Bloody Mary - Haikyuu [ END ]...

By lailaalfy13

97.1K 17.2K 6.1K

Sisi gelap sebuah akademi Haikyuu, atau sekolah menengah atas yang selalu menutup kasus kematian murid-muridn... More

PROLOG
CERMIN
NAMA BAIK
SALAH
MEREKA YANG SALING MEMBUNUH
MATA BATIN
TOILET LANTAI DUA
IWAIZUMI, BANGUNLAH...
SSS
SHINSUKE, DAN KAKEK TUA
ASTRAL PROJECTION
OVERTHINKING
UPAYA UNTUK PULANG
SIAPA MARY?
SPOILER
MENYUSUN RENCANA
PINTU LANTAI EMPAT
RUANG KESENIAN
MANEKIN
NINA BOBO
MEMBERONTAK
AMANAH
MENUJU AKHIR
TAK INGIN USAI
TENTANG SAKUSA
TRAGEDI
KONTRAK
HIDUP KEMBALI
BRAINWASH
PERPUSTAKAAN
MANUSIA LICIK
USHIJIMA, DIKAMBINGHITAMKAN
SUGAWARA
BALAS DENDAM
KENMA MENGETAHUINYA
SUNRISE
EPILOG

PENGKHIANAT

2.1K 447 270
By lailaalfy13

Chapter 18 - Pengkhianat

"Dia bersama kalian, tapi dia juga membantu kami."

*****

Ketika hendak turun ke lantai dua, Semi, Shirabu, Aone, dan juga Yaku muncul dari arah ruang musik. Kenma yang melihatnya meminta Shinsuke untuk berhenti sejenak, menunggu teman-temannya sampai.

"Kak, turunin gue." Pinta Kenma yang langsung dituruti oleh Shinsuke. Kedua kakinya memang masih terasa lemas, tapi ia tidak nyaman jika digendong terus-menerus.

"Pintunya gabisa dibuka." Raut wajah Semi terlihat amat putus asa. Ia tahu betul kalau Oikawa dan Iwaizumi mungkin kesulitan didalam sana.

"Hey, hey, hey... Gausah ragu, pecahin aja kacanya." Sambar Bokuto yang sudah mengangkat tangannya yang terkepal itu.

"Ruang musik itu kedap suara, kacanya juga tebal dan susah dipecahinnya." Jelas Yaku membuat Bokuto segera mengangguk-angguk. Ia tidak kepikiran sampai kesitu.

"Tsukishima?" Pandangan Semi teralih kepada Tsukishima yang masih dipapah oleh Suna dan Futakuchi. Darahnya masih merembes meskipun luka di bagian wajahnya itu sudah ditutup sementara menggunakan kain yang ada di ruangan tata busana. "... Kita harus panggil ambulans sekarang."   Kata Semi dengan nada bicaranya yang terdengar begitu panik. Ia merogoh saku Hoodie, mencari-cari ponselnya untuk segera memanggil ambulans.

Tapi kemudian Shinsuke menghentikannya.

"Lebih baik pesan taxi online. Kita harus prioritasin Tsuki yang luka parah." Ucap Shinsuke dengan penuh kehati-hatian. Ia tahu kalau hati Semi sangatlah gundah sekarang, tapi risiko yang datang nantinya akan lebih besar apabila mereka memanggil ambulans. "... Tenang aja, Goshiki dan Kunimi bisa nunggu." Tambah Shinsuke lagi.

"Mereka kenapa?" Tanya Tsukishima dengan mata tertutup. Seluruh tubuhnya memang sudah tak bertenaga, tapi rasa khawatir mendadak muncul usai mendengar Shinsuke berucap.

Semua yang ada disana saling melempar pandang. Melihat hal itu, Akaashi, Kenma, dan juga Tsukishima paham betul kalau Kunimi dan Goshiki kemungkinan tertimpa hal buruk.

"Dimana mereka sekarang?"  Tanya Kenma.

Aone menunjuk kearah bawah tangga, kemudian menunjukkan dua jemarinya yang terbuka. Menandakan kalau Kunimi dan Goshiki ada di bawah tangga, tepatnya di lantai dua.

Mata Akaashi terbesit pada ruangan yang jauh darinya. Tempat yang bersebelahan dengan ruang musik. Tepat di lantainya, ada banyak ceceran darah yang berderet sampai ke belokan tangga satunya.

Akaashi enggan untuk bertanya. Ia ingat kalau Aone berkata Kunimi dan Goshiki ada di lantai dua, yang berarti darah di lantai itu kemungkinan milik salah satu dari mereka.

"Ah, sudah sampai-!" Kata Bokuto sembari menatap kearah layar ponselnya.

"Siapa?" Tanya semuanya serempak.

"Taxi online. Tsukishima kasihan loh." Bokuto berjalan, bergantian memapah tubuh Tsukishima bersama Aone.

"Kak Bokuto, berani memangnya?" Tanya Akaashi dengan sedikit rasa khawatir. Ia bahkan terkejut karena Bokuto berinisiatif memesan taxi online untuk Tsukishima.

"Gue gamau takut lagi, Akaashi." Kata Bokuto sebelum menuruni tangga. Ia menoleh, menatap temannya satu-persatu. "... Badan gue besar, dan kita banyak dapet serangan fisik dari barang-barang yang dikendaliin hantu-hantu itu. Kalau gue takut terus, kemungkinan gue sendiri bisa mati. Jujur, gue gamau liat temen-temen gue mati didepan mata gue secara langsung... Jadi, gue sama Aone bakal nganter Tsukishima sebentar dan balik lagi kesini. Kalian harus rajin ngabarin di grup." Senyum lebar milik Bokuto membuat seluruh teman-temannya sumringah.

Siapa sangka, kalau orang seperti Bokuto yang suasana hatinya mudah berubah-ubah dan terkadang merepotkan- malah menjadi penguat untuk teman-temannya disaat mereka hampir putus asa.

Tapi memang begitulah dia, Bokuto Kotaro.

Selesai Bokuto, Aone, dan Tsukishima pergi. Sisanya masih berdiam diri di lantai tiga. Mereka tidak bisa turun karena Oikawa dan Iwaizumi tak kunjung keluar dari dalam ruang musik.

"Kak Shin, ada apa?" Suna menghampiri Shinsuke yang sedaritadi berdiri di dekat salah satu jendela. Matanya menyorot kearah gedung asrama, dimana seluruh penghuninya mungkin sedang terlelap dalam.

"Sedikit penasaran..." Jawab Shinsuke. Ia berbalik, lalu diam seperti sedang memikirkan banyak hal didalam kepalanya. "Gue boleh balik ke asrama nggak?" Pertanyaan Shinsuke langsung menarik perhatian seluruh teman-temannya.

"Lelah? Mau istirahat di ruang kesehatan aja?" Tawar Yaku langsung ditolak oleh Shinsuke. Sebab, bukan hal itulah yang menjadi tujuannya.

"Gue mau ke kamar si kembar." Semua langsung terkejut usai mendengar perkataan Shinsuke.

"Setuju sih, apalagi yang muncul di gedung ini cuma Sakusa sama Mary. Kira-kira kemana mereka?" Tambah Semi yang langsung terpikirkan hal itu. 

"Ya... Kunimi sempet ngomong kalo Sakusa nyerang Goshiki, sebelum akhirnya mereka..." Futakuchi tak melanjutkan kalimatnya.

Dari banyaknya cermin yang sudah dihancurkan, Osamu mungkin sudah sekarat sekarang. Lalu kemana perginya Atsumu?

"Jangan pergi sendiri, Kak." Kenma menghalangi jalan Shinsuke. "... Suna, Lo harus ikut sama Kak Shin." Sambar Kenma membuat Suna terbelalak kecil. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali saking terkejutnya.

Sebuah respon yang mudah dibaca oleh Kenma.

"Dibilang gue gak sanggup liat Osamu yang kepayahan begitu!" Ketus Suna. Ia menolak mentah-mentah perintah Kenma.

"Kalau begitu..." Kenma berjalan, lalu berdiri tepat dihadapan Suna sambil menadah tangan. Sontak hal itu membuat Suna semakin salah tingkah.

"Kasih kunci kamar Lo buat dibawa sama Kak Shin." Kenma menggerakkan lagi telapak tangannya yang terbuka, seolah mendesak Suna untuk segera memberikan kuncinya.

"Buat apa coba?" Elak Suna kemudian.

Kenma mendecik kesal. "Ck! Cadangan kalau Kak Shin dikejar atau butuh tempat sembunyi." Sambung Kenma, memberikan alasan lain untuk memojokkan Suna.

"Kalo gitu kunci punya Lo aja, kan kamar kita sama-sama di lantai dua." Suna menunjuk tepat ke hadapan wajah Kenma, dan tangannya itu buru-buru ditepis olehnya.

"Ok, gapapa..." Kenma berbalik, meninggalkan Suna yang masih saja enggan memberikan kunci miliknya.

Atas penolakannya itu, semua orang menatap Suna dengan penuh tanda tanya.

"Shirabu, Lo pegang kunci juga kan? Kasih ke Kak Shin." Kenma berdiri di samping Shirabu, sembari melemparkan tatapan meledek kearah Suna.

Bisa dilihat jelas, kalau raut wajah Suna menjadi semakin tidak karuan. Debaran jantungnya sendiri sudah tak terkendali sekarang.

"Ada kok..." Shirabu merogoh Sling bag miliknya, dan langsung memberikan kunci kamar miliknya kepada Shinsuke.

"Jadi..." Shinsuke yang semula sudah berdiri diujung tangga, mendadak berbalik menatap Suna dengan tajam. "... Kalau si kembar gak ada di kamarnya, gue bakal langsung ke kamar Lo, Suna."

"Kak, Kak Shin-!" Suna sudah berusaha memberhentikan langkah Shinsuke, tapi tak berhasil. Shinsuke menarik kerah kaos yang dikenakan Suna, lalu melemparkan tatapan penuh amarah dari jarak yang begitu dekat.

Shinsuke menghempaskan Suna, meninggalkannya yang mematung sendirian di tengah tangga.

"Apa? Kenapa Lo semua ngeliatin gue, seolah gue juga jahat disini?!" Suna berteriak, saking muaknya dengan tatapan berpasang-pasang mata yang tertuju kepadanya.

"Lo pengkhianat, Sun..." Futakuchi bersandar di dinding, lalu memerosotkan tubuhnya hingga menyentuh lantai. Sedikit tidak menyangka kalau yang daritadi bekerjasama menghancurkan cermin di lantai satu bersamanya, ternyata malah berkhianat- dengan memberikan kunci kamarnya kepada pihak si kembar.

"Gue ga siap kehilangan sahabat gue, Fut. Lo tau apa brengsek?!!" Suna mulai kehilangan kendali. Ia maju dengan cepat, sementara Futakuchi tak bergerak dari posisi duduknya.

Ketika Suna mengayunkan tangannya yang terkepal, Kenma dengan sigap menahannya- meskipun tangan-tangannya tak sekuat Suna.

"Gak nyangka, ya... Otak Lo tumpul, Sun..." Sindir Kenma. Ia sudah benar-benar muak, sampai ingin rasanya meludahi wajah Suna yang menjijikan itu. "Lo mau mertahanin apa sih, Sun? Osamu emang temen Lo, tapi mikir gak sekarang dia itu apa? Manusia atau bukan?!" Sambar Kenma bertubi-tubi.

Sejak berpapasan dengan Suna yang tengah bersama Osamu, Kenma selalu memperhatikan betapa baiknya sikap Suna kepada Osamu. Dimata Kenma, hal itu tidaklah salah- sebab ia juga lama menjalin hubungan pertemanan dengan Kuroo dan juga Hinata.

Kepergian keduanya sempat membuat Kenma terguncang, tapi ia berhasil mempertahankan akal sehatnya.

Bagi Kenma, tidak ada gunanya terus terpuruk karena orang yang sudah benar-benar pergi. Hidupnya harus tetap berjalan, menuntaskan masalah- yang masih menumpuk dihadapannya sendiri.

"Tujuan kita ngancurin cermin supaya Osamu lemah dan bisa kita habisin, sekaligus nyergap Atsumu sama Sakusa. Tapi Lo malah bantuin mereka, sementara Lo sendiri liat gimana adek kelas kita babak-belur, bahkan mati." Futakuchi menunduk lesu. Harapannya pupus karena ia sudah yakin kalau perjuangannya akan menjadi semakin sulit nantinya.

Semi yang sedaritadi tidak ikut campur, akhirnya melerai Kenma dan juga Suna. Ia memegang sepasang pundak milik Suna. Begitu erat hingga Suna tak melepaskan pandangan dari kedua matanya.

"Suna Rintaro, dengerin gue..." Semi mengguncang tubuh Suna sekali lagi, memintanya untuk tetap fokus mendengarkan ucapannya. "... Kita semua bakal tetep ngebunuh mereka, Lo mau berpihak ke siapa sekarang?" Mata Suna terbuka lebar usai mendengar pertanyaan Semi. Ia sudah tahu kalau semua teman-temannya bersungguh-sungguh, tapi Suna juga sedikit sulit menerimanya.

"Kasih gue waktu buat mikir, Kak..." Suna menepis tangan Semi dengan hati-hati. Disatu sisi, Suna juga kecewa terhadap dirinya sendiri.

"Kalau sampe besok pagi semua ini belum selesai, ada kemungkinan kita semua bakal di seret ke polisi sama pihak sekolah. Mau nyeret mereka bertiga? Gabisa, Sun... Kita gapunya bukti visual kalau mereka juga terlibat di malam ini. Terlebih, Sakusa bakal jadi orang yang ngadu ke Pak Keishin. Lo tau lah seberapa percayanya Pak Keishin sama Sakusa." Celotehan Semi membuat Suna segera mengeluarkan earphone miliknya. Ia memutar lagu dengan volume penuh, hingga suara Semi tak lagi masuk kedalam Indra pendengarannya.

"Biarin gue sendiri." Suna berbalik, meninggalkan teman-temannya yang masih bertahan di lantai tiga.

Tidak ada alasan baginya untuk tetap bertahan ditengah-tengah teman yang terus menceramahinya.

"Kak Shin, tunggu gue..." Gumam Suna didalam hati. Meskipun Shinsuke sudah marah besar, Suna tidak perduli. Ia ingin menyusul Shinsuke untuk membantunya.

*****

"Suna sebegitunya? Dia nggak mikir ya kalau kelakuannya itu fatal banget." Daichi masih sibuk mengobrol dengan Asahi. Mereka berjalan dibelakang, mengekori Shinsuke yang berjalan didepan.

"Susah pastinya, Suna juga pastinya ngerasa bimbang. Seharusnya kita tetep suport dia." Ucap Asahi, dengan raut sedih. Ia tidak bisa membayangkan jika dirinya berada di posisi Suna. Tentunya akan sangat sulit mengambil keputusan.

Shinsuke masih berjalan tampa berbicara apapun. Ia berniat untuk pergi seorang diri, tapi Asahi dan Daichi memaksa ikut ketika Shinsuke sampai di lantai satu gedung sekolah.

Tidak ada alasan bagi Shinsuke untuk menutupinya, untuk itulah ia menceritakan perihal Suna kepada mereka berdua.

"Psst..." Daichi menarik Asahi dan juga Shinsuke, tepat setelah ia melihat salah satu pintu kamar asrama yang sedikit terbuka.

Ketika Daichi menunjuk, Shinsuke terkejut setengah mati. Sebab sosok Mary berdiri, menyeringai kearahnya sembari berdiri disana.

"Lo berdua, please pergi sekarang."  Pinta Shinsuke yang langsung ditolak mentah-mentah oleh Daichi dan Asahi.

Bagaimana mungkin keduanya tega meninggalkan Shinsuke seorang diri disana.

"Gue jamin, gue bakal baik-baik aja. Lo berdua jangan ke area asrama, balik ke gedung sekolah yang udah jelas gak ada cermin lagi." Tegas Shinsuke sekali lagi, mencoba meyakinkan Daichi dan Asahi karena Mary mulai mendekat.

"Pergi!!" Bentak Shinsuke dengan wajah paniknya, dan hal itu berhasil membuat Daichi, juga Asahi segera terkocar-kacir menuju gedung sekolah.

Shinsuke tidak mengerti, mengapa ia bisa melihat Mary- yang jelas, ia merasa kalau tenaganya sedikit terkuras.

"JANGAN DEKATI CUCUKKU-!" Suara itu muncul tepat dari belakang Shinsuke, yang tak lain adalah milik sang kakek.

Mary terdiam, disusul dengan Sakusa yang baru saja keluar dari salah satu ruangan yang pintunya sedikit terbuka tadi.

Shinsuke tidak perlu bertanya, ia tahu kalau Sakusa pastinya baru saja membunuh siswa yang ada didalam ruangan itu.

Sangat jelas, sebab tangan Sakusa sudah berlumuran dengan darah.

"Yo... Shinsuke." Sapa Sakusa, tanpa menatap kakak kelasnya itu dengan raut serius.

"Panggil gue 'kak'." Keluh Shinsuke yang sudah tidak tahan lagi dengan kelakuan Sakusa.

Baik Mary maupun Sakusa, Shinsuke tidak akan ragu-ragu lagi terhadap mereka berdua.

"Mungkin gue bakal bunuh Lo, Omi..." Gumam Shinsuke. Kedua tangannya mengepal kearah depan, lalu muncullah wujud keris berlapis emas yang sangat berkilau.

"Really?" Ledek Sakusa, menunjuk kearah speaker di salah satu sisi gedung.

Shinsuke berusaha menyimak. Ia memang mendengar suara-suara tak jelas yang mulai keluar dari pengeras suara itu. Tapi lama-kelamaan, suaranya semakin nyata hingga membentuk irama yang Shinsuke yakin kalau ia mengenalnya.

Sebuah lagu pengantar tidur.

.
.
.
.
.
To be continued

Aihhh, kasian readers pada nungguin ternyata....

Gomen, aku sibuk banget jadinya bakal update pas malam aja, ya.

Udah follow akun aku kan?
Jangan lupa vote sama komen yah...

Met istirahat, dan sampe ketemu di chapter berikutnya-! 🙌🏻♥

Guys, bantu 1000 subs, dong... Dikit lagi nih... :')

Continue Reading

You'll Also Like

1.1K 200 3
Kita adalah sepasang sahabat, akan tetapi- kamu akan menua sendirian.
1K 98 7
[Completed] Akhir-akhir ini, sebuah organisasi mafia yang bernama 'Hell devil' populer di kalangan masyarakat. Pasalnya, mereka berhasil menghabisi s...
4.3K 508 15
{END} Bagaimana jadinya, jika seorang Ratu Berandalan bertemu dengan kang cilok dengan unsur ketidaksengajaan? Apa seorang BAD GIRL bisa berubah menj...
223K 33.4K 61
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...