MEMINJAM WAKTU

By Octoimmee

173K 18.6K 1.9K

Ada banyak Rahasia yang disimpan oleh seorang Lima Ayudia. Rahasia yang membuat dirinya menjadi wanita yang p... More

BAB 1 WAKTU PERTAMA
BAB 2 WAKTU KEDUA
BAB 3 WAKTU KETIGA
BAB 4 WAKTU KEEMPAT
BAB 5 WAKTU KELIMA
BAB 6 WAKTU KEENAM
BAB WAKTU KETUJUH
BAB WAKTU KEDELAPAN
BAB WAKTU KESEMBILAN
BAB WAKTU KESEPULUH
BAB WAKTU KESEBELAS
BAB WAKTU KEDUABELAS
WAKTU KETIGABELAS
PENGUMUMAN
WAKTU KEEMPATBELAS
WAKTU KELIMABELAS
WAKTU KEENAMBELAS
WAKTU KETUJUHBELAS
WAKTU KEDELAPANBELAS
WAKTU KESEMBILANBELAS
WAKTU KEDUAPULUH
WAKTU KEDUAPULUH SATU
WAKTU KEDUAPULUH DUA
WAKTU KEDUAPULUH TIGA
WAKTU KEDUAPULUH EMPAT
WAKTU KEDUAPULUH LIMA
WAKTU KEDUAPULUH ENAM
WAKTU KEDUAPULUH TUJUH
WAKTU KEDUAPULUH DELAPAN
WAKTU KEDUAPULUH SEMBILAN
WAKTU KETIGAPULUH
WAKTU KETIGAPULUH SATU
WAKTU KETIGAPULUHDUA
WAKTU KETIGAPULUH EMPAT
WAKTU KETIGAPULUHLIMA
WAKTU KETIGAPULUH ENAM
WAKTU KETIGAPULUH TUJUH
WAKTU KETIGAPULUH DELAPAN
WAKTU KETIGAPULUH SEMBILAN
WAKTU KEEMPAT PULUH
WAKTU EKSTRA 1,2,3,4,5
MEMINJAM WAKTU (CLOSURE)KIRAN WIRA TARUNA JERICHO&ALIN

WAKTU KETIGAPULUH TIGA

3.2K 463 44
By Octoimmee


Aku mengumpulkan keping demi keping kenangan
Berusaha menyatukannya agar bisa melihatmu lagi.
Walau tak sempurna
Itu memang salahku.


Ia menatap sosok pria yang tengah menyiapkan makan malamnya. Hatinya bergetar melihat semua itu. Ditahannya tangis yang selalu muncul jika melihat orang-orang yang mulai ia sayangi.

Mateo yang tengah serius dengan tugas kuliahnya, Lulu yang sibuk dengan laporannya. Dan Jericho yang sejak datang sibuk mengurusinya.

Ia sempat takut jika ia tak bisa bangun lagi, ia pikir jiwa Alin langsung menggantikannya. Ia takut jika langsung pergi meninggalkan keluarga barunya tanpa memberikan perpisahan yang layak.

Lima tahu ia sudah sangat nyaman berada dekat Jericho, tapi hatinya membangun tembok agar ia tak jatuh cinta karena Jericho bukan miliknya.

Sudah lama ia tidak mendapatkan perhatian seperti yang Jericho berikan. Perhatian dari seseorang yang mencintainya.

Sayang Jericho tidak mencintai dirinya, cinta dan perhatian itu untuk Alin.

Ia tulus mencintai Mateo dan Lulu, ia tulus mencintai papa dan mama barunya.

Ia harus memberikan kenangan indah bagi mereka yang mencintainya dengan tulus.

Berkali- kali ia mencoba mencari jalan agar bisa bertemu dengan Edward, pria dalam mimpinya itu. Entah siapa pria itu, Lima pikir mungkin ia adalah salah satu Malaikat. Tapi ia tidak menemukannya.

Lima ingin meminta waktu tambahan lagi, ia masih ingin membuat kesan baik.

Juga Ia ingin memastikan  HJC tak lagi digerogoti Bram. Ia juga ingin memastikan Taruna mendengar cerita yang benar dari rahasia Yang Heru bawa sampai mati.

Ia ingin Taruna berdamai dengan dirinya sendiri dan dengan Papa Heru.

Malam ini, ya malam ini ia ingin Edaward datang, harus malam ini.

"Sebuah usapan lembut dikepalanya menarik kesadaran Lima kembali

Sebuah senyum teduh ia dapatkan ketika menoleh pada Jericho.

"Boleh peluk?" Tanya Lima lirih.

Segera ia merasa tubuhnya hangat dibalut tubuh besar dengan aroma  parfum yang mulai ia sukai.

"Sudah?" Ia bisa mendengar suara berat itu dari dada Jericho.

Lima mengangguk, lalu pelukan itu melonggar.

"Nanti aku peluk sampai kamu tertidur, sekarang kamu harus makan dan minum obat dulu..." Lima tersipu dengan tatapan jahil  Jericho.

"Kak....." Lima menoleh dan mendapati Lulu yang menatapnya cemas. Gadis itu beringsut naik ke ranjang dengan hati hati.

"Jangan gitu lagi ya...
Aku nggak mau kakak kayak kemarin lagi.." Lima bisa melihat wajah sedih Lulu, seandainya saja lulu tahu siapa dirinya.

"Iya...maaf kakak bikin kamu cemas..." Sahut Lima sambil membelai lengan Lulu. Menenangkan adik Alin yang kini juga sudah ia anggap adiknya sendiri. Ia seperti melihat Adera dalam diri Lulu.

"Kakak, nggak usah kerja dulu kenapa?. Biar kondisi Kakak benar-benar baik, baru kerja lagi..". Mendengar itu Jericho berjanji akan memberikan jajan lebih pada Lulu besok. Ia berusaha menyimpan senyum dengan menundukkan kepalanya.

"Iya kan Bang?" Tanya Lulu

Jericho mengangkat wajahnya menoleh ke arah Lulu. Pura-pura tidak mengikuti pembicaraan.

"Ya?"

"Kak Alin nggak usah kerja dulu..."

Jericho hendak bicara, tapi ketika matanya menangkap wajah tunangannya yang terlihat memohon, ia bisa apa?

"Bang?" Tuntut Lulu menatap Jericho dengan penuh ancaman.

Jericho menarik nafas panjang.
"Aku sih setuju Lu, aku juga ingin Alin istirahat dulu, tapi semuanya terserah Alin, dia yang tahu bagaimana maunya..."

Lulu menahan kesal "Ish, nggak konsisten ih, tadi katanya pengen Kak Alin nggak usah kerja, trus sekarang sudah didepan orangnya nggak berani larang!" Omel Lulu, yang membuat Jericho kalang kabut.

Ia lupa Lulu paling nggak bisa menahan mulutnya. Tadi ia sungguh hanya ingin yang terbaik untuk Alin, bukan bermaksud yang lain

"Lin...aku nggak bermaksud mengatur atau apa lah itu, sayang. Aku hanya mau yang terbaik buat kamu, yang penting kamu senang, itu saja...". Jericho buru-buru memegang tangan Alin. Ia ingat bagaimana Alin tidak suka jika ia melarangnya melakukan sesuatu.

"Huu...sebel sama Abang! Bucin banget sih!"

Lulu segera turun dari tempat tidur menghampiri Mateo yang masih sibuk dengan tugas kuliahnya.

"Lin....aku akan dukung kamu buat apa pun yang kamu mau, tapi please jaga kesehatan, kondisi kamu yang bikin aku nggak tenang Lin, hanya itu..."

Lima membalas genggaman tangan Jericho. Ia mengerti jika Jericho cemas. Ia juga akan melakukan hal sama.

"Maaf aku bikin kalian semua cemas, aku janji akan lebih hati-hati lagi..." Lima melihat Jericho terdiam menatapnya,.wajah pria itu terlihat seolah tidak percaya.

"Icho...?"

Sementara Jericho yang sudah siap dengan segala argumen Alin, mendadak diam ketika Alin minta maaf padanya. Pun ketika ia melirik Lulu dan Mateo dengan ujung matanya, keduanya juga terlihat tertegun.

"Icho.."

"Eh ya...? Ya Lin?"

"Kamu kenapa?" Tanya Lima.

"Aku, ya aku nggak apa-apa..."
Jericho berusaha kembali tenang.
Alin yang didepan nya kini adalah sosok impiannya. Dulu ia ingin sekali Alin bisa berubah menjadi lebih lembut dan lebih sabar. Dan apakah doanya kini terkabul?

"Kamu juga perlu istirahat Icho, kami pasti sudah nungguin aku dari semalam, pulang kerja langsung kesini...aku bikin kamu capek yaa..?"

Rasanya Jericho seperti bermimpi, jika dulu Alin tak pernah memikirkannya, bahkan 24 jam tak cukup untuk merepotkan dirinya dengan banyak permintaan . Tak peduli ia baru pulang kerja, tak peduli hujan, tak peduli larut malam, titah Alin adalah kewajibannya.

"Icho...."

"Alin....aku...aku...aku nggak capek kok..."

"Kamu bohong.. kantong mata kamu, rambut kamu nunjukin kalo kamu capek. Habis makan, kamu istirahat ya..."

"Alin...yang sakit itu kamu, aku masih bisa kemana-mana artinya masih sehat..."

"Aku nggak mau kamu sakit Icho, habis ini kamu pulang dan istirahat!"

"Nggak bisa, aku yang jagain kamu Lin, aku nggak mau pulang.."

"Kamu Pulang.."

"No!"

"Gue yang pulang biar Bang Jeri disini, sofanya nyaman kok, tadi gue juga suruh Lulu bawa bedcover tebal biar Bang Jeri nyaman." Sela Mateo jengah melihat sepasang manusia yang berdrama didepannya. Ia tahu Jericho tidak akan meninggalkan kakak nya. Jadi biar saja dia yang pulang.

Jericho tersenyum lebar."Thanks Matt, Lo emang bro gue!"

Mateo mencibir. " Gue eneg liat lo bucin!"

"Kakak lo ini juga..."Sahut Jericho santai. Lalu menyuapkan makanan yang sejak tadi dipeganganya pada Tunangannya.

"Pulang sekarang aja Lu, biar gue nggak sakit mata..." Ajak Mateo yang mulai merapikan kertas-kertas dimeja.

"Yukkk, makan bakso dulu yaa..."Lulu langsung semangat

"Elaaahh bocah..." Sungut Mateo pada adiknya itu. Lulu tetap tersenyum. Meskipun Mateo ngedumel tapi kakaknya itu  pasti menuruti keinginannya.

Mateo sudah diberi tahu dokter jika Alin hanya butuh istirahat dan tidak boleh stres. Besok kakaknya sudah bisa pulang. Jadi ia tak.perlu cemas lagi dan mereka sepakat untuk tidak mengabari kedua orang tuanya.

.
.
.

****

.
.
.

Dewa, Heidy dan Taruna berada di luar kamar Lima. Saat masuk ke rumah sakit ia berpapasan dengan Dewa dan dokter itu mengikuti Taruna,  semata-mata tertarik dengan kisah Alin yang dulu sempat ia dengar.

Dan ketika masuk ke kamar Alin, ternyata disana sudah ada dokter Heidy yang menangani masalah Amnesia Alin.

Taruna hanya bisa menjadi pendengar ketika Dewa dan Heidy membahas mengenai Alin. Ia tak bisa menangkap sepenuhnya karena  kedua dokter itu menggunakan istilah medis yang tidak familiar ditelinganya.

"Tapi aku penasaran Wa, kayaknya dia sperti kenal kamu.."

Taruna menegakkan kepala.

"Aku juga nyadar sih..." Sahut Dewa.

"Hmm menarik, dia merasa kenal Taruna dan juga kamu Wa. Tadi mau nanya cuma aku pikir kasih waktu dulu, kondisinya masih drop."

Entah mengapa pembicaraan itu membuat Taruna mulai mengingat jika Alin juga....

Nyaman...
Taruna merasa Alin membuatnya nyaman dan

Familiar...
Sikapnya, caranya bicara dan kemampuannya beradaptasi di HJC sangat cepat.

Taruna berjalan perlahan dibelakang Dewa dan Heidy yang terlihat masih berbicara serius.

Tanpa sadar kini mereka sudah di parkiran dan Dewa melambaikan tangannya pada rekan sejawatnya itu.

"Kenapa Ru? Lo banyakan diam dari tadi, ada masalah?"

Taruna menggelengkan kepalanya.

"Nggak gue hanya capek..".

Dewa mengangguk, tanpa bertanya pun ia sudah tahu bagaimana kesibukan  Taruna belakangan. Tanpa Lima sahabatnya itu menghandle perusahaan besar itu sendiri.

"Istirahat Ru, jangan banyak pikiran..."

"Humm...."

Keduanya terdiam, masih berdiri di parkiran rumah sakit. Ada banyak tanya yang tertahan di mulut keduanya. Sama-sama bingung harus memulai dari mana.

"Gue ketemu Wira..."

Wajah Taruna mengeras mendengar nama adiknya itu disebut.

"Dia cerita..."

"Lo tahu juga Wa?"
Taruna menatap Dewa dengan pandangan bertanya.

Dewa memasukkan tangannya kedalam saku celananya.

Taruna bisa menebak jika Dewa tahu semuanya.

"Kenapa nggak ada yang cerita ke gue ?" Sesal Taruna.

"Nggak ada yang bisa menembus tebalnya tembok yang lo bangun Ru..."

Taruna terdiam

"Lo hidup dalam dunia lo sendiri dan membangun tembok yang semakin tinggi,  kami kehilangan Lo Ru, semakin kami mendekat semakin lo bangun penghalang..."

Entah mengapa kata-kata Dewa tadi sangat benar. Alih-alih merasa dibuang, sebenarnya ia yang meninggalkan keluarganya.

"Dewa sangat kecewa setelah tahu  tentang lo punya istri lain bahkan telah memiliki anak..
Kalau saja Lima nggak memohon-mohon pada Wira, gue nggak tahu apa yang terjadi.."

Taruna semakin menundukkan kepalanya.

"Wira sangat menyayangi Lima. Harap lo maklum kenapa ia sangat marah"

Ya, dirinya juga tidak menyalahkan Wira. Ia hanya terlalu angkuh untuk mengakui kesalahannya di depan Wira.

"Kematian Lima membuatnya sangat terpuruk Ru,  sampai hari ini Wira bahkan belum sembuh dari rasa sedihnya terlebih rasa bersalahnya..."

"Lima meninggal sementara dia masih hidup dengan ginjal milik Lima"

Taruna merasa sesak mendengar semua itu. Siapa lagi yang disakitinya?.

Harusnya ia menjaga keluarganya, menjaga adik-adiknya. Itu semua tanggungjawabnya.

"Baiknya kalian sering bertemu Ru, saling bertemu dan bicara. Hanya tinggal lo, Wira dan Adera. Dulu ada Lima yang meneruskan tradisi tante dan Om Heru. Sekarang kalian sibuk masing-masing, gue takut kalian semakin jauh satu sama lain. Terlebih kasihan Adera...dulu ada Lima yang selalu ada buat Ade.."

Taruna menyugar rambutnya. Tak tahu betapa carut marut hidupnya kini. Ia tidak bisa mempertahankan keluarganya sendiri.

Bagaimana pun Wira adalah adiknya, Dan kesalahan ada pada dirinya.

Benar kata Dewa, ia yang membangun tembok pembatas yang akhirnya memisahkan dirinya dengan Wira dan adera yang adalah saudara kandung ya sendiri.

Adera, adik bungsunya itu. Bagaimana kabarnya sekarang. Bahkan ia tak sempat menanyakan kabarnya.

Artinya dulu Lima lah yang menjaga keluarganya, padahal Lima tidak memiliki hubungan darah dengan mereka semua.

"Lo sudah kenalin istri dan anak lo Ru? Gue juga belum kenal.."

Apa hendak dikata, semua sudah terjadi. Taruna memilih jalan hidupnya sendiri. Dulu Dewa menahan diri untuk tidak mencari tahu siapa wanita yang dipilih Taruna, meskipun ia sahabatnya, tapi Lima jelas disakiti walau Lima mengatakan dirinya tidak keberatan. Tapi kini Lima sudah tiada, Taruna harus melanjutkan hidupnya, termasuk istri dan anaknya. 

Ada banyak orang diluar sana yang iri dengan kemegahan dan nama besar Hardiatmaja. Tanpa tahu kisah hidup pilu yang harus dijalani.

Taruna hanya diam, jika dulu ia sangat ingin memperkenalkan  Kiran dan Nata, kini ia merasa tak sanggup.

"Nanti gue kenalkan.." Jawabnya tanpa semangat.

"Mau ngopi dulu Ru? Ada Cafe dekat sini yang lumayan enak menunya..."

"Sorry Wa, gue pulang..lain kali gue janji kita ngopi bareng.."

"Its ok Ru, sebaiknya lo pulang, istirahat, tunggu gue ambilin vitamin buat lo.."
Belum sempat Taruna menjawab, Dewa menuju mobilnya yang diparkir tak jauh dari mobil Taruna.

"Thanks Wa! "

"Hati-hati dijalan Ru!"

Mereka berdua berpisah. Taruna melajukan mobilnya menuju rumah.  Ia berjanji akan pulang malam ini. Pesan dan panggilan dari Kiran ia diamkan sepanjang hari.

Mereka harus bicara.

Taruna menghela nafasnya. Ia tak siap menghadapi malam ini. Tapi ia juga tidak mau membiarkan hal ini semakin berlarut-larut.

Ponselnya berdering, Taruna membiarkan saja. Sudah malam dan ia sudah sangat lelah.

Ponsel itu berdering lagi, Taruna yakin itu dari Kiran. Ia akan bicara dirumah saja, limabelas menit lagi ia tiba.

Ketika ponsel itu berdering lagi, Taruna berpikir ini pasti penting.

Segera ia meraih ponselnya.

Ia mengerutkan keningnya

Anjani.

"Halo Jani?"

"Maaf menelepon malam-malam pak, saya dapat informasi terbaru mengenai Pak Bram.."

"Teruskan...."

Penjelasan Anjani membuat Taruna membelokkan mobil, dan melaju dengan kecepatan tinggi.


.
.
.

****

Apakah kamu sedang melihat aku?
Bahkan dalam lukamu
Kamu tetap hadiahkan aku
Senyuman.
Jika aku menjadi kamu....
Tidak, aku pasti tidak bisa.
Malaikat pun pasti mengakui
Ketulusan hatimu








Continue Reading

You'll Also Like

498K 25.4K 45
Bagi Elena, pernikahan bersama Kaisar hanyalah sebuah pengorbanan untuk balas budi.
1.1M 13.9K 26
BoyPussy Bxb Cowo Bermeki
2.3M 28.8K 28
"Lebarkan kakimu di atas mejaku! Aku ingin melihat semua yang menjadi hakku untuk dinikmati!" desis seorang pemuda dengan wajah buas. "Jika aku meny...
1.3M 77.6K 35
"Di tempat ini, anggap kita bukan siapa-siapa. Jangan banyak tingkah." -Hilario Jarvis Zachary Jika Bumi ini adalah planet Mars, maka seluruh kepelik...