ALTER

By nopitapll_

3.4K 328 202

𝐋𝐞𝐞 𝐓𝐚𝐞 𝐨𝐡, 𝐬𝐞𝐛𝐚𝐠𝐚𝐢 𝐚𝐲𝐚𝐡 𝐀𝐢𝐥𝐲 𝐦𝐞𝐦𝐢𝐥𝐢𝐤𝐢 𝐡𝐮𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐛𝐞𝐬𝐚𝐫 𝐤𝐞𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐌... More

I. Foederis
II. Coactio
III. Prisonnier
IV. Affare

V. Red Room

204 19 1
By nopitapll_


Sebelumnya maaf jika akhir² ini saya jarang sekali update, jadi mohon maaf ya jika penataan kata yang kurang jelas atau alur yang menurut kalian aneh, karena ini hanya sekedar hobby saya🙏🥺

Terima kasih, jangan lupa tinggalkan jejak ya! <3

Masih di dalam ruangan elegan ditambah interior yang unik namun tetap klasik, Vee masih duduk dengan sofa favoritnya menatap tajam kearah Aily yang masih duduk di lantai marmer. Jungkook hanya bisa diam menatap Vee yang benar-benar di luar pikirannya. bagaimana bisa, dengan mudahnya majikannya melontarkan kata-kata yang belum pernah ia lakukan.

Jungkook memang tidak sepolos itu, tapi ia tidak pernah melakukan hal hina seperti itu di depan majikannya apalagi ia sebagai tangan kanannya serta sekretaris pribadi Vee. Aily yang menatap Vee lalu menundukkan kembali menatap ke arah lantai marmer, ia tidak sudi melihat tatapan bagai tempat api neraka. Aily mencoba menelan air ludahnya yang sangat sulit untuk di tenggak, ia menangis dalam diam.

Ia selalu menangis, kata itu membuat Aily semakin rapuh. Aily benci kata itu, tapi kenyataannya ia tidak bisa menghentikan air mata yang terus deras. "Aku ingin melihat, bagaimana jalang murahan yang merangkak di tubuh seorang sekretaris." Ujar Vee dengan tatapan menilai. Aily ingin sekali menampar wajah jahanam itu lalu keluar dari rumah setan ini.

Namun, itu hanyalah bayangan Aily, kenyataannya tidak bisa dilakukan oleh Aily sendiri. Ia berdiri saja sudah tidak kuat apalagi melawan Vee dengan banyaknya anak buah Vee di luar sana. ia pun mengurungkan angan-angan tersebut.

"Aku tidak akan melakukannya."

Suara lirih itu membuat Vee semakin marah. Entah keberanian dari mana, Aily menjawab dengan yakin bahwa semua akan baik-baik saja, meskipun dirinya mati karena perbuatan Vee, ia pun tetap akan mempersilahkan tapi jika Aily mati duluan, ia tidak akan mengampuni apa yang dilakukan Vee dan akan terus menggentayangi orang yang selalu menyakiti dirinya.

Aily menatap wajah dingin Vee yang selalu menghiasi di area muka nya. Aily berusaha untuk berdiri meskipun rasa nyeri disetiap bagian tubuhnya masih terasa sakit. "Aku bukan budak ataupun pembantu dan bukan jalang murahan yang merangkak hanya untuk mendapatkan uang, aku bukan bagian dari semuanya." Ucap Aily dengan penuh keberanian, namun di dalam hati masih ada rasa kegelisahan dan ketakutan. Ia tidak memakai kata yang formal untuk menjawab semua pertanyaan atau embel-embel Tuan? tidak lagi.

Aily maju selangkah lalu mengangkat tangan kanannya, menunjuk kearah Vee yang masih duduk dengan angkuh. "Lihatlah! kau hanya seorang pengusaha. tidak lebih, jadi jangan seolah-olah kau menciptakan semua hanya untuk dirimu, diatasmu masih ada orang yang lebih besar darimu!" Aily berteriak untuk pertama kali nya, dirinya marah karena diperlakukan seperti hewan. Jungkook hanya menonton, dan baru kali ini Jungkook melihat seorang wanita yang berani berbicara keras ke arah majikannya.

Vee yang di kenal dalam dunia bisnis gelap, memang tidak semua orang tahu kalau Vee juga bagian dari bisnis gelap dan barang ilegal, ia juga keturunan campuran orang Italia yang dimana kakeknya keturunan kelompok geng mafia, tapi kakeknya dulu menolak menjadi anggota keluarga mafia dan merantau jauh dari keluarga tersebut.

Vee yang melihat itu, bungkam lalu bertepuk tangan dan tertawa keras layaknya peran antagonis. Vee berdiri, mengambil gelas yang berada di atas meja lalu menuangkan minuman anggur dan meminumnya sampai habis. ia pun melihat gelas yang ada di genggamnya lalu melempar keras tepat di samping Aily dan itu membuat Aily reflek menutup kedua telinganya dengan jemari nya.

Vee tersenyum, namun bagi Aily itu adalah senyuman kegelapan. "Dasar pembangkang."

"Brando, bawa wanita kotor ini ke lantai paling bawah!" Teriak Vee sehingga Brando bisa mendengar lewat jam yang terbuat dari teknologi canggih, Brando pun berlari masuk kedalam ruangan kerja Vee dan bertanya.

"Baik Tuan, Tapi dia akan ditaruh di mana Tuan?"

"Apa kau buta? disana hanya ada satu tempat!"

"Tuan ingin memasukkan wanita ini ke dalam Red Room?" Tanya Brando.

"Tutup mulut mu atau aku akan menarik lidahmu sampai putus agar tidak bisa berbicara lagi."

"Maaf Tuan, saya akan melakukannya." Brando pun menyeret Aily dengan paksa, "Brengsek! Lepaskan aku, aku tidak akan menyesali perkataan ku, lepaskan aku!" Aily ditarik paksa hingga pintu tertutup rapat. Jungkook yang menyadari sekarang bahwa majikannya ini sudah gila.

Jungkook berdiri lalu berlari kearah Vee, "Tuan, apa anda sudah gila?! memasukkan dia ke dalam Red Room?" Jungkook sudah tinggal lama bersama Vee meski hanya adik tiri, tapi sifat ini selalu saja terbawa oleh Vee.

"Memangnya kenapa? dia benar-benar harus dihukum karena sudah berani melawan ku."

"Sadarlah, dia hanya seorang wanita rapuh."

"Ingat jangan sampai wanita itu mati hanya gara-gara perlakuanmu yang semena-mena. dia hanya seorang jaminan bukan berarti kau merusak seenaknya." Jungkook turut emosi dengan keputusan yang di ambil Vee.

"Itu bukan urusanmu, kau hanya tangan kananku berhenti menasehati ku seperti bocah umur 10 tahun." lalu Vee melenggang pergi meninggalkan Jungkook yang sendirian. Benar, Jungkook hanyalah anak tangan di mata Vee, bukan seorang adik kandung maupun saudara, dirinya hanyalah seorang pengemis jalanan dan di temukan oleh Vee beberapa tahun lalu.

Di lain sisi, Taeoh berada di mini bar. tempat yang sangat kumuh, didalam sana hanya terdapat orang-orang yang tidak punya pekerjaan, menghambur-hamburkan uang, bermain dengan wanita malam serta terdapat perdagangan manusia. Taeoh berjoget di tengah-tengah lantai, berdansa kesana kemari sambil meminum sebotol minuman keras.

Sangking asiknya berdansa, Taeoh tidak sengaja oleng dan terjatuh ke tempat dimana terdapat beberapa anggota gangster, atau bisa disebut sebagai preman setempat yang sedang istirahat disana. Salah satu dari mereka merasa terganggu itupun mengangkat Taeoh hingga membenturkan di tembok dan semua orang tertawa bahagia melihat Taeoh di genggam oleh para anggota gengster tersebut.

"Hey bapak tua, kau ingin mencari masalah dengan kami, huh?" Kata salah satu anggota gengster. Taeoh dengan setengah kesadarannya hanya bisa melihat beberapa anggota gengster dan tersenyum lalu menari-nari kembali seperti tidak terjadi apa-apa, sedangkan apa yang dilakukannya kini tidak sadar.

"Sepertinya dia meremehkan mu, Boss." ujar salah satu anggota gengster lainnya. dengan cepat pria berbadan besar itu, menarik kembali Taeoh dan memukul habis-habisan hingga Taeoh kehilangan kesadarannya dan mereka mengeluarkan Taeoh dari bar tersebut.

Aily terus diseret hingga menuruni sebuah tangga yang belum pernah Aily lihat. bahkan setelah menuruni beberapa anak tangga, ia melihat sebuah Lift kuno yang jarang sekali di pakai. Ketika Brando dan Aily menunggu lift terbuka, Aily memikirkan rencana untuk kabur dari sini. "Akh, perutku!" Aily memegang perutnya yang linu, Brando pun segera melepaskan tangan Aily perlahan-lahan dan memegang bahu Aily, "Nona, ada apa?" Brando menatap Aily dengan raut bingung.

"Perutku sakit, bisa kah aku duduk sebentar."

Brando yang kebingungan segera mendudukkan namun Aily menatap pintu lift yang terbuka, usahanya keluar telah gagal. "Nona, biarkan aku menggendongmu." Brando yang segara menggendong Aily untuk masuk kedalam lift kini Aily mencari alasan lain.

"Boleh kah jika kita ke lantai atas kembali, perutku sakit sekali." Aily meringis kesakitan meski itu hanya akting. Brando yang melihat raut Aily, dia menghela napas, "Nona, jika sudah sampai ke Red Room, aku akan memanggil beberapa pelayan." Aily tidak mau jawaban itu, ia hanya ingin kembali ke ruang atas. Aily hanya bisa mengalah lalu di gendong oleh Brando.

Setelah pintu lift terbuka kembali, Aily menatap ujung koridor yang sangat gelap, dengan beberapa gantungan lampu di setiap tembok, dan lilin yang redup. Brando melangkahkan kakinya dengan sangat pelan, Aily menatap was-was, ia pikir akan seperti penjara bawah tanah namun ini beda, tempatnya sama persis seperti di ruang atas namun yang beda adalah cahaya lampu didalam ruang ini begitu redup dan sunyi.

Aily melihat ujung pintu koridor yang berwarna merah maroon dengan sedikit kecoklatan. setelah sampai di Red Room, Brando menurunkan Aily secara perlahan-lahan agar tidak jatuh. Aily pun menurut, ia penasaran setengah mati dengan ruangan berpintu merah ini. Brando menekan tombol password, dan pintu tersebut terbuka sendiri.

"Nona, apa rasa sakit di perut mu sudah reda?" Tanya Brando.

Aily menatap Brando lalu menggeleng-geleng kan kepalanya jika ia sudah lebih baik, walaupun itu hanya aktingnya saja. Tiba-tiba saja Brando menarik pergelangan tangan Aily hingga masuk di ruangan gelap, ya tempat berpintu merah itu sangat gelap. Angin pun tidak bisa masuk disana, bau apek menguar diseluruh ruangan tersebut.

Lalu Brando mendorong kasar Aily hingga terlentang, Aily sontak meringis kesakitan. "Saya tahu apa yang Nona lakukan tadi, tapi akting Nona lumayan keren." Brando pun tersenyum saat membayangkan bagaimana Aily berusaha untuk melepaskan diri dari dirinya.

"Jangan macam-macam dengan Tuan Vee, Nona." Ucap Brando, "atau nyawa Nona sebagai taruhan nya." Sambung nya. Aily menatap sinis ke arah Brando, bagaimana tidak dirinya serasa seperti orang bego yang tidak bisa berakting. Brando beranjak keluar pun meninggalkan Aily sendirian, Aily hanya bisa memelas. Disini benar-benar tidak ada udara masuk, begitu dingin, dan suram.

Aily meringkuk, yang Aily lihat hanyalah kegelapan, ia tidak bisa melihat apapun kecuali karpet berbulu yang sedang Aily duduki. entah berapa waktu Aily sedari tadi merenungkan diri, ia tidak peduli sekarang hari apa, pukul berapa, bahkan ia sama sekali tidak makan dan tenggorokan nya kini kering. tidak lama kemudian, pintu terbuka menampilkan siluet pria berjas hitam, sepatu pantofel yang begitu ringan terdengar di gendang telinga Aily.

Aily sudah hafal gerak gerik orang yang paling ia benci, ia pun mengerjapkan matanya sejenak lalu melirik guna menatap sang bajingan yang ada di hadapannya saat ini. Lampu pun menyala dengan sekali tepukan tangan. "Bagaimana hari mu, Nona kecil?" pertanyaan itu membuat Aily muak akan keramahan palsu yang Vee buat.

"Sangat mengerikan ditambah lagi, ada dirimu. sangat menjijikan." jawab Aily sambil menatap tajam kearah Vee. Ia pun berdiri menyamakan tingginya dengan Vee.

"Apa yang akan kau lakukan?" Sambung Aily sambil melihat di sekelilingnya membuat Vee tersenyum sinis, "Jangan berpura-pura bodoh, kau pasti tidak asing dengan alat-alat yang ada di sekitarmu." Vee melanjutkan langkah kaki berat itu lalu mengambil botol anggur yang ada di rak almari yang terdapat beberapa anggur merah asli dari negeri asal.

Ia menuangkan anggur merah itu di gelas kaca dengan sangat elegan, Aily sedari tadi melihat gerak gerik Vee yang sangat mencurigakan. Aily kemudian memandang lagi di sekitarnya, tempat ini seperti tempat tidur seorang pelacur. bagaimana tidak, disana terdapat beberapa alat yang biasa digunakan untuk bercinta untuk sepasang kekasih dan bentuk sofa yang lumayan unik dan kenapa tempat ini harus berwarna merah dan hitam, Aily benci dengan warna gelap.

Aily berfikir, mungkin ia akan di perkosa kasar oleh Vee lagi? atau di buat budak sex oleh Vee? oh ayolah, dia sekarang tidak bisa berpikir positif. "Aku tidak akan sudi, jika kau memperkosaku seperti wanita malam lainnya disini." ujar Aily yang hampir ketakutan, disana Vee hanya ketawa lepas, suara bass itu menggelegar diseluruh ruangan, membuat Aily merinding seketika. 'bagaimana bisa ia ketawa seperti tidak ada beban', pikir Aily.

"Kau pikir, aku akan menelanjangi mu disini dan menunggangi mu, huh? haha!" Vee hampir kesedak minumannya sendiri karena perkataan Aily, "Kau terlalu berpikir buruk tentangku." Vee mulai memasang ekspresi datarnya, yah dia seperti pemain teater yang handal dalam melakukan raut ekspresi wajahnya. Aily gelagap mendengar jawaban dari Vee, Aily trauma dengan kejadian waktu itu, betapa kasarnya Vee merenggut keperawanannya.

Sialan, Aily tidak ingin ingatan itu kembali muncul. "Aku mengatakan itu, untuk nyata." Aily meremat kedua tangannya guna menstabilkan deruh napasnya yang semakin menipis, disini udaranya sangat panas sekali, entah karena apa, Aily juga tidak tahu.

"Kenyataan apa yang kau tahu dariku?" Aily gagap, ia tidak bisa menjawab pertanyaan Vee, Vee berjalan lambat kearah Aily dan itu membuatnya semakin menciut. Aily mundur dan berlari menuju pintu yang terkunci, Aily mendobrak pintu itu dan meminta bantuan.

Brak! Tok! Tok! Tok!

"Tolong aku, siapapun yang ada diluar, kumohon tolong aku!" Aily panik, dia hanya pasrah tidak ada orang di luar sana. Vee menarik kedua tangan Aily dan menjongkrakkan Aily di dinding dengan keras. Aily menjerit, Vee menghimpit tubuh mungil Aily, kemudian merapikan anak rambut Aily yang sangat berantakan.

"Kau takut denganku?" Suara serak itu membuat Aily mati di tempat, Aily memejamkan kedua matanya guna tidak melihat orang yang ada di hadapannya saat ini. Seluruh tubuh Aily bergetar, deruh napas nya saling bertabrakan dengan Vee. "Ku katakan sekali lagi, kenyataan apa yang kau tahu dariku?" Vee memandang detail setiap inci dari wajah sempurna Aily, ternyata tidak buruk juga.

"Ku akui, aku pecinta wanita. tapi ... " Vee mengelus lembut pipi Aily, "Kau tidak tahu apa yang ku alami di masa lalu, jadi jangan menilai sembarangan terhadap diriku." Aily menelan ludah nya dengan sangat hati-hati, takut Vee mendengar nya. beberapa detik hening, akhirnya dengan berani Aily menerjap matanya dengan perlahan-lahan.

Aily sudah terbiasa dengan mata dingin itu, Vee ternyata terus menatap matanya. Aily tidak berani memandang mata bak hewan buas yang siap menerkam mangsanya, Aily mendorong kasar tubuh tegap Vee, dirinya risih dipandang seperti itu. "Aku memang tidak tahu asal usulmu, aku tidak peduli tentang orang lain termasuk kau." Aily sekarang berani berbicara, daripada dirinya menangis, tidak ada gunanya.

"Aku disini, karena Ayahku terlibat dalam uang gelap dan hutang." Aily menghela napas, kenapa dirinya ditakdirkan seperti ini. "Tapi kenapa kau sekejam itu pada wanita?" Tanya Aily.

"Itu bukan urusanmu, kau tidak peduli dengan orang lain kan?" Tanya balik Vee.

"Yeah, t-tapi—" Aily belum sempat berbicara, Vee langsung pergi dan membuka pintu itu lalu menutupnya kembali dan menguncinya, tombol sandi itu memekangkan telinga Aily. Aily berteriak keras dan bingung, dia ingin keluar dari ruangan ini, tapi ia tidak bisa, dirinya lelah.
Ia pun duduk dan merebahkan tubuhnya di sofa yang empuk dan nyaman, ia pun tertidur dengan sendirinya. Dia lelah dengan semua yang telah ia lakukan hari ini.

Keesokan hari nya, bibi Rin selaku pelayan sekaligus ibu bagi Vee, ia pun membuka perlahan pintu kamar Vee dan  membuka gorden berlapis emas dengan remot teknologi, ruangan ini dipenuhi dengan banyaknya minuman berakhohol tinggi, Bibi Rin sudah terbiasa melihat pemandangan ini setiap pagi nya. Setelah berberes-beres, Bibi Rin meninggalkan Vee yang masih tertidur pulas.

Setelah beberapa menit berlalu, Jungkook mengetuk pintu kamar Vee. "Tuan, Sarapan sudah siap." Jungkook menunggu pintu itu terbuka, nyatanya tidak ada suara maupun bukaan pintu.

Jungkook mengetuk pintu itu terus namun tidak ada komentar atau jawaban dari Tuan nya itu, biasanya Vee langsung bergegas makan namun kali ini berbeda. Jungkook tahu bahwa setiap malam Vee selalu minum 5 botol sekaligus. Entah mengapa hari ini, Tuannya sangat berbeda dari biasanya. Dengan terpaksa, Jungkook melenggang pergi dan melanjutkan sarapannya sendiri.

Disisi lain, Vee menatap dinding langit. Vee sudah mengetahui jika di balik pintu tersebut ada seseorang namun ia abaikan. Padahal niatnya kemarin, ia ingin menyiksa dan menghancurkan Aily di dalam RedRoom, tapi entah mengapa dirinya malah melewati rencana itu dan malah membiarkan Aily begitu saja. Vee beranjak dari kasurnya dan berjalan ke arah balkon miliknya, menatap sang langit dengan pikirannya yang kacau. Ia selalu mengingat masa lalu itu, Vee membuyarkan lamunannya dan kembali mendengar ketukan pintu.

Membuat Vee mendesis, dia tidak bisa hidup tenang tapi akhirnya Vee membuka kan pintu itu dan melihat maid yang membawa baki makanan, Vee menatap lapar kepada maid dengan rambut blonde sedikit kecoklatan, rambut kepang, cantik, dan manis. "T-tuan, kami menunggu Anda namun Tuan tidak keluar-keluar dari kamar, jadi saya disuruh bibi Rin untuk mengantarkan makanan ini kepada Anda." Ujar gadis itu sambil menatap Vee.

"Yeah, aku lapar bukan karena makanan." Vee menarik maid itu didalam kamar dan menguncinya, baki makanan itu sudah berhambur kemana-mana, gadis itu bukannya takut malah tersenyum genit dihadapan Vee, dia pun merangkak dan membuka resleting celana Vee, dan mengeluarkan juniornya dengan rasa senang, mereka menikmati keindahan bersama pada pagi hari.

Aily yang sedari tadi melongo dengan tatapan kosong, menunggu kedatangan seseorang untuk mengeluarkan dirinya dari ruangan redup ini. perutnya kelaparan, dirinya butuh air untuk minum, kepalanya pusing, bahkan ini sudah sekitar 3 hari, Aily dikurung tanpa makan dan minum, ia juga belum mandi selama ini. Apakah dirinya benar-benar akan mati konyol di tempat ini? Aily mengingat masa-masa dirinya bersama Jaemin, sungguh indah.

Namun kenyataan ini telah merenggutnya dari lobang yang paling dalam. Tidak lama pintu terbuka, menampilkan sosok pria namun bukan Vee, ini beda postur serta gaya yang di pakai sangat beda. "Nona, saya disini untuk membantumu." Ujar Brando, "apakah nona butuh sesuatu?" Sambungnya.

Aily yang mendengar itu tentu saja marah bagaimana tidak dirinya dikurung selama 3 hari tanpa apapun disini. "Apa kau sudah gila, dengan mempertanyakan seperti itu?! jelas aku disini hampir mati kelaparan!" Aily mengomeli pria yang ada di depannya, ia tidak peduli siapa orang itu karena memang dirinya ini kelaparan tau.

"Brengsek! Tuan dan Babu, sama saja." Brando yang mendengar itu sedikit marah tapi dirinya bukan siapa-siapa selain suruhannya Vee. "Aku membawakan beberapa makanan serta makanan penutup, Anda bisa memilih dan setelah itu anda boleh keluar dari kamar ini untuk menganti pakaian anda." Ucap Brando Sabar menghadapi Aily.

"Oh ternyata Tuan mu itu tidak lupa, kalau ada orang yang masih hidup diruang bawah tanahnya yang super megah ini." Aily tersenyum seperti orang gila melihat makanan yang banyak sekali, dirinya pun langsung melahap satu per satu makanan yang ada disana dan menatap kembali ke arah Brando dengan sinis. "Kau tidak boleh minta, ini semua milikku, karena aku tidak makan selama 3 hari." mengejek Brando lalu kembali melahap makanan tersebut. Brando ketawa sedikit melihat cara makan Aily yang benar-benar rakus.

Setelah setengah jam kemudian, Aily sudah menuntaskan makanan serta dessert tadi yang sangat enak menurut Aily, masakan tadi benar-benar bintang 5 semua dari makanan berat, hingga makanan ringan. "Aku sudah selesai, sekarang bawa aku ke kembali ke atas." Entah mengapa Aily bersemangat, dirinya ingat betapa lesunya kemarin karena tidak dikasih makanan, dan sekarang tubuh Aily ber-energi.

"Tapi sebelum Nona kembali ke atas, anda harus mandi terlebih dahulu."

"Hey, jika aku tahu tempat kamar mandi disini, pasti aku akan mandi 5 kali sehari."

"Saya tahu, tapi anda harus segera membersihkan diri sekarang juga."

"Bagaimana aku bisa bersih-bersih kalau tidak ada kamar mandinya!"

"Ekhem, Kamar mandi nya ada di ujung sana, Nona. Anda tinggal menggeser almari yang ada di pojokan itu, nanti Anda akan menemukan sebuah Kamar mandi kecil." Brando menjelaskan panjang lebar, namun jelas.

Aily melongo menatap horror ke arah Brando, jadi selama ini Aily tidak tahu kalau disana ternyata ada sebuah kamar mandi di tempat suram ini. "B-bagaimana bisa—kau pasti berbohong." Ucap Aily tidak percaya. Aily menertawakan diri nya sendiri sekarang, jika tahu begitu ia tidak akan sebodoh ini.

"Saya tidak berbohong, Nona. Coba saja sendiri, saya akan menunggu disini." Aily sedikit tidak percaya tapi ia adalah wanita penasaran, dengan langkah pelan menuju almari kuno yang cukup besar, ia pun menggeser posisi pintu ke arah kanan, dan ternyata benar disana ada tempat pemandian air serta beberapa pakaian lengan pendek, lengkap sudah dengan kaca rias yang tersedia disana.

Benar-benar di luar nalar seorang Aily, ia tercengang melihat kamar mandi berukuran sedang, tidak besar dan juga tidak terlalu kecil. Tanpa lama dirinya membersihkan diri, ia tidak betah juga dengan aroma bau tubuh keringatnya yang menjelar.

Setelah selesai memandikan diri dengan air hangat, dan sesuai perkataan Brando. Aily keluar dari ruangan bawah tanah tersebut, mereka berjalan menyusuri koridor, "Aku belum tahu namamu." Aily menghanyutkan suasana yang sedikit canggung. "Brando." jawab pria dengan manik mata yang indah itu. "Nama yang unik, tapi aku suka." Brando yang mendengar itu hanya diam saja.

"Apa kau sudah punya istri?"

"Ya, Nona." Jawab Brando.

"Kenapa kau mau mengambil pekerjaan seperti ini, Brando?" Brando menghela napas dengan pertanyaan yang menghujami dirinya. "Bisakah kau menutup mulutmu." Brando mencengram kedua bahu Aily sambil menatap tajam membuat Aily melotot, "Akh!" Dengan kesadaran penuh, Brando melepaskan cengkeraman itu dan bilang. "Maaf, Nona."

"Tidak apa-apa, aku memang keterlaluan bertanya seperti itu." Aily mengakui nya tapi apa salahnya kan jika menanyai agar tidak canggung. "Sebentar, Nona." Aily ditinggal sendirian oleh Brando, ia berbicara sendiri melalui aerphone mini yang ada di telinga pria itu, Aily kira itu pasti salah satu telpon yang berhubung dengan Vee. setelah selesai berbicara, Brando kembali lagi dan menuntun Aily ke arah jalan keluar dari mansion itu, tepatnya sekarang Aily DNA Brando ada di belakang halaman mansion yang sangat luas.

Saat ini Jungkook membantu Paman Sam, membasmi hama-hama yang ada di kebun. Kebetulan hari ini adalah hari kerjanya libur sebagai sekretaris Vee, karena memang Vee yang memintanya.  Jungkook di mansion ini memiliki dua peran. Peran sebagai tangan kanan Vee dan Peran untuk menjadi dirinya sendiri sebagai adik tiri Vee. Dan Jungkook sudah terbiasa dengan perannya yang selalu gonta-ganti, jika di dalam kerja ia akan memanggil Vee dengan sebutan 'Tuan' jika di mansion ia memanggilnya Kakak atau panggilan nama.

Sifat ramah Jungkook berbanding balik dengan sikap Vee terhadap para maid, serta pelayan lainnya. Mereka lebih suka Jungkook dari pada majikannya, Vee. dan banyak yang jatuh cinta terhadap pesona Jungkook yang bukan main-main, sayangnya dirinya hanya anak buangan yang tidak diketahui identitasnya. Memang manusia memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam menjalani hidup di dunia ini.

Jungkook menyirami beberapa bunga yang ada disana, dia pun tidak sengaja melihat Aily dan Brando di depan teras rumah. Ia pun bergegas mematikan kran air dan berlari ke arah Aily dan Brando. Jungkook tersenyum manis didepan Aily, "Ku kira, kau akan mati terjebak di dalam Red Room."

"Tapi syukurlah, kau masih bisa bernapas." Ujar Jungkook. Aily merasa Jungkook ini memiliki dua kepribadian yang sangat berbeda, bagaimana tidak aura sekarang dan aura yang waktu Aily lihat benar-benar sangat berbeda. Aily hanya bisa menatap datar, "Jungkook, bisa kah kau menjaga wanita ini, Tuan menunggu ku di bandara."

"Ya, pergilah. Kakak sudah bilang padaku juga."

Aily mengernyitkan dahinya, 'kakak?' ayolah Aily tidak paham, siapa lagi yang di panggil kakak oleh Jungkook.


Note :

Maaf untuk keterlambatan updatenya guys! semoga suka, ini ngetiknya juga buru² banget hehe terima kasih yang uda nunggu(⁠^⁠^⁠)

Continue Reading

You'll Also Like

494K 25.2K 45
Bagi Elena, pernikahan bersama Kaisar hanyalah sebuah pengorbanan untuk balas budi.
1.3M 104K 34
"Aku benar-benar akan membunuhmu jika kau berani mengajukan perceraian lagi. Kita akan mati bersama dan akan kekal di neraka bersama," bisik Lucifer...
2.3M 28.4K 28
"Lebarkan kakimu di atas mejaku! Aku ingin melihat semua yang menjadi hakku untuk dinikmati!" desis seorang pemuda dengan wajah buas. "Jika aku meny...
1.1M 59.5K 54
Mature Content ❗❗❗ Lima tahun seorang Kaia habiskan hidupnya sebagai pekerja malam di Las Vegas. Bukan tanpa alasan, ayahnya sendiri menjualnya kepad...