Love Shoot! | Sungsun ✔

Від piscesabluee_

133K 13.1K 1.5K

[COMPLETED] "Fuck a princess, I'm a King." Kenneth Raymond, adalah seorang cucu laki-laki dari pemilik perusa... Більше

-PROLOG
-Meet The Characters
One
Two
Three
Four
Five
Six
Seven
Eight
Nine
Ten
Eleven
Twelve
Thirteen
Fourteen
Fiveteen
Sixteen
Seventeen
Eighteen
Nineteen
Twenty One
Twenty Two
Twenty Three
Twenty Four
Twenty Five
Twenty Six
Twenty Seven
Twenty Eight
Twenty Nine
Thirty
INFORMATION

Twenty

4.4K 433 105
Від piscesabluee_

"Pulanglah." kata Ray dingin. "Sebelum aku menelpon Steve dan mengatakan kau ada disini."

"Aku tidak takut cantik. Aku malah senang bertemu dengannya." kata Harry dengan tenang. "Aku tidak menyangka bahwa kau orang yang suka mengadu."

"Hal itu tergantung bagaimana kau memperlakukan ku."

"Aku rasa aku sudah cukup sopan memintamu untuk ikut denganku." Harry mulai bersandar pada kusen pintu dengan kedua tangan ia masukkan ke dalam saku celana kainnya.

"Poin utamanya adalah, aku tidak suka padamu sejak awal kita bertemu. Mau kamu sebaik apapun padaku, kalau aku tidak suka tetap tidak suka."

"Sedikit tidak adil ya."

Lagi-lagi Harry menghadang pintu yang hendak Ray tutup. Ray pun menyerah dan membiarkan pintu itu terbuka, sedang ia mulai masuk kedalam rumah.

"Woahhh..." Harry langsung mengangkat kedua tangannya saat melihat Ray kembali dengan senapan laras panjang milik Felix yang dipajang di dinding ruang keluarga.

"Aku pikir kau mau mengambil pistol, tidak tahunya malah senapan laras panjang." kata Harry sambil tersenyum. "Kau tahu, aku bisa melucuti benda itu dalam waktu tiga detik. Satu.... Dua..."

Harry bergerak dengan cepat dan berhasil mengambil senapan dari tangan Ray. Namun ia tidak memprediksi bahwa Ray juga membawa pistol kecil ditangan yang lain. Alhasil pistol tersebut sedang ditodongkan padanya.

"Pistol kaliber 22." kata Ray, "kekuatannya mampu menerobos dinding tengkorak, dan langsung menghancurkan otak beserta jaring-jaringan didalamnya. Itu berarti dalam sekali tembak kau akan langsung mati. Kau memang memegang senapan, tapi dalam jarak dekat pistol sangatlah menguntungkan."

Harry terdiam dan tidak bisa melawan, dalam sekali gerak maka Ray akan langsung menarik pelatuknya dan habislah riwayatnya. Harry belum ingin mati sekarang, meski harus dibunuh oleh orang secantik Ray sekali pun.

"Kau memilih kembali ke asalmu atau kembali pada pangkuan Yang Maha Kuasa?" tanya Ray.

"Kali ini aku menyerah. Tapi lain kali aku akan datang menemuimu lagi."

"Jawabanku tetap sama Loser. Aku tidak akan pernah ikut denganmu, sekalipun Steve yang memintanya."

"Aku bukan orang yang gampang menyerah Kenneth."

"Up to you. Sekali aku bilang tidak suka, selamanya akan tetap seperti itu." kata Ray bersikukuh.

"Kejam sekali."

"Kau yang membuat kadar ketidaksukaanku semakin bertambah setiap kalinya."

Benarkah begitu? Kalau begitu selama ini Harry sudah salah langkah.

"Pulanglah. Sebelum aku benar-benar menembakmu."

Ray menggiring Harry menuju pintu keluar.

"Hanya satu yang ingin ku katakan padamu. Aku menyukaimu Ray, tak peduli kau menyukaiku atau tidak."

Setelah bicara seperti itu Harry pun pergi meninggalkan perasaan Ray yang gelisah. Harry memang tidak berbuat apa-apa, tapi saat menatap mata pria itu Ray dihinggapi perasaan takut yang tidak biasa. Apakah karena Harry adalah keturunan keluarga Mafia? Entahlah, tiba-tiba saja Ray lari menuju kamarnya dan mengambil ponsel untuk menghubungi Steve. Rasanya ia membutuhkan Steve sekarang.

"Hallo?"

Rasa takut yang sempat menggelisahkan Ray karena kehadiran Harry tadi perlahan hilang saat suara Steve terdengar. Bahkan tanpa sadar Ray menghembuskan nafas lega.

"Ray?" seru Steve lagi karena tidak segera mendengar jawaban.

"Hmmm..."

"Kau bangun tidur? Suara mu sedikit serak."

"Aaa.. Iya. Kau sudah berangkat kerja?"

Diujung sana, Steve yang baru saja hendak keluar dari lobby langsung berhenti di tengah jalan. Mengagetkan Red yang sedang mengikuti langkahnya.

"Kau sehat?" tanya Steve memastikan bahwa ia tidak salah dengar.

Ini pertama kalinya Ray menelponnya lebih dulu dan menanyakan apakah ia sudah berangkat kerja atau belum. Bolehkah setelah ini Steve berharap bahwa Ray sudah membuka hati untuknya?

"Apa maksud pertanyaanmu Smith?"

Nah ini baru Ray yang asli.

Steve sampai tersenyum sendiri mendengar hal itu, membuat Red geleng-geleng kepala dan mengatainya gila tanpa suara.

"Seharusnya aku yang tanya, apa maksudmu menelponku pagi-pagi seperti ini?"

"Jadi maksudmu aku tidak boleh menelponmu gitu? Oke bye."

Telepon langsung dimatikan oleh Ray membuat Steve kaget dan kembali terkekeh. Submisivenya yang satu itu punya harga diri yang sangat tinggi.

"Kau seperti remaja ingusan yang sedang jatuh cinta." komentar Red saat Steve sudah masuk kedalam mobil.

"Daripada kau yang tidak pernah jatuh cinta." sahut Steve.

"Dasar gila."

Steve hanya mengeluarkan senyum manisnya yang terlihat gigi taring yang sangat indah disaat dia sedang berbahagia. Senyum yang hanya ia tunjukkan pada orang-orang terdekatnya.

"Setelah makan siang aku tidak ada acarakan?" tanya Steve, "Siapkan helikopter."

"Mau kemana kau?"

"Colorado."

"Baru semalam kau mengantarkannya kesana dan siang ini kau sudah ingin bertemu dengannya? Kau benar-benar sudah tidak waras ya."

Steve tidak menyahut dan malam bersenandung.

"Hari ini cerah ya."

Red yang melongo mulai mendongak untuk melihat kondisi langit yang sedari pagi sudah mendung. Fix Steve yang jatuh cinta sangatlah menyeramkan.

Tidak mau gila karena ketularan Steve, Red mulai menjalankan mobilnya menuju tempat meeting mereka.

Steve tidak menyangka akan menemukan Van sedang duduk manis di dalam mobilnya begitu ia selesai meeting. Red yang baru datang pun sama kagetnya dengan Steve.

"Firasatmu benar." kata Van to the point.

Steve tahu, pasti ada hal yang sangat penting yang ingin Van sampaikan sampai harus muncul tiba-tiba seperti sekarang ini.

"Ada yang aneh dengan Harry Eduardo, dia ditawari untuk bergabung dengan kelompok Mafia Lionis, dan sudah dua kali aku memergoki Harry bertemu dengan ketua kelompok mereka. Tapi setahu ku Harry belum memberi jawaban untuk ikut bergabung. Dan sekarang perhatian para Lionis beralih pada Ray."

"Apa-apaan ini? Kenapa Ray jadi disangkut pautkan dengan kelompok mereka?" protes Steve, ia mulai kerasa perasaan buruk.

"Karena pagi ini Harry terlihat disekitar Colorado. Menurutmu apa yang dilakukan pria italia itu disana?"

Steve tidak perlu menjawab pertanyaan Van, karena kemarahan sudah melingkupinya. Inilah yang menyebabkan Ray menelponnya tadi.

"Kembali ke Evesky secepatnya Red." perintah Steve pada Red yang dengan segera menyalakan mesin mobil.

"Sepertinya kelompok Lionis mengira ada hubungan tersendiri antara Ray dan Harry. Belum lagi akhir-akhir ini kamu juga sering terlihat dengan Ray. Menurutmu apa yang ada di dalam pikiran mereka saat tahu Harry dan kau bersama pihak bawah yang sama? Bukankah akan sangat menguntungkan bagi mereka kalau Ray ada ditangan mereka."

Steve tahu kemana arah pembicaraan Van berlanjut. Mereka bisa saja menculik Ray dengan menjadikan sandera untuk memancing dirinya dan Harry. Sudah lama juga kelompok Lionis meminta Steve untuk bergabung, dan sekarang Harry pun mendapat tawaran yang sama, Ray bisa menjadi sasaran empuk mereka agar Steve dan Harry mau bergabung secara sukarela.

Brengsek. Steve tidak suka ini.

Harusnya Ray aman bersamanya, tapi kenapa semua jadi berkembang seperti ini? Harusnya Steve mendengarkan saran papanya sejak dulu. Bubarkan Red Bloods sebelum kelompok itu menjadi bumerang untuknya.

Ya, melalui Red Bloods lah nama Steve mulai dikenal dan ditakuti. Begitu Steve sudah tidak pernah lagi terlihat bersama Red Bloods, tawaran dari berbagai macam kelompok Mafia mulai berdatangan, dan Steve menolah itu semua.

Awalnya tidak ada masalah dengan itu, karena Steve juga tidak punya sedikitpun celah. Termasuk submissive pujaannya.

Tapi sekarang beda lagi ceritanya. Mungkin berita tentang perjodohan nya dengan Kenneth Raymond sudah tersebar kemana-mana, sehingga nama Kenneth menjadi daya tarik sendiri. Dan kini selain Steve dan Ray, ada nama Harry juga diantara mereka. Sudah pasti daya tarik Ray menjadi rasa ingin tahu, dan membuat mereka semakin penasaran.

Inilah yang Steve takutkan dalam menjalin sebuah hubungan. Kebersamaannya dengan Ray akhir-akhir ini membuat Steve lengah hingga tidak sadar bahwa ada bahaya lain yang mengancam.

Hal ini tidak boleh terjadi, setelah ini Ray harus ada disisinya. Selalu.

Begitu sampai di Evesky, Steve menuju Helikopter yang sudah Red perintahkan untuk disiapkan. Tidak sampai sepuluh menit, banda yang mirip dengan capung itu mulai mengudara bawah awan yang mendung.

Sepeninggalan Harry, Ray langsung mandi dan mengunjungi Raymond Company. Sejak itu pula ia duduk manis didalam ruang kerja kakaknya yang entah pergi kemana, baru kali ini Ray merasa tidak aman berada di rumah sendiri.

Firasat ini hampir sama seperti yang ia rasakan saat perampokan yang menewaskan kedua orang tuanya dulu. Gelisah dan takut tanpa sebab. Seolah ada yang mengintai keberadaannya.

"Apa yang membawamu kemari?" tanya Felix memasuki ruang kerjanya.

"Darimana kau?" Ray malah balik bertanya dan membuat Felix jengkel.

"Aku bertanya lebih dulu padamu." ujarnya sambil melepas jas. "Kau sudah makan siang?"

"Belum. Aku tidak berselera makan."

"Aku sedang malas keluar, kita pesan makanan saja Oke."

"Oke. Bawa ke shooting centre saja, tiba-tiba saja aku ingin menembak. Kau bilang ada beberapa pistol jenis baru." kata Ray.

Felix mengajak Ray menuju shooting centre yang terletak di lantai paling atas gedung perkantoran mereka.

"Kau sudah membicarakan tentang perjodohan mu dengan Steve?" tanya Felix yang sudah duduk disofa yang memang tersedia disana.

Ray sedang berkeliling untuk melihat koleksi terbaru dari Raymond Company, termasuk jejeran amunisi yang tertata rapih di etalase.

"Belum." jawab Ray dengan singkat.

"Apalagi yang kau tunggu?"

"Nothing."

Lelaki itu sudah menemukan pistol yang tepat, "ini model baru ya?" tanya Ray mencoba mengalihkan pembicaraan.

Felix melirik pistol yang sedang dipegang oleh adiknya, "Iya. Pistol semi otomatis dengan kaliber 22."

Ray mulai mengambil beberapa peluru dan mengisinya. Ia senang merasakan betapa ringannya pistol tersebut dalam genggamannya.

Dalam sekejap Ray sudah memasang penyumbat telinga dan mulai menembak sasaran yang selalu tersedia disana. Shooting centre ini memang dibuat untuk uji coba senjata buatan Raymond Company. Dan bukan sembarangan orang yang boleh menginjakan kakinya kedalam sini.

Dalam posisi itulah Steve mendapati Ray disana, dan tidak ada yang membuat Steve lebih lega selain melihat Ray-nya baik-baik saja.

"Hey... Aku tidak tau kalau kau akan datang." ujar Felix saat melihat Steve mendekat.

Karena Ray masih memakai penyumbat telinga sekaligus sedang berkonsentrasi, ia belum sadar kalau Steve sudah duduk di belakangnya bergabung dengan Felix.

Saat itu juga menu makan siang Felix dan Ray tiba, Steve menolak ketika Felix menawarinya makan. Ray masih terus menembak dan membuat Steve tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari sosok cantik dan ramping tersebut.

Ray bukan submisive lemah, seharusnya Steve tidak perlu terlalu khawatir. Tapi rasanya memang menakutkan seandainya sana Ray menghilang dari hadapannya.

"Kenapa?" tanya Felix saat mendapati pandangan yang berbeda dari Steve untuk adiknya.

"Tidak apa-apa."

"I like this Gun, Felix." kata Ray setelah melepas penyumbat telinganya. Ia berbalik dan terpekik kaget melihat Steve duduk bersandar di sebelah Felix.

Ray langsung berlari dan berhenti mendadak di depan Steve yang menatapnya bingung.

"Kalau mau peluk, peluk saja. Tidak perlu malu. Aku makan siang dengan kakek saja." kata Felix beranjak pergi meninggalkan makan siangnya yang sengaja ia tinggalkan untuk Steve.

Begitu Felix tak terlihat, Steve langsung menarik Ray keatas pangkuannya dan mencium bibirnya dengan lapar.

"Kenapa kau tidak bilang kalau mau datang?" tanya Ray dengan nafas terengah akibat lumatan Steve.

"Surprise." bisik Steve yang sudah beralih menciumi leher jenjang milik Ray.

"Aku suka kejutan yang seperti ini."

"Hmm mee too. Baru kemarin kita berpisah, tapi rasanya udah sebulan tidak bertemu."

Ray menangkup pipi Steve dan mengecup bibirnya berulang kali. Terus seperti itu hingga ciuman mereka berubah panas.

"Steve..." kata Ray sambil memegang tangan yang hendak menyusup masuk kedalam bajunya.

"Say it again." pinta Steve.

"Apanya?"

"Aku suka mendengar suaramu memangguk namaku. Apalagi saat sedang bergairah."

Ray langsung mendorong kening Steve dengan jari telunjuknya. "Jangan mulai lagi. Dasar mesum."

Steve mencegah Ray yang hendak turun dari pangkuannya.

"Aku mau makan Smith."

"Memangnya tidak bisa makan dengan posisi seperti ini?"

"Bisa saja. Aku nya yang tidak mau. Lepaskan. Sebelum aku menonjok hidung mancungmu."

Steve tertawa dan membiarkan Ray duduk di sebelahnya. Lelaki itu mengambilkan makan yang Felix tinggalkan untuk Steve.

"Padahal aku baru saja rapat dan makan siang." kata Steve menerima pemberian Ray. "Tapi aku sudah lapar lagu karena ciuman tadi."

Ray meliriknya dengan sinis, "maksudmu berciuman denganku menghabiskan banyak tenaga?"

"Of course." kata Steve dengan senyum manisnya. "Apalagi kalau making love with you."

Ray tidak menganggapi hal itu dan memilih untuk menikmati makan siangnya.

"Kamu masih minum pil mu?" tanya Steve tiba-tiba.

"Hmmm? Iya, kenapa?"

"Untuk apa pil itu?"

"Karena sering lembur dan dikejar deadline novel, heat ku jadi tidak teratur, dokter menyarankan agar aku minum pil. Karena sudah menjadi kebiasaan aku jadi mengkonsumsinya terus."

"Kalau sekarang apakah heat mu sudah lancar?"

Agak aneh bagi Ray mendengar hal itu keluar dari mulut Steve. Tapi ia hanya mengangguk.

"Jadi kau tidak perlu minum pil lagi kan?"

"Hmmm?" Ray menatap bingung pada Steve.

"Karena kau tidak memberi jawaban pasti tentang status hubungan kita, aku malah ingin kau hamil agar kita bisa menikah."

Ray melongo.

"Kau ingin aku apa?" tanya Ray memastikan pendengarannya.

"Aku ingin kau hamil anakku." jawab Steve menatap bola mata Ray.

Ray tidak tahu harus bereaksi seperti apa, tapi ia malah tertawa dan membuat Steve bingung.

"Why?"

Ray menggeleng, "sebenarnya sore ini aku mau menemuimu dan mengatakan kalau aku menerima perjodohan kita."

Kang Min Hee aka Radcliffe or Red.

Sekretaris, asistan plus supir pribadi Steve sekaligus anggota Red Bloods.


꒷︶꒷꒥꒷‧₊˚꒷︶꒷꒥꒷‧₊˚

Oh ya aku lupa mau bilang, ini mpreg yya (male pregnant) 11 12 lah alurnya kaya ABO universe.  Kalo ada yang gak suka boleh skip aja˙˚ʚ(´◡')ɞ˚˙

Oke sekian segitu dulu bacotan dari akuu, Terima kasih sudah mau bacaaa (^ω^)

Happy Reading - !!

Don't forget to vomment, sorry for the any typos and thank you for the reading ❤

Продовжити читання

Вам також сподобається

14.5K 2.3K 17
menjadi sosok yang sempurna adalah ke wajiban untuk orang seperti sunghoon. Menurutnya ketidak sempurnaan itu tidak nyata, dan dia tidak menyukainya...
18.4K 2.5K 29
Menurut Sunghoon, Jake itu buta. Iya buta, karena bagi Jake semua orang akan memperlakukannya sama baik seperti dirinya memperlakukan orang lain. La...
14.9K 2.1K 17
Bagaikan hidup di dalam utopia, Sunoo selalu mendapatkan apa yang ia inginkan dengan sekali jentikan jari. Keinginannya adalah mutlak dan tak terbant...
117K 18.5K 187
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...