Batas Akhir [END]✓

Autorstwa dekookoo

99K 8.4K 322

"Pada akhirnya, gue kalah dari semesta." Disaat dirinya mati-matian berjuang, namun semesta justru menolak, m... Więcej

01. Sang pemilik nama✧
02. Dirinya yang rapuh☆
03. Ingin pulang☆
04. Tidak sendiri✧
05. Obrolan Satya✧
06. Gama yang tulus☆
07. Sosok penyelamat☆
08. Pulang ke rumah✧
09. Hati yang terluka☆
10. Bertemu Ayah?✧
11. Kehangatan seorang nenek☆
12. Rumah sakit✧
13. Ayah Fabio☆
14. Kenalan baru✧
15. Hari pertama sekolah☆
16. Pendengar yang baik✧
17. Sulit☆
18. Ceroboh✧
19. Pertemuan tidak terduga☆
20. Anak itu✧
21. Mencari jalan keluar☆
22. Suatu malam✧
23. Curahan hati☆
24. Takut mati✧
25. Mulai terungkap☆
26. Pertolongan☆
27. Ayah siapa?✧
28. Malam yang panjang✧
29. Rasanya tetap sakit☆
30. Kebenaran yang berdatangan✧
31. Mulai menerima☆
32. Hug Me✧
33. Kembali sekolah☆
34. Tanpa judul✧
35. Salah paham☆
36. Berujung celaka✧
38. Hadiah Fabio untuk Bagas✧
39. Semua orang menunggu☆
40. Mencari kebahagiaan✧
41. Ayo bahagia☆
42. Sibling✧
43. Fabio bahagia [END]☆
44. Secuil cerita✧
Yuk mampir
Hi, Luca

37. Kembali berjuang☆

2.3K 180 6
Autorstwa dekookoo

Dari kecil, Fabio tidak pernah sekalipun protes ataupun mengeluh akan obat yang harus dirinya minum setiap hari, tidak pernah berkata ia lelah dengan sakit yang ia rasakan. Fabio terlihat tidak keberatan akan beban yang ia bawa dipundaknya, ia mengeluh sakit pun itu wajar, semua orangpun pernah merasakan sakit, Fabio tidak pernah sekalipun menyalahkan takdir dengan ber-argumen mengapa ia yang harus di beri penyakit ini? Mengapa ia harus terlahir sakit?

Baginya itu adalah hadiah darinya dari Tuhan, memberikan hal istimewa agar dirinya lebih bisa bersyukur kepada Sang Kuasa. Walau begitu Fabio masihlah manusia yang bisa merasakan bagaimana ingin menyerah, dimana ia sudah tidak kuat akan segala yang terjadi.

"Adek kenapa nangis hmm? Bilang sama bunda coba." Airin menangkup wajah mungil sang anak, menghapus air mata yang mengalir dengan jari jempolnya.

"Hiks... Bunda huhu... Bio nggak mau sekolah hiks hiks... Nggak ada yang mau main sama Bio hiks huhu... Kata mereka nanti Bio nularin virus ke mereka, nanti mereka ikut sakit kayak Bio hiks... Bio nggak mau sekolah..." Kata Fabio kecil dengan parau, kesegukan seraya menangis menceritakan apa yang membuatnya bisa menangis seperti ini tepat sampai rumah, suaranya begitu menyayat hati Airin, wanita itu langsung memeluk sang anak dengan hangat, mulutnya serasa kelu bingung akan menjawab apa.

"Nggak sayang, Bio itu anak baik. Bio nggak akan nularin sakit Bio, mereka bilang gitu karena mereka belum ngerti kalo Fabio itu istimewa. Mereka belum tau kalo Bio itu sekuat iron man, kalo mereka udah tau, pasti mereka mau main sama Bio." Ujarnya berusaha menenangkan sang anak, Fabio itu istimewa, anak serapuh ini tidak pantas mendapatkan kebencian orang-orang.

"Bener gitu bunda? Bio anak baik? Anak kuat?" Tanya Fabio memastikan, wajahnya yang memerah karena menangis terlihat menggemaskan di mata Airin.

"Iya sayang."

"Bunda janji ya, jangan benci Bio kayak temen Bio disekolah." Katanya dengan memperlihatkan jari kelingking untuk tanda janji yang akan dibuat.

Airin tersenyum dan menautkan jari kecil itu diantara jarinya, tersenyum hangat pada anaknya, "bunda nggak akan gitu, karena Bio anak bunda. Bunda janji."

Nyatanya Airin melanggar semua janji-janji yang ia buat sendiri dulu, ia sendiri yang membuat Fabio terluka dengan luka-luka yang berasal darinya. Ia sendiri pelaku atas semua yang terjadi saat ini.

Tungkainya terasa lemas seperti tidak ada tulang yang menahan untuk tegak berdiri, mulutnya menganga lebar dengan tangan yang ia jadikan untuk menutup mulutnya sendiri, menatap tubuh yang tergeletak bersimbah darah didepannya. Udara seperti tidak membiarkan Airin menghirup oksigen yang ada, jantungnya seperti di paksa berhenti begitu saja saat ini.

"F-fabio...?" Sangat pelan suara yang keluar, tangannya bergetar hebat, matanya berkaca-kaca, "Fabio?" Katanya mengulang kata sang sama, lututnya tertekuk dan tersimbuh didekat tubuh yang ia tabrak dengan kencang itu, tangannya bergetar menyentuh tubuh sang anak yang terkulai lemah disana.

"Hiks... Bio... Bangun hiks... Ini bunda nak... Bunda disini hiks..." Tangannya mulai mengangkat kepala yang penuh darah itu diatas pahanya, air mata Airin mengucur dengan deras tanpa suruh.

Tubuh itu ia goncang agar sang anak bangun lalu memeluk tubuhnya, namun itu hanyalah ekspetasinya saja, tubuh yang ia sentuh itu hanya diam dengan mata terpejam erat.

"Fabio huhu.... Bangun sayang huhu... Anakku..." Tangisannya tambah kencang, beberapa kali mengguncangkan tubuh itu agar merespon dirinya.

"Argh huhu.... BANGUN... TOLONG BANGUN BIO... HIKS..." tangisnya dengan frustasi, memeluk tubuh sang anak untuk memberi kehangatan yang sudah lama sekali Airin tidak lakukan.

Orang-orang yang melihat iba, mereka tidak bisa berbuat apapun selain menunggu mobil ambulans datang dan berusaha membantu yang mereka bisa disana. Tidak jauh dari kerumunan warga sebab kecelakaan yang terjadi, seorang remaja terdiam mematung ditempatnya, terlihat shock akan kecelakaan yang terjadi didepan matanya sendiri.

Bagas tidak beranjak dari saja sesenti pun, tatapannya tidak teralihkan dari tubuh yang beberapa lalu itu tertabrak dengan kencangnya, tangan yang masih menggenggam ponselnya itu terangkat ketika ponsel pintarnya berbunyi, tanpa melihat siapa yang menelpon Bagas mengangkat panggilan tersebut, "gue jahat, gue pembunuh."

***

Lorong rumah sakit riuh, setelah tandu darurat yang membawa seorang remaja diatasnya sampai di rumah sakit. Airin tidak henti-hentinya menangis sembari memegang tangan Fabio yang jari-jarinya membiru, wanita itu bersimpuh didepan ruang UGD ketika petugas tidak memperbolehkan ia masuk ke dalam.

Ia menangis sembari terus memanggil nama sang anak, mengatakan bagaimana ia menyesali semua perbuatannya selama ini, berharap sang anak dengar dari dalam sana. Airin mendekap tas milik Fabio yang di gunakan untuk sekolah dengan erat, seolah menyalurkan bagaimana ia tidak mau kehilangan sang anak.

"B-bunda?" Panggil seseorang, Airin menoleh dan sontak bertambah menangis saat anak pertamanya ada disana, Tiara orang tersebut yang belum mengetahui apa yang terjadi hanya bisa memeluk sang ibu yang menangis dengan keras itu. Awalnya Tiara ragu jika wanita yang terduduk didepan UGD adalah sang ibu.

"Bunda kenapa?" Tanyanya penasaran, hal apa yang bisa membuat sang ibu sekacau ini, Airin yang penuh darah entah dari mana itu berasal, membuatnya juga ikut terkena noda itu karena Airin memeluknya.

"Bio hiks... Bio... Maaf... Maafin bunda nak huhu... Maaf..." Penyesalan memang datang terakhir, dan kini Airin sedang merasakan hal itu. Ingatannya kembali teringat disaat dulu dirinya sangat menyayangi Fabio, hingga pada akhirnya gara-gara keegoisannya sendiri ia tega membuang Fabio dan tega menutup pintu hatinya untuk sang anak.

Menyalahkan semua yang terjadi pada Fabio, yang faktanya anak itu tidak tahu apapun yang terjadi. Fabio hanyalah korban keegoisannya, Airin sendiri yang membunuh sang anak secara perlahan.

Kata-kata yang seharusnya tidak diucapkan seorang ibu kepada anaknya, Airin lontarkan dengan mudah kepada sang anak. Ia bukannya mendukung Fabio yang tengah berjuang melawan sakitnya, justru menjadi orang yang menginginkan sang anak menyerah, Airin tidak pantas mendapatkan predikat sebagai ibu, ia wanita yang jahat.

Airin hanya memikirkan bagaimana kebahagiaan dirinya sendiri, tanpa tahu ada sang anak yang ingin juga ikut bahagia bersamanya. Airin masihlah seorang ibu, mengingat bagaimana dirinya yang berjuang melahirkan sang anak hingga mempertaruhkan nyawanya sendiri, hatinya pasti terluka dan sedih melihat sendiri bagaimana sang anak dengan keadaan mengenaskan seperti itu yang tidak lain adalah ulah dirinya sendiri.

Untuk kecelakaan itu, sungguh diluar dugaan Airin sebelumnya, ia tidak pernah sekalipun berpikir untuk membunuh Fabio walaupun ia berkata tidak suka, benci dan mengatakan Fabio hanyalah pembawa sial. Airin tidaklah sekejam itu untuk menabrak Fabio dengan kencangnya.

"Maaf, apa ada keluarga dari pasien?" Seorang dokter keluar dari ruang UGD, rautnya menunjukkan keseriusan yang kentara saat ini.

Airin segera berdiri dan menghadap langsung pada sang dokter, "saya ibunya dok. Apa yang terjadi dengan anak saya?"

Dokter tersebut terlihat menarik napasnya sebelum menjelaskan kondisi pasiennya, "kita tidak punya waktu lama, anak ibu harus segera melakukan beberapa operasi mengingat kecelakaan yang dialami sangatlah parah, walau begitu untungnya tidak ada cedera di kepala yang menyebabkan traumatis, tapi ada beberapa tulangnya yang patah seperti kaki dan tangannya, dan yang paling parah cedera yang dialaminya adalah cedera aorta di jantungnya, sebelum itu apa pasien penderita kelainan jantung?"

Airin shock mendengar penuturan sang dokter, ia mengangguk ketika dokter menanyakan sakit yang di derita Fabio.

"Operasi harus segera di lakukan, untuk selanjutnya kita bicarakan secara detailnya mengenai apa saja operasi yang harus di lakukan, untuk hasil pemeriksaan akan keluar sebentar lagi," jelas dokter itu lagi. Ia mengajak Airin untuk ikut ke ruangannya agar bisa membicarakan lagi apa yang harus di lakukan.

Sementara Tiara sendiri sudah mulai mengerti situasi, bagaimana Airin yang meracau memanggil nama sang adik lalu sang dokter yang menjelaskan seperti itu membuat Tiara mengerti, jika orang yang mereka maksud adalah Fabio, adiknya.

Sesampainya diruang dokter, Airin berusaha menenangkan dirinya sendiri agar ia bisa mendengar jelas penjelasan dari dokter, dokter didepannya menjelaskan panjang lebar seraya menunjukkan hasil x-ray, CT-SCAN dan hasil pemeriksaan lainnya.

Singkat nya Fabio akan melakukan 10 operasi secara bertahap ditempat tubuhnya yang cedera, salah satunya yaitu operasi katup jantung dan di aorta yang sangat beresiko tinggi, katup jantung buatan yang terpasang di tubuh Fabio sekitar 10 tahun yang lalu harus segera diganti karena terjadi kebocoran, walau sebenarnya jika kecelakaan itu tidak terjadi pun katup buatan itu harus segera diganti. Selain operasi itu, Fabio juga harus melakukan pemasangan pen di tulangnya yang patah.

Semua penjelasan itu Airin tidak bisa memutuskan sendiri, ia memilih memberanikan diri menelpon Satya dan juga Yuni untuk mrmbantu, tidak memedulikan jika ia akan diberi cacian nantinya.

***

Kacau, tidak tahu akan melakukan apa kecuali kepada sang kuasa untuk keselamatan sang anak, itu yang Satya lakukan. Tidak usah tanyakan betapa kagetnya ia mendengar berita kecelakaan Fabio, dunianya terasa runtuh.

Tidak hanya Satya, namun Yuni juga. Bahkan wanita itu sempat pingsan sesaat mengetahui sang cucu tertimpa musibah, tidak henti-hentinya merapalkan doa didepan ruang operasi yang masih tertutup rapat.

Tidak hanya ada 2 orang itu, Airin, Tiara dan Rio juga ikut serta berada disana. Mereka tengah menunggu kabar baik dari sosok yang tengah berjuang di dalam sana dari dokter, berharap apa yang di usahakan tenaga medis berbuah hasil.

Ini bukanlah waktunya untuk debat dan saling menyalahkan, padahal Yuni bisa saja marah dan mengusir Airin dari sana. Mengingat bagaimana kejinya Airin sebagai seorang itu berhadap Fabio.

"Ayah, aku takut yah... Adek... Adek aku di dalem," racau Tiara di pelukan sang Ayah, setelah mengetahui bahwa sang tengah berjuang, Tiara tidak menghentikan tangisnya. Mereka jarang bertemu dan terakhir pertemuan mereka di supermarket waktu lalu, Tiara tidak menyangka jika mereka akan kembali dipertemukan lagi dalam keadaan seperti ini.

"Nggak papa, adek bakal baik-baik aja. Dia pasti bisa bertahan Ra, percaya sama Ayah."

"Tapi kata dokter, adek parah." Rio hanya bisa terdiam, tidak ada lagi kata-kata yang mampu keluar, tidak bisa di pungkiri ia merasakan penyesalan akibat ia yang tidak peduli, berusaha menghindari Fabio, menganggap Fabio seolah hal yang pantas dihindari.

"Tapi pagi Bio cerita, kalo dia mimpi indah banget sampe rasanya nggak mau bangun. Dia juga bilang jangan cari dia karna dia mau main dulu... Kalo jadinya kayak gini, nenek nggak akan biarin kamu sekolah Yo... Nenek akan cegah kamu ke sekolah..."

Perkataan Yuni membuat Airin menjadi menangis sejadi-jadinya, tentang pesan Fabio, ia masih ingat betul isi pesan tersebut. Kenapa rasanya menyakitkan seperti ini?

Pintu operasi terbuka, membuat orang-orang yang menunggu buru-buru berdiri dan mendekati dokter yang keluar agar bisa mendengar jelas bagaimana kelangsungan operasi tersebut. Dokter tersebut seperti sangat sulit mengatakan sesuatu yang akan keluar dari mulutnya, ia melihat satu persatu orang-orang didepannya, "maaf..."

TBC...

[]

Sengaja gantung, biar penasaran haha🤗🙏
Sudah siap akan sad endingnya?

Lampung, 19082022

Czytaj Dalej

To Też Polubisz

887 298 34
Ketika kamu memutuskan untuk patuh, Ketika kamu memutuskan untuk diam, Ketika kamu memutuskan untuk kuat, Maka kelak, kamu akan menjadi apa yang tela...
29.9K 3.5K 26
Linggara tak pernah menyangka ada kehidupan serumit hidupnya. Sosok ayah yang misterius membuat harinya dipenuhi dengan tanda tanya yang tak dapat di...
158K 15.5K 39
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...
00.00 Autorstwa 🐊

Dla nastolatków

55.3K 6.4K 48
00.00 Orang lain bisa menyebutnya sebagai awal, tapi tak sedikit pula yang menyebutnya sebagai akhir. Diaz, laki - laki humoris yang tidak sengaja b...