MEMINJAM WAKTU

By Octoimmee

163K 18.2K 1.9K

Ada banyak Rahasia yang disimpan oleh seorang Lima Ayudia. Rahasia yang membuat dirinya menjadi wanita yang p... More

BAB 1 WAKTU PERTAMA
BAB 2 WAKTU KEDUA
BAB 3 WAKTU KETIGA
BAB 4 WAKTU KEEMPAT
BAB 5 WAKTU KELIMA
BAB 6 WAKTU KEENAM
BAB WAKTU KEDELAPAN
BAB WAKTU KESEMBILAN
BAB WAKTU KESEPULUH
BAB WAKTU KESEBELAS
BAB WAKTU KEDUABELAS
WAKTU KETIGABELAS
PENGUMUMAN
WAKTU KEEMPATBELAS
WAKTU KELIMABELAS
WAKTU KEENAMBELAS
WAKTU KETUJUHBELAS
WAKTU KEDELAPANBELAS
WAKTU KESEMBILANBELAS
WAKTU KEDUAPULUH
WAKTU KEDUAPULUH SATU
WAKTU KEDUAPULUH DUA
WAKTU KEDUAPULUH TIGA
WAKTU KEDUAPULUH EMPAT
WAKTU KEDUAPULUH LIMA
WAKTU KEDUAPULUH ENAM
WAKTU KEDUAPULUH TUJUH
WAKTU KEDUAPULUH DELAPAN
WAKTU KEDUAPULUH SEMBILAN
WAKTU KETIGAPULUH
WAKTU KETIGAPULUH SATU
WAKTU KETIGAPULUHDUA
WAKTU KETIGAPULUH TIGA
WAKTU KETIGAPULUH EMPAT
WAKTU KETIGAPULUHLIMA
WAKTU KETIGAPULUH ENAM
WAKTU KETIGAPULUH TUJUH
WAKTU KETIGAPULUH DELAPAN
WAKTU KETIGAPULUH SEMBILAN
WAKTU KEEMPAT PULUH
WAKTU EKSTRA 1,2,3,4,5
MEMINJAM WAKTU (CLOSURE)KIRAN WIRA TARUNA JERICHO&ALIN

BAB WAKTU KETUJUH

4.1K 503 35
By Octoimmee

"Akhirnya Aku belajar dari sang Waktu,
Setia menjalani dengan berani setiap hal yang menjadi bagian ku.."





Waktu ketujuh

Rasa berat dikepalanya tak lagi seperti kemarin. Rasanya sudah ringan. Hanya saja mengapa belum bisa ia gerakkan?.

Suara apa itu?  bising sekali. Membuat ia tak bisa mendengar dengan baik, karena telinganya selalu berdengung.

Ia mencium aroma itu lagi.

Aroma yang sama.

Ia tau urutannya, jika aroma ini muncul maka sebentar lagi...

Ada suara,

Yap ia benar, suara itu datang lagi

tapi masih tak bisa ia dengar dengan jelas. Seperti alunan tinggi rendah, kemudian gumaman tak jelas, seperti itu terus.

Ia mencoba menajamkan pendengarannya.

Tapi tetap saja dengungan itu membungkus inderanya.

Dan jika ia berusaha lebih keras lagi, maka pusaran hitam itu akan kembali menariknya. Ia tak mau lagi.

Ia berhenti saja.

Lelah.

Sesaat tenang seolah membungkus tubuhnya.

Ia kembali hanyut dalam tarikan lembut cahaya putih.

Tubuhnya ringan dan ia tau sebentar lagi ia akan menyatu lagi dengan cahaya putih lembut dan hangat itu.

Ada suara yang seolah menyuruh ya beristirahat, dan menjanjikan ada waktu ia boleh pergi.

Ia mulai merasakan kehangatan itu...

dan ia kembali dibuai

******











Taruna berada di pemakaman itu hingga matahari mulai turun dari singgasananya.

Ia merasa belum bisa menyampaikan kata perpisahannya pada Lima. Karena ia merasa ia belum rela Lima pergi secepat ini.

Tidak ada kata yang bisa ia sampaikan. Taruna hanya bisa menyebutkan nama Lima, setelah itu dia terdiam.

Dengan berat ia berdiri dan membiarkan pakaiannya kotor ditempeli rumput dan sisa tanah, ia tak berusaha menepiskannya.

Sekali lagi ia menatap makam yang masih penuh dengan taburan bunga. Lalu nama yang tertulis di batu Nisan itu.

Bahkan Lima telah memesan batu nisannya sendiri.

Hati Taruna kembali seperti dihantam.

Bagaimana rasanya memesan batu nisan atas nama sendiri?.

Apakah Lima sendiri yang memesannya?

Apakah ada yang menemaninya saat itu?

Air matanya kembali menetes.

Kilasan wajah gembira Lima ketika ia menenemaninya ke sekolah, ke tempat les, ke toko buku, bermain di taman, berenang. Ia selalu dengan senang hati menemani Lima.

Lima takut sendiri, dan ia kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. ia selalu meminta Taruna untuk mengantar dan menemaninya. 

Siapa yang menemani Lima memesan batu nisan nya?

Taruna menggigit bibirnya, menahan tangisnya.

"Lima....mengapa..." ngga bilang apa-apa sama mas....

Taruna tak mampu meneruskan kata-katanya ketika ia sadar jika ia sendiri yang tak pernah mengijinkan Lima berbicara lagi padanya,  kecuali urusan pekerjaan.

Ada banyak waktu dimana ia bisa melihat Lima ingin mengatakan sesuatu padanya, tapi ia langsung tolak.

Ada banyak waktu dimana Lima seakan minta tolong padanya melalui sorot matanya, tapi ia tepis.

Tangan Taruna mengepal.

Ia telah melupakan janjinya pada Papa jika ia akan selalu menjaga Lima.

Taruna mengusap wajahnya dengan kasar.

Kembali ia berjongkok, menyentuh pusara itu, seolah ia sedang menyentuh Lima. Menepuk-nepuk tanah yang ditutupi bunga itu, seolah Lima masih bisa merasakan  jika ia ada disini.

"Lima...." Hanya itu saja yang bisa diucapkannya. Ada jutaan kata yang ingin ia lupakan tapi tak kunjung bisa. Tanpa sadar tangannya meremas campuran bunga dan tanah itu.

Taruna merasa marah, kecewa, sedih, terluka, bersalah, semua emosi bercampur menjadi satu.

Akhirnya ia kembali berdiri lagi. Terakhir ditatapnya lagi Batu nisan itu. Dan ia tau jika dirinya akan kembali lagi ketempat ini.

Ia menatap sekeliling pemakaman yang sunyi ini.

Lima tidak pernah mau sendiri, ia takut sunyi. Karena itu mengingatkannya pada hari pemakaman kedua orang tuanya.

Lima kecil saat itu menggengam tangannya erat, memandang sekeliling dengan bingung dan takut. Saat itulah Taruna berjanji pada dirinya sendiri akan selalu menjaga Lima.

Tapi kenyataannya? 

Taruna berharap Lima bertemu  dengan papa dan mamanya, bahkan mungkin juga bertemu Ayah dan Ibunya.

Lima berkumpul dengan orang-orang yang menyayanginya.

Lima tak lagi sendiri.

"Maaf Lima....".Suaranya dibawa angin yang berhembus diantara pohon-pohon Kamboja.

Taruna meninggalkan pusara Lima dengan langkah gontai. Ada banyak beban yang mengikutinya.

Tinggal mobil miliknya yang berada diparkiran. Taruna hendak meraih handel pintu mobil tapi tiba tiba seseorang telah berada didepannya.

"Maaf...Mas namanya Taruna?"
Seorang remaja pria, mengenakan kemeja hitam dan celana jeans yang juga berwarna hitam menatapnya dengan sopan.

Taruna mengangguk.

Anak muda itu terlihat ikut mengangguk puas, seolah ia memang menanti jawaban 'iya' meskipun diwakili sebuah anggukan.

"Ini....saya mau memberikan kunci rumah Mba Lima..."

Taruna menaikkan alisnya, anak muda itu mencari sesuatu didalam saku bajunya.

Menyadari ada yang menatapnya, Lintang buru-buru mwngulurkan tangannya.

"Kenalkan saya Lintang..."

Lintang mengulurkan tangannya yang disambut Taruna dengan masih bingung.

"Sudah satu bulan, Mba Lima tidak datang, dan saya baru tau kalau mba Lima sudah ngga ada
.." Lintang tidak bisa menghilangkan getar suaranya. Ia terlihat  terpukul dengan kepergian Lima.

Barulah Taruna memperhatikan remaja itu, Wajahnya tampak sedih. Matanya terlihat sembab dan baju yang terlihat sangat kusut. Tak ubah seperti dirinya.

"Saya ngga tau mau kasih ke siapa kunci ini. Tapi tadi saya lihat Mas Taruna.." Lintang menatap Taruna sebentar, seolah memastikan jika ia tak salah orang

"Saya tau mas  dari lukisan lukisan Mba Lima..." Remaja itu tersenyum sendu. Sementara Taruna terkejut. Ia tau Lima bisa melukis. Tapi melukis wajahnya?.

"Lukisan..?" Tanya Taruna

Lintang mengangguk. "Mba Lima beberapa kali membuat lukisan wajah Mas Taruna, sampai dapat satu lukisan sempurna.." Meskipun masih remaja, Lintang bisa paham jika Taruna adalah seseorang yang istimewa di hati Lima.

Ia tadi melihat Taruna menangis didepan pusara Lima hingga senja datang. Ia mengambil kesimpulan jika Lima juga sangat berarti bagi Taruna. Jadi ia pikir tak ada salahnya jika ia memberikan kunci rumah itu pada Taruna.

Pernah Lintang bertanya wajah siapa yang sering dilukis Lima.
Wanita itu hanya tersenyum.

Lintang bercanda dengan mengatakan jika seseorang yang di lukis Lima pasti seseorang yang istimewa. Lima juga hanya tersenyum.

Tapi Lintang yakin, pria di lukisan itu sangat istimewa. Lintang selalu melihat  binar terang di mata Lima saat ia melukis wajah itu.

Saat Lintang melihat Taruna menangis dipusara, ia bisa melihat betapa berduka nya Taruna.

Lintang merasa sungkan untuk menyela. Ia bahkan rela menunggu hingga pria itu selesai dengan dukanya, ia jarang melihat seorang pria menangis.

"Ini kunci Rumah Mba Lima..."
Kembali Lintang mengangsurkan sebuah kunci pada Taruna.

Taruna menelan ludahnya dengan susah payah.

"Rumah Lima? dimana?"
Taruna sedikit bingung,  Lima punya rumah dimana?

Remaja itu menyodorkan secarik kertas yang berisi alamat.

"Ini mas,alamat rumah mba Lima.." Lintang pikir ia tak akan lama berbincang dengan Taruna, jadi ia menuliskan saja alamat rumah Lima.

Taruna melihat alamat itu, lokasinya jauh diluar kota.

Taruna kembali melihat pada lintang.

"Kamu tinggal dimana?"

"Ngga jauh dari rumah Mba Lima."

Taruna  mengangguk

"Kesini naik apa?" Tanya nya lagi.

"Tadi naik motor mas..."

Taruna mengangguk kan kepalanya

"cukup jauh juga ya.."

"Iya mas,saya harus datang kesini,Mba Lima sangat baik sama saya. Saya...belum sempat bikin mba Lima bangga...ternyata sudah pergi..."

Dengan cepat Lintang menghapus air mata yang belum mencapai ujung matanya. Lalu ia tersenyum malu. Seumur hidupnya ia tak pernah menangis seperti ini.

"Maaf Mas...eummm..saya mau pulang dulu..." Lintang membungkukkan badannya,sebelum mengambil sepeda motornya.

"Tunggu!" Panggil Taruna tiba-tiba. "Kamu dekat sama Lima..?". Pertanyaan  itu keluar begitu saja dari  mulut Taruna.

Ia tak bisa bertanya pada keluarganya, dengan kisah rumit mereka. Entah mengapa ia merasa perlu tau bagaimana Lima selama lima tahun ini.

Lintang tertegun mendengar pertanyaan itu. Dan kemudian ia menghela nafasnya.

Ia mengangguk. "Saya merasa dekat dengan Mba Lima.."

"Saya dulunya berandalan mas. Mba Lima yang bantu sadarkan saya...dia membuat saya jadi bener...mba Lima sudah seperti kakak saya sendiri...". Air mata itu menetes lagi, tapi kali ini ia biarkan saja.

"Saya punya geng motor mas, temen temen saya semuanya sekarang sudah bener, semua karena mba Lima..."

"Kami tinggal ngga jauh dari panti asuhan punya Mba Lima...
Orang orang sekitar dijadikan karyawan disana...ada juga yang dikasih kerja dikantor besar..."

"Kami tau berita duka ini dari Mas Aksa yang kerja dikantor besar mas...".

"Panti asuhan?" Tanya Taruna.

Lintang mengangguk

"Iya mas, Mba Lima punya panti asuhan untuk anak-anak yatim piatu, seperti saya..." Remaja itu tersenyum sendu.

Taruna tertegun, Yatim piatu.

Lima juga yatim piatu,dan keluarganya menerima Lima dirumah mereka agar Lima kembali memiliki orang tua. Bahkan memiliki Kakak dan adik.

Harusnya Lima bahagia.

"Tapi saya tidak tinggal di panti Mas, saya masih ada nenek yang mengasuh saya."

Taruna mengangguk, tak tau harus bagaimana menanggapinya.

Tapi tiba-tiba  Lintang tersenyum.
"Mau lihat foto2 sama video mba Lima mas ..?"

Dengan antusias Lintang mengeluarkan ponselnya.
Lalu menggulirkan foto2 Lima. Bahkan remaja itu membuat folder khusus dengan judul 'Lima'.

Lima yang sedang tertawa menggendong anak kecil, Lima yang sedang bernyanyi, menari,  mengajar, memasak. Taruna seakan kembali bisa mengenali Lima yang dulu begitu ceria.

"Saya ambil foto ini buat anak anak panti, kalau mereka kangen, bisa lihat lihat foto ini, mas bisa lihat setiap anak punya foto bareng mba Lima , biar ngga ada yang cemburu.." Lintang terkekeh.

Lima punya panti asuhan. Taruna baru tau, apa lagi yang ia tak tau dari Lima?.

Sudut bibir Taruna terangkat melihat foto-foto itu.

Slide Foto itu sampai pada saat Lima sedang melukis, sedang berkebun,  memetik sayur dan banyak lagi yang diambil secara candid.

"Mba Lima kasih saya kursus Fotografi mas...katanya saya punya bakat..." Lintang seperti salah tingkah ketika objek foto itu terlihat cukup pribadi.

"Mba Lima enak difoto, mau dari mana aja hasilnya pasti bagus. ." Lintang mengusap tengkuknya berharap pria dewasa yang ia kenal dari lukisan Lima itu tidak berpikir macam macam padanya.

Taruna mengangguk. Ia tahu akan hal itu.

"Ini juga ada video mas..." Belum sempat Taruna menjawab, Lintang sudah menggulirkan video yang juga di folder tersendiri.

Tubuh Taruna menegang mendengar suara Lima.

Suara Lima yang ceria,  semangat, jernih dan indah didengar. Suara yang selalu Lima pendengarkan dulu, ketika semuanya berjalan dengan baik.

"Siapa yang mau buat puding sama Mba Lima....??". Wajah Lima berseri seri..tampak manis dengan dress sederhana warna kuning Gading dibawah lutut.

Terdengar suara anak anak yang riuh antusias

"Siapa yang mau.... harus cuci tangan dulu, habis itu pakai celemek...Okeee....??"

"Okeeeeeeeeee....."

"Ayo semua berbaris...dibelakang Mba Lima...kita mau naik kereta apiii...."

"Horeeeee......."

Semua tampak sibuk mengatur barisan dibelakang Lima, tampak anak anak berebut untuk berada persis dibelakang Lima.

Mata nanar Taruna terus memperhatikan bagaimana Lima tertawa tawa bersama anak anak. Tangannya yang sibuk membalas pelukan dan mengecup kening mereka.

Tanpa bisa ia cegah air matanya mengalir begitu saja. Ternyata Suara itu begitu ia rindukan.

Taruna tidak percaya jika Lima sudah tiada.

Diakhir video terlihat Lima melambaikan tangan ke arah kamera.

Kamera mendekat ke arah Lima

Lima tersenyum

Sangat manis...

Taruna tanpa sadar menahan nafasnya.













"Masih ada waktu, aku pikir begitu,

Tapi nyatanya,

aku kehilangan..."

Continue Reading

You'll Also Like

625K 27.3K 42
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...
398K 22.3K 29
Mature Content ❗❗❗ Lima tahun seorang Kaia habiskan hidupnya sebagai pekerja malam di Las Vegas. Bukan tanpa alasan, ayahnya sendiri menjualnya kepad...
1M 154K 50
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...
242K 16.6K 39
Ya Tuhan bila saja ada kesempatan kedua ... aku pasti akan ... Pernahkan kalian berpikir semacam ini? Apa yang akan kalian lakukan bila diberikan kes...