Empat bulan berlalu semenjak hasil rapat dewan direksi diumumkan. Aktivitas kantor kembali seperti semula, tak ada perubahan. Lembur dan jam makan yang tak teratur kembali menghantuiku. Aku dan Kean serta anggota tim Pak Myer harus sering bolak balik Jakarta-Bali untuk memantau kondisi pembangunan disana. Baru sebulan yang lalu, pembangunan sudah memasuki 80% dari kata selesai, sehingga pekerjaan tak lagi sebanyak sebelumnya.
Kean masih sering mengadakan rapat mendadak untuk memantau perkembangan beberapa departemen. Sambil memperhatikan Kean yang sedang bermain basket bersama Raka, Denis dan Dimas. Aku memilih duduk di sudut lapangan dengan bubur kacang hijau yang menemani tontonan menarik dari para laki-laki itu. Beberapa wanita yang melewati lapangan terlihat melirik sekilas permainan mereka. Pagi ini, kami memutuskan untuk jogging di taman Kondominium Kean. Karena disini fasilitasnya jauh lebih lengkap dan suasanya juga jauh lebih mendukung untuk berolah raga.
Rencanan Kean juga akan mengajakku makan malam berdua. Setelah sekian lama kita tidak menghabiskan waktu bersama. Denis akan berangkat ke Bali siang ini, sedangkan Raka harus kembali ke Rumah Sakit. Dimas? Dia sibuk dengan acara kencan buta yang sedang gencar-gencarnya di atur oleh mamanya semenjak beliau mendengar aku sudah tidak jomblo lagi. Ketika seniorku mengatakan ini dengan wajah memelas meminta bantuanku, aku hanya menghadiahi tawa senang mendengar pengakuannya.
***
Kean mengadakan makan malam diatas Kondominiumnya. Segala macam menu sudah terhidang dengan tampilan yang menggugah selera. Sambil melirik Kean yang sedang mengambil sebotol wine, aku mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru rooftop. Rooftop ini sangat luas, dan bahkan kemerlap kota terlihat jelas dari atas sini. Menikmati semilar angin dan wangi anggur yang ikut tercampur di udara karena Kean mulai menuangkannya ke dalam gelas. Laki-laki itu membuka dan menuangkan anggur bak bartender terkenal, aku terkekeh geli melihat raut wajah ekspresif yang dibuatnya.
"Kenapa tiba-tiba minum anggur?" tanyaku melirik Kean yang sepertinya bersemangat untuk menyantap minuman itu begitu laki-laki itu duduk.
"Hanya ingin saja, bukankah cuacanya bagus beberapa hari ini. Aku sudah menyimpan anggur ini cukup lama. Dan menurutku sekarang waktu yang tepat untuk meminumnya,"
Aku mengangguk setuju, cuaca memang sangat bagus beberapa hari ini. Selain itu, malam ini bintangnya juga bersinar sangat terang. Aku bertanya-tanya apa semua momen yang sangat indah ini dapat aku mengabadikannya menjadi sebuah lukisan?
Sambil mengihirup aroma anggur dan menyesapnya sebentar, aku kembali mengedarkan padangan ke arah lampu kota yang juga terlihat sangat cantik malam ini.
"Apa kamu suka pemandangannnya?" tanya Kean sepertinya dia memperhatikan semua gerak-gerikku sedari tadi.
"Mmm, ini sangat cantik," jawabku dan kembali menyesap anggur yang masih dengan setia ku pegang.
"Jangan hanya minum, kamu juga harus makan sesuatu. Beberapa hari ini kulihat nafsu makanmu tidak sama lagi. Apa ada masalah?" tanya Kean sambil menyodorkan steak kearahku.
"Tidak ada masalah, hanya nafsu makanku sedang menurun. Mungkin karena perubahan hormon," jawabku sekenanya dan mulai menusuk steak sapi yang sudah dipotong kecil-kecil oleh Kean.
Pria itu didepanku juga mulai menyuap makannannya. Kami mengobrol ringan tentang banyak hal selama makan.
Mulai dari Raka yang sepertinya sudah mendapatkan tentengan baru yang kece. Hingga Alexi yang sepertinya mulai merasa risih dengan Dimas menjalani kencan buta yang diatur mamanya. Kean hanya menanggapi dengan dengan bijak. Dan tahu jika kami tak bisa berbuat apa-apa jika itu sudah menyangkut hati.
Kean juga mengatakan bahwa kakek akan kembali ke Singapura bersama orang tuanya. Sedangkan Kenrick sedang sibuk merintis bisnis baru. Yaitu bisnis fashion. Aku sempat terkaget-kaget mendengar perubahan jalur bisnis Ken ini. Tapi sepertinya Kean tidak. Dia malah memandang ide Kenrick cukup menarik. Jadi dia hanya membiarkan saja, toh itu usaha adiknya.
Makan malam selesai dengan cepat, karena aku dan Kean juga sudah mulai lapar sebelum kami melangkah ke rooftop ini. Kami menikmati angin malan dan menyaksikan kerlap-kerlip lampu kota. Lalu Kean menarik tanganku mendekat kearahnya. Karena tempat duduk kami yang bersebelahan, laki-laki itu dengan mudah menggengam jemariku.
"Micha,"
"Mmm," jawabku dan menoleh kearah Kean yang sedang, apa kata yang tepat untuk menggambarkan raut wajahnya yang tersorot lampu teras ini. Nervous.
"Kamu kenapa?" tanyaku begitu sadar, wajah yang dipasang Kean tidak seperti biasanya. "Apa ada masalah dikantor?" lanjutku, tapi Kean malah menggeleng. Laki-laki itu menarik nafas sedikit dan mengeluarkan sesuatu dari balik saku jasnya.
"Aku ingin memberikan ini alih-alih cincin," ujar Kean. "Aku ingin melamarmu Micha," ucap Kean dengan nada puas.
Aku ternganga untuk beberapa saat. Satu set perhiasan. Kalung, anting dan cincin. Dan itu semua dari berlian. Aku melirik Kean yang masih dengan setia memegang satu set perhiasan itu dengan wajah sumringah.
"Lamaran? Kenapa tiba-tiba lamaran?" tanyaku dengan gugup, sungguh aku tak menyangka jika Kean akan melamarku malam ini.
"Bukankah aku sudah bilang, aku ingin menjadi suamimu. Aku juga pernah mengatakan jika posisi sebagai suamimu sudah aku pertimbangkan jauh-jauh hari," kata Kean dengan semangat. Kelewat semangat, hingga aku ingin tersenyum mendengarnya dengan yakin seperti itu.
Kean menatapku dengan penuh kehangatan. Aku tersenyum melihat matanya yang penuh dengan diriku. Aku menutup kotak perhiasan itu, dan dengan tenang menjawab Kean, "Aku menerima lamaranmu," kataku. Dan langsung dihadiahi dengan "YES" oleh Kean.
"Tapi, kita tidak bisa menikah dalam waktu dekat. Mari kita tunda pernikahannya dua tahun lagi," dan langsung begitu kata itu keluar dari mulutku, tangan yang tadinya mengepal dengan kuat dan mulut yang dengan semangat mengatakan YES tertekuk lemas.
"Kenapa? Kenapa harus diundur? Dan diundur bukan hanya selama dua atau tiga bulan, tapi dua tahun? Dua tahun?" Kean menggeram frustasi karena jawabanku. Tapi aku tetap dengan teguh dan tekad yang jelas menjelaskan situasinya pada Kean.
"Apa kamu yakin selama bulan madu kita tidak akan bekerja?" tanyaku dan Kean terdiam sesaat. Aku kembali melanjutkan, "Lihatlah sekarang, aku atau kamu masih harus bolak balik Jakarta-Bali. Belum lagi ini mau akhir tahun banyak hal yang harus dikerjakan. Ketika pembangunan hotel dan galeri selesai, kita harus mengadakan perekrutan karyawan. Dan setelah kondisi settle barulah kita bisa mengadakan pernikahan yang lebih baik, jika kita mengadakannya dalam waktu dekat, banyak hal yang harus di bereskan Kean." Jelasku, Kean termenung sesaat dan menatapku dengan wajah memelas.
"Tapi aku sudah tak sanggup tinggal sendiri," ujar Kean dengan putus asa, "memikirkan mengirimmu kembali ke rumahmu ternyata lebih sulit daripada yang aku bayangkan," lanjutnya dengan mengerang lemah.
Aku menggenggam tanggan Kean, meremasnya dengan gentle, "Aku akan sering mengunjungimu, yang menjadi pemisah kita hanya tempat tinggal Kean, aku akan sering mengunjungimu, memasakkan sarapan dan juga menghabiskan waktu denganmu setiap weekend. Bagaimana? Aku akan memproritaskan waktuku untukmu, bahkan Raka, Dimas atau Ian Somerhalder tak akan mengganggu waktu kita berdua." Tawarku, Kean mengerutkan wajahnya sedikit ketika mendengar nama Ian dibawa-bawa. Aku tahu dia masih tidak ingin mengakui bahwa aku masih sering tergoda melihat Ian ketika menonton Vampire Diaries dengannya.
Setelah menimbang cukup lama akhirnya Kean menjawab yang hanya membuatku ternganga lagi, "Baiklah, kalau begitu aku akan meminta cuti selama sebulan untuk bulan madu kita."
"Kenapa harus sebulan? Yang lain biasanya seminggu atau dua minggu,"
"Seminggu itu tidak cukup Micha, aku rasa sebulan juga tidak cukup. Aku akan mengajukannya nanti setelah kita meresmikannya." Jawab Kean seolah-olah semua sudah melalui keputusan yang panjang. Padahal aku tahu dia memutuskan itu malam ini.
"Apa kamu tidak bosan? Sebulan bulan madu dan hanya berdua denganku," aku mengatakannya karena mengingat Kean yang sangat gila kerja. Laki-laki yang menghabiskan waktunya lebih banyak untuk bekerja, ingin libur dan hanya ditemani olehku. Aku yakin dia akan bosan bahkan setelah seminggu berlalu.
"Apa maksudmu bosan? Mana mungkin aku bosan Micha. Menciummu saja aku seperti meminum air di padang pasir, hausku malah tak pernah hilang bahkan menginginkannya lagi. Apa lagi untuk urusan..."
Aku dengan cepat menutup mulutnya sebelum dia memuntahkan kata-kata tak senonoh itu di malam dia melamarku. Dengan cepat aku memberikan tetapan tajam pada Kean yang sepertinya masih ingin melanjutkan khotbahnya tentang rencana bulan madu yang ada dipikrannya.
"Berhenti mengatakan hal yang tidak senonoh itu jika kamu masih ingin menikah denganku dua tahun lagi," kataku saat dia tak terima perkataannya di hentikan begitu saja.
Aku mengipasi diriku. Jelas jelas udara malam terasa segar beberapa saat yang lalu, tapi tubuhku berubah panas hanya dengan mendengar perkataan Kean.
Disisi lain, laki-laki itu malah terkekeh melihat wajahku yang bersemu merah sebagai reaksi perkataannya barusan. Dan akhirnya malam itu, aku dan Kean sepakat menunda pernikahan kami selama dua tahun kedepan. Laki-laki itu memelukku dan kami menghabiskan malam itu menatap kembang api yang dipersiapkan Kean.
***