Voice Of Love

By Alena_Koa

19.7K 1.6K 323

Drama percintaan di dunia penyiaran radio.. Cerita ini hanya karangan fiksi belaka... πŸ”žπŸ”žπŸ”ž IN YOUR AREA!! B... More

Bab 1 - A Galileo Manoban
Bab 2 - Jane
Bab 3 - New Comer
Bab 4 - Bitter Encounter
BAB 5 - Affair?
Bab 6 - Confession
Bab 7 - Mengikhlaskan
Bab 8 - I feel The Pain
Bab 9 - Under Pressure
Bab 10 - Hari Patah Hati Jennie
Bab 11 - Misunderstanding
Bab 12 - She said yes?
BAB 13 - Jennie's Misery
Bab 14 - Backstreet
Bab 15 - Trouble Maker
Bab 16 - Give Him A Chance
Bab 17 - Better With You
Bab 18 - Better With You II
Bab 19 - Bucin
Bab 20 - Full of Hope
Bab 21 - Precious

Bab 22 - Menantu Idaman Bapak

910 62 25
By Alena_Koa

(っ◔◡◔)っ ♥ Budayakan Vote dan Komen yaaa ♥

Happy Reading!!

Mendung seolah tersamar dengan langit yang kian menggelap. Rintik hujan pun begitu deras membasahi bumi sedari tadi. Bahkan saking derasnya hujan membuat kabut menyelimuti kota dengan julukan Kota Budaya itu. 

Jam menunjukkan pukul 8 malam, saat sebuah mobil SUV keluaran honda yang dikendarai Leo, berhenti di depan gerbang rumah Jennie. Leo baru saja selesai mengantarkan pesanan catering ke pelanggan ibunnya, memang sengaja mampir ke rumah Jennie untuk mengantar titipan sang Ibun. 

Setelah mematikan mesin, tangan Leo lantas terulur untuk mengambil payung yang dia taruh di belakang. Leo keluar dengan sebuah paper bag ditangannya.

Tok.. Tok.. Tok.. 

Terdengar suara ketukan saat kepalan tangan Leo beradu dengan daun pintu. Cukup lama Leo mengetuk pintu tersebut, hingga akhirnya pintu itu terbuka dari dalam. Leo tersenyum ramah kala melihat Ibu Jennie membukakan pintu untuknya. 

"Loh nak Leo.." Sapa Ibu Jennie.

"Selamat malam tante, Jennienya ada di rumah?" Tanya Leo.

"Ada,, yuk masuk!!" 

"Baik tan, oh iya ini ada titipan dari Ibun saya. Makanan catering Ibun tadi sisa banyak, jadi Leo disuruh bawa buat tante dan Jennie"

"Aduh kenapa mesti repot-repot sih." Ujar Ibu Jennie sembari menerima paper bag yang disodorkan Leo padanya.

"Ga repot tan, daripada di rumah ga ada yang habisin, karena yang biasa habisin ayah saya, lagi ada dinas ke Jakarta." Gurau Leo.

Ibu Jennie pun sontak tertawa lepas.

"Loh kamu ga narik ojol?" Tanya Jennie saat menghampiri Leo di ruang tamu sembari membawa wedang jahe hangat untuk Leo. 

"Aku habis narik dapet satu penumpang, terus disuruh Ibun nganter catering. Ibun juga nitip makanan untuk kamu dan Ibumu, jadi ya sekalian aja aku apel ke rumah pacar meskipun malam ini bukan malam minggu." 

Sontak semburat merah jambu mewarnai wajah chubby Jennie mendengar kata-kata manis Leo. 

"Hahaha apaan sih.. Minum gih mumpung wedang jahenya masih hangat!" 

Leo tersenyum manis seraya menerima gelas tersebut lantas menyesap wedang jahe buatan Jennie. 

Saat Jennie tengah asyik bersenda gurau dengan Leo, Ibunya tiba-tiba datang dari ruang tengah menemui mereka.

"Jen, baru saja bapak telepon, katanya bapak besok pulang, pesawatnya kemungkinan landing jam 7 pagi. Kamu bisa jemput bapak kan besok??" Tanyanya.

"Loh katanya masih 2 minggu lagi bapak pulang Bu?"

"Iya, karena bapak bilang, ada kebakaran di gudang. Jadi bapak harus ninggalin pekerjaan disana untuk mengurus masalah disini."  Jennie membulatkan mulutnya mendengar ucapan sang ibu.

"Tapi besok Jennie ada ujian Bu di kampus, kelas pagi juga jadi Jennie ga bisa jemput bapak. Gimana kalo nyuruh Om Gun aja Bu?" Saran Jennie.

"Ya sudah nanti Ibu biar coba hubungi Om kamu." 

Jennie mengangguk. 

Ibu Jennie pun meninggalkan ruang tamu setelah berpamitan, sedangkan Jennie dan Leo melanjutkan senda gurau mereka.

🎙🎙🎙

Keesokan harinya, Jennie yang tengah bersiap masuk ke mobil sang bapak, tiba-tiba saja dihampiri sang Ibu. 

"Jen.. Semalam Om Gun tidak bisa ibu hubungi, baru telepon ibu lagi tadi pagi dan bilang kalau Om Gun tidak bisa karena ada meeting di kantornya." 

"Telepon Leo aja bu, biasanya jam segini dia belum berangkat kerja."

"Ya udah bu, Jennie berangkat yaa.. Takut telat" Sambungnya seraya menengok jam di pergelangan tangan kiri Jennie.

Ibu mengangguk. Jennie pun menyalami tangan sang ibu seraya menciumnya.

"Hati-hati nyetirnya Jen!" Pesan ibu saat Jennie sudah siap menyalakan mesin.

"Siap Bu.." 

Jennie menoleh sebentar memamerkan senyumnya pada sang ibu.

🎙🎙🎙

Pagi ini sebelum berangkat bekerja, Leo menyempatkan waktunya untuk mencuci mobil. Mengingat sudah hampir satu minggu kendaraannya tersebut belum sempat ia cuci. Sembari bersiul kecil, Leo menggosokkan busa yang telah diberi sabun pada kap mobil. 

Namun tiba-tiba saja getaran handphone di dalam saku celana, menginterupsinya. Leo lantas menghentikan aktivitasnya untuk merogoh saku celana. Terpampang di layar panggilan dari Ibu Jennie. Leo membelalakkan mata lantas lekas mengangkatnya.

"Assalamu alaikum tante, ada perlu apa tante pagi-pagi nelfon Leo?"

'Waalaikum salam nak Leo, maaf tante menganggu waktu nak Leo..' Ujar suara di seberang sana.

"Tidak tante, Leo masih di rumah dan belum sibuk juga kok. Jadi ada perlu apa tan?"

'Jadi gini nak Leo...'

'.........'

"Oh Begitu tante, saya bisa tante. Nanti biar saya jemput."

'Tante coba bilang ke bapaknya Jennie dulu ya Nak. Nanti tante hubungi nak Leo lagi.'

"Baik tante.. Saya tunggu!"

Setelah menutup teleponnya Leo pun bergegas menyelesaikan aktivitas yang tertunda. Lalu kembali ke rumah untuk berganti pakaian. Beberapa saat kemudian Leo kembali keluar, lantas segera menghidupkan mobil untuk berangkat menjemput ayah Jennie.

🎙🎙🎙

Mobil Leo bergerak membelah jalanan kota Solo yang tidak begitu padat. Beberapa menit berlalu, Leo hanya berputar-putar mengelilingi jalanan kota Solo. Setelah mendapat telepon dari Ibu Jennie yang mengabarkan bahwa ayah Jennie tidak meminta dijemput karena memilih untuk memesan taksi online. 

Fokusnya terpecah, kala handphonenya berbunyi. Netra Leo melirik sekilas pada handphone yang terpaut di holder mobil. Sebuah notifikasi dari aplikasi taksi online yang menandakan adanya orderan pelanggan. Jemari Leo terarah ke layar handphone untuk membuka aplikasi tersebut. 

"Huft, Bandara? Pagi-pagi dapet orderan jauh banget." Keluh Leo. 

Leo pun mengarahkan mobilnya untuk memutar balik menuju arah bandara. 

Mobil Leo berjalan perlahan saat mendekati titik jemput, taksi online bandara. Leo membelalakkan matanya, pasalnya ia tercengang setelah menyadari ayah Jennielah yang memesan taksi onlinenya. Leo berulang kali meneliti posisi customer, dari handphonenya untuk memastikan dan ya, Leo tidak salah. 

"Aduh mampus.. Gimana ini??" Batin Leo yang merasa cemas. 

Saat mobil telah berhenti di depan ayah Jennie, Leo pun menundukkan kepalanya sementara kedua tangannya mencengkeram erat setir mobil. Sebuah suara pintu belakang yang dibuka tertangkap oleh pendengarannya Leo. Tak lama pintu itu tertutup kembali, lalu beralih pintu depan yang terbuka. 

"Loh... Kok kamu yang jemput saya??" Ujar Gideon yang tercengang saat menyadari pengemudi itu adalah Leo.

Leo menegakkan kepalanya memamerkan senyum tipis pada Gideon, lalu mengangguk.

"Iya om.. Sa-saya driver taksi online yang om pesen."

"Driver taksi Online??" Pekik Gideon tampak kilatan amarah dari matanya.

Leo mengangguk kaku. 

Perjalanan mengantar Gideon pulang, terasa mencekam bagi Leo. Bagaimana tidak? Hanya keheningan yang sejak tadi merapati keduanya. Leo sungkan memulai obrolan, lantaran Gideon selalu terlihat dingin dan suram.

🎙🎙🎙

Di sebuah ruangan VIP rumah sakit. Ada satu orang pria muda yang tampan berambut sedikit gondrong, siapa lagi kalau bukan Echan, tengah duduk di tepi ranjang menjaga keponakannya. Sementara Rose tengah menjalani fisioterapi sebelum pulang nanti siang. 

Beberapa menit kemudian terdengar suara Ryujin yang tiba-tiba terbangun.

"Uuu.. Oek, oek, oek"

"Aaaak..'

"Ih bangun.. Mommy lagi perikca dek.. Sama paman dulu yaa." Ucap Echan sembari menciumi pipi gembul Ryu secara bergantian.

"Ryujin mau apa? Jangan banyak mau yaa! Soalnya Paman lagi mager.." Ucap Echan yang sudah merebahkan tubuhnya di dekat Ryujin. 

Merasakan sentuhan di pipinya secara refleks, mulut Ryujin yang sedikit terbuka bergerak mendekati sentuhan tersebut. Bergantian ke kanan ke kiri, mengira itu adalah sumber minumnya. Tangis Ryujin semakin menjadi karena tidak mendapat apa yang ia inginkan.

"Eeeehhh,, Eeekk.. Oekk.. Oeeekk.. Oeeek.. Oeeekk,, Aiik.." 

"Echan, kasih susu botol aja daripada Ryunya nangis mulu." Saran Yasmin yang tengah membereskan mainan serta boneka Ryu untuk dimasukkan ke kardus.

"Keknya stock asinya habis Yas. Kan ASI teteh yang keluar masih dikit." Tampak bola mata Echan menatap Yasmin dengan sendu. 

"Gimana nih, mana Ryu nangisnya makin kenceng." 

"Bantuin angkatin Ryu Yas, biar gue gendong siapa tahu dia bisa diem." 

Echan bergerak bangkit dari rebahannya. Sedangkan Yasmin mengangkat tubuh Ryu dengan perlahan untuk dibawa ke gendongan Echan. Echan menimang-nimang Ryujin berharap agar Ryujin bisa tenang. 

Saat Echan dan Yasmin tengah menenangkan Ryujin, samar terdengar dari luar suara Rose yang bercengkerama dengan Topo.

"Udah beres pa administrasinya?" Rose yang diliputi rasa penasaran lantas bertanya pada Topo.

"Sudah, papa tadi ke administrasi, ternyata biaya rumah sakit dan persalinan udah dibayar Jisoo semua. Ini berkas-berkas buat nanti bikin akta lahirnya Ryujin, juga berkas buat kamu kontrol kesehatan." Topo mengangkat berkas yang dibawanya. 

Rose mengangguk

"Kaya denger suara tangis.." Ucap Dara yang menyadari suara tangis bayi.

"Jangan-jangan dedek teh.." Joy menimpali.

"Eh.." Rose sedikit mempercepat langkahnya, meskipun kakinya masih sedikit lemas, dan harus dituntun Joy. 

Pintu kamar dibuka cepat oleh Rose, sontak helaan nafas keluar dari mulut Echan dan Yasmin karena kedatangan Rose. Rose segera mendekati Echan lalu mengambil alih Ryujin.

"Teh, dedek rewel dari tadi gak ketolong, tapi tadi Yasmin tanya Echan susunya dimana kata Echan stock ASInya habis." Kata Yasmin.

"Masih ada Yas susu donasi, di cooler bag." Ucap Joy.

"Ih Echan, kenapa tadi gak disusulin ke ruangan terapi teteh sih, lihat nih dedek nangis sampe keluar air matanya.."

Melihat sang putri merengek terisak dengan keras membuat Rose mengiba. Rose lantas bersiap untuk menyusui Ryujin. Setelah sedari tadi, mencari keberadaan sumber air susunya, dan kini telah berada di depan mulutnya. Ryujin lantas melahap dengan cepat seolah memberitahu sang mommy bahwa dia kelaparan.

"Waduh-waduh buru-buru banget kamu minumnya, ati-ati kesedak sayang." komentar Rose dengan nada lembut.

Kekehan pun keluar dari Joy, Dara, Echan, dan Yasmin.

"Saking lapernya itu.." Timpal Topo yang telah menjatuhkan bokongnya di sofa. 

Pintu kembali terbuka, dan menampakkan Johnny, Bian, Thea, dan Shenna, mereka baru saja kembali dari makan siang. Lalu bergabung dengan mereka membantu membereskan barang yang akan dibawa pulang nanti.

"Jisoo jadi ikut nganter kamu pulang kan Sie? Kok dia belum ke Rumah Sakit?" Tanya Dara.

"Hmm.. Mas Jisoo tadi bilang di telepon gak bisa nganter ma, karena hari ini lagi banyak meeting, terus kerjaan kantor juga banyak. Nanti pulang kantor juga bakal kemalaman, karena harus meeting dengan kolega bisnisnya." 

Rosie menutup kancing bajunya, kala Ryujin telah melepas kenyutannya dan kembali tertidur lelap. 

"Aduh anak itu kenapa ga bilang ke mama, padahal papa sama mama mau diskusi soal acara aqiqah nanti." Ucap Dara.

"Nanti malam aja ma.. Biarin Jisoo sibuk sama kerjaan dan bisnisnya. Papa malah senang, karena yang papa dengar katanya bentar lagi Jisoo mau launching PTnya ma,, khusus bisnis kuliner. PTnya nanti juga bakal nginduk ke perusahaan papa" Jelas Topo.

"Kok papa malah lebih tahu dari mama?"

"Semalem Jisoo cerita, karena proposal yang udah berbulan-bulan dia ajukan, ternyata diACC."

Rose tersenyum bangga mendengar ucapan sang papa mertua. Sedangkan Dara turut mengangguk.

Tak lama pintu kembali terbuka, menampakkan Yongki yang datang bersama Direktur Rumah Sakit, dokter anak, juga seorang perawat. Topo yang mengetahui dr Dharma, direktur RS itu datang, lantas menyambutnya hangat, dan mengenalkan satu persatu keluarganya. Mengingat tempo hari dia tidak sempat mengenalkannya. 

"Pak Johnny besan saya ini, pengacara handal di Bandung dok.." Ujar Topo mengenalkan Johnny pada direktur RS tersebut.

"Ah Pak Topo, bisa saja. Tapi nanti dokter dharma kalau butuh jasa lawyer, saya bisa kasih kartu nama saya." Kelakar Johnny yang sontak membuat seisi ruangan tergelak.

Puas bercengkrama dengan Johnny, Topo, dan keluarga Rose yang lain, dokter Dharma menyempatkan untuk menyapa Rose dan Ryujin. Mereka pun terlibat dalam perbincangan ringan.

"Ya udah yuk! Pak Jaka udah dateng. Kita pulang sekarang!" Ajak Topo setelah mendapat telepon dari supirnya. 

"Wah dedek akhirnya pulaaang."

Rose berujar lembut di depan Ryujin yang terlelap di gendongannya.

"Yuk dedek pulang ke rumah Opa.." Dara menimpali.

Setelah berpamitan dengan para dokter, Rose dengan didorong dengan kursi roda oleh perawat, sementara Ryujin yang ditidurkan ke dalam box rumah sakit, didorong oleh perawat lain. Mereka lantas turun menuju ruang lobby dimana sudah ada mobil alphard yang menunggu Rose. 

Sesampainya di lobby, Rose lantas dituntun untuk menaiki alphard, lalu Joy yang menggendong Ryujin pun menyusul masuk, diikuti Dara, Johnny, dan Topo. Sedangkan Thea, Shenna, Bian, Yasmin, dan Echan, menaiki mobil Rose yang berada di belakang mobil alphard Topo dengan Bian yang ambil bagian menyetir. 

Tak berapa lama, mobil pun meninggalkan pelataran rumah sakit menuju kediaman Topo.

🎙🎙🎙

Di sebuah kantin radio, terdapat 5 orang yang tengah berdiskusi santai setelah menghabiskan makan siang mereka. Hampir semua diantara mereka tengah sibuk dengan seputung rokok di tangan masing-masing. Sementara satu orang tengah sibuk dengan handphonenya.

"Mas Jisoo.. Ini di grup mbak Jennie udah ngabarin, katanya barusan dateng ke radio." Katanya.

"Oh.. Suruh langsung ikut meeting di kantin aja Jeff." 

Jisoo kembali menyesap rokoknya untuk kesekian kali lalu menyebulkan asapnya ke udara.

Pria yang disapa Jeff tadi lantas mengangguk patuh.

"Radio kan lagi mau direnovasi gedungnya, kemarin beberapa announcer ada usul buat memperluas studio siaran. Gue udah ngomong ke Mbak Yoona buat ngomong ke Pak Mino tapi ga berani. Karena lu tahu sendiri kan? Pak Mino agak suka 'irit' soal dana radio."

Hanbin yang baru saja menyebulkan asap rokoknya, mengangkat jarinya sebagai gestur tanda kutip saat menyebut kata irit. Lantaran irit yang dimaksud Hanbin adalah pelit.

"Kalau soal itu kita bahas belakangan aja bin, kita kan mau bahas program, terus content sosial media. Itu kita bahas nanti kalau masih ada waktu aja." Jisoo angkat bicara.

"Oh iya.. Perwakilan announcer, selain Jevan siapa aja yang bisa ikut meeting Jeff?" Imbuh Jisoo yang memberi pertanyaan kepada Jeffry.

"Mbak Jennie sama Mbak Dita."

Jisoo mengangguk.

"Halo maaf telat.. Baru kelar siaran." Ucap sebuah suara dengan suara khas medhok Jogjanya. 

"Mbak Dita.. Ga papa mbak.." Sambut Jeffry ramah.

"Ya ampun.. Polusi udara banget deh, kalau para cowok pada kumpul." Timpal sebuah suara wanita cantik yang berjalan di belakang Dita, Jennie. 

Refleks Jisoo, Hanbin, Jevan, dan Jeffry pun kompak mematikan putung rokok mereka. 

"Hai Jen, gimana ujiannya tadi?" Tanya Hanbin. 

Jennie tersenyum gummy, sembari mengacungkan ibu jari, sembari mengambil tempat duduk kosong di sebelah Hanbin, di seberang Jisoo.

Jisoo menegakkan posisi duduknya setelah memberi intruksi kepada yang lain. Jisoo segera membuka map yang berisi beberapa kertas laporan.

"Okeh, karena tim cewek udah dateng, kita langsung meeting aja ya."

"Setelah membaca laporan-laporan survey listener radio, yang dilakukan tempo hari. Gue sedikit prihatin karena minat pendengar semakin menurun dengan berbagai alasan.

Salah satunya, gelombang pemancar kita jangkauan sekarang berkurang daripada yang dulu, jadi terbatas untuk mereka yang diluar jangkauan yang ingin mendengar siaran. Makanya kita akan lebih mengutamakan siaran streaming supaya bisa menjangkau sampai luar kota." 

Semua menyimak penjelasan Jisoo dengan seksama. 

"Gimana? Ada yang mau usul? Atau ngasih opini?" Tanya Jisoo.

"Mas.." Jevan tampak mengangkat tangannya.

"Silahkan Van."

"Jadi gini mas, gue sering baca keluhan dari listener yang sering streaming di web radio kita melalui komentar mereka di sosial media Gemintang. Katanya streaming web sering bermasalah mas."

"Dari suara yang ngadat, sampe gak bisa live hari ini. Usul gue gimana kalau kita join streaming ke website-website siaran radio online mas. Atau kita daftarin ke app streaming radio."

Mendengar usulan Jevan, yang lain tampak mengangguk.

"Tapi kalau mau join kaya gitu, kita harus bayar setiap bulannya?" Tanya Jeffry.

"Ada sistem bagi hasil Jef, dari jumlah adsense yang muncul di web, kalau di app, kita tinggal daftar doang, terus nanti keuntungan ya milik kita kalau dari app, biasanya dari adsense juga pengguna app premium." Jelas Jevan.

"Gimana yang lain mau ada sanggahan gak?"

"Ndak ada Ji, gue setuju sama saran Jevan." Mbak Dita angkat bicara.

"Oke, untuk app gue juga setuju. Tapi untuk website streaming kita pakai web radio aja, karena kita juga bisa ningkatin enggagement di website radio. Lagian selama ini emang website kita gak pasang ads, jadi nanti tinggal kita perbaiki aja websitenya, biar streaming lebih lancar." Jisoo mengutarakan opininya.

"Kita pasang adsense juga, supaya naikin profit radio, dengan cara kita ramein website dengan berbagai macam artikel, baik berita, atau sekedar link penghubung ke youtube channel. Youtube channel kita udah banyak sarang laba-laba tuh saking jarang aktif." Usul Jennie.

Jisoo mengulas senyum mendengar penjelasan Jennie.

"Bagus banget sarannya Jennie.. Karena sebenarnya dari saran Jennie, ada benang merah hal yang bakal gue bahas juga di meeting kita kali ini. Yaitu content radio kita. Biar radio kita bisa aktif bukan hanya on air via radio, tapi juga content baik di web atau youtube channel kita."

"Karena banyak banget agenda radio kita, atas persetujuan pak Mino, gue mau menambah sub divisi yang ada di crew siaran and programming yaitu tim creative, jadi nanti senior announcer bisa masuk ke tim ini."

Semua menganggukkan kepala mengerti. Meeting berlangsung hampir 3 jam lamanya karena pembahasan yang cukup panjang. 

🎙🎙🎙

Di sebuah kedai kecil bertenda biru yang menjual susu segar sebagai menu andalannya. Terdengar gelakan tawa menggelora dari sepasang sejoli yang duduk di salah satu meja disana. Ralat. Gelakan tawa itu muncul dari mulut sang wanita, karena si pria sebagai pencerita lebih banyak berwajah masam. 

"Bisa-bisanya bapak nolak kamu buat jemput, eh pas pesan order malah kamu yang nyangkut.." 

Perlu kalian tahu, dua sejoli tersebut adalah Leo dan Jennie. 

"Tapi ini pertama kalinya aku dapet penumpang yang bikin perjalananku jadi makin suram." Leo berkata dengan nada lesu.

Mendengar ucapan Leo, justru semakin membuat Jennie semakin memecahkan gelak tawanya.

"Kenapa deh?? Biasa kali, bapakku ga gigit juga." 

"Aku takut, nanti malah membuat bapakmu semakin ga nerima aku, sayang." 

Tangan Jennie tergerak, menggenggam bahkan sedikit meremas tangan sang kekasih. 

"Ga papa ih.. Justru bagus dong.. Kamu bisa buktiin ke bapak kalau kamu pekerja keras."

Hati Leo menghangat, ia pun menarik bibirnya untuk tersenyum seraya menatap lekat wajah cantik sang kekasih.  Tangannya membalas genggaman Jennie lantas menciumnya.

🎙🎙🎙

Sepulangnya dari radio tadi, Jisoo lantas bergegas menuju sebuah cafe untuk keperluan meeting dengan koleganya. Lebih tepatnya teman-teman lama Jisoo, teman-teman yang berkuliah di universitas yang sama dengan Jisoo.

Kini sudah hampir satu setengah jam lamanya Jisoo meeting. 

"Kalau semuanya lancar, mungkin 1 bulan lagi kita udah bisa launching PTnya." 

Salah seorang kolega Jisoo memberikan pendapatnya. Jisoo yang menyimak lantas mengangguk. 

"Oh iya, gue juga mau mengakuisisi lahan wisata alam, Vin."

Seorang pria yang dipanggil Vin tadi lantas mengernyitkan dahi tidak mengerti dengan maksud Jisoo.

"Yang dulu sempat mau gue beli buat bangun cafe bertema alam. Karena gue denger dari Cindy, pemiliknya lagi terlibat utang dan ada kemungkinan bakal menjualnya. Jadi kita bisa ambil kesempatan untuk dijadikan cafe lagi."

"Boleh Ji.. Punya kontaknya kan Cin??" 

"Ada, nanti gue kirim ke grup aja ya." 

"Jadi kita menghandle PT ini untuk sementara hanya 7 orang doang nih, gue, Kevin, Cindy, Bona, Victor, Tama dan Sammy. Kita bakal lebih sibuk, sebelum punya karyawan baru." Ucap Jisoo.

"Usul gue, project pertama kita, ngelebarin sayap di bisnis waralaba minuman Teh Jiwans dulu. Kalau udah sukses dan karyawan kita banyak kita mulai deh bisnis frozen food." Usul Sammy.

"Menurut gue, kita bisa ngejalanin bareng sih Sam, karena sebenarnya kita ngejar momennya frozen food ini lagi trend banget di kalangan anak muda. Distribusi juga gampang, karena kita punya marketplace online."  Victor yang dari tadi hening pun mengeluarkan suara.

"Gue setuju sama Victor" Tama dan Bona serempak berucap. Sedangkan Kevin, Cindy, dan Jisoo menganggukkan kepala.

"Gue juga setuju sih. Yang pasti nanti kita semua fokus marketing in produk kita. Tetapi kita harus tetap dengan Jobdesk masing-masing ya." Jisoo menginteruksi dengan sesekali melihat jam di tangannya. 

"Siap.. Berarti besok Sammy, Tama dan Bona sebagai Digital marketing kita udah mulai bikin desain sekaligus logo untuk perusahaan, dan produk kita ya." Ucap Cindy. 

"Ya udah kita udahan aja yuk! Udah jam 9 nih, kasian tuh bapak baru dari tadi ngeliatin jam mulu. Udah kangen sama anaknya tuh pasti." Bona menginterupsi yang lain. 

Sedangkan teman-temannya kompak mengalihkan perhatiannya pada Jisoo yang tersenyum malu.

"Peka banget deh lu Bon.." Komentar Jisoo.

Mereka pun berkemas, termasuk Jisoo yang lantas mengemasi macbooknya ke dalam tas. Lalu turun dari lantai dua bersamaan dengan teman-temannya. 

Saat tengah akan membayar di kasir, langkah Jisoo terhenti. Netranya memicing seolah mengenali dua sosok pria yang terlihat sedang tergelak bersama di sudut ruang cafe. 

Jisoo sontak mengatupkan bibirnya, menatap nanar mereka. Hingga Victor yang berjalan di belakangnya pun menepuk bahu Jisoo.

"Kok berhenti Ji?"

Jisoo tak menjawab dan hanya memberi kode agar Victor mengikuti arah pandangnya. Sontak Victor tercengang.

"Mertua lo sama dokter Yongki?" Tanya Victor.

"Akrab banget mereka.." Imbuh Victor.

"Bahkan lebih dekat dengan mantan pacar anaknya daripada sama gue menantunya." Jawab Jisoo yang terdengar kuyu (sayu).

Victor mengalihkan perhatiannya pada sang sahabat mengulas senyum kecilnya, Victor menepuk pundak Jisoo untuk menguatkannya. 

🎙🎙🎙

Sembari menahan kantuknya, Rose menimang-nimang Ryujin di gendongannya. Sebelah tangannya menepuk-nepuk bokong Ryujin agar terlelap tidurnya. Sedangkan Ryujin mulai anteng menyandarkan mulutnya di dada sang ibu. 

Cklek..

Terdengar suara pintu yang terbuka dari luar. Rose mengikuti sumber suara, senyum mengukir di wajahnya saat mendapati Jisoo yang masuk. Seolah rasa kantuknya sirna akan kedatangan suaminya. 

"Yeay.. Daddy pulang.." Ucap Rose pelan.

Wajah sayu Jisoo dengan refleks tersenyum menatap anak dan istrinya. Jisoo meletakkan tas ranselnya ke sembarang tempat. 

"Tadi Bona titip ayam panggang buat kamu katanya buat asi booster kamu. Terus aku waktu pulang juga sempet beli martabak toblerone. Nanti dimakan ya?" 

Rose tersenyum tipis.  

Jisoo melangkah cepat menuju ranjang, tidak sabar ingin segera melihat wajah sang anak.

"Makasih sayang.." Rose sedikit mendongak menatap Jisoo saat sampai di depannya.

Jisoo mengangguk, lantas memberi kecupan singkat di bibir istrinya.

"Dedek.." Jemari Jisoo mengelus pipi chubby Ryujin dengan berulang. 

Sedetik kemudian ciumannya mendarat di pipi Ryujin, dikecupnya berkali-kali karena kerinduannya pada sang anak. Mengingat ini pertama kalinya Jisoo seharian jauh dari Ryujin.

"Gimana meetingnya? kok sampe malem banget sih pulangnya?" Rose mengelus rambut samping Jisoo saat tengah mencium Ryujin.

Tak menjawab Jisoo justru terus menciumi Ryujin, bahkan hingga di dada dan perutnya.

"Jangan diciumi terus ih.. Ntar bangun lagi, aku udah susah payah nidurin dia tahu.." 

"Kangeeen.. Sama dedek, seharian gak ketemu dia." Ucap Jisoo sembari tak berhenti mengecup Ryujin.

"Oh gitu.. Kangennya ke dedek aja?? Ga ada kangen gitu ke aku?" Tanya Rose datar.

Jisoo menghentikan kecupannya lantas menatap wajah sebal sang istri. Bersamaan itu, mata Ryujin terbuka akibat kecupan berkali-kali yang diberikan Jisoo membangunkannya.

"Kangen juga.." 

Jisoo mengarahkan wajahnya mendekat ke arah Rose untuk mengulum bibir sang istri.  

"Eeeekk.."

Sontak Rose melepas kulumannya, dan mendorong dada Jisoo. 

"Tuhkan bangun... Daddy nih.. Bikin dedek bangun."  

Jisoo tergelak menatap wajah kesal Rose. Ia pun meninggalkan Rose, menuju kamar mandi.

"Udah bangunin.. Malah ditinggal pergi! Ga tanggung jawab banget sih!" 

Jisoo kembali tergelak saat mendengar cercaan Rose.

🎙🎙🎙

"Aduh, emangnya dia ga ada kerjaan lain? Sampai harus narik taksi online?" Gideon berucap sengit, sembari beranjak naik ke tempat tidur menyusul sang istri yang masih menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang.

"Leo itu kan udah kerja di kantor, masih sambil siaran, jadi pekerjaan part time yang mungkin bisa lebih fleksibel dengan waktu dia ya narik taksi online. Pak." 

"Bapak harusnya bersyukur, anak kesayangan bapak, Jennie. Memilih pacar yang pekerja keras, dan mandiri. Itu juga sudah merupakan nilai lebih loh buat Ibu."

Gideon menggeleng.

"Halah, dia ini jauh dari kriteria calon menantu idaman bapak Bu." 

Sari --Ibu Jennie, menghela nafas kesal. 

"Bapak selalu bilang begitu, mementingkan kekayaan sebagai kriteria calon menantu bapak, tapi nyatanya semuanya gagal. Leo ini dari keluarga baik-baik loh Pak. 

Ya sudah kalau Bapak kekeuh tidak mau merestui mereka, biarin aja Jennie nikah tanpa restu bapak, biar nanti Omnya yang jadi wali nikah Jennie." 

Sari lantas merebahkan tubuhnya dan tertidur miring membelakangi suaminya yang masih terbungkam karena tidak diberi kesempatan berbicara oleh istrinya. Gideon hanya mampu menatap pilu sang istri,

🎙🎙🎙

Mentari pagi memancarkan sinarnya, setelah satu jam yang lalu dia singgah dari peraduannya. Di sebuah kamar keluarga kecil itu masih sama-sama belum beranjak dari pembaringannya. Terkecuali sang wanita yang baru saja menyandang status sebagai seorang Ibu, siapa lagi kalau bukan Rose. 

Rose sudah lebih dulu bangun, tengah sibuk memberikan asi untuk sang anak, Ryujin, dengan posisi terbaring sedikit miring. 

"Daddy.." Panggil Rose dengan sedikit berteriak pada Jisoo yang tidur disamping Ryujin. 

"Daddy.. Bangun.. Katanya mau meeting?." Ulang Rose.

Merasa tidak ada pergerakan dari Jisoo, Rose pun menggoyang-goyangkan badan Jisoo hingga akhirnya terbangun. Jisoo mengerjapkan matanya. 

"Mandi gih.. Aku siapin baju kerja sama sarapan buat kamu." 

"Hmm, kamu udah enakan badannya?" Tanya Jisoo dengan suara serak khas bangun tidur.

Rose tersenyum.

"Kalau aku tiduran di kasur terus yang ada aku gak sembuh-sembuh. Jadi aku harus banyak gerak."  

Jisoo mengangguk.

"Kamu kapan ada jadwal fisioterapi lagi?" Tangan Jisoo bergerak mengelus surai panjang Rose.

"Minggu depan, kenapa?" Tanya Rose penasaran.

"Aku anter ya.. Kamu atur aja kapan harinya, biar aku sesuaiin sama jadwal aku." 

Senyum mengembang dari bibir Rose lantas mengangguk. 

Langkah Jisoo bergerak menuruni tangga rumah orang tuanya, menuju ruang makan dimana sudah ada sang istri disana. 

"Ryu mana?" Tanya Jisoo saat tak mendapati keberadaan sang anak.

"Diajak grand pa sama grand ma-nya jalan-jalan pake stroller di depan." 

"Opa, Oma udah berangkat ngantor? Terus yang lain pada kemana?" 

"Heem, kalau tante Thea, Yasmin, A' Bian, Shenna, lagi jalan-jalan sama Echan keliling kota Solo."

Jisoo mengangguk, lantas duduk di samping Rose. Rose dengan sigap menyiapkan sarapan untuk sang suami.

Mereka lantas menikmati sarapan bersama, sarapan yang diiringi perlakuan romantis layaknya suami istri yang baru menikah. 

"Jadi papah semalam keluar itu bertemu Yongki?" Terdengar suara Joy yang tertangkap di indera pendengaran Rose dan Jisoo.

"Iya.. Papah cuma mau menjalin silahturahmi sama dia, apalagi Yongki juga jadi pembimbing akademiknya Echan."

Johnny menghela nafas. Lantas berbicara dengan nada sedikit rendah.

"Papah sebenarnya masih belum rela mah, karena bukan dia yang jadi mantu papah. Mamah kan tahu sendiri, Yongki itu menantu idaman papah. Kenapa juga dulu mereka putus ya mah?" 

Jisoo terpaku mendengar penuturan Johnny yang suaranya semakin dekat tersebut. Tangannya mencengkeram hebat sendoknya, bibirnya mengatup.

"Hush.. Papah kalau ngomong dijaga. Kalau menantu kita denger gimana pah." Peringat Joy. 

Sementara itu Rose melirik sekilas pada suaminya. Tangannya, terangkat untuk mengelus bahu suaminya. Jisoo meletakkan dengan sedikit kasar sendok dan garpunya. Lalu menoleh ke arah Rose.

"Aku berangkat ya.." Pamitnya. 

Rose hanya mengangguk, ia paham mood suaminya sedang tidak baik. Jisoo bangkit lantas mengecup kening serta bibir sang istri, sebuah rutinitasnya sebelum berangkat bekerja. Rose mengantar Jisoo hingga mereka mendapati Joy seorang diri tengah menggendong Ryu di ruang tengah. 

Jisoo pun menyempatkan menyapa dan berpamitan pada sang anak. Sebelum akhirnya berangkat ke radio.

🎙🎙🎙

"Tahu dari mana sih lo Seul?" Jisoo menoleh pada Seulgi yang tengah menungguinya buang air kecil sembari menyandarkan di tembok samping Jisoo. 

Jika kalian bertanya dimana lokasinya, benar, mereka tengah bercengkrama di toilet pria, bukan hanya Jisoo, dan Seulgi saja namun juga Bobby. Bobby memiliki kepentingan yang sama seperti Jisoo.

"Victor lah habis cerita dia sama gue kemarin." 

Jisoo menghela nafas. Lantas mengangguk.

"Semenjak istri gue koma, gue emang udah sering mergoki keakraban mertua gue sama Yongki. Gue juga bingung, tapi kemarin pagi gue baru nemu jawabannya. Yongki emang jadi menantu yang diidamkan bokap mertua."

Bobby dan Seulgi menatap wajah sendu Jisoo dari samping dengan iba.

"Gue pikir perubahan sikap bokap mertua gue karena dia udah mulai menerima gue. Ternyata belum. ertemuan dia dengan Yongki membuat dia semakin menyesal dengan berakhirnya hubungan Rosie dan Yongki. Meskipun udah lama, sejak Rosie kelas 3 SMA dan menjalani LDR karena Yongki kuliah kedokteran di luar Bandung."

"Lu tahu dari mana Ji?" Tanya Bobby pelan.

Jisoo menoleh.

"Sepupu cowoknya Rosie, saat ngobrol sama gue tadi malam."

"Huft.. Ya udah sih Ji, ga usah terlalu lu pikirin. Meskipun lu gak jadi menantu idamannya Om Jo, seenggaknya lu udah ngasih dia cucu yang cantik dan lucu. Lu juga lebih sultan dari Yongki. Lu tuh lebih dari menantu idaman orang tua manapun secara lu anak tunggal kaya raya. Ye nggak Bob?" 

Bobby mengangguk menyetujui ucapan Seulgi. Sedangkan Jisoo bungkam dengan wajahnya yang datar.

🎙🎙🎙

🔞🔞🔞

Jisoo keluar dari kamar mandi setelah bersih-bersih sepulangnya dari kerja. Tertumbuk pandangannya Rose menidurkan Ryujin ke box bayi yang menempel pada ranjang mereka berdua. 

Tadi siang, Rose sengaja menyuruh Pak Agus, tukang kebun di rumah orang tua Jisoo, untuk memindahkan box bayi Ryujin agar menempel dengan ranjang mereka. 

Tanpa banyak bicara, Jisoo melepas kaos yang menempel pada tubuhnya, lantas merebahkan diri ke ranjang. Sudah menjadi kebiasaan Jisoo tidur dengan bertelanjang dada.

Mengetahui sang suami merebahkan dirinya di ranjang, Rose lantas menyusul Jisoo masuk ke dalam selimut.

"Sayang.." Panggil Jisoo pelan pada Rose yang memeluknya. 

"Hmmm??" 

"Besok papah jadi pulang ke Bandung?" 

"Iya.. Karena papah harus menangani sendiri, kasus yang lagi gempar itu. Client papah kurang puas kalau yang ikut sidang assisten papah. Tapi nanti, pas syukuran aqiqah dedek, papah balik lagi ke sini."

Jisoo mengangguk dengan matanya yang sayu. 

"Besok siapa yang nganter ke Bandara?" 

"Papah minta Yongki yang nganter, karena tahu kamu sibuk."

Raut wajah Jisoo sontak berubah sendu. 

"Papah masih akrab ya sama Yongki." 

Rose tersenyum nanar, dia dapat melihat ketakutan dari mata Jisoo. Rose pun segera menarik Jisoo memeluk leher sang suami, sedangkan sebelah tangannya mendorong kepala Jisoo ke dadanya. Rose memeluk erat, dia paham kekhawatiran sang suami selama dua hari ini.

"Aku tahu kamu dua hari ini lagi banyak pikiran, termasuk soal ini. Aku paham banget ketakutan kamu sayang." Kecupan dirasakan Jisoo di keningnya kala Rose selesai dengan ucapannya.

Rose menurunkan pandangannya menatap lekat wajah Jisoo, untuk beberapa detik mereka saling bertatapan. 

"Meskipun kamu bukan menantu yang diidamkan papah, tapi kamu masih bisa menjadi menantu terbaik buat papah. Karena kamu satu-satunya orang yang mampu membuat aku jatuh cinta berkali-kali, kamu yang mampu membuat hatiku sulit teralih." 

Hati Jisoo menghangat mendengar penuturan Rose baru saja, hingga mampu membuat Jisoo tersenyum tipis.

"Maafin sikap papah ya mas." Ucap Rose. Jisoo mengangguk dengan senyumnya yang tak pudar. 

Jisoo mendekatkan wajahnya ke arah wajah Rose, sebuah ciuman dia berikan tepat di bibir Rose. Gayung menyambut, Rose membalas ciuman tersebut. Saling mengulum, dan memberikan kepuasaan satu sama lain. Tangan Jisoo pun tak tinggal diam, menjamah setiap inci lekuk tubuh Rose yang berbalut gaun tidur seksinya. Hingga menimbulkan lenguhan dari mulut keduanya. 

ILUSTRASI GAUN TIDUR ROSE


Malam yang panjang dihabiskan pasangan ayah dan ibu baru tersebut, permainan baru berhenti kala suara tangis Ryujin menginterupsi permainan keduanya.

••𝑩𝑬𝑹𝑺𝑨𝑴𝑩𝑼𝑵𝑮••

Maaf kalo kurang puas dengan jalan ceritanya...

Ada banyak hal di dunia nyata yang membuat saya stuck hingga tidak mood melanjutkan cerita hehehe...

Sekali lagi maaf... 

Terima kasih yang sudah menunggu kelanjutan cerita ini...

Continue Reading

You'll Also Like

206K 4.8K 19
Warn: boypussy frontal words 18+ "Mau kuajari caranya masturbasi?"
1M 76K 57
[Brothership] [Not bl] Tentang Rafa, hidup bersama kedua orang tuanya yang memiliki hidup pas-pasan. Rafa tidak mengeluh akan hidupnya. Bahkan ia de...
AZURA By Semesta

Fanfiction

219K 10.5K 23
Menceritakan sebuah dua keluarga besar yang berkuasa dan bersatu yang dimana leluhur keluarga tersebut selalu mendapatkan anak laki-laki tanpa mendap...
140K 13.7K 25
Xiao Zhan, seorang single parent yang baru saja kehilangan putra tercinta karena penyakit bawaan dari sang istri, bertemu dengan anak kecil yang dise...