Through The Lenses

By KKJung

141K 15.7K 1.5K

Eross tak pernah berada di satu tempat. Bepergian kemana pun yang dia suka, tanpa uang, tanpa rencana, hanya... More

Synesthesia
Marcello
Morning
Ace
2013
Dum Dum
Tattoo
You Two
Back Seat
Go On
Overflowing
Not Bad
Zachary and Gandhi
Emotionally
Guilt
Drama
Trash
See You Again
Duplicated
Daddies' Drama
More Than Twice
Stranger
King of Drama
Dear, Moreno
Dory
Legacy
Key
Farewell
Through the Lens
Coming Home
Ancient Things
Leave it off
[END] Dear, Mysel(ves)

Chryst

14.4K 816 51
By KKJung

2015

Eross Diyan bukannya tak punya uang untuk makan. Hanya saja hitungan jarinya menunjukkan ia harus makan hemat siang ini, atau ia harus bertahan di kota ini sampai dapat job baru.

"Padahal udah hampir semua warung gue mampir... hiks..." Mondar-mandir di depan warung burjo, Eross hanya bisa meratapi kenyataan bahwa uang saku di dompetnya bakal terpakai untuk tiket kereta dan naik angkot nantinya. Sisanya, kurang dari sepuluh ribu.

LAPAR!

Teriakan batin Eross memantapkan langkahnya masuk ke warung burjo. Melirik daftar menu tipikal semua warung burjo yang disponsori oleh produsen mie instan nasional, Eross lantas menghela nafas lega. Special thanks untuk semua orang Sunda di seluruh penjuru Indonesia, warung burjo memang kuil Dewa Pangan.

Baru saja ia memesan Nasi Goreng Magelangan pada Si Aa' Burjo, tiba-tiba ponselnya berdering.

"Pak Irawan?" 

Caller ID menunjukkan nama pemilik restoran yang pernah jadi kliennya beberapa waktu lalu.

Semoga kabar baik, begitu batin Eross sumringah lalu mengangkat panggilan telepon.

"Halooo, apa kabar? Nak Diyan lagi dimana?"

"Halo Pak Irawan. Hehehe kabar baik, Pak. Saya lagi di Solo, Pak. Biasa, jalan-jalan," sahut Eross dengan nada girang, walau dalam hati sedikit kesal dengan nama panggilan yang digunakan Pak Irawan untuk memanggilnya.

Diyan. Hanya membuatnya merasa seperti anak kecil si tua itu saja.

"Waah... Tak kira kamu masih di mBoyolali."

"Hehee... Enggak, Pak. Habis dari resto bapak, besok lusanya saya langsung ke Solo. Gimana, Pak? Ada perlu bantuan saya lagi?"

"Oh, enggak. Kamu udah banyak bantu saya kemarin. Ini saya mau nyampaikan makasih, gara-gara foto kamu kemarin, banyak yang datang ke Resto saya. Dari luar kota malah." Suara berat Pak Irawan di seberang terasa senang. Eross juga ikut senang. Mendadak hidungnya mencium bau uang, "Nah, saya mau minta ijin untuk pakai foto kamu di daftar menu dan pamflet promosi."

"Oh, sip, pak! Boleh banget! Itu kan karena Mas Koko yang masaknya jago banget."

"Hahahaa, iya, iya. Ya sudah, makasih kalau gitu. Saya udah kirim uangnya ke rekening kamu. Nanti di cek saja, ya. Kalau kurang, kabari saya."

"Hah?! Seriusan, Pak?!"

Rejekiii! Rejeki emang nggak kemana, lah! Begitu pikir Eross sambil melonjak girang.

"Hahahahaha, iyaaa... Saya tahu kamu pasti butuh itu. Masa saya ditolong banyak, tapi nggak kasih apa-apa, kan?"

"Iiihh bapak pengertian banget, Paaak! Makasih, Paaak! Saya emang lagi kere, nih!"

"Hahahahaha, iyaa. Nak Diyan habis ini mau kemana?"

Masih dengan senyumnya yang terlampau lebar, Eross membayangkan destinasi selanjutnya yang bakal lebih terfasilitasi. Mungkin kali ini ia bakalan piknik. Uang dari Pak Irawan tak pernah sedikit.

"Jogja, Pak. Yang deket aja. Siang ini saya meluncur ke Tugu naik kereta."

"Oke kalau begitu. Hati-hati di jalan ya, Nak. Jangan sungkan-sungkan hubungi saya kalau butuh bantuan."

"Iya, Pak. Makasih banget. Bapak juga, kalau sewaktu-waktu Mas Koko bikin menu baru, saya siap datang langsung ke Resto bapak buat motret. Oke kan, Pak?"

"Sip kalo gitu. Hahaha."

Sambungan telepon terputus, tapi cengiran Eross tak putus-putus. Makin lebar sampai matanya tenggelam begitu saja di balik pipinya yang chubby.

"Baru dikirimin duit pasti, nih, si Aa'. Minumnya apaan?" tegur Aa' Burjo waktu mengantarkan pesanannya ke hadapan Eross. Sedikit memasang tampang geli melihat wajah over-girang Eross.

"Tau aja, A'. Hahahaha. Sogem! Gelas gedhe yak!"

"Oke deh. Saya kira teh tadi mau minum aer putih aja. Dapet kiriman duit jadi pesen soda gembira ya? Hahaha."

"Iya nih, saya kaya mendadak. Aa' mau saya traktir? Saya beliin Nasi Goreng Magelangan juga, deh! Atau Aa' mau apa? Pesen aja pesen!"

Si Aa' Burjo geleng-geleng kepala. Sambil menuju ke dapurnya, dia bergumam, "Ngapain juga saya ditraktir, yang masak juga saya sendiri."

***

Setelah makan dan meninggalkan souvenir foto Nasi Goreng Magelangan dan Soda Gembira buat Aa' Burjo gendut bertampang komplain, Eross beranjak menuju stasiun setelah sebelumnya mengecek saldo rekeningnya yang kembung lagi berkat Pak Irawan. Pak Irawan itu pengusaha restoran keluarga di Boyolali. Sekitar seminggu lalu Eross terdampar disana. Bukan tersesat, bukan. Hanya tiba-tiba berada disana saja.

Jalan-jalan. Backpacking, begitu istilah kerennya. Tapi Eross lebih suka menyebut dirinya gelandangan berkelas.

Bermodalkan kamera, netbook dan smartphone, dia berkeliling hampir seluruh Indonesia untuk memotret. Sebagian besar hasilnya ia upload di akun Instagram-nya yang punya ratusan ribu followers. Begitu juga dengan akun media sosialnya yang lain.

Berkat predikat Selebgram itulah, ia punya ratusan cara mendapatkan uang dan makan hanya dengan fotografi. Biasanya ia akan mampir di sebuah restoran atau cafe. Tanpa uang, ia akan menawarkan fotonya pada pemilik cafe. Sebagian akan memberinya makanan gratis untuk promo Eross via akun Instagram-nya. Sebagian lagi lebih baik, seperti Pak Irawan, memberinya job dan memberikan banyak uang tambahan.

Main-main but professional. Saat itu hanya untuk kesenangannya, dengan sukarela Eross akan meng-upload apa yang dia makan ke akun Instagram-nya hanya karena ia mau. Tapi pekerjaan adalah pekerjaan. Saat berkaitan dengan bisnis, ia akan membantu sebaik-baiknya, dengan bayaran yang setimpal, tentu saja.

Kadang tak semuanya berjalan sesuai rencana. Seperti yang dialaminya beberapa hari belakangan di Solo, tak banyak yang mau menerima jasa fotonya. Kalau sudah seperti itu biasanya ia akan menguras isi backpack-nya. Menjual sepatu atau bajunya yang tak pernah benar-benar lusuh karena selalu beli baru-jual lagi-beli lagi-jual lagi. Walau tak jarang ia dapat tawaran baju gratis dari distro maupun FO yang merasa tertolong dengan promosinya, Eross membatasi endorsement karena tidak ingin terbebani dengan urusan bisnis diluar fotografi. Eross hanya ingin jalan-jalan.

Hidup Eross ya hanya begitu saja. Berjalan dan berjalan. Memotret dan memotret. Ia bahkan tak ingin ingat dimana dia punya rumah. Baginya setiap tempat di Indonesia seperti rumahnya.

Tak sampai tiga puluh menit, kereta yang akan membawanya ke Stasiun Tugu Jogja datang. Eross bergegas menggendong carrier bag-nya. Tak lupa mengalungkan tas kameranya yang selalu waspada di lehernya. Tak banyak penumpang, sehingga Eross tak perlu berdesakan untuk naik.

Memasuki gerbong pun, suasana tampak lengang. Hanya beberapa kursi yang terisi. Namun sebelum banyak penumpang yang naik, Eross buru-buru mengambil tempat duduk di tengah gerbong. Dekat jendela, karena siapa tahu ia tertarik untuk memotret suasana di luar gerbong selama perjalanan nanti.

Tak lama kemudian, pengumuman bahwa kereta akan segera berangkat terdengar. Eross menyandarkan punggungnya yang pegal karena seharian menggendong carrier ke sandaran kursi. Menghela nafas sebentar. Berpikir bahwa sekitar satu atau satu setengah jam ke depan ia akan beristirahat. Meluruskan kakinya yang pegal.

Tapi baru saja berpikir begitu, sesosok laki-laki muncul di sisi tempat duduknya. Berpegangan pada sandaran kursi sebelahnya yang kosong dan bertanya sopan, "Boleh duduk disini?"

Eross spontan menoleh. Mendapati laki-laki jangkung berambut lumayan gondrong tampak tersenyum manis ke arahnya. Yang mencolok darinya adalah matanya yang kehijauan dan rambutnya yang pirang. Eross bengong. Bahasa Indonesianya terlalu fasih sampai Eross tak menyangka yang muncul adalah orang asing.

"Raksasa bule!" begitu batin Eross takjub.

"Duduk sini, duduk." Eross menepuk-nepuk kursi kosong di sebelahnya dan menggeser barang bawaannya. Si Bule tersenyum ramah dan menaruh barang bawaannya.

"Kamu backpacker, ya? Habis jalan-jalan di Solo?" tanyanya basa-basi dengan nada yang langsung akrab. Duduk di sebelah Eross dan membuat Eross langsung merasa kerdil.

Kepalanya bahkan hanya sampai bahu laki-laki itu. Bule ini yang besar, atau Eross yang kekecilan?

"Hahaha, iya. Kok tau kalau gue backpacker? Dekil, ya?" Eross yang memang pembawaannya supel merasa langsung nyaman dengan teman seperjalanannya, "Yaa... Jalan-jalan. Nggembel tepatnya, sih. Hahahaha."

Si Bule itu manggut-manggut senang.

"Sekarang mau nggembel di Jogja?"

"Hahahaha! Iya. Niatnya."

"Wah, kalau di Jogja, kamu nggak bakal bener-bener jadi gembel," timpalnya bercanda.

Benar juga kata dia, begitu batin Eross. Jogja bisa jadi surganya backpacking. Tak ada turis yang merasa benar-benar miskin disana. Eross jadi tertawa.

"Oh, iya. Kenalin. Namaku Reno." Lelaki itu mengulurkan tangannya.

Eross melirik tangan itu. Lebar. Jarinya panjang-panjang. Bule beneran, nih.

Walaupun Bahasa Indonesianya fasih, tapi cara dia berbasa-basi juga bule sekali. Eross jadi sedikit geli.

"Eross. Salam kenal ya, Ren."

Eross cengar-cengir. Banyak menghabiskan waktu di jalan, ia terbiasa mengobrol dengan orang asing. Tapi kali ini Eross agak sedikit merasa canggung. Reno ini tidak berhenti mengamatinya dari ujung kepala sampai ujung sepatu. Eross makin risih.

"Ini orang mau ngejek gue cebol? Kayak anak kecil? Atau gimana? Gile, badan dia jangkung amat. Enak kali digendong di lehernya muter-muter Dufan."

Pikiran Eross mulai ngelantur. Senyum manis Reno tak juga luntur. Eross nyengir aja diperlakukan seperti barang unyu di balik etalase toko souvenir. Dilihat, dipandang, tapi nggak dibeli-beli.

"Udah kuduga itu kamu, Permen Krisan. Nggak salah lagi."

Hah?

"Apaan?"

"Kamu. Chrysantemmum."

Eros bengong. Geleng-geleng kepala nggak paham kemudian. Reno terkekeh.

"Baumu seperti Permen Chrysantemmum. Cuma kamu yang seperti itu. Eross Diyan yang di Instagram @yaneross. Iya kan?"

Detik itu juga Eross kaget. Barusan dia tidak mengenalkan diri dengan nama lengkap kan? Kok Reno bisa tau kalau dia Eross Diyan yang itu?

Dan apa katanya tadi?

Permen Krisan?

"Aaah, right. Found you, Chryst..."

Dan nada lega di kalimat terakhir Reno membuat Eross merasa terasing.

"Jangan-jangan... Cenayang ni orang?"

Continue Reading

You'll Also Like

39.8K 1.9K 21
Rafael William Struick,seorang pemain bola Keturunan,yang kemudian sumpah WNI.Hingga dirinya bisa membela Timnas Indonesia.Pemain berdarah Indonesia...
600K 1.7K 7
Tukang ojek online yang mengarahkan nafsu sesatnya pada customer. Disclaimer: 21++++ Berisi konten dewasa
HOT GIRL 1821 By 555

General Fiction

283K 991 4
21+++ ⚠️ warning ⚠️
STRANGER By yanjah

General Fiction

182K 20.9K 31
Terendra tak pernah mengira jika diumurnya yang sudah menginjak kepala empat tiba-tiba saja memiliki seorang putra yang datang dari tempat yang tak t...