tertawa! Salahkan orang tuaku yang memberi nama seperti itu!"

"Kau?" tanya Clara mengalihkan pembicaraan.

"Kau bisa panggil aku Jo," Jo tersenyum tipis, kali ini kesangarannya menghilang. Alih alih mengerikan, Jo nampak seperti anak kecil.

"Ngomong-ngomong, kau mau masuk? Adikku sedang masak,"

Bagaimana pucuk di ulam cinta pun tiba, Clara langsung sumringah. Ini yang sedari tadi ia inginkan.

"Boleh?"

Jo mengangguk tidak masalah, "Tentu, kita kan tetangga."

Clara tanpa banyak bicara langsung melewati pagarnya, dan berjalan di tembok kecil yang bisa ia injak supaya bisa pindah apartment.

Jo yang melihatnya terkejut. Tidak pernah terpikirkan, gadis yang ia ketahui namanya Matcha itu bertindak sembrono seperti ini.

"Hei! Apa yang kau lakukan??"

Panik? Tentu. Jo langsung bergerak mendekatinya.

Clara tersenyum senang.

"Ini bukan apa-apa." katanya. Clara memang terbiasa memanjat, jadi hal ini tidak menakutkan baginya. Tapi, begitu melihat ke bawah, kakinya langsung gemetaran.

"T-tinggi banget!" Tubuhnya merapat ke dinding.

"Jo, aku tiba tiba takut." ucapnya ragu. Dia ingin kembali, tapi melihat jaraknya lebih jauh ke apartment Kean Clara merasa lebih ngeri.

Bagaimana jika dia tiba tiba jatuh?

Clara tidak berencana mati di umur muda begini, apalagi karena hal konyol.

Jo menyodorkan tangannya, "Jangan lihat ke bawah, ayo pegang tanganku."

Clara memandangnya ragu, "Tidak apa-apa. Jalan pelan-pelan saja. Aku akan menangkapmu," ujar Jo.

Mendengar kata penenang, Clara sedikit merasa lebih baik. Sedikit demi sedikit kakinya bergeser kearah Jo sampai akhirnya dia bisa meraih tangan besar itu.

Jo membantunya menaiki pagar. Sesampainya di balkon apartment Jo, Clara membungkuk menahan tubuhnya yang lemas.

"Tadi itu nyaris saja," gumamnya.

Jo yang mendengarnya langsung terbahak-bahak. Clara cemberut, "Hei, jangan tertawa! Ini gara gara kau juga, tau!"

Jo masih tertawa puas sampai sudut matanya mengeluarkan air mata.

"Aku tidak habis pikir, bisa bisanya kamu datang ke sini lewat situ, padahal maksudku aku akan membukakan pintu ke depan." jelas Jo sesekali tertawa.

"Itu kalau aku bisa membuka pintunya," gerutu Clara.

"Kamu bilang apa?" Jo mendekatkan tubuhnya.

"Tidak! Ayo masuk ke dalam, kau pasti kedinginan." ucap Clara menyelonong masuk meninggalkan Jo.

"Hei, siapa tamunya di sini?"

Jo geleng geleng sambil masuk ke dalam. Ada ada saja.

+Bersambung+
Ehe ada yang nungguin?
See you again nanti


Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 82.2K 35
Apa yang kamu lakukan jika mengulang waktu kembali? Tabitha Veronika Miller sosok gadis yang diberi kesempatan untuk mengulang waktu kembali, kematia...
138K 8.6K 24
"Hestama berhak tahu kalau ada bagian dari dia yang hidup di dalam rahim lo, Run." Cinta mereka tidak setara. Pernikahan mereka diambang perceraian...
5.4K 405 11
Seline hanyalah gadis yang polos dalam masalah percintaan, bahkan gadis itu sama sekali tak pernah menjalin hubungan seumur hidupnya. Walau begitu S...
STRANGER By yanjah

General Fiction

290K 33.2K 37
Terendra tak pernah mengira jika diumurnya yang sudah menginjak kepala empat tiba-tiba saja memiliki seorang putra yang datang dari tempat yang tak t...