Destiny With Bangtan (COMPLET...

By sangneul7

34.6K 3.2K 279

TULISANNYA BERPROSES! Baca aja dulu ๐Ÿ˜ Regina, seorang gadis biasa dengan berbagai masalah pelik yang mengeli... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
46
47
48
49
50
51
52
53
EPILOG

45

162 15 0
By sangneul7

Orang bilang, menerima penolakan itu menyakitkan, apalagi untuk urusan hati. Namun, melakukan penolakan pun nyatanya tak sama jauh menyakitkannya.

Tak dipungkiri bila penolakan yang Gina lakukan pada Jungkook malam itu cukup berdampak besar bagi dirinya sendiri. Menimbulkan rasa tak nyaman dengan perasaan bersalah yang mendekam dalam hati. Hingga segalanya kian terasa sukar tuk dilalui.

Hubungan yang tadinya berjalan baik penuh intrik timbal balik antara satu dengan yang lain itu kini bagaikan dua pulau yang terpisah samudra. Perlu upaya keras untuk  mencapai satu sama lain kembali.

Sebab hari-hari berikutnya, tak ada lagi pertemuan antara Gina dan Jungkook, maupun antara Gina dan member lainnya.

Tapi, oh tentu saja itu bukan karena Gina mengundurkan diri. Melainkan karena dorm tempat Gina biasa bertemu member Bangtan itu sedang kosong ditinggal penghuninya yang sedang menjalankan tugas agensi. Pergi mengisi acara akhir tahun di New York city.

Seharusnya itu menjadi waktu yang cukup untuk keduanya membiasakan diri kembali, akan tetapi nyatanya Gina tak bisa mengelakkan kekakuan yang membekap dirinya ketika ia bertemu Jungkook sesaat pria itu kembali. Alhasil, suatu sapaan canggung terlontar untuk Gina ucapkan, yang kemudian dibalas Jungkook dengan senyum tipis yang dipaksakan.

Senyuman yang cukup bisa Gina artikan sebagai awal dari berakhirnya masa-masa kebersamaan mereka dulu.

Sebab, semuanya benar-benar berakhir setelahnya. Jungkook menjauhinya. Menciptakan jarak tegas untuk keduanya.

Gina tau dan mengerti alasan Jungkook menjauhinya. Ini juga bukan yang pertama kali Jungkook bertingkah seperti itu. Hanya saja, kali ini terasa begitu berbeda. Ada jarak besar yang terasa begitu nyata ketika Jungkook bahkan menolak sarapan buatannya. Menolak apapun yang berkaitan dengannya. Termasuk menatapnya walau sedetik. Seakan pria itu terpisah jauh di balik tembok pembatas yang ia bangun hingga Gina begitu sulit untuk menggapainya kembali.

Barangkali dirinya egois, tapi yeah Gina tidak ingin kehilangan Jungkook bahkan setelah ia menolak pernyataan cinta pria itu. Terlepas dari alasannya menolak Jungkook karena Yoongi, bukan berarti Gina masih mengharapkan pria itu. Gina hanya... Merasa bahwa itu salah. Tidak benar. Tidak pantas bila ia berkencan dengan Jungkook setelah putus dari Yoongi. Meski akhirnya dadanya selalu disesaki oleh perasaan janggal setelah keputusannya itu. Entahlah. Gina tidak tau. Jujur sulit sebenarnya berada di posisinya sekarang. Malah ia sendiri tidak yakin dengan apa yang ia lakukan juga rasakan, yang ia tahu, ia tidak ingin kehilangan Jungkook.

Maka mengulas senyum canggung yang setiap hari ia perlihatkan ke Jungkook namun diabaikan, Gina sekali lagi menyapa, tak bosan untuk menegur pria itu.

"Hey kalian sudah pulang?" serunya, sesaat ia keluar dari kamar Hoseok seusainya mengantar pakaian bersih dan mendapati Jungkook bersama Jimin baru saja berjalan masuk menyusuri koridor.

Jimin yang sedang berusaha melepas padding abunya pun kontan melambai seiring langkahnya bergerak lurus ke arah Gina yang juga kini perlahan beranjak meninggalkan pintu kamar Hoseok. Sedangkan Jungkook yang sesaat pandangannya bersirobok dengan Gina hanya memasang tampang kuyu sebelum ia berbelok memasuki kamar.

"Ingin kubuatkan sesuatu yang hangat?" tawar Gina selagi ia membawa langkah hendak menuju dapur. Menilik Jimin yang tampak berjalan ke arahnya.

Namun Jimin menggeleng. "Ah, tidak. Terima kasih. Sebagai gantinya, bisa aku minta segelas air diantarkan ke kamar Jungkook? Dia perlu minum obat," balasnya seraya ia melangkah dengan padding abu yang berusaha ia lengserkan dari lengannya.

Hal yang membuat Gina refleks menghentikan langkah. Menyorot Jimin serius. "Jungkook sakit?" tanyanya sesaat Jimin tiba di hadapannya.

Sambil menyampirkan padding abu yang sudah dilepaskannya tadi ke lengan, Jimin menjawab, "Yeah. Sedikit kurang enak badan. Biasa, faktor cuaca. Ini juga kita baru pulang dari tempatnya dokter Kim."

Sekilas Gina mengangguk paham. Sebelum selayang pandang menorehkan tatapannya ke arah pintu kamar.

Gina khawatir. Jelas. Bagaimanapun ia tetaplah seorang penggemar. Hingga tanpa ia maksudkan, tatapannya justru tertaut lebih lama.

Melihat itu, Jimin lantas menepuk pundak Gina dengan bersahabat. "Tolong, yah. Airnya. Bawakan Jungkook air. Aku ingin ke toilet dulu," ingatnya sebelum ia melanjutkan langkah menuju kamarnya.

Hingga setelah kepergian Jimin itu, Gina lekas membawa diri tuk menangkupkan segelas air dalam genggaman. Yang kemudian dibawanya menuju kamar Jungkook dengan sedikit debar di dada.

Diketuknya pintu kamar Jungkook itu dengan hati-hati. "Jungkook-ah...," panggilnya pelan.

Selang beberapa detik, sahutan suara Jungkook terdengar menyuruh masuk setelahnya.

Lantas Gina menekan tuas pintu, menyingkapnya dan lekas melangkah masuk. Di dalam sana, Gina menemukan Jungkook tengah berdiri  membelakanginya di depan nakas tempat tidur.

"Jungkook-ah, aku membawakanmu air."

Segera Gina menyodorkan segelas air itu ketika Jungkook berbalik. Tampangnya datar menilik Gina dengan sebutir obat di tangan yang diambil dari atas nakas.

"Terima kasih," kata Jungkook sambil lalu. Menerima segelas air pemberian Gina dan langsung meminum obatnya.

Gina diam memperhatikan di situ.

"Kau baik-baik saja?" tanyanya tatkala Jungkook menjauhkan pinggiran gelas dari bibirnya.

Sambil menyodorkan kembali gelas yang hampir kosong itu ke Gina, Jungkook mengangguk. Sekali lagi menatap Gina dengan tampang datarnya.

"Noona boleh keluar sekarang."

Diusir?

Apa Jungkook baru saja mengusirnya?

Mendadak Gina merasa begitu sedih. Tidak pernah ia sesedih ini ketika diabaikan Jungkook sebelumnya. Sebegitu tidak inginnya kah Jungkook melihatnya? Sebegitu bencinya kah Jungkook sekarang padanya?

Maka tanpa bisa menyembunyikan raut pedih di wajahnya, Gina menerima sodoran gelas Jungkook.

"Kalau kau perlu sesuatu, aku ada di ruang binatu," ucapnya agak segan, lalu berbalik keluar meninggalkan kamar.

Jungkook mengusirnya.

Dada Gina menggelegak pedih sesaat ia keluar dari kamar Jungkook. Langkahnya lunglai menuju ruang binatu.

Oke, Gina mengerti. Mengerti mengapa Jungkook bersikap seperti itu. Ini semua karenanya. Salahnya. Tapi mengingat lagi bagaimana tadi Jungkook  mengusirnya, itu benar-benar membuatnya sedih.

Alhasil tugas menyetrika pakaian yang seharusnya bisa selesai kurang dari dua puluh menit itu nyatanya belum selesai juga setelah setengah jam berlalu. Sebab fokus Gina bukan lagi pada tempatnya hingga ia bergerak begitu lambat dengan desauan nafas kasar yang terus hadir dari bibirnya. Gina memikirkan Jungkook.

Maka setelah beberapa waktu tambahan, setelah semuanya hampir sekesai, Gina mendengar suara Jimin memanggil yang membuatnya kontan meninggalkan setrikaan dan bergegas mendatangi Jimin.

"Oppa memanggilku?" tanyanya mendapati Jimin sedang membuka pintu konter dapur.

"Gina-ya, bisa bantu aku?" Jimin tampak sibuk mencari sesuatu di sana.

"Ada apa?"

Berpindah ke depan water purifier  dengan wadah plastik yang ditemukannya, Jimin pun menilik Gina. "Bantu aku menyiapkan kompresan, Jungkook demam."

Tanpa menunggu lagi Gina lekas pergi mengambil handuk kecil di sisi lain ruang binatu. Lalu kembali mendatangi Jimin tatkala pria itu sedang mengisi air panas ke dalam wadahnya dengan hati-hati.

"Oppa, biar aku saja."

Dengan sukarela Jimin membiarkan Gina mengambil alih. "Oh, yeah. Terima kasih."

Sesaat wadah itu terlepas dari tangan Jimin, detik itu juga dering ponsel di sakunya berbunyi, panggilan masuk dari manajer Sejin yang tadi sempat Jimin hubungi namun tidak mendapat jawaban.

"Gina-ya, bisa kau saja yang mengompres Jungkook? Aku perlu mengangkat panggilan dari manajer Sejin dan memberitahu keadaan Jungkook terlebih dahulu," tatapnya pada Gina yang kini sedang berusaha mencampur air dingin ke dalam wadah tadi.

Alih-alih mengiyakan segera, Gina justru terpaku sesaat, teringat Jungkook yang mengusirnya tadi. Namun pada akhirnya Gina mengangguk.

"Hem," gumamnya pelan.

Dengan demikian, sekali lagi Gina berupaya menyiapkan diri tuk menghadapi Jungkook. Menekan ego juga kesedihannya. Yang kemudian berguguran di setiap langkah yang diambilnya sewaktu menuju kamar Jungkook.

Memilih terdiam sebentar di depan pintu, Gina kemudian mengetuk sebentar sebelum akhirnya ia membuka pintu dengan teramat pelan. Menemukan Jungkook sudah tertidur di balik selimutnya.

Barangkali merasa lega karena ia tak perlu menghadapi reaksi Jungkook terhadapnya, Gina justru semakin merasa pelik. Membuatnya tak bisa menahan diri tuk segera menghampiri Jungkook dan menangkupkan telapaknya pada kening pria itu.

"Astaga Jungkook-ah, kau benar-benar panas," gumamnya cemas.

Dengan sigap, Gina pun mengambil handuk basah tadi. Lalu menempelkannya ke kening Jungkook. Sempat merapikan rambut pria itu sebentar sembari memperhatikan dengan sorot dalam.

Entahlah. Setelah semuanya, setelah pengakuan Jungkook padanya, kini rasanya Gina terlalu sulit menjabarkan bagaimana perasaannya terhadap Jungkook. Yang ia tau, ia menyayangi pria itu. Entah itu sebagai idola atau sesuatu yang lain.

Hingga berdiri membisu selama beberapa saat di sisi Jungkook, Gina akhirnya sudah akan berbalik ingin pergi sebelum Jungkook sadar dan mengusirnya lagi. Namun sekonyong-konyong tangannya merasakan pegangan hangat yang sontak membuatnya terhenti dan menoleh.

"Bisakah kau tetap tinggal?"

Tahu-tahu Jungkook sudah memegang pergelangan tangan Gina. Menahan gadis itu untuk pergi. Lalu membuka mata perlahan-lahan, Jungkook pun menyorot Gina dengan tatapan sayu sarat permohonan.

"Hajima," pinta Jungkook begitu lirih. (Jangan pergi)

Gina pun menyorot Jungkook dengan teduh. Hatinya menghangat dan merasa terpanggil mendengar apa yang Jungkook katakan. Lalu tanpa mengingat apa yang sudah terjadi di antara mereka, Gina sudah mengambil langkah mendekat, merebahkan diri di sisi Jungkook. Posisinya duduk berselonjor, sedikit miring menghadap Jungkook.

"Kemarilah," lembutnya. Memanggil Jungkook untuk datang padanya.

Hingga tanpa perlu menunggu, Jungkook sudah melakukannya. Beringsut membawa diri ke arah Gina dan langsung menghambur pelukan pada gadis itu.

Sedang Gina tak kalah sama  menyambutnya pelukan Jungkook itu. Memang ini yang hendak ia lakukan. Ingin mendekap Jungkook agar suhu tubuh mereka berbaur. Sama halnya metode skin to skin yang biasa digunakan untuk menurunkan demam pada bayi. Karena nyatanya, Jungkook memang tampak seperti soerang bayi dimatanya kini.

Namun sesaat keduanya mulai saling merangkul layaknya ibu yang sedang mengeloni anaknya, Jungkook seketika bersuara, "Chuwo." Badannya gemetar memeluk pinggang Gina selagi wajahnya semakin ia benamkan di perut gadis itu. (Dingin)

Jungkook kedinginan.

Kedinginan dalam arti meriang.

Sontak Gina menarik selimut menutupi tubuh Jungkook sebatas leher. Tangannya mengusap punggung Jungkook lembut penuh afeksi.

"Kwaenchanha," katanya tenang membawa Jungkook kembali ke dalam dekapannya, sembari jari jemarinya terus bergerak intens mengelus punggung Jungkook, atau lebih tepatnya tulang belakang pria itu.

Well, memang tidak ada landasan teoritis pasti tentang menggosok punggung yang dapat meredakan meriang, tapi sejauh pengalaman yang pernah Gina lakukan, sekiranya itu tidak ada salahnya untuk di coba.

Maka menjaga Jungkook tetap dalam  jangkauannya, keduanya pun larut dalam genangan hangat yang berasal dari dalam diri masing-masing, saling merangkul satu sama lain, tanpa perlu memikirkan yang lain. Mengabaikan apa yang sebenarnya telah terjadi.

Dan tanpa mereka sadari, dari balik pintu kamar Jungkook yang berdiri kokoh itu, Jimin tengah mengintip keduanya dengan tarikan bibir kemenangan. Sebelum akhirnya menutup rapat pintu itu kembali sambil terkikik syahdu menatap layar ponsel yang tengah ia pegang.

"Yaedeura, kurasa kita punya pasangan baru." (Guys)

***

Keesokan paginya, Jungkook terbangun dengan perasaan yang jauh lebih baik. Tubuhnya terasa ringan dan ia sudah tidak demam lagi. Maka mengerjap perlahan, Jungkook berusaha mengumpulkan kesadaran, tepat ketika ia sadar ada sesuatu yang terasa mengganjal di keningnya. Refleks tangannya terulur menggapai. Dan sektika, ingatan semalam mencuat bagai semprotan air pemadam kebakaran. Kuat. Menusuk. Dan memenuhi kepalanya.

Tangannya yang terulur menggapai Gina.

Bibirnya yang berucap meminta Gina jangan pergi.

Gina yang berbaring di sisinya dan memanggilnya.

Dia yang memeluk Gina.

Gina yang juga balas memeluknya.

Oh, astaga!

Sontak Jungkook tersentak bangun. Terduduk dengan kompresan di kening yang telah jatuh ke pangkuan. Wajahnya cengo mengingat kilasan-kilasan kejadian semalam.

Tidak. Tidak. Tidak.

Apa yang sudah dia lakukan?

Ini salah.

Jelas salah.

Bagaimana bisa?

Bagaimana bisa... dia...

"Oh, shit!"

Jungkook menjambak rambutnya frustasi.

Bagaimana mungkin ini terjadi?

Bagaimana mungkin ia meruntuhkan tembok pertahanan diri yang sudah susah payah ia bangun selama ini hanya dalam semalam?

Bagaimana mungkin?!

Sialan!

Jungkook mendadak kesal sekarang.

Segara ia bangkit dari tempat tidurnya. Ia perlu sesuatu untuk meredakan kumpulan awan kumulonimbus  yang mulai terbentuk dalam dirinya.

Jungkook pergi menuju dapur, dan kesialan tak terhingga menghampiri dirinya tatkala ia menemukan ada Gina di sana. Berdiri di depan kulkas dengan toples bawang putih yang coba dibukanya.

Gina juga melihat Jungkook saat itu.

"Eoh, Jungkook-ah!"

Sungguh, skenario seperti ini tidak pernah ada dalam benak Jungkook. Pikirnya Gina sudah pulang sesaat ia tertidur semalam. Jungkook tidak ingin berharap lagi bila gadis itu akan tinggal untuknya. Tapi  melihat  sekarang Gina tengah berdiri di depannya masih dengan penampilan semalam—rambut dijepit beserta sweter biru muda yang lengannya digulung sampai ke siku—Jungkook rasa-rasanya hampir tak kuasa menahan diri untuk melukis senyum tipis di bibir.

Oh, tidak, tidak.

Sadarlah!

Sadar!

Kendalikan dirimu!

Benak Jungkook meluncurkan peringatan.

Jungkook pun memasang tampang datar. Mencoba untuk tetap stay cool saat ia melangkah ke arah gadis itu.

"Bagaimana keadaamu? Apa sudah lebih baik?"

Jungkook mengangguk sekenanya ketika Gina bertanya. Tampak abai melewati Gina dan mengambil segelas air untuk diminumnya.

"Tidak demam lagi?"

Jungkook mengangguk lagi. Sekilas pandangannya tertuju pada apa yang berada di atas kompor. Dari dalam hatinya yang paling dasar, Jungkook barangkali berharap Gina sedang membuatkannya bubur seperti yang ia lakukan pada Yoongi dulu.

"Ah! Ini Doenjang Jjigae," kata Gina sadar akan tatapan Jungkook. "Seokjin Oppa yang membuatnya. Dia hanya memintaku untuk memasukan bawah putih selagi ia pergi membangunkan Jimin Oppa."

Lihat kan, memang tidak seharusnya Jungkook berharap. Dia bukan siapa-siapa. Hanya seorang pria yang cintanya ditolak, cih.

Maka mengalihkan pandangan tak acuh, Jungkook lekas meminum airnya.

Gina juga tak bersuara lagi sesudah itu. Rasanya aneh diperlakukan seperti ini setelah apa yang mereka lakukan semalam.

Jadi Gina kembali mengalihkan perhatian pada tutup toples yang sejak tadi berusaha dibukanya. Keras sekali. Sampai tangannya memerah tapi tetap tidak bisa terbuka.

Melihat itu, Jungkook berusaha abai, tapi hatinya justru diterpa ketidaknyamanan. Maka meletakkan gelasnya, Jungkook menghampiri Gina.

"Sini."

Jungkook tau-tau merebut toples itu dari pegangan Gina. Lalu tanpa memberi ekspresi berarti Jungkook membuka tutup toples itu. Mengembalikannya lagi ke Gina, dan lekas melenggang pergi begitu saja.

"Jungkook-ah..."

Dari jarak lima langkah yang sudah terambil, Jungkook berhenti ketika Gina memanggil. Sedikit menoleh melihat Gina yang keningnya berkerut kerut. Agaknya ingin mengatakan sesuatu.

Namun karena Gina tak kunjung melanjutkan kata, Jungkook pun sudah berbalik dan hendak melangkah lagi, tepat ketika gadis itu bersuara, "Bisakah kau kembali?"

Seketika Jungkook mematung. Kepalanya serasa baru saja dilempari batu dari belakang sana.

Jungkook tidak terlalu bodoh untuk  bisa memahami maksud ucapan Gina itu. Jungkook mengerti.

Kembali?

Huh! Betapa menjengkelkannya itu untuk Jungkook dengar.

Karena nyatanya, ia tidak pernah bisa kembali.

Lantas menoleh menilik Gina dengan tampang yang tak terbaca, Jungkook berkata, "Bagaimana bisa kembali saat aku tak pernah benar-benar pergi?" Suaranya rendah sarat makna.

Usai mengatakan itu, Jungkook langsung pergi meninggalkan Gina yang berdiri termangu di tempatnya.

***

Jungkook kembali ke kamarnya usai mengatakan apa yang membebaninya selama ini. Sedikit membersihkan diri selagi ia mencoba menenangkan perasaannya kini. Karena entah harus mengatakan apa, perasaannya justru jauh lebih buruk. Bimbang dan kesal di satu waktu. Awan Komunolimbus yang ada di dadanya tadi juga tak henti-hentinya menggelegak sekarang.

Parah.

Jungkook kacau sendiri.

Marah sendiri pada hati juga otaknya yang terlampau rumit tuk dimengerti.

Otaknya itu menyuruh untuk berhenti dan menjauh. Melupakan perasaannya pada Gina. Tapi pada kenyataannya, Jungkook tak pernah benar-benar bisa. Jungkook tidak pernah benar-benar pergi—sama seperti yang ia katakan ke Gina. Karena sekuat apapun Jungkook mencoba, ia selalu gagal. Dan itu benar-benar mengesalkan untuk ia ketahui.

Sekarang, siapa yang harus Jungkook dengarkan? Hati yang tak ingin berpaling atau ego yang berusaha mempertahankan diri?

Lalu saat semuanya masih berada di ambang keabu-abuan, Seokjin tiba-tiba datang memanggilnya sarapan.

Jungkook tidak menolak, dan memang tidak bisa menolak mengingat betapa tegasnya seorang Seokjin bila itu menyangkut kesehatan. Kendati sebenarnya Jungkook ragu untuk memunculkan diri di hadapan Gina lagi.

Tapi yeah, pada akhirnya Jungkook keluar. Mengambil tempat terjauh sebisa mungkin dari Gina dengan duduk di kursi ujung yang bersebelahan dengan Hoseok. Sedang Gina duduk di ujung satu bersebelahan dengan Taehyung.

Seperti biasa, keadaan meja makan itu tampak riuh rendah dengan mangkuk-mangkuk berisi Doenjang jigae yang saling bergilir dari tangan ke tangan ketika Jungkook baru saja mendaratkan dudukannya. Tapi sedikitnya Jungkook merasa ada yang aneh. Member lain saling melirik-lirik canggung di depannya. Atau bahkan sekilas memberikan sorot keingintahuan padanya.

Aneh, pikir Jungkook.

Sebelum akhirnya ia teralihkan oleh semangkok Doenjang jigae yang Hoseok sorongkan ke hadapannya.

"Ambil ini."

Sejenak Jungkook hanya memandang hidangan itu saja. Masih sedikit kecewa karena itu bukan bubur buatan Gina. Tapi yeah mau bagaimana lagi, ia akhirnya menyendok dan mencicipinya juga.

Sementara itu di sudut sana, ada Gina yang diam-diam memperhatikan Jungkook. Tersenyum tipis sembari ia menyendoki Doenjang jigae ke dalam mangkuk.

"Gina-ya, tolong beri aku lebih banyak daging," pinta Taehyung dengan suara imutnya, termangap menatap mangkuknya yang ada pada Gina.

"Ah, ne." Gina menyendok lebih banyak isian daging ke mangkuk sebelum memberikannya ke Taehyung. Kemudian ia menyendok untuk mangkuknya sendiri dan ikut duduk juga.

Tapi baru saja mendaratkan bantalan duduknya, Gina mendadak harus berdiri lagi ketika dentingan logam jatuh terdengar. Taehyung baru saja menjatuhkan sendoknya.

"Biar aku saja."

Memungut sendok jatuh itu dan menggantinya dengan yang baru di dapur, Gina kemudian kembali duduk.

Satu sendok sarapan masuk ke mulutnya.

"Gina-ya, apa kau masih punya Kimchi lobak di kulkas?"

Gina menoleh sesaat Taehyung bertanya, mulutnya tampak mengunyah ketika ia mengangguk. "Ingin kuambilkan?"

Senyum Taehyung merekah. Spontan membuat Gina berdiri dan kembali memasuki dapur. Mengambil Kimchi lobak di kulkas yang kemudian dibawanya kembali ke meja makan.

"Thank you."

Langsung saja Taehyung mencomot Kimchi lobak itu dengan gurat riangnya. Melupakan varian Kimchi lain yang sudah lebih dulu terhidang di depannya.

Namun baru memakan beberapa potongan, wajahnya sudah mengkerut-kerut merah. Tatapannya menjelajah meja makan.

"Air. Air," tunjuknya meminta air yang ada di depan Seokjin.

Gina yang lebih dekat bergerak mengambilkan.

"Thank you," katanya lagi.

Tapi tak lama setelahnya, Taehyung bersuara kembali. "Ada yang punya tisu?" Bibirnya sedikit belepotan.

"Tunggu sebentar." Lagi-lagi Gina beranjak memasuki dapur untuk mengambil tisu.

Member lain yang ada di meja makan itu hanya bisa menggeleng maklum akan laku Taehyung satu ini, sambil tetap menikmati sarapan mereka.

"Thank you," manisnya mengumbar senyum ketika Gina kembali.

Yeah, terkadang Taehyung memang seperti ini. Merepotkan. Tapi itu bukan hal berarti untuk Gina. Tak masalah baginya. Itu sudah tugasnya untuk melayani mereka. Jadi ketika Taehyung  bergerak hendak meraih centongan untuk menambah, Gina dengan sigap berdiri mengambilkan.

"Kuahnya saja," pinta Taehyung.

"Yakh! Apa kau tidak bisa melakukannya sendiri? Berhenti menyuruh-nyuruhnya!"

Jungkook tiba-tiba menyergah. Dari ujung tempatnya duduk, ia melempar pandangan sengit kentara tak suka ke arah Taehyung.

Habis sudah kesabaran Jungkook.

Sejak tadi Jungkook sudah berusaha menahan diri melihat bagaimana Taehyung terus-terusan menyuruh Gina. Melihat gadis itu ke sana kemari sampai tak sempat menikmati sarapannya sendiri. Darahnya berdesir melihat itu semua. Jungkook tidak suka.

"Yakh Jungkook-ah, waegurae? Kenapa kau marah-marah begitu?" (Ada apa)

Wajah Taehyung sudah melongo dibuatnya. Sedang member lain tak sama jauh menampilkan ekspresi yang sama dengan Taehyung, terhenyak.

"Ah, aku tidak apa, Jungkook-ah. Ini bukan apa-apa."

Gina berusaha menengahi di tengah-tengah kebingungannya sendiri. Tersenyum canggung menilik Taehyung maupun yang lainnya.

"Ige bwabwa, Gina saja tidak keberatan dengan apa yang ia lakukan. Lalu kenapa kau begitu peduli sampai marah-marah begitu, ha? Memangnya kau menyukainya?" todong Taehyung tepat pada sasarannya. (Lihat ini)

Jungkook merasakan darahnya mendidih. Dan awan Kumulonimbus dalam dadanya tadi kini sudah menciptakan badai petir yang menyala-nyala di sana. Sontak Jungkook berdiri.

"Ne! Johayo! Uhjjuhrago!" semburnya menumpahkan emosi.

Dadanya naik turun ketika ia menemukan semua pasang mata sudah terpancang kepadanya. Menghela berat, Jungkook sekilas melirik Gina. Sorotnya sulit dipetakan. Ada kemuraman yang dibalut tekad amarah di sana. Sebelum kemudian Jungkook berpaling dan segera melangkah pergi begitu saja. (Ya! Aku menyukainya! Kau mau apa!)

Cukup sudah!

Cukup!

Jungkook tidak tahan lagi.

Persetan dengan harga dirinya. Ia tidak peduli lagi.

Kali ini, tidak ada lagi kata mundur.

Jungkook sudah bertekad.

Ia akan memperjuangkan perasaannya.

Ia tidak akan menyerah.

Tidak akan!

***

Dalam kamar bernuansa gelap itu, Jungkook tengah duduk bergeming di pinggir kasurnya. Meratapi kemalangan dirinya. Jungkook merasa seperti baru saja ditelenjangi bulat-bulat dengan apa yang dilihatnya di layar ponsel yang ada dalam genggamannya itu.

Sejak bangun tidur, Jungkook sama sekali tidak menyentuh benda pipih itu, jadi Jungkook tidak tau apapun yang terjadi sampai ia melihat bagaiman ruang obrolan grup Bangtan itu tampak begitu heboh dengan gambar dirinya bersama Gina semalam yang menjadi trending topiknya.

Tidak heran mengapa para member melirik-lirik canggung penuh keingintahuan kepadanya tadi. Dan tentu saja Taehyung pasti sengaja melakukan hal tadi untuk menggodanya. Menjebaknya untuk melakukan pengakuan.

Sialan!

Jungkook benar-benar seperti baru saja diploroti seluruh pakaiannya sekarang.

Tapi apa yang bisa Jungkook lakukan dengan itu, semuanya sudah terjadi, dan tak ada salahnya itu terjadi.

Karena sekarang Jungkook sudah bisa mengambil sikap akan kebimbangannya sendiri. Alih-alih melangkah mundur penuh keraguan, sekarang Jungkook akan meniti lanhkah tegas untuk maju. Penuh percaya diri bahwa ia bisa. Bahwa gadis itu, Gina, suatu hari nanti akan luluh juga olehnya.

Hingga ketika pintunya diketuk dengan suara gadis itu yang menggaung di baliknya, Jungkook buru-buru mengangkat pandangan. Menyuruh masuk sembari sorotnya menyematkan sedikit ketegangan di sana.

"Hi."

Gina memunculkan diri dengan sapaan ramahnya sesaat pintu terbuka. Berjalan masuk menghampiri Jungkook dengan sesuatu yang dibawanya di atas nampan.

"Kau belum menghabiskan sarapanmu, jadi aku membawakannya kemari," katanya. Mendaratkan nampan berisi semangkuk Doenjang jigae, nasi, dan Kimchi tadi di atas nakas.

Sedang Jungkook rasanya tak sanggup mengatakan apa apa selain matanya yang bergerak mengikuti. Hanya melihat bagaimana gadis itu kemudian menuduk tuk mengambil wadah kompresan semalam yang sudah diletakan di lantai dan berbalik menghadapnya.

"Aku akan senang jika kau menghabiskannya."

Bahkan ketika Gina menyematkan sedikit senyuman sebelum ia berganti haluan untuk pergi, Jungkook masih saja memasang mode senyap oleh kebungkaman bibirnya yang seakan kehilangan kunci untuk membuka. Menatap punggung gadis itu menjauh darinya.

Oh, tidak, Jeon! Lakukan sesuatu! batinnya menjerit.

Oke, oke. Jungkook harus melakukan sesuatu. Bila memang ia hendak melangkah maju, maka hal pertama yang harus ia lakukan adalah memperbaiki keadaan.

Seakan diburu waktu oleh Gina yang hampir menyampai pintu, Jungkook lantas menyergah, "Maaf!" teriaknya menghentikan langkah Gina.

"Aku bilang maaf," cicitnya berusaha menghindari tatapan Gina yang kini berbalik melihatnya.

Di tempatnya berdiri, Gina menyematkan senyum manis sebagai balasan.

"Jangan lupa minum obatnya," lembutnya sebelum melanjutkan langkah pergi.

Memaksa Jungkook untuk mengukir senyuman juga akhirnya.

Well, ini awal yang bagus.

***

Eaeaaaaaaa....

Mantul nih Jungkook

Jadi gimana yeoreobund?

Apakah kalian sudah siap berpindah haluan?

Pssstt... Itu sebenarnya Doenjang jigae Gina yg buat, jangan bilang-bilang Jungkook nanti gak dimakan beneran lagi.

Eh, tapi kan Jungkook udah.... yayyaah 🤭

So see you 👋

Thank you for your voment, i really appreciate 😘💜

Continue Reading

You'll Also Like

153K 15.3K 39
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...
83.2K 8K 23
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...
243K 36.4K 67
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...