MEMINJAM WAKTU

By Octoimmee

163K 18.2K 1.9K

Ada banyak Rahasia yang disimpan oleh seorang Lima Ayudia. Rahasia yang membuat dirinya menjadi wanita yang p... More

BAB 1 WAKTU PERTAMA
BAB 2 WAKTU KEDUA
BAB 3 WAKTU KETIGA
BAB 4 WAKTU KEEMPAT
BAB 5 WAKTU KELIMA
BAB 6 WAKTU KEENAM
BAB WAKTU KETUJUH
BAB WAKTU KEDELAPAN
BAB WAKTU KESEMBILAN
BAB WAKTU KESEPULUH
BAB WAKTU KESEBELAS
BAB WAKTU KEDUABELAS
WAKTU KETIGABELAS
PENGUMUMAN
WAKTU KELIMABELAS
WAKTU KEENAMBELAS
WAKTU KETUJUHBELAS
WAKTU KEDELAPANBELAS
WAKTU KESEMBILANBELAS
WAKTU KEDUAPULUH
WAKTU KEDUAPULUH SATU
WAKTU KEDUAPULUH DUA
WAKTU KEDUAPULUH TIGA
WAKTU KEDUAPULUH EMPAT
WAKTU KEDUAPULUH LIMA
WAKTU KEDUAPULUH ENAM
WAKTU KEDUAPULUH TUJUH
WAKTU KEDUAPULUH DELAPAN
WAKTU KEDUAPULUH SEMBILAN
WAKTU KETIGAPULUH
WAKTU KETIGAPULUH SATU
WAKTU KETIGAPULUHDUA
WAKTU KETIGAPULUH TIGA
WAKTU KETIGAPULUH EMPAT
WAKTU KETIGAPULUHLIMA
WAKTU KETIGAPULUH ENAM
WAKTU KETIGAPULUH TUJUH
WAKTU KETIGAPULUH DELAPAN
WAKTU KETIGAPULUH SEMBILAN
WAKTU KEEMPAT PULUH
WAKTU EKSTRA 1,2,3,4,5
MEMINJAM WAKTU (CLOSURE)KIRAN WIRA TARUNA JERICHO&ALIN

WAKTU KEEMPATBELAS

3.4K 424 42
By Octoimmee


Detik demi detik sang waktu
Kini terasa berharga
Tapi juga menyiksa
Ketika kebenaran demi kebenaran
Mengisi jejak langkah didepan

.

.

.

.

Alina Queen Karnadji, begitu nama yang tercantum di KTP nya. Ia amati lekat-lekat foto yang terlihat kaku di kartu itu.
Wajahnya persis sama. Demikian juga dengan foto-foto yang lain, yang telah dengan seksama ia perhatikan. Itu memang foto dirinya.

Atau dirinya habis operasi plastik? hingga ada yang menukar identitas dirinya dengan Alina ini?. Kadang hal itu lebih masuk akal baginya.

Ia mengembalikan Kartu itu kedalam dompetnya, lalu meletakkan benda itu di meja berbentuk bundar yang terletak di sisi kirinya. Alina duduk dikursi teras belakang rumahnya, menikmati sore sambil menunggu kedatangan Jericho.

Hampir setiap hari Jericgo menyempatkan diri untuk datang. Ia akan datang dengan berbagai makanan kesukaannya dari berbagai tempat yang biasa mereka datangi.

Jericho dengan sabar menceritakan apa saja yang mereka lakukan,  memori yang telah mereka cipta dimasa lalu. Semua hal manis dan pahit, Jericho ceritakan.

Dan satu kata yang bisa ia simpulkan,  Alina dan Jericho pasti berjodoh.

Ada rasa bahagia, dan rasa takut datang disaat yang sama.

Ia takut jika dirinya bukanlah Alina yang Jericho maksud. Bagaimana mungkin ia melupakan kekasih sebaik Jericho?.

Kadang ia ingin menangis melihat pandangan penuh cinta dari pria itu. Ia bisa merasakan kasih sayang yang besar dari tunangannya itu. Kasih sayang yang akan menjaganya sampai seumur hidupnya.

Tapi ada saat dimana ia merasa jika dirinya tidak memiliki siapapun di dunia ini. Hampa, seperti itu yang ia rasakan.

Ia mengambil ponsel yang ia letakkan dioangkuannua sejak tadi. Ponsel baru dibelikan Edgar Kanaji Papanya. Ponselnya hancur pada saat kecelakaan terjadi, dan  Jericho sudah mengurus nomor selulernya agar kembali aktif.

Alin melihat-lihat nama di nomor kontaknya. Ia baca nama itu satu persatu, semua terdengar asing. Bahkan tak ada satupun nama yang berhasil diingatnya.

Akhirnya ia hanya menscroll layar ponsel itu tanpa semangat.
Ia menghela nafasnya yang terasa berat.

"Sayang....disini rupanya..."
Ia menoleh dan melihat wajah tampan milik Jericho. Lesung pipinya yang hanya sebelah itu membuat senyum Jericho semakin mempesona.

Ia memberikan senyum terbaiknya, setidaknya Jericho lah jangkarnya kini. Memiliki Jericho membuat dirinya tenang.

Pria itu segera memelukjya, erat seperti biasa. Mengecup keningnya lama-lama. Lalu menatap matanya dalam.

"Kangen kamu, Lin.."Ucapnya.

"Hari ini kamu...lebih bahagia?" Tanyanya lagi  sambil terus.menatap matanya.

Ia mengangguk, Jericho semakin melebarkan senyumnya.

"Mata kamu lebih bercahaya dari kemarin kemarin, itu bagus sayang, kamu harus bahagia terus ya.." Ucap Jericho yang membuat Alina semakin tenang.

"Hari ini aku bawa rawon, kamu tau kan ? Seperti sop tapi kuatnya hitam. Dulu kamu yang ngajarin aku makan ini...ingat nggak?". Kini Jericho yak lagi mengharapkan jawaban apa apa dari Alina, yang penting Alin mendengar semua cerita tentang mereka. Jericho percaya waktunya akan tiba, saat Alina kembali mengingat semuanya.

"Yuk kita masuk, Bibi sudah siapin di meja rawonnya, kita makan sekarang, kamu nggak mau kan kalau makan malam diatas jam enam sore?, jadi sekarang aja mumpung masih panas juga rawonnya..." Jericho menuntun Alina menuju ruang makan.

"Lin, sudah cek email kan?" Tanya Jaricho sambil menarik kursi agar Alin bisa duduk.

"Yang mana ?" Alin mengerutkan keningnya,  ia ingat jika Jericho mengingatkan nya untuk membaca email.

Segera ia membuka emailnya.

"Nanti saja deh liatnya, makan dulu.." Ujar Jericho sembari mendorong mangkuk berisi rawon ke arah Alin.

Dari ujung matanya Alin bisa melihat satu email masuk dengan subjek Panggilan wawancara kerja di HJC.

"Enak nggak rawonnya?" Tanya Jericho

Alin mengangguk dan mulai menyantap hidangan makanan malam yang memang enak itu.

.

.

.

*******

.

.

.

Taruna memandang kolam renang yang akhirnya ia tahu jika itu untuk Nata putrinya. Bagaimana Lima mengetahui adanya Nata, masih menjadi misteri bagi Taruna.

Ia duduk di kursi dimana ia melihat Lima duduk di malam terkahir ia masih hidup dan masih sadar. Mencoba menyerap segala sesuatu dari tempat ini yang bisa membuatnya terhubung dengan Lima, meskipun ia tahu itu sia-sia.

Jika ia tahu Lima sedang sakit, akan kah dirinya memberikan sedikit perhatian pada adiknya dan sekaligus mantan istrinya itu?.

Hari ini Taruna memberanikan diri untuk pulang. Besok Adera akan kembali ke Singapura. Benar kata Adera, mereka harus kembali bersatu. Kini tinggal mereka bertiga saja, mereka harus kembali akur demi mama dan Papa. Dan juga demi Lima Ayudia yang adalah malaikat pelindung mereka.

Rasa sakit itu kembali menusuk hatinya.

Bisakah ia meminta sang waktu berputar sebentar?.

"Mas....". Sebuah tangan menumpuk pada pundaknya. Ia pun menoleh ke sumber suara, memberikan senyum yang bisa ia munculkan dibibirnya.

"Lagi mikirin apa?" Tanya Adera yang kemudian mengambil duduk disamping Taruna.

Taruna menggelengkan kepalanya.
"Nggak mikirin apa-apa De, cuma memandangi bintang saja..."

Adera tersenyum tipis. Ia mencoba menebak siapa yang dipikirkan Taruna saat ini.

Lima kah,? Atau Istri dan anaknya?.

Adera menggelengkan kepalanya samar, menepis gundah hatinya.

"Kapan-kapan aku mau ketemu dengan keponakan ku Mas..."
Bisik Adera lirih.

Taruna bisa merasakan hatinya sangat sakit, seolah Lima yang bertanya padanya saat ini.

Bahu Taruna meluruh, ia tak bisa menahan kepalanya untuk tetap terangkat, karena kepalanya pun menunduk dalam.

Matanya perih dan basah.

"Jika mba Lima dengan lapang dada bisa menerima kehadiran putri Mas Taruna, maka tidak ada alasan bagiku untuk menolaknya kan?". Adera menahan pedih dihatinya. Ia juga wanita, ia juga akan terluka jika dikhianati.

"Mas Wira, dia sangat kecewa..mungkin karena itu, kemarin dia hilang kendali, maafkan Wira ya mas...". Suara Adera terasa jauh, padahal adiknya itu duduk persis disebelahnya.

Taruna menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Mas nggak marah De, kamu benar Wira pantas kecewa sama Mas, kamu, Lima, bahkan Papa dan mama..." Sahut Taruna pelan."Apa yang dilakukan Wira wajar saja..."

Adera turut menundukkan kepalanya. Rasa duka masih terasa pekat sekali. Adera merasa semua tugas Lima akan beralih  ke pundaknya. Tugas untuk menyatukan mereka bertiga.

Hanya itu yang selalu Lima minta padanya dan Wira. Meminta pengertian mereka akan sikap Taruna. Adera tidak banyak tahu permasalahannya. Ia menduga jika Wira tahu lebih banyak darinya.

Kisah hidup keluarga nya terasa rumit. Mungkin itu juga yang membuat Lima tak melibatkannya. Lima mendukung penuh bisnis Fashionnya di Singapura. Mendorongnya untuk terus maju, semua beban Perusahaan Lima urus sendiri.

Kini Lima pergi saat permasalahan besar yang di hadapi Lima sudah selesai. Yang Adera tahu ada hubungannya dengan Om Bram. Tapi entah apa, menurut Wira mereka tak perlu cemas lagi. Semua sudah selesai, seperti biasa Lima yang membereskan untuk mereka.

Adera benar-benar kehilangan Lima. Selama ini Lima sebagai pengganti mama bagi dirinya dan Wira.

"Maafkan Mas Taru ya De...."

Kini Adera menoleh ke arah kakak tertuanya itu.

"Mas tidak tau apa-apa, dan salahnya tidak berusaha mencari tau apa yang Mas tidak tau....".

"Mas bahkan tidak pernah bertanya pada Lima...".

Adera memeluk lengan Taruna dan menyandarkan kepalanya disana.

"Di saat terakhir pun , Mas tidak punya kesempatan meminta maaf...".

Adera bisa merasakan tubuhnya Taruna berguncang. Semakin erat ia memeluk lengan Taruna.

Adera juga menangis dalam diam. Memohon agar Tuhan memberikan tempat terindah pada Lima. Ada banyak kesedihan yang sudah Lima tanggung.
.

.

.

*******

.

.

.

.

Kirana melihat Nata yang kini telah tertidur. Putrinya itu menunggu telepon dari papanya sejak tadi. Hanya saja Taruna tidak mengangkat teleponnya.

Tadi siang Taruna masih menelpon,  jika ia sangat sibuk berkenaan dengan meninggalnya Lima. Ada banyak hal yang harus dikerjakan suaminya itu.

Dan Kirana menduga jika Taruna masih sibuk dengan pekerjaannya hingga saat ini. Meskipun biasanya Taruna akan menyempatkan berbicara pada Nata sebelum putrinya tidur.

Kirana menimbang-nimbang, terakhir satu jam yang lalu ia menghubungi suaminya. Apakah ia mencoba menghubungi lagi?. Matanya melihat waktu yang ditunjukkan oleh ponselnya itu, pukul 22.16 WIB.

Akhirnya ia mencoba menghubungi lagi. Kirana sangat berharap Taruna mengangkat panggilannya.
Sudah satu minggu lewat dari waktu yang dijanjikan Taruna untuk pulang. Mereka perlu membicarakan ini, terlebih Nata yang sudah mulai rewel karena sudah lama tidak bertemu dengan papanya.

"Halo....."

Kirana tersentak dari lamunannya.

"Ha...halo mas..." Jawab Kirana.

"Maaf Kiran..tadi aku dari luar, ponsel di kamar, besok Adera pulang ke Singapura, aku eh kami mengobrol lama tadi .."

Kirana melihat ponselnya, biasanya Taruna selalu meminta panggilan video, tapi kali ini tidak.

"Oh, aku senang kalian bisa ngobrol..." Sahut Kirana berusaha menunjukkan antusiasme. Karena ia turut lega jika Taruna  akhirnya bisa bicara dengan saudaranya.

"Yah...aku melewatkan banyak hal tentang Adera..". Sesal Taruna.

"Mungkin ini awal yang baik Mas, kedepannya Mas dan adik-adik bisa semakin dekat.."

"Mas harap begitu, Harusnya dulu aku tidak terlalu terbawa emosi.."

Kirana ikut diam, tak tahu harus  bagaimana menanggapi masalah ini. Taruna tak pernah membahas keluarganya.

"Nata sudah tidur ya..?" Terdengar desah nafas lelah Taruna.

"Iya mas..."

"Pasti rewel karena Mas nggak nelpon.."

Kirana terkekeh."Biasalah anak Papa, hanya sebentar saja sih, Namanya sudah ngantuk banget.."

"Kamu sehat kan Kiran? Mas usahakan tiga atau empat hari lagi pulang..."

"Aku baik-baik Mas, aku malah kuatir sama Mas sibuk begini biasanya suka lupa makan.."

"Mas akan perhatikan kesehatan, kalau sakit jauh dari kamu nggak enak..."

Kirana tersipu-sipu, hatinya yang tadi sempat sedikit kecewa karena Taruna tidak menelepon, kini terobati.

"Makanya jangan sakit Mas..."

"Iya, kamu istirahat ya, mas juga mau istirahat,  capek banget..."

"Iya mas...selamat istirahat juga.."

"Good night Kiran.."

"Good night Mas..."

.

.

******

.

.

Taruna memandang langit-langit kamar mama. Dulu ini tempat dia menumpang tidur jika ia sedang ada masalah. Mama dengan sabar akan mendengar masalah nya.
Dan kini ia pun merasa dirinya perlu berada disini. Mengendus jejak kehadiran mama.

Dulu juga kadang ada Lima yang turut mendengar masalahnya. Mereka bertiga tidur diranjang mama, dengan mama berada diantara mereka berdua.

Lima dan dirinya akan rebutan  memeluk mama, kadang mama sampai kewalahan menegur mereka berdua. Saat itu semua masih indah.

Terakhir ia tidur di kamar ini sebelum Papa meninggal. Lima sudah mulai bekerja di perusahaan, dirinya dengan senang hati membantu Lima memahami pekerjaannya, ia senang karena setidaknya ada Lima yang akan membantunya bekerja di perusahaan Papa. Wira dan Adera sama sekali tak menaruh perhatian.

Dan ia harus akui jika Lima cerdas. Bagai spons ia menyerap semua ilmu dan bagai bayangan Lima mengikuti semuanya persis seperti yang diajarkan dirinya juga Papa.

Taruna memiringkan tubuhnya. Membayangkan jika ada mama dan Lima disana. Matanya menangkap frame yang berisi foto-foto mereka. Ada foto berdua Papa dan mama. Foto mereka bertiga, dirinya, Wira dan Lima. Foto mereka sekeluarga, dan..
Foto pernikahannya dengan Lima.

Hati Taruna kembali sakit.

"Mama, maaf..."

"Papa, maaf..."

"Lima..." Taruna tak bisa melanjutkan satu kata itu, tenggorokannya terlanjur tercekat. Ganti kata, air matanya tumpah dan kini ia membiarkannya.

"Mas Tahu kan kalau Mbak Lima sangat mencintai mas...?"

"Mas Taru beruntung banget, Mas harus bahagia, karena Lima selalu berusaha buat mas Taru bahagia, meskipun Mas nggak sadari hal itu..."

"Mbak Lima tidak pernah main-main dengan pernikahannya Mas.."

"Dia istri yang setia dan menantu yang mengabdi dan saudara yang bisa diandalkan.."

"Selama Mas Taru menjauh, Mbak Lima seperti pengganti mama bagi aku dan Mas Wira. Tuhan sengaja menempatkan Lima ditengah keluarga kita, seperti malaikat..."

"Mas Taru jangan menjauh lagi yaa, aku butuh Mas Taru dan Mas Wira...."

Taruna terlelap dengan air mata yang belum sempat kering.
.

.

.

Ditengah kemelut
Aku tak sadar jika kamu
ada disana,
Memperbaiki dalam diam.
Dan tetap diam hingga aku
tak sempat
Berucap kata yang pantas buat menebus angkuhku.










Continue Reading

You'll Also Like

625K 27.4K 42
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...
920K 170K 54
Reputation [ rep·u·ta·tion /ˌrepyəˈtāSH(ə)n/ noun, meaning; the beliefs or opinions that are generally held about someone or something. ] -- Demi me...
371K 28.6K 59
Elviro, sering di sapa dengan sebutan El oleh teman-temannya, merupakan pemuda pecicilan yang sama sekali tak tahu aturan, bahkan kedua orang tuanya...
7.3M 353K 75
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...