Bloody Mary - Haikyuu [ END ]...

By lailaalfy13

97.8K 17.3K 6.1K

Sisi gelap sebuah akademi Haikyuu, atau sekolah menengah atas yang selalu menutup kasus kematian murid-muridn... More

PROLOG
CERMIN
NAMA BAIK
SALAH
MEREKA YANG SALING MEMBUNUH
MATA BATIN
TOILET LANTAI DUA
IWAIZUMI, BANGUNLAH...
SSS
SHINSUKE, DAN KAKEK TUA
ASTRAL PROJECTION
OVERTHINKING
SIAPA MARY?
SPOILER
MENYUSUN RENCANA
PINTU LANTAI EMPAT
RUANG KESENIAN
MANEKIN
PENGKHIANAT
NINA BOBO
MEMBERONTAK
AMANAH
MENUJU AKHIR
TAK INGIN USAI
TENTANG SAKUSA
TRAGEDI
KONTRAK
HIDUP KEMBALI
BRAINWASH
PERPUSTAKAAN
MANUSIA LICIK
USHIJIMA, DIKAMBINGHITAMKAN
SUGAWARA
BALAS DENDAM
KENMA MENGETAHUINYA
SUNRISE
EPILOG

UPAYA UNTUK PULANG

2.5K 485 383
By lailaalfy13

Chapter 12 - Upaya untuk pulang

"Brengsek! Semakin banyak yang tau."

*****

Shinsuke menyusuri setiap pintu yang ada di lorong asrama itu. Sudah sejak tadi, kedua kakinya melangkah disana- tapi ia tak kunjung sampai ke ujung lorong.

"Kakek, kenapa lorong ini seperti tidak memiliki ujung?" Tanya Shinsuke kepada sang kakek yang berjalan disampingnya. Jika didalam situasi yang nyata, Shinsuke mungkin akan meminta sang kakek untuk istirahat. Namun ia ingat, kalau kakek itu bukanlah manusia yang bisa merasa lelah karena berjalan.

"Tetap tenang, tekadkan tempat yang ingin kau tuju, Shin. Maka lorong ini tidak akan bisa menyesatkanmu." Jelas sang Kakek. Ia membelai helaian rambut Shinsuke dengan lembut.

Manusia pada umumnya akan segera menggerutu, jika dibuat tersesat. Berbeda dengan Shinsuke yang bisa menstabilkan emosinya. Iya, karena Shinsuke tahu betapa bahaya tempat yang ia pijak itu.

"Apa itu?" Dari kejauhan, ada secarik benda mengkilap yang mendekat dengan cepat. Usai meneliti dengan jeli, Shinsuke langsung menghindar dengan merapatkan tubuhnya ke dinding.

Lagi, dan lagi... Ada sebuah paku yang menyerangnya.

"Siapa disana-?" Sorak Shinsuke, ketika seorang wanita dengan wajah pucat itu bergerak mendekat. Langkahnya begitu halus, tak menimbulkan guncangan sedikitpun.

"Ka.. kau... Paku, paku, paku..." Gumam wanita itu, lalu mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Tak lama, muncul sangat banyak paku yang melayang disekitarnya. "... KAU HARUS RASAIN SAKITNYA-!" Teriak wanita itu, bersamaan dengan berpuluh-puluh paku yang bergerak menghujani kearah Shinsuke.

"Shin, mundurlah-!" Kakek cepat-cepat berdiri didepan Shinsuke. Tepat ketika paku itu sampai di depannya, tangan sang kakek bergerak begitu lincah. Ia menggerakkan tangannya yang terkepal, menangkis paku-paku yang datang.

Kedua mata Shinsuke melihat decitan paku dan kepalan tangan kakek itu menciptakan cahaya biru yang begitu indah.

Pandangan Shinsuke terkunci kedepan, dan ia hampir saja lengah dengan situasi sekitarnya. Saat sadar kalau dibelakangnya begitu gelap gulita, nalar Shinsuke membuat kakinya segera bergerak untuk memutar badan secara paksa.

"Udah gue duga..." Tangan Shinsuke bergerak sedikit ke atas, dengan menggenggam keris pemberian kakeknya. Samar-samar, dari kegelapan muncul sebuah tangan yang mengayunkan pisau. "... Omi, jadi ini maksud lo?" Gumam Shinsuke.

Sakusa tidak bergumam apapun. Pisau yang ia gunakan untuk menyerang Shinsuke langsung terbelah dua begitu menyentuh keris yang Shinsuke genggam.

Dengan segera, Sakusa memundurkan langkah. Ia memasang kuda-kuda untuk menjaga-jaga, kalau Shinsuke mungkin akan balas menyerang.

"Gimana? Bisa pulang, nggak?" Sakusa melemparkan senyum licik kepada Shinsuke.

Memang, tipu daya yang Sakusa lakukan terlalu cerdik. Shinsuke sendiri mengakui kalau Sakusa adalah pengubur bangkai yang hebat.

Sayangnya, Shinsuke juga tak kalah pandai daripada Sakusa. Meskipun sekarang dirinya sudah terjebak di dunia lain, Shinsuke sudah mendapatkan cara untuk kabur.

"Omi, ayo lawan gue." Kata Shinsuke dengan begitu santai. Sontak, kalimatnya itu membuat gelakkan Sakusa terhenti.

Sakusa sadar, betapa sulitnya mematahkan semangat kakak kelasnya itu.

Melihat Sakusa yang tak lagi bersenjata, membuat Shinsuke segera menyimpan keris pada selipan sabuk pinggang yang ia kenakan.

"Biar imbang." Gumam Shinsuke lagi.

Seharusnya, Sakusa senang. Ia sendiri tahu kalau keris yang dimiliki oleh Shinsuke memiliki kekuatan yang begitu besar. Namun, entah mengapa- Sakusa juga merasa kalau ia sedang direndahkan.

Selesai mengambil ancang-ancang, Shinsuke bergerak maju. Ia melayangkan tinjunya yang langsung ditahan oleh Sakusa dengan kedua telapak tangannya.

"Gue benci orang sok baik kayak Lo!" Pekik Sakusa tiba-tiba, yang langsung menggerakkan lututnya ke atas. Ia mengincar perut Shinsuke, tapi sayangnya tangan Shinsuke bergerak lebih cepat.

Shinsuke menangkap lutut Sakusa dengan kedua tangannya, menariknya hingga Sakusa jatuh ke lantai.

"Kenapa? jealous ngeliat si kembar nyaman sama gue?" Shinsuke segera mengunci kaki jenjang milik Sakusa, degan menjepit kedua lututnya. Tak lupa, Shinsuke juga memegang erat pergelangan tangan Sakusa- yang diangkat tepat di atas kepalanya.

Dahi milik Sakusa berkerut sejenak karena terkejut. Memang itulah jawabannya. Sakusa sangat cemburu ketika kembar Miya sangat menghormati Shinsuke.

Bahkan, pemandangan itu baru saja terjadi beberapa waktu lalu. Ketika Shinsuke baru saja mengantar Osamu kembali ke kamarnya.

Rasanya begitu kesal, sampai Sakusa nekat menyerang Shinsuke dengan paku- meskipun khodam penjaga milik Shinsuke sudah mengancamnya agar tidak macam-macam.

"Humphh... Ya, makanya gue bakal nyingkirin Lo disini!" Teriak Sakusa. Masih saja berani meskipun seluruh pergerakannya sudah dikunci oleh Shinsuke.

Bukan kali pertama Shinsuke mendengar kalimat seperti itu. Kadang, ada yang bicara padanya- dan berkata kalau Shinsuke adalah manusia yang sok sempurna.

Aneh. Shinsuke sendiri tidak pernah merasa, kalau ia butuh pengakuan tentang dirinya dari orang lain. Shinsuke hanya hidup sesuai dengan aturan yang ada, dan tidak pernah memiliki niat untuk selalu berada di urutan paling atas.

"Kalau gue mati, apa bakal bikin Lo senang?" Tanya Shinsuke sekali lagi. Kali ini, ia bimbang karena mendengar suara pertarungan sang kakek dan wanita itu menjadi semakin sengit.

"Ya, jadi... Matilah, Shinsuke." Kata Sakusa.

"Ah, Omi..." Shinsuke bergerak mendekati wajah Sakusa. Lebih tepatnya, ia menempatkan bibirnya tepat di samping telinga milik Sakusa. "... Lo, suka ya sama Atsumu?" Usai pertanyaan itu dicetuskan, Sakusa memberontak kuat. Shinsuke sendiri segera bangkit karena tidak ingin tubuhnya terkena serangan apapun.

Rupanya benar, Shinsuke juga tahu kalau Sakusa memiliki hubungan yang begitu dekat dengan Atsumu. Tapi siapa sangka, kalau Sakusa memiliki perasaan menyimpang seperti itu. Perasaan cinta kepada teman lelakinya, yang seharusnya tidak boleh ia miliki.

Jelas saja, Shinsuke langsung mendengus kesal. Ia tidak percaya, kalau harus berurusan dengan orang gila seperti Sakusa.

Melihat Sakusa yang masih menggertak sendirian disana, Shinsuke memalingkan pandangannya sejenak. Kedua matanya bisa menangkap jelas gerakan paku-paku yang masih datang menghujani itu.

Pikir Shinsuke, semua ini tidak akan usai jika ia dan sang kakek hanya meladeni Sakusa dan wanita itu.

Sebenarnya, Shinsuke sudah memiliki ide- meskipun agak berisiko untuk dirinya sendiri. Ia ingin mencobanya, tapi bagaimana caranya memberitahu ide di kepalanya kepada sang kakek.

"Lakukan saja, Shin... Kakek bisa membaca pikiranmu." Sorak sang kakek membuat Sakusa sedikit terkejut. Sementara Shinsuke langsung melemparkan senyum kemenangan kepada Sakusa.

"Masih butuh waktu lama kalo lo mau coba bunuh gue." Kali ini, Shinsuke membanggakan dirinya sendiri. Ia sudah terlanjur senang melihat ekspresi Sakusa yang frustasi itu.

"Mau apa Lo?" Tanya Sakusa ketika melihat Shinsuke memegang kembali keris miliknya.

"Ada deh... Pokoknya, sampe ketemu nanti." Shinsuke melambai, dan langsung bergerak menyerobot kearah depan sang kakek.

Sembari berlari, Shinsuke menangkis paku-paku itu dengan keris. Meskipun tak semuanya dapat ia atasi, tapi setidaknya Shinsuke berhasil melindungi area tubuhnya, khususnya pada beberapa bagian titik vital.

Begitu jarak semakin dekat, Shinsuke menunduk lalu menusuk wanita dihadapannya dengan keris. Ia mengoyak-oyak tubuh wanita itu, sementara yang ditusuk masih berteriak dengan begitu histeris.

"MARY!!" Teriak Sakusa yang langsung berlari mendekat. Tapi sayangnya, sang kakek segera menghalangi jalannya- menghempas tubuh Sakusa hingga tenggelam di lorong yang gelap gulita.

"AAAAAAAA-!!!" Teriakkan wanita yang bernama Mary itu terdengar begitu nyaring. Seolah menggetarkan seluruh bangunan.

Detik kemudian, wanita itu terdiam- dan tubuhnya lenyap menjadi debu.

"Be... Ber... Ber... ha... sil..." Shinsuke tersenyum tipis, dengan keris yang ia angkat tinggi-tinggi. Detik kemudian tubuhnya jatuh, dan sang kakek segera menopangnya.

"Shinsuke, engkau sungguh pemberani." Gumam sang kakek, membiarkan cucunya itu terlelap karena lelah.

*****

"Oikawa..." Panggil Iwaizumi.

Oikawa menoleh, lalu memiringkan kepalanya sedikit.

"Lo yakin, gue Iwaizumi yang asli?" Tanya Iwaizumi. Sebenarnya, ia hanya ingin mendengar alasan Oikawa saja.

"Asli lah. Emang gue salah?" Oikawa malah balik bertanya.

"Lah gimana si?" Iwaizumi menepuk dahinya sendiri. Ia sudah lelah bicara dengan temannya itu.

"Soalnya, yang asli mirip badak." Jawab Oikawa spontan.

Saat itu juga, Iwaizumi memukul kepala Oikawa karena kesal. "Lo pikir gue minuman larutan penyegar?!" Omel Iwaizumi kemudian.

Oikawa awalnya hanya terkekeh kecil, disusul dengan tawa-nya yang menggelegar.

"Tuh, kan... Iwa yang asli tuh tukang mukul." Goda Oikawa, lalu mengelus-elus kepalanya sendiri. Rasa sakitnya baru terasa.

Iwaizumi merasa tersentuh, tapi ia memalingkan wajahnya karena merasa sedikit malu.

Rupanya, Oikawa betul-betul mengenal Iwaizumi. Ia juga bersyukur, karena Oikawa baik-baik saja.

"Sial banget deh... Pergi gampang, pulangnya susah." Kata Semi sembari memutar-mutar nunchaku yang ia pegang. Sudah berjam-jam mereka berputar di dalam gedung itu, bahkan beberapa kali berpapasan dengan makhluk-makhluk yang kerap menganggu.

"Woi! Woi! Woi! Maen nunchaku yang bener napa, Sem. Bahaya kalo kena muka gue yang ganteng." Kata Oikawa, yang masih sempat-sempatnya tebar pesona.

Menemukan Iwaizumi membuat sifat bodohnya kembali.

Oh, kemana Oikawa yang serius dan dewasa itu?

Iwaizumi dan Semi hanya menatap Oikawa datar. Mereka ingin heran, tapi yang dihadapan mereka memanglah Oikawa yang sifatnya sudah murni narsis dari lahir.

"Sem, gue yang megangin, elo yang pukulin Oikawa." Usul Iwaizumi.

"Setuju." Balas Semi.

"HEH, KOK GUE SIH?!" Oikawa memundurkan langkahnya. Ia salah karena mengajak bercanda kedua temannya yang jelas-jelas sudah hampir kelelahan.

"AAAAAAAA-!!!" Teriakkan nyaring itu membuat mereka bertiga segera menutup telinga rapat-rapat. Bangunan yang mereka pijak juga rasanya sedikit bergetar, sampai suara itu benar-benar hilang.

"Perasaan gue ga enak." Kata Oikawa. Disusul dengan anggukan Iwaizumi dan juga Semi.

Sekarang, ketiganya sedang bediri- tepat di sebuah pertigaan. Semi menghadap ke arah tangga, sedangkan Iwaizumi dan Oikawa menghadap ke lorong.

Jarak pandang yang minim membuat mereka hanya dapat mendengar suara-suara yang mendekat.

Bukan langkah kaki, tapi seperti teriakkan, gertakkan gigi, dan juga tangisan.

Sepertinya, ada banyak makhluk yang sedang datang menghampiri mereka bertiga.

"Aduh, kena kepung nih ceritanya?" Iwaizumi menolak pinggang. Kedua matanya sudah menangkap sosok menyeramkam yang sudah muncul tak jauh di depannya.

"Ini kalo ngandelin Semi doang kayaknya gabisa deh." Kata Oikawa santai. Ia membunyikan jari-jarinya, bersiap untuk menghajar makhluk-makhluk dihadapannya.

"Yaiyalah, minimal lindungin diri Lo sendiri. Gausah manja!" Dari ucapannya, sepertinya Semi masih merajuk karena ia sudah menghabiskan tenaganya sendiri ketika melawan hantu wanita di toilet beberapa jam lalu.

"Saran gue, jangan maju terlalu kedepan. Vision kita terlalu sempit, bisa repot kalo kita sampe kepisah lagi." Saran Iwaizumi yang sudah mengerti dengan situasi di sekitarnya. Oikawa dan Semi setuju, dan bersiap-siap membereskan bagiannya masing-masing.

"Yo, guys! Serang!" Semi memberikan aba-aba kepada Oikawa dan Iwaizumi yang juga langsung bergerak.

Ketika sampai didepan makhluk yang penuh oleh darah dan nanah. Oikawa sempat menarik kembali tinjunya. Ia takut kalau aroma tak sedap dari makhluk itu melekat di kulit dan tubuhnya.

"Kita ini roh, tolol! Gabakal bisa bau!" Teriak Semi yang langsung menyadarkan lamunan Oikawa. Ia menggerakkan nunchakunya dengan lihai, hingga tak ada satupun makhluk yang dapat menyentuhnya.

"Lah iya..." Kata Oikawa yang masih terkekeh seperti orang bodoh. Meskipun dia memang sudah bodoh, sih. "... HAJAR!!" Oikawa bersorak, lalu menendang makhluk-makhluk yang sudah berderet tepat di depannya. Ia agak terbelalak ketika mendapati sepotong tangan yang memegang celananya.

"WAAAA, IWA! TOLONG! GUE DILECEHIN!" Sorak Oikawa lagi, dengan nada yang lebih histeris.

Tapi, Iwaizumi tahu- kalau Oikawa hanya sedang bergurau. Mendengarnya membuat Iwaizumi sedikit kesal. Seharusnya Oikawa lebih serius menangani bagiannya.

"Lo bukan temen gue." Iwaizumi menunjuk Oikawa yang masih tersenyam-senyum.

Iwaizumi memang pandai bertarung. Tapi makhluk-makhluk dihadapannya tak kunjung berhenti muncul. Mereka bukan seperti manusia yang bisa dilumpuhkan dengan serangan fisik.

Satu persatu makhluk yang tubuhnya terurai, kembali menyatu. Berbeda ketika Iwaizumi melirik pandang kearah Semi yang menyerang menggunakan senjata.

Makhluk itu benar-benar lenyap, atau pergi dan tidak kembali menyerang Semi.

"Hummphh!" Iwaizumi terhempas ke belakang. Meskipun hanya dalam bentuk roh, ia bisa merasakan kalau bagian perutnya terasa begitu nyeri. "Sialan!" Pekik Iwaizumi kemudian.

"I... Iwa... Tolong..." Iwaizumi yang semula ingin bergerak kearah depan, mendadak berhenti dan berbalik. Matanya terbelalak melihat Oikawa yang dicekik oleh sebuah makhluk bertubuh tinggi besar.

Melihatnya saja langsung membuat mental Iwaizumi melemah. Kedua kakinya terasa lemas, ia tahu kalau menghampiri kesana tidak akan membantu apapun.

Tapi bagaimana dengan Oikawa? Ia terlihat kehabisan napas dan gerakannya melemah.

"IWA! TOLONGIN OIKAWA!" Teriak Semi, setelah ia melempar nunchakunya ke arah makhluk bertubuh tinggi besar itu.

Usai mendapat serangan di bagian tangannya, makhluk itu tidak sengaja melepaskan Oikawa hingga jatuh tersungkur di lantai.

Iwaizumi mendekat, lalu menyeret tubuh Oikawa untuk menjauh. Tapi sayangnya, ia terkepung. Iwaizumi baru ingat kalau tidak ada jalan baginya untuk kabur.

"G... Gimana ini..." Semi merasakan napasnya sesak. Ia sudah terlalu banyak memaksa energinya untuk keluar, dan sekarang sudah melewati batasnya.

Semi sendiri terududuk di lantai. Ia melihat banyak makhluk-makhluk yang siap menerkam dirinya disaat itu juga.

Entah bagaimana lagi cara mereka untuk kabur. Tapi Semi, Oikawa, dan Juga Iwaizumi terlihat sudah pasrah dengan keadaan mereka.

"Iwa, maaf ya... Gue gagal bawa Lo balik." Gumam Oikawa, dengan matanya yang masih tertutup.

Iwaizumi terisak, dan langsung memeluk Oikawa dengan erat. Ia tidak ingin melihat makhluk dengan beragam rupa menyeramkan yang sekarang tengah mendekati mereka perlahan.

Dari jarak yang sedikit jauh, Semi memukul lantai dengan kuat. Ia benci karena energi yang ia miliki begitu terbatas, membuatnya tak mampu menolong Oikawa dan Iwaizumi sampai kembali dengan selamat.

Di detik-detik terakhir, tepatnya ketika makhluk-makhluk itu sudah menyentuh tubuh mereka bertiga. Tiba-tiba saja raga makhluk-makhluk itu terpotong satu demi satu, hingga menghilang tanpa jejak.

Jelas saja, hal itu membuat mereka bertiga kebingungan dan saling melempar pandang.

"Semi, makasih!" Kata Iwaizumi yang kesenangan. Ia mengira, kalau Semi yang melakukannya.

Tapi Semi menggeleng. Ia segera menoleh ke segala arah, mencari-cari siapa yang telah membantu mereka bertiga.

"Kakek, kita tepat waktu!" Suara itu tak lain adalah milik Shinsuke. Begitu Iwaizumi dan yang lainnya menoleh, Shinsuke berada di pertengahan tangga- tepatnya ia diatas gendongan dibelakang tubuh sang kakek.

"Shin? Shinsuke kan, ya?" Kata Oikawa yang masih kesulitan mengangkat kelopak matanya dengan sempurna.

"Iya!" Jawab Iwaizumi senang. Tapi ia kebingungan ketika melihat sosok kakek tua yang menggendong Shinsuke.

"Kakek, terimakasih sudah menyelamatkan kami." Semi membantu Iwaizumi membopong tubuh Oikawa.

Sang kakek mengerjapkan mata pelan. "Sama-sama, tapi kalian harus kembali secepatnya sekarang." Sang kakek menurunkan Shinsuke dari gendongannya. Ia lalu menyentuh wajah Oikawa yang terlihat sudah tidak ber-aura lagi.

"Oikawa kenapa, kek?" Tanya Shinsuke dengan raut khawatir.

"Energinya di hisap, kalau dia tidak kembali ke tubuhnya... dia bisa benar-benar mati." Sang kakek berbalik, lalu menunduk. Ia menawarkan diri untuk menggendong Oikawa, tapi Semi dan Shinsuke segera menolak.

Kebaikan kakek itu sudah cukup menyelamatkan mereka bertiga.

"Sekarang, kita kembali." Ajak Shinsuke yang langsung memimpin jalan.

"Tapi, kita tersesat, Shin." Sambung Semi kemudian.

"Tenang aja, kakek udah ngajarin gue... Gimana caranya bisa sampe tujuan tanpa kesasar." Senyum Shinsuke mengembang. Terlihat seperti bukan dirinya saja.

*****

"Ini..." Suna memberikan sebuah kunci kepada Kenma.

"Kunci kamar siapa?" Tanya Kenma kemudian.

"Kak Oikawa." Jawab Suna sembari lanjut berjalan.

"Kok dikasih ke kita?" Tanya Shirabu lagi.

"Kuncinya ada dua. Satu punya Kak Iwa, satunya punya Kak Oikawa." Jelas Suna kemudian.

Shirabu dan Kenma segera mengangguk paham. Suna memberikan salah satu kuncinya kepada mereka, hanya untuk berjaga-jaga jika Suna berkendala untuk kembali ke asrama.

Hanya sebuah pikiran abstrak, tapi batinnya berkata bahwa akan ada sesuatu yang terjadi.

"Suna!" Panggil Sakusa, yang berlari-lari kecil menuju ke arahnya.

Yang dipanggil hanya diam, sambil menyimpan kunci kamar Oikawa didalam saku celananya.

Sesampainya Sakusa disana, ia langsung menarik pergelangan tangan kiri Suna. Jelas saja Kenma merasa kalau perbuatan Sakusa sangatlah tidak sopan, jadinya- Kenma menarik pergelangan tangan Suna yang satunya.

"Apa-apaan Lo, Sak? Gaada omongan apa-apa, tiba-tiba narik Suna gitu aja." Omel Kenma yang langsung menepis tangan Sakusa dari tangan Suna.

"Diem Lo! Gaperlu ikut campur!" Sambar Sakusa yang terlihat sudah tidak sabaran.

"Haaa? Lo pikir, Lo siapa?" Balas Kenma tak mau kalah. Kali ini emosinya benar-benar meluap.

"Udah... Ken, maafin Omi, ya..." Sanggah Atsumu yang langsung memberikan jarak diantara Kenma dan juga Sakusa. Jika ia tak melakukannya, mungkin akan terjadi pertengkaran disana.

"Bilangin temen lo, yang sopan sama murid biasa." Sindir Kenma kemudian.

Atsumu mengangguk paham.  Kemudian matanya beralih memandang Suna. "Lo dipanggil keruang BK sekarang." Kata Atsumu.

Pandangan Suna berbelok, ia melihat Osamu yang berdiri disamping Atsumu dengan wajah kebingungan.

"Lo dicurigai ngelakuin sesuatu. Tiga kakak kelas kita gak sadarkan diri, dan Kak Shinsuke juga hilang. Sakusa bilang, mereka semua habis kumpul sama Lo." Penjelasan Atsumu membuat Suna murka. Ia langsung merampas kerah baju Atsumu, lalu menatapnya dari jarak dekat.

"Gak salah lo ngomong gitu sama gue?" Bisik Suna.

"Apa Lo punya bukti, kalau lo gak bersalah?" Atsumu tersenyum miring, tangannya langsung mendorong Suna dengan kasar.

Benar, kan. Suna bersykur karena ia sudah menitipkan kunci satunya kepada Kenma. Setidaknya, Kenma dan juga Shirabu bisa menggantikan dirinya untuk mengecek kondisi Semi, Oikawa, dan juga Iwaizumi.

Mengenai Shinsuke, Suna yakin kalau Sakusa-lah pelakunya. Tapi, jika Suna berbicara sembarangan- ia hanya akan memperburuk nasibnya sendiri.

Suna tidak punya bukti apapun.

"Oke, bawa gue ke ruangan BK." Suna pamit dari hadapan Kenma dan Shirabu. Tak lupa, Suna masih menyempatkan diri untuk tersenyum lembut- ketika ia berpapasan wajah dengan Osamu.

Sakusa mengekori Suna lebih dulu, sementara Atsumu masih terdiam disana karena Osamu menatapnya dengan ekspresi kesal.

"Sam... Ayo pergi." Ajak Atsumu yang langsung memegang telapak tangan Osamu. Tapi, Osamu menepisnya. "... Apa-apaan si, Sam?!" Atsumu membentak.

"Gue udah capek, Tsumu... Lama-lama gue benci sama Lo, karena Lo ngikutin Omi yang egois!" Osamu berlari, sementara Atsumu langsung menyusulnya sembari membujuk pelan-pelan.

"Shirabu... Gue ada ide." Kenma mendekat, lalu membisikkan sesuatu kepada Shirabu.

"Ide bagus, tapi kita harus mastiin kakak-kakak kelas itu dulu." Shirabu mengacungkan jempolnya. Mereka lalu berjalan, menuju gedung asrama.

.
.
.
.
.
To be continued

Yooo, guys!
Gimana fanart-nya? Bagus gak?

Aku semangat banget gambar bagian itu. Kayaknya bakal bagus kalau di beberapa bagian fanfic ini dibuat illustrasi, jadinya aku gambar deh.

Oh, ya...
Buat yang mau simpen gambarnya. Kalian mampir ke Twitter aku aja, biar resolusi gambarnya gak terlalu pecah.

Sipp, deh!
Segini dulu ya...

Vote, komen, share-!

Sankyuu-!! ♥♥♥

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 81.5K 31
Penasaran? Baca aja. No angst angst. Author nya gasuka nangis jadi gak bakal ada angst nya. BXB homo m-preg non baku Yaoi 🔞🔞 Homophobic? Nagajusey...
196K 9.6K 31
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
203K 12.1K 42
[F I R S T P R O J E C T] Finished! Terima kasih sudah bertamu ke buku ini. Disclaimer : Boboiboy © Animonsta Studio a story written © 2020 by Zevuar
50.4K 6.2K 12
Dimata semua orang, anak kembar adalah sosok yang sempurna. Mereka terlihat serasi seperti satu kesatuan. Kenyataannya, menjadi anak kembar bukanlah...