He's Into His Pariban

By amoreandhope

3.1K 214 58

NIKAH KONTRAK DENGAN PARIBAN!?!??!?! Sastra Hamonangan Siagian adalah seorang perwira lulusan Akademi Militer... More

Prolog
Bab 1: Pertemuan Dengan Pariban
Bab 2: Mountea
Bab 3: Sastrawan Nyinyir
Bab 4: Persetujuan
Bab 5: Siapa Caca?
Bab 6: Poor Monra
Bab 7: Sour Escape
Bab 8: Martumpol
Bab 9: Married But It's Not The Happily Ever After
Bab 10: Having Fun
Bab 12: Waiting For You Like a Fool
Bab 13: Frederik
Bab 14: Thinking Your Future Was Me
Bab 15: Aku, Kau, dan Dia
Pengumuman
Bab 16: Confession
Bab 17: Bulletproof
Bab 18: Kesempatan Untuk Caca

Bab 11: Kebimbangan Sastra

124 10 0
By amoreandhope

Malam kembali terlewati. Tetapi sekarang, aku benar benar tinggal hanya berdua dengan Sastra. Beda rasa nya pada saat tinggal di rumah Pak Siagian. Sebab, Pak Siagian terkadang mampir untuk mengambil pakaian untuk inang (Mama Sastra). Sedangkan sekarang, hanya berdua dengan Sastra tinggal di lingkungan asrama militer. Kujelaskan sedikit, lingkungan nya tepat di lokasi tempat berdinas Sastra. Kami bertetangga dengan anggota militer yang sudah berkeluarga juga.
Syukurnya, kami tidak tidur di dalam satu ranjang. Sastra benar benar menyandang status pria nyinyir. Tak hanya pada saat 'hidup' ia mengomel, pada saat tidur saja dia sering meracau diikuti dengan dengkuran yang berisik.
Ditambah, Sastra itu bukan laki laki sejati! Dia membiarkan ku tidur di kamar yang dekat dengan jendela yang menghadap ke jemuran halaman belakang. Suasana malam yang menakutkan ditambah dengan udara yang panas membuat aku terpaksa membuka jendela tersebut semalam.

Aku melakukan aktivitas seperti biasa nya. Pukul 4 pagi aku sudah bangun untuk menyiapkan sarapan, memasak nasi, menjerangkan air, dan membersihkan kamar mandi yang lama tak dipakai. Setelah selesai, aku berjalan menuju kamar Sastra untuk membangunkan nya.

"Bangun bangun." Kata ku santai sembari mengguncang guncang badan nya sedikit.

Sastra membuka mata nya perlahan dan bergerak meninggalkan kasurnya. Salah satu kesamaan kami adalah, kami tipikal morning person.

"Kalo sarapan masak nya yang biasa aja, Mountea. Tempe kek, telor kek, atau mie instan." Kata Sastra sambil duduk di kursi makan.

"Eh itu tu makanan yang gaada nutrisi nya. Lo juga udah ada duit. Udah berapa kali gue bilang, jangan pelit soal makanan." Jawabku sambil mencentongkan nasi.

Sastra hanya diam dan menikmati suapan pertama dari ayam goreng ungkep buatanku

"Enak ga?" Tanya ku penasaran.

"Enak." Jawab Sastra sambil mengunyah.

Aku hanya tersenyum senang.

"Kok bisa masak ini semua? Bangun jam berapa?" Tanya Sastra.

Aku kemudian bercerita panjang lebar tentang semua nya. Sastra hanya mengangguk anggukan kepala nya sambil menikmati makanan. Lagi lagi, percakapan hanya berhenti begitu saja. Entah begitu saja tiba tiba signal di otak ku menyuruh aku untuk membuka topik.

"Lo pinter kan?" Tanya ku sembari sedikit menyindir.

"Iyalah! Ga kayak lo. Gue dulu pas SMP juara olimpiade IPS, pas SMA gue PPI Kota, terus pas pendidikan,"

"Ssstttt. Diem diem diem. Gue ada pertanyaan. Lo ga bakal bisa jawab!" Kata ku memotong pembicaraan Sastra.

"Dih. Siapa takut. Apa coba?" Jawab Sastra merasa tertantang.

"Tangis, tangisan apa yang enak di dengar." Tanya ku dengan wajah belagu dan pede.

"Tangis bahagia?" Jawab Sastra pede.

"Salah. Nyerah?"

"Ngga ngga ngga. Gue ga nyerah. Manisan? Soalnya kan enak terus kayak plesetan dari tangisan. Bener ga?"

Aku tertawa terbahak bahak, lalu berkata. "Manisan enak di lidah. Bukan enak di denger. Gimana sih. Ayo nyerah ya buruan."

"Iya gue nyerah. Apa jawaban nya?" Tanya Sastra mati penasaran.

"Tangisan bayi baru lahir." Jawab ku sambil tertawa terbahak bahak dengan lelucon ku yang lucu.

"Dih. Kok gitu?" Sastra mengeyel.

"Iyalah. Bayangin ya, kalau kita punya anak. Terus anak nya ga nangis. Mak bapak nya pasti panik lah. Dikira anaknya ada kelainan atau apa gitu. HUUUU. Pinteran gue dari pada lo."

"Anak kita? Lo aja kali!" Kata Sastra tiba tiba.

"Dih! Gue ngomong gitu kan cuma perumpamaan. Siapa juga mau punya anak sama lo! Ntar anak gue nyinyir lagi." Jawab ku.

Baru saja Sastra hendak membuka mulutnya dan membalas argumen ku, tiba tiba ada seorang wanita berambut pendek menggunakan seragam dinas TNI mengetuk pintu rumah.

"Iya, Mba? Mau nyari siapa?" Kata ku menghampiri wanita tak dikenal itu.

Ia diam membisu. Tiba tiba saja, Sastra membisikkan ke telinga ku untuk masuk ke dalam kamar. Entah mengapa, biasa nya aku kepo tapi kali ini, dengan satu bisikan dapat meluluh lantakkan ku dan membuat aku menuruti perkataan Sastra.

Sastra Hamonangan's POV

"Sas, mau sampe kapan kita kayak gini terus? Gue whattsapp ga lo bales." Kata Caca secara tiba tiba.

Aku hanya terdiam membatu memandang Caca yang menatapku dengan mata nya yang berkaca kaca.

"Sas! Kok diem aja?" Kata nya lagi membuyarkan lamunan ku.

"Ca, disini ada bini gue dan ini lingkungan asrama. Tolong paham! Gue ga enak di liatin anggota yang lain. Kalo mau ngobrol, nanti siang kita ketemu di kafe biasa." Jawabku lalu pergi menarik tangan Caca keluar dari teras rumah ku supaya tidak terjadi keributan pagi pagi.

Monra's POV

Aku mengambil sikat kamar mandi dan menggosok gosok noda yang tak kunjung hilang disana.

"Jorok banget. Ini si Sastra ga pernah pake kamar mandi disini atau gimana si?" Gumamku.

Aku mencoba mengambil produk pemutih. Tapi, noda di lantai tak kunjung hilang juga. Padahal, tanganku sudah mau patah membersihkan nya.
Aku memutuskan untuk menelpon Sastra dan menyuruhnya untuk membeli pembersih lantai yang bagus supaya lantai kamar mandi tidak kotor.

"Sas. Kalo pulang kerja nanti, singgahin ke mini market untuk beli pembersih lantai. Lantai kamar mandi jorok banget." Kata ku.

"Beli sendiri aja." Jawab Sastra setengah berbisik lalu mematikan handphone nya.

"Eh anak kambing! Sialan! Langsung dimatiin. Aelah." Gumamku.

Aku menatap pasrah kamar mandi yang kotornya seperti kandang kuda. Dasar laki laki penjorok!
Tanganku sudah pegal dan pada akhirnya, aku memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan ku. Aku kembali ke kamar dan merebahkan badanku.
Aku menatapi ke langit langit kamarku. Tiba tiba, wajah wanita itu menyambar di benak ku.

"Rambut pendek. Sastra juga seperti menyembunyikan nya dari ku." Gumamku sambil merangkai teori teori.

"Di seragam nya tertulis 'Dara'. Kayak pernah denger." Gumamku lagi.

Setelah otak ku yang lemot ini menerka nerka, aku membulatkan mulutku tanda tak percaya. Dara adalah Caca yang digadang gadang sebagai jantung hati nya Sastra.

"Najis! Ampela kali? Eh ngga ngga ngga. Kita gaboleh asal tuduh." Gumamku emosi sendiri.

Aku beranjak dari tempat tidur dan bergerak menuju kaca. Kupandangi pantulan tubuhku di cermin sambil menirukan gaya 'Darah ayam' itu.

"Ih apaan cantik kayak gitu? Gue noh, cantik, tinggi, terus apalagi ya?" Kata ku menyemangati diri.

"Eh tapi dia cantik dan tinggi juga sih. Ah ngga! Atas dasar apa dia lebih cantik dari pada gue?"

"Udah kayak orang pinter belum gue?"

"Gimana badan nya bisa atletik gitu ya?" Gumamku sembari menggaruk garuk kepala ku yang tak gatal.

Aku bercakap cakap sendiri bagaikan orang gila. Ya.. dengan berat hati, menurutku, Caca cantik. Sesuai dengan nama buatan Sastra. Aku menghembuskan nafas ku dan memutuskan untuk tidur.

Sastra's POV

"Eh lo inget ga, Sas? Senior PASKIB kita pas SMA yang judes banget itu?" Kata Caca memecah keheningan.

"Hm?" Jawabku begitu saja.

"Dia tiba tiba contact gue. Kata nya sih dia ga lulus KOWAD." Kata Caca dengan antusias sambil mengaduk aduk teh bunga bunga an nya itu.

"Ooh terus?" Jawabku malas.

"Ya gue read aja. Salah sendiri kemaren dia jahat banget sama gue. Nampar gue, nyuruh gue makan pare. Ya gue mana berani ngelawan senior. Lo liat kan pas SMA gue ga show off banget bokap gue siapa. Sekarang, dia udah tau gue anak Kolonel Soegiharto, baru ngena tu di jantungnya!" Kata Caca lagi dengan emosi.

Aku hanya membalas perkataan Caca dengan tertawa canggung.

"Eh lo kenapa jadi diem gitu sih?" Tanya nya sambil memegang tanganku dan aku melepas tanganku perlahan dari tangan Caca.

Aku menatap Caca dengan tatapan hambar.

"Hey, Sas! C'mon. Lo ga mungkin ngelepas pertemanan kita cuma gara gara cewe lain. Okay fine! I'm sorry. It's totally my fault. Maaf gue nolak lo. Puas kan?" Kata Caca.

"Gini ya, Sas. Lo nikah terlalu terburu buru. Gue mana bisa mikir. Jangan gara gara lo udah nikah, jadi cinta kita bisa pudar. Gaboleh gitu, Sas." Sambungnya lagi.

"Jadi sekarang rencana lo gimana? Lo mau gue cerai sama Monra? Gitu?" Kata ku.

"Gue ga ada nyuruh lo cerai! Gue hanya mau lo pikirin mateng mateng. Lo mau spent time together until forever sama cewe yang lo ga suka? Lo juga gatau dia baik apa kaga. Dan gue denger denger, dia anak SMA." Kata Caca.

Kemudian Caca tertawa kecil dan ku anggap itu seperti sindiran. Ia menghabiskan teh nya, lalu menyentuh tanganku singkat. "Pikir pikir lagi." Kata nya lalu pergi meninggalkan ku begitu saja.

Aku menatapi punggung Caca yang makin lama makin mengecil seiring dia bergerak menjauh dari ku. Entah apa maksud dari perkataan nya itu. Apakah ia memberiku harapan atau hanya menggoda ku saja? Tapi tidak mungkin aku meninggalkan Monra begitu saja. Kami sudah terikat janji.
Tiba tiba, aku memandang ke bangku kafe dimana aku dan Monra membuat 'perjanjian' pernikahan sementara ini. Seketika, aku tersadar bahwa aku dan Monra hanya sementara. Setelah Mamak tiada, tidak ada apa apa lagi diantara kita. Mungkin aku kedengaran nya kejam. Tapi, laki laki harus berpegang pada janji.

Kring... kringg... kring...

Handphone ku yang berdering membuyarkan perkelahian ku dengan otak ku sendiri.

"Heyyy brooo. Ssupp?" Kata seseorang dengan nomor tak dikenal di seberang sana.

"Maaf, ini dengan siapa?" Jawabku bingung.

"Eh, nama lu Charil Anwar kan? Sampe sini udah inget belum?" Kata nya bersemangat.

"OALAHH DRIK! Iya iya iya, udah kenal gue. Tiba tiba nelpon, ada apa?" Jawabku tak kalah semangat. Ternyata ia adalah Frederik, teman dekat ku waktu SMA. Ia kerap menyebutku Chairil Anwar karena beliau merupakan sastrawan terkenal. Sesuai dengan nama ku. Sastra.

"Nahhhh, gue baru buka bar gitu di daerah Thamrin. Hari ini grand opening nya. Lo dateng ya. Please dong cayankkk. Kan gue udah janji kalo gue banyak duit, orang yang gue telpon pertama lo." Jelas Frederik bersemangat.

"Asik banget kedengeran nya. Pasti lah gue dateng. Jam 8 an gue kesana deh." Kata ku menyetujui ajakan Frederik.

Pembicaraan berakhir. Aku menghabiskan kopi ku dan bergegas pergi kembali ke kantor untuk menandatangani beberapa berkas, lalu pergi ke pusat untuk menghadiri apel. Lalu jika tidak ada kegiatan, aku pulang

Monra's POV

Ini sudah pukul 5 sore, tapi batang hidung Sastrawan Nyinyir itu belum kelihatan.

"Ini kenape belum balik dah? Udah nyinyir, suka kelayapan lagi. Hadehh, beneran anak setan!" Gumamku sendirian sambil menunggu di pagar.

Dari kejauhan, aku sudah mendengar suara mobil Sastra yang berat. Aku bercicit lari masuk ke dalam dan pura pura tidur di sofa. Nanti tu orang gede rasa! Dia pasti mengira aku menunggu dia.
Setelah memarkirkan mobil, dia masuk ke dalam rumah. Ia diam seperti orang bisu. Ia masuk ke kamar mandi. Tanpa melirik ke meja makan yang sudah ku hidangkan makanan. Aku paling benci melihat orang mubazir seperti ini. Tunggu saja!

Aku berdiri di depan pintu kamar mandi. Sastra membuka pintu kamar mandi dan masih di tutupi handuk itupun terkejut melihatku. Entah bagaimana rupa wajahku sekarang, pasti nya, ia sangat terkejut.

"Makan!" Kata ku dengan senyum terpaksa.

"Apaansi." Jawabnya lalu pergi meninggalkan ku begitu saja.

Aku kembali diam. Ia masuk ke kamar untuk meletakkan pakaian ke tubuhnya. Sesudah ia berpakaian, ia merapihkan celana nya di ruang tengah.

"Rapi rapi mau kemana? Ikut!!!" Kata ku memelas.

"Aihhh ga usah." Jawabnya malas.

"Ih lo kenapa si? Makan dulu noh sana! Gue udah cape cape masak. Oiya, mana pembersih lantai nya? Kan lo tau di koperasi ga jual gituan, motor juga ga ada." Omelku diikuti rentetan pertanyaan.

"Mon, you don't have to do this. Maksud gue, buat apa lo repot repot ngurusin gue kayak gini? Seakan akan kita nikah beneran. Gue tegasin sekali lagi. Cuma 5 bulan atau sampai Mamak ga ada lagi. Bahasa kasar nya, Mamak meninggal, kita selesai! Kembali menjadi orang asing." Bentak Sastra lalu pergi meninggalkan ku.

Bersambung

Halo temen temen. Makasih banget yang udah mau luangin waktu untuk baca cerita ini. Makasih juga buat temen temen yang udh add ke reading list.
Jadi rencana nya aku pengen bikin trailer cerita nya kalau 1000++ pembaca dan 100 vote. Gimana menurut kalian guys?
Makasih, Tuhan Memberkati 🙏🏻❤


Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 59.2K 68
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...
742K 2.5K 13
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...
392K 2.9K 10
"Aku membencimu sebesar aku mencintai ibumu." Setajam beling, tatapan Gavin menyambar wajah Prisha. Prisha tersentak, bagai tertusuk pisau tak kasat...
25.1K 1.2K 19
"Ada yang datang, ada yang pergi. Kehilangan yang paling menyakitkan adalah berpisah karena kematian." Ini adalah ceritaku dengan akun pena TheQueeny...