Cinta Penawar Kutukan

By chinggu313

1.3K 1.1K 390

Genre fantasi namun mengandung unsur romansa. Inilah kisah tiga anak remaja dengan kutukan masing-masing. Men... More

♧Prolog♧
♧Chapter1♧
♧Chapter2♧
♧Chapter3♧
♧Chapter4♧
♧Chapter5♧
♧Chapter6♧
♧Chapter7♧
♧Chapter8♧
♧Chapter9♧
♧Chapter10♧
♧Chapter11♧
♧Chapter12♧
♧Chapter13♧
♧Chapter14♧
♧Chapter16♧
♧Chapter17♧
♧Chapter18♧
♧Chapter19♧
♧Chapter20♧
♧Chapter21♧
♧Chapter22♧
♧Chapter23♧
♧Chapter24♧
♧Chapter25♧
♧Chapter26♧
♧Chapter27♧
♧Chapter28♧
♧Chapter29♧
♧Chapter30♧
♧Chapter31♧
♧Chapter32♧
♧Chapter33♧

♧Chapter15♧

27 29 3
By chinggu313

Brakh!!!

"Ibu!!"

Wanita yang terlihat sedang merapikan beberapa kertas dari atas mejanya sekilas menengok ke arah pintu, di sana terdapat Winter yang sudah bercucuran keringat di dahinya. Nafasnya terdengar tersendat-sendat.

Dengan dahi yang sedikit berkerut lantaran bingung, wanita berumur hampir memasuki kepala empat itu memerhatikan putrinya yang kini berjalan dengan tertatih-tatih menuju ke arahnya.

"Ada apa denganmu?"

Gadis itu tidak langsung menjawab pertanyaan sang Ibu. Dirinya lebih memilih mengambil salah satu majalah yang terkumpul di atas meja di depan sofa yang sedang dia duduki sekarang.

"Kenapa Ibu menelfon tadi?" Wina terdiam sejenak. Mencerna baik-baik pertanyaan putrinya barusan. Selang beberapa detik, dirinya mengangguk di sertai gumaman tidak jelas.

"Ibu salah pencet."

Tiga kata itu mampu membuat Winter memberenggut kesal. Sangat amat kesal mendengar respon Ibunya. Dirinya sudah kelelahan untuk ke sini dengan terburu-buru dan dengan perasaan panik namun ternyata maksud dari telfon tadi lantaran sang oknum tidak sengaja menekan kontak miliknya.

"Terus kenapa telfon Winter gak Ibu angkat?"

Wina kembali menatap putrinya yang kini membaringkan badannya ke badan sofa empuk yang berada tak jauh darinya. "Ibu tadi lagi ngerjain proposal pengeluaran butik, jadi Ibu gak bisa angkat karena takut ganggu konsentrasi Ibu."

Hening. Winter sudah tidak berminat untuk menanggapinya. Dirinya lebih memilih menyibukkan diri kepada ponselnya. Jaringan seluler yang tak sengaja dia aktifkan membuat handohone-nya menimbulkan bunyi notifikasi chat dari sebuah aplikasi di dalamnya.

Tampilan pop up chat dari grub nya yang memiliki tiga puluh pesan tak terbaca membuat dirinya mendesah malas.

Wanita yang terlihat kembali berkutat pada kertas-kertas dokumen di mejanya sempat menoleh ke arah Winter. Menyadari tatapan Wina, gadis berambut sebahu itu berdiri lalu meregangkan otot-otot tangannya. Sejenak dirinya ikut menatap manik sang Ibu lalu kemudian pamit dan berjalan keluar dari ruangan.

"Mau sampai kapan kamu tidak masuk sekolah?"

Pertanyaan itu keluar dari bibir ranum sang Ibu membuat Winter yang masih berada di ambang pintu seketika berhenti melangkah. Kepalanya menunduk dan lagi-lagi helaan nafas panjang keluar dari bibirnya. Entah sudah keberapa kali dia menghela nafas panjang pada pagi hari ini. Namun yang paling dihindari Winter saat ini adalah pertanyaan tadi. Pertanyaan yang dirinya pun tidak ketahui jawabannya.

Gadis itu juga tidak tahu harus berbuat apa. Dirinya juga tidak ingin mengambil resiko untuk datang ke sekolah di dalam keadaan dirinya yang selalu berubah tanpa dia prediksi seperti dahulu. "Sampai kutukan ini berakhir, mungkin. Winter pun tidak tahu Bu."

Sang Ibu tersenyum tipis lalu berjalan menghampiri putrinya. Dibaliknya badan yang kini sudah kembali seperti Winter yang orang-orang kenal sebelumnya. Tubuh kurus yang tadi terlihat, kini sudah berubah menjadi lebih berisi. Dan yang harus kalian tahu, sang pemilik raga belum mengetahui perubahannya. Tadinya Wina terkejut ketika dengan mata kepalanya sendiri melihat raga putrinya berubah hanya dalam waktu seperkian detik untuk menjadi Winter yang bertubuh gemuk. Selama hampir delapan belas tahun putrinya hidup bersama dirinya, baru kali ini wanita dewasa itu melihat langsung perubahan tubuh sang putri satu-satunya.

"Kamu harus bersabar. Ibu yakin, suatu saat nanti akan ada suatu hal indah yang menantimu. Terlepas dari kutukan yang selalu mengikutimu ini hampir selama kamu hidup, kamu harus percaya untuk sembuh. Sembuh dari kutukan ini. Fighting baby!!"

Runtuh sudah pertahanannya. Air mata yang sudah agak lama tidak dia perlihatkan akhirnya turun juga. Wina mengusap lembut punggung Winter. Punggung itu sudah besar. Padahal seingat beliau, baru kemarin dirinya menggendong dan memeluk tubuh kecil yang sedang direngkuhnya ini. Moment dimana dirinya menggaruk punggung Winter ketika ingin tidur, menggosok badan kecil itu dengan sabun, memeluknya ketika sedang merasa ketakutan dan sakit. Hari berjalan tanpa kerasa. Winter yang dulu hanya setinggi pinggul kini sudah tumbuh besar.

"A... Aku takut Bu."

Lirihan gadis itu membuat Wina ikutan berkaca-kaca. Tak mau bertambah sedih, badan Winter kembali dia dorong dan menyuruhnya untuk tersenyum. Tangannya turut menghapus jejak air mata di wajah putrinya. Winter terkekeh pelan lalu mencium telapak tangan Wina.

"Cengeng," ujar sang Ibu. Winter mengakui dirinya memang gadis yang cengeng. Tak jarang dirinya akan menangis sambil meredam suara pada bantal di dalam kamarnya. Memikirkan kutukannya yang tiap hari makin parah sungguh membuat mental gadis itu lemah. Pikiran-pikiran negatif tentang orang-orang yang akan mengetahui kutukannya dan menjadi gadis terkucilkan sungguh membuat dirinya takut. Hal itu yang membuat dirinya enggan untuk menampakkan diri ke sekolah. Hanya berbekal surat izin sakit yang sengaja Wina tulis untuk diberikan kepada Beomgyu rupanya tak cukup untuk membuat teman-temannya tidak bingung mengenai dirinya yang menghilang selama sepekan. Terlebih lagi Giselle dan Sunoo yang hampir setiaphari berusaha untuk mendatangi Winter dan bahkan selalu menanyakan keberadaan gadis itu kepada Beomgyu.

"Sampai kapan? Mungkinkah ini gak akan berakhir?"

.

.

.

.
 

.

"Winter yang gemuk kembali. Butuh berapa waktu lagi untuk kembali ke tubuh kurus?"

Angin di siang itu nampak sejuk. Barusan habis gerimis, dan jalanan yang sedang gadis itu pijaki tampak masih basah. Mengunjungi taman yang berada tak jauh dari butik sang Ibu adalah pilihan tepat. Saat ini taman yang sudah terlihat di depan sana terlihat sepi. Hal itu membuat langkah kakinya menjadi lebih bersemangat untuk berlari ke sana. Namun ternyata masih ada orang lain selain dirinya. Di samping pohon besar yang berjarak kurang lebih sepuluh langkah dari posisinya sekarang, terdapat seorang laki-laki yang mengenakan seragam sekolah. Seragam yang berbeda dengan seragam sekolahnya. Laki-laki itu tampak duduk dan fokus memainkan handphone miliknya dengan posisi horizontal.

"Pasti anak itu bolos," gumamnya pelan sambil berdecak malas melihat keberadaan murid laki-laki itu. Untung mereka tidak saling kenal, Winter hampir saja beranjak dari sana jika anak laki-laki itu memakai seragam sekolah yang sama dengan miliknya.

"Hei!!"

"Eh setan babi!! Ngagetin aja sih lo?"

Cengiran bodoh dari seseorang yang mengagetkannya tadi mengundang decakan malas dari Winter. Ketenangannya sudah lenyap ketika laki-laki tengil itu sudah duduk anteng tepat di sampingnya.

"Gak apa-apa dibilang Setan babi, yang penting gue tetap ganteng di mata orang-orang."

"Iya, cuman di mata orang lain. Kalau di mata gue mah lu kayak setan."

"Lu kan bukan orang. Jadi pandanganmu mah gak penting."

Delikan malas menjadi respon Winter ketika mendengar penuturan laki-laki di sampingnya. Dirinya lebih memilih diam dan tidak memperpanjang perdebatan kecil tadi. Kini pandangannya kembali beralih ke arah sosok siswa laki-laki yang masih betah di posisinya.

Merasa aneh lantaran hening yanng terjadi di sampingnya, laki-laki berambut merah itu melirik Winter yang menatap ke depannya. Pandangannya ikut beralih ke arah depan dan seketika bola matanya berputar malas mengetahui objek pandang sang gadis.

"Biasa aja kalik liatnya. Kalau naksir mah samperin langsung, gak usah plototin orang sampai segitunya."

Gadis berambut sebahu itu mendelik malas. Decakan kesal terdengar samar di pandengaran laki-laki di sampingnya. Hal itu membuat sang laki-laki berambut merah tiba-tiba terdiam. Karena merasa candaannya tidak membuat gadis itu ingin merespon lebih kepadanya, laki-laki itu lebih memilih terdiam. Pandangannya ikut mengarah ke arah depan. Masih memerhatikan si laki-laki berseragam yang sedang bermain game di depan sana.

Degh...

Dan boom. Objek yang sedari tadi mereka berdua perhatikan terlihat mengangkat kepalanya. Mata laki-laki itu ikut menatap keduanya. Kerutan di dahinya terlihat jelas. Winter berdehem pelan lalu memindahkan pandangannya. Cukup malu juga keciduk merhatiin orang. Laki-laki berambut merah tak jauh beda. Namun si laki-laki berambut merah hanya menampakkan raut wajah datarnya. Pura-pura sok cool padahal mah dalam hati udah ketar-ketir malunya.

"Yah, orangnya pergi. Padahal belum sempat kenalan," gumam Winter pelan. Ternyata gumaman itu masih bisa terdengar. Laki-laki di sampingnya sontak menoleh lalu mengulurkan tangan kanannya. Matanya berkedip dengan gerakan cepat yang niatnya agar terkesan lucu, namun dirinya masih belum mengetahui watak Winter. Lucu menurut orang lain, belum tentu lucu menurut gadis itu. Hal itu membuat Winter malah bergidik geli sekaligus jijik melihatnya.

Oh iya, jangan lupakan uluran tangan laki-laki itu yang dibalas dengan Winter namun dengan raut wajah yang bertanya-tanya.

"Apaan nih salam-salaman? Mau minta maaf?"

"Mau kenalan lah! Otak lo pindah ke dengkul atau gimana dah? Isyarat kayak gini aja gak peka."

Kedua tangan itu masih setia berjabat. Sang laki-laki menunggu kelanjutan dari Winter, sedangkan Winter malah terdiam sesaat sambil mencerna ucapan laki-laki di sampingnya itu. Maklum, otaknya lalot. Sepertinya perkataan laki-laki berambut merah mengenai otak Winter yang pindah ke dengkul itu benar adanya.

/ada-ada saja:v/

"Oh iya kah? Hehehe sorry. Nama gue Winter."

"Winter?"

Anggukan cepat dan pasti menjadi respon Winter terhadap pertanyaan tadi. Hal itu mengundang tatapan dan raut wajah bingung dari laki-laki itu. Dirinya merasa tidak asing dengan nama tadi. Tapi dirinya juga tidak mengingat kapan dan dimana dirinya pernah mendengarnya. Atau hanya kebetulan nama gadis di sampingnya kini banyak di pakai orang-orang? Maybe?

"Woi!! Nama lo siapa?!!"

"Ya lo santai dong!! Gue gak budek!!"

Gadis itu sudah bersiap untuk mengangkat tangannya berniat memukuk kepala si laki-laki berambut merah di sampingnya. Melihat gerakan ketakutan dari laki-laki itu membuat Winter malah beralih untuk menggaruk kepalanya dan terkekeh pelan. Lucu juga melihatnya. Lihatlah, mata yang tertutup rapat serta tangan yang seolah-olah menjadi penghalang dari pukulan gadis itu sungguh membuat Winter gemas sendiri.

"Loh? Gak jadi mukul?"

"Enggak! Buruan!!"

Suara teriakan milik Winter sungguh membuat telinga laki-laki itu berdegung kencang. Sepertinya berada di jarak kurang dari dua meter di saat gadis itu sedang hobby marah-marah dan terlebih lagi teriak tidak jelas kayak tadi akan membuat telinga pecah.

"Yoshi." Laki-laki itu menurunkan tangannya yang tadinya menutup telinga. Winter mengangguk mengerti lalu terlihat menggumamkan nama laki-laki itu sekali.

"Diamond es cream, diamond es cream~~"

Keduanya refleks berbalik ketika mendengar suara dari speaker penjual es krim keliling tadi. Yoshi bahkan sudah berdiri dan hendak menghampiri Bapak-bapak penjual es krim nya yang kebetulan sedang beristirahat dan duduk berteduh di bawah pohon sana.

Mulut Winter menganga, merasa terkejut sekaligus heran melihat tingkah laki-laki yang baru beberapa detik yang lalu dia ketahui namanya itu. Di depan sana, Laki-laki itu sudah berdiri di samping Bapak penjual es krim nya. Raut wajahnya terlihat bersemangat saat memilih menu rasa es krim yang terdapat pada kotak es krim yang berada di atas motor Bapak-bapak itu.

Diam-diam Winter ikut tersenyum. Dia salah mengira terhadap kepribadian Yoshi. Pikirannya yang pernah mengatakan bahwa Yoshi adalah laki-laki nakal dan bersikap keras ternyata salah. Laki-laki itu lucu dan juga friendly banget orangnya. Ya, bertemu dengan Yoshi hari ini rupanya mampu membuat dirinya melupakan kesediaanya. Meski hanya sejenak.

"Oi Winter! Lu mau rasa apa?"

Hampir dirinya terjungkal. Untung saja dirinya refleks berpegangan pada sandaran kursi taman. Yoshi yang masih menoleh ke arahnya tertawa pelan. Lidahnya menjulur keluar mengejek Winter saat perempuan itu ikut berbalik melihatnya.

"Ishhh, rasa coklat!! Jaraknya gak jauh-jauh amat, gak usah teriak!!" balas Winter. Terlihat gadis itu berdiri sejenak untuk memperbaiki tapi sepatu yang tidak sengaja dia injak tadi saat hampir terjatuh.

Di dalam hati, Winter sibuk memaki laki-laki itu. Winter coret tentang pemikirannya yang mengatakan Yoshi itu lucu, nyatanya Yoshi super duper nyebelin dan mampu membuatnya emosi.

Tak memakan waktu yang lama, Yoshi kembali berjalan menghampirinya dengan dua cup es cream yang berbeda rasa di kedua tangannya. Senyum laki-laki itu tidak pernah pudar sampai saat ini. "Nih es... Loh, Winter?" perkataannya terpotong. Merasa terkejut melihat kejadian di depannya. Es cream yang berada di tangan kirinya yang merupakan rasa coklat milik pesanan gadis itu terjatuh. Laki-laki itu segera menunduk melihat sepatu putihnya sudah kotor terkena noda es krim tersebut. Winter agaknya masih belum menyadari keberadaan Yoshi di belakangnya. Gadis itu malah sibuk mengetik sesuatu di layar handphone miliknya.

Gadis di depannya bukan lagi Winter, Begitulah kira-kira isi pikiran Yoshi saat ini. Dirinya masih ragu untuk menyapa gadis asing di depannya. Tapi... Satu yang membuat Yoshi bingung, kenapa Winter dengan cepat sekali meninggalkan area taman dan digantikan dengan gadis asing di depannya? Terlebih lagi, gadis itu juga duduk di posisi yang sama dengan Winter.

"Oh, Yoshi! Lama banget beli es cream doang."

"Hah?"














Tbc.......

Continue Reading

You'll Also Like

167K 10.6K 19
Ini dia jadinya kalo gadis bar-bar seperti Joana transmigrasi ke dalam sebuah novel romansa dan menjadi anak perempuan dari protagonis yang digambark...
3.6M 356K 95
Bercerita tentang Labelina si bocah kematian dan keluarga barunya. ************************************************* Labelina. Atau, sebut dia Lala...
3.6M 289K 63
Lunaria dalam bahasa bunga memiliki arti kejujuran, ketulusan, dan juga kemakmuran. Seperti arti namanya, ia menjalani hidupnya penuh ketulusan hingg...
228K 687 11
CERITA DEWASA KARANGAN AUTHOR ❗ PLIS STOP REPORT KARENA INI BUKAN BUAT BACAAN KAMU 🤡 SEKALI LAGI INI PERINGATAN CERITA DEWASA 🔞