Cinta Penawar Kutukan

chinggu313 द्वारा

1.3K 1.1K 390

Genre fantasi namun mengandung unsur romansa. Inilah kisah tiga anak remaja dengan kutukan masing-masing. Men... अधिक

♧Prolog♧
♧Chapter1♧
♧Chapter2♧
♧Chapter3♧
♧Chapter4♧
♧Chapter5♧
♧Chapter6♧
♧Chapter7♧
♧Chapter8♧
♧Chapter10♧
♧Chapter11♧
♧Chapter12♧
♧Chapter13♧
♧Chapter14♧
♧Chapter15♧
♧Chapter16♧
♧Chapter17♧
♧Chapter18♧
♧Chapter19♧
♧Chapter20♧
♧Chapter21♧
♧Chapter22♧
♧Chapter23♧
♧Chapter24♧
♧Chapter25♧
♧Chapter26♧
♧Chapter27♧
♧Chapter28♧
♧Chapter29♧
♧Chapter30♧
♧Chapter31♧
♧Chapter32♧
♧Chapter33♧

♧Chapter9♧

36 45 7
chinggu313 द्वारा

"Ini Pak copetnya! Berhasil saya tangkap nih!"

Terlihat orang-orang berbondong-bondong berlari ke arah mereka berdua. Sang laki-laki yang berada di depan Winter panik dan masih berusaha melepaskan cengkraman tangan gadis itu. "G... Gue bukan copet njir. Lu kalau mau nuduh kira-kira dong. Penampilan gue kayak copet gak?"

Amarah laki-laki itu meluap. Terlebih lagi ketika pandangannya sudah melihat orang-orang mulai dekat dari posisinya. Dari raut wajah orang-orang, terlihat mereka ingin memukul dan membunuh laki-laki berambut merah itu.

"Kalau copet mah copet ajah. Gak usah pakai alasan segala. Di jaman sekarang, orang pembantu ajah pakai gaun mewah, kenapa berpenampilan seperti ini lo anggap aneh?"

Terlihat bapak-bapak yang tadi bersuara sangat keras dari yang lain sudah berada tepat di depan mereka. Winter menarik laki-laki berambut merah itu lebih dekat dengan bapak-bapak bertubuh kekar itu lalu menunjuknya dengan jari telunjuk. "Nih Pak copetnya. Dan ini tas yang dicopetnya pasti," ujarnya sambil mengambil tas yang digenggam oleh laki-laki itu dan memberikannya ke bapak-bapak bertubuh kekar itu.

Laki-laki berambut merah itu terdiam. Sudah muak dengan tingkah gadis di depannya. Bisa dibilang, dia sudah pasrah. Apabila nanti dia diiring ke kantor polisi, toh biar mereka yang urus.

"Mana copetnya?" yang lain baru menyusul. Terhitung sekitar 5 orang laki-laki dan satu ibu-ibu yang kini menghampiri mereka. Ibu-ibu yang terlihat panik itu langsung menggeser tubuh bapak-bapak tadi dan melihat laki-laki berambut merah itu dari atas sampai bawah.

"Loh, katanya udah ketangkap. Copetnya mana?" semua orang bingung mendengar pertanyaan Ibu-ibu itu. Terlebih lagi Winter yang kini sudah mengendorkan cengkraman tangannya dari pergelangan tangan laki-laki berambut merah itu.

Tak membuang kesempatan, laki-laki berambut merah menghempas tangan Winter dan mengusap pergelangan tangannya. Agaknya laki-laki itu merasakan sakit akibat kuatnya cengkraman tangan dari gadis bertubuh berisi itu.

"Ini copetnya udah di depan Ibu." Ibu-ibu itu mendesah kesal dan kecewa. Kepalanya bergantian menengok ke arah Bapak-bapak yang berada di belakangnya.

"Copetnya bukan dia."

"Loh?"

Laki-laki berambut merah mendengus kesal lalu berkacak pinggang sambil menatap tajam Winter. Bukannya takut, gadis itu malah menampilkan raut wajah bingung.

"Yaudah deh gak apa-apa. Yang hilang juga cuman uang kas lima belas ribuan dan dompetnya doang." setelah mengatakan kalimat itu, Ibu-ibu tadi berbalik dan meninggalkan sekumpulan orang-orang tersebut.

Tak lama kemudian, ke enam Bapak-bapak tadi juga ikut meninggalkan mereka berdua. Winter masih terdiam, otaknya sibuk mencerna suatu hal yang barusan terjadi.

"Ck. Udah puas?" kepala gadis itu mendongak sehingga bertatapan dengan laki-laki si rambut merah itu.

Bukan lagi tatapan tajam yang dia pancarkan melainkan tatapan biasa namun terkesan dingin dan datar. Hal itu membuat Winter agak merasa bersalah dan langsung menampilkan raut wajah penuh penyesalannya. "M... Maaf," ucapnya pelan.

Laki-laki berambut merah itu mengela nafas pelan lalu berjalan meninggalkan gadis itu. Tanpa adanya respon atau kalimat balasan atas permintaan maaf dari Winter. Hal itu membuat gadis itu yang tadinya merasa bersalah kini terlihat emosi dan ingin memaki orang yang berjalan sekitar lima langkah di depan sana.

"Dih, apaan tuh bocah? Songong banget jadi orang. Udah minta maaf juga malah di kacangin. Gue do'ain di depan sana lo nabrak tiang listrik biar mampus," makinya. Pandangannya masih mengarah ke laki-laki tadi yang sudah mulai menghilang di telan belokan.

Namun ketika dirinya ingin melanjutkan langkahnya, Lagi-lagi perhatiannya teralihkan oleh beberapa orang yang berlari di depan sana. Ekspresi terkejut dan khawatir yang dipancarkan oleh mereka membuat jiwa kepo Winter meningkat drastis. "Kejadian apa lagi nih?"

Tanpa berfikir lama, gadis itu mulai mengayunkan tungkainya dengan gerakan cepat menghampiri orang-orang yang kembali berkerumun tepat di belokan depannya.

Sedikit jinjit untuk bisa melihat apa yang sedang menjadi objek perhatian orang. Ketika dirinya berhasil menerobos kerumunan itu, dirinya terdiam. Tidak peduli dengan omelan para Ibu-ibu yang terdorong oleh badan gemuknya di belakang sana.

Beberapa sekon kemudian tawanya meledak dan tanpa sadar telah memukul pundak salah satu remaja yang berada di dekatnya. "Lah, beneran nabrak tiang listrik ternyata. Hahahaha makanya kalau orang minta maaf tuh jangan diabaikan. Kena karma kan lu."

Kini bergantian orang yang menatapnya bingung. Seakan-akan arti tatapan mereka tuh seperti mengatakan kalau Winter kurang waras.

Salah satu Ibu-ibu yang badannya terdorong oleh badan gemuk miliknya menepuk pundak Winter. Seketika Winter menghentikan tawanya dan berbalik untuk melihat Ibu-ibu itu. "Itu temennya lagi kena celaka kok kamu malah ketawa? Kasian tuh kepala teman kamu udah benjol," ujarnya sambil menunjuk orang yang masih setia terduduk tepat di bawah tiang listrik sambil meringis kesakitan dan menutup bagian kiri kepalanya.

"Sini gue bantu." tangan milik orang itu segera Winter tarik untuk membantunya berdiri. Awalnya orang itu enggan menerima bantuan dari Winter namun ketika salah satu matanya yang terhindar dari halangan tangannya menatap satu persatu orang-orang di depannya, laki-laki itupun menerima bantuan Winter. Rupanya laki-laki itu merupakan laki-laki berambut merah yang tadi sempat mendapat tuduhan pencopet oleh Winter.

"Hehehehe gak apa-apa kok Bu. Makasih udah berkerumun di sini meskipun kalian gak melakukan hal yang berguna dan cuman menonton saja. Kalian bisa pergi." Winter membungkuk sedikit kepada orang-orang di depannya lalu berbalik dan membantu laki-laki si rambut merah itu berjalan. Tangan kanan laki-laki itu sudah berada di pundak Winter. Awalnya Winter ingin menawarkan gendongan kepada laki-laki itu namun tentu saja dibalas penolakan keras oleh laki-laki si rambut merah. Walaupun Winter begitu percaya diri mengatakan badannya kuat dan bisa menggendong badan laki-laki itu tapi tetap saja tidak ada keraguan untuk membuat laki-laki itu segera menolaknya.

"Makasi." kata pertama yang dikeluarkan oleh mulut laki-laki itu setelah Winter membantunya berjalan membuat suasana hening sedikit hilang.

Winter hanya membalasnya dengan anggukan dan deheman pelan. Dirinya sibuk memapah laki-laki itu agar dapat berjalan dengan benar. Gadis itu sempat heran lantaran yang luka dan terkena benjol akibat tiang listrik di pinggir jalan tadi adalah kepalanya dan area wajahnya, tapi kenapa kaki laki-laki itu juga ikut pincang?

Diam-diam laki-laki itu sesekali melirik wajah Winter yang begitu fokus mengarah ke depan. Seutas senyum tipis timbul di wajahnya. Winter yang agak peka dan merasa diperhatikan langsung menengok ke arah laki-laki itu, namun dengan cepat si laki-laki berambut merah segera memalingkan wajahnya. Gak lucu juga kepergok sedang menatap gadis itu, begitulah isi pikiran si laki-laki berambut merah.

.

.

.

.

.

Terhindar dari segala suasana canggung dan hening, berbeda lagi dengan suasana sebuah kamar yang ditempati oleh empat orang remaja laki-laki. Tentu saja dengan berbagai macam kegiatan yang dilakukan masing-masing. Mereka adalah Beomgyu, Yedam, Jisung, dan Guanlin. Murid laki-laki dari kelas XII-2 itu tumben-tumbenan juga berkumpul di rumah itu yang tak lain yaitu rumah Guanlin. Tadi awalnya Guanlin mengajak Yedam untuk kerja tugas bersama di rumahnya. Eh dalih-dalih kerja tugas, yang terlihat sekarang malah mereka yang sibuk bermain game online dan memetik gitar. Kecuali si rajin Bang Yedam, anak itu tetap menulis dan sesekali terlihat membuka lembar demi lembar buku mata pelajarannya.

"Eh Gyu, gimana kemarin?"

Beomgyu yang baru saja mengambil alih gitar milik Guanlin dari tangan Jisung segera menoleh ke arah Guanlin yang barusan bertanya. "Apanya yang gimana?"

"Gue nanya Beomgyu btw, bukan lo." Jisung yang mendengar nada sarkas Guanlin hanya menyengir terpaksa. Seru juga membuat emosi sang ketua kelasnya itu naik.

Jreng...

"Gak gimana-gimana sih."

Guanlin terlihat mengkerutkan alisnya bingung mendengar jawaban Beomgyu. Wajahnya biasa saja dan nada suaranya tenang seperti tidak terjadi apa-apa. "Lu keterima atau enggak sih?"

Jreng... jreng...

Bunyi senar gitar yang dipetik oleh Beomgyu seakan-akan menjawab pertanyaan Guanlin. Ketua kelas tersebut hanya menutup matanya sesaat seakan-akan sedang menahan emosi. Melihat respon itu membuat Beomgyu terkekeh pelan lalu memperbaiki duduknya dan menidurkan gitar milik sang tuan rumah di pangkuannya. "Keterima atau enggaknya sih belum pasti. Yang jelas besok sepulang sekolah gue harus tanding basket lawan salah satu anggota tim basket inti. Kalau gue bisa mengurangi atau bahkan mengalahkan poin lawan gue ya gue keterima."

"Kalau enggak?" kepala Beomgyu kembali menoleh ke arah sampingnya. Kini Jisung sudah duduk di samping Guanlin sambil menyimak perkataan Beomgyu. Pertanyaan tadi keluar dari mulutnya menandakan kalau jiwa-jiwa kepo Jisung juga gak kalah tinggi dari Guanlin. Berbeda dengan Yedam yang masih fokus belajar di meja belajar Guanlin, namun telinganya masih dapat mendengar dan menyimak perkataan Beomgyu. Itulah definisi diam-diam mengamati yang sebenarnya.

"Sebaliknya. Kalau gue kalah kayaknya gue gak bakalan diterima. Tapi kalian tenang saja kawan-kawanku, Beomgyu yang bersama kalian ini sangat ahli bermain bola basket. Jadi gak perlu cemas kalau gue kalah," dalam hati Guanlin berusaha untuk tidak mengeluarkan kata-kata umpatan untuk laki-laki di depannya. Tingkat percaya dirinya tinggi sekali, bahkan mengalahkan tingkat percaya dirinya ketika memamerkan wajah rupawannya.

"Dan lu setuju?" anggukan menjadi jawaban atas pertanyaan Jisung. Tidak ada keraguan sama sekali yang terlihat di wajahnya. Yah melihat respon tenang dari Beomgyu membuat Jisung dan Guanlin juga ikutan tenang. Diam-diam Yedam juga mengangguk mengerti pembicaraan mereka tadi. Mulutnya masih belum mau mengeluarkan suara. Matanya harus fokus ke arah kertas yang bertuliskan beberapa soal dan jawaban yang telah dia jawab tadi.

Melihat teman-temannya tersenyum senang, Beomgyu juga ikut menarik sudut bibirnya. Tidak menyangka akan mendapat teman seperti Jisung, Guanlin dan si pintar Yedam. Yah circle mereka sudah termasuk dalam pertemanan dalam artian sahabat. Memiliki kepribadian yang berbeda membuat lingkaran pertemanan mereka lebih menyenangkan.

Kini dia sangat senang dengan keputusan dirinya untuk pindah sekolah ke sekolahnya yang sekarang. Selain untuk menuruti kemauan sang Mama, dirinya juga dapat mendapat teman yang seenggaknya bisa mengubah dia menjadi lebih baik lagi dan tidak mengajaknya untuk membuat masalah di sekolah.

"Akhirnya selesai juga!" Yedam memekik senang lalu berdiri dari kursi meja belajar Guanlin dan meregangkan otot-otot tangan maupun pinggangnya. Dan di saat dirinya berbalik, sebelah alisnya naik tanda bingung dan menatap aneh teman-temannya.

Senyum mencurigakan masing-masing mereka bertiga perlihatkan kepada Yedam. Ukhhh untung Yedam cukup peka. Laki-laki itu memutar bola matanya malas lalu melempar buku tulis miliknya ke atas ranjang tempat Guanlin, Jisung dan Beomgyu duduk bersila.

Tentu saja pekikan senang dan sorak bahagia menjadi respon mereka ketika buku milik Yedam sudah mendarat sempurna di atas kasur tersebut. Tak menyia-nyiakan kesempatan, Jisung dan Beomgyu segera mengeluarkan handphone mereka dan menyalakan kamera bermaksud untuk memfotonya.

"Makasi Yedam Baik!"

"Iihh lepas Guanlin. Gue gak bisa nafas njir!"

"Loh, Yedam udah gak polos lagi. Siapa yang ngajarin berbicara kasar kayak tadi?"

"Yang pastinya sih lo juga termasuk Sung. Soalnya lo kan the king of julid dan penuh umpatan."

Hampir saja handphone miliknya mendarat di kepala Guanlin seandainya Beomgyu tidak segera menarik tangannya. "Udah anjir. Kita semua emang udah gak polos. Mending kita makan mangga."

"Mangga? Mana?" sekali lagi senyum misterius Beomgyu perlihatkan. Perlahan kepalanya menoleh ke arah jendela kamar Guanlin yang tirainya terbuka lebar. Di luar sana terlihat sebuah pohon mangga yang tidak terlalu tinggi dengan buah yang banyak dan hijau. Mangganya juga besar-besar membuat Jisung tanpa sadar telah menelan ludahnya ngiler.

"Ok kita makan mangga. Guanlin yang manjat," seru Jisung sambil berlari keluar dari kamar Guanlin diikuti oleh Beomgyu dan Yedam yang juga ikut keluar.

"Loh kok gue? Lagian itu pohon mangga milik tetangga woi! Gak mau gue ke sana, ada anjing galak!"


Tbc.....

पढ़ना जारी रखें

आपको ये भी पसंदे आएँगी

76.2K 7.9K 24
Zoana lexy, sebuah karakter piguran dalam sebuah novel, dimana piguran itu baru saja keluar dari hutan, dan mati saat bertemu dengan pemeran utama. ...
3.7M 363K 96
Bercerita tentang Labelina si bocah kematian dan keluarga barunya. ************************************************* Labelina. Atau, sebut dia Lala...
1.2M 106K 52
(𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 𝟏) 𝘊𝘰𝘷𝘦𝘳 𝘣𝘺 𝘸𝘪𝘥𝘺𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪0506 ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴀʜᴜʟᴜ ᴀᴋᴜɴ ᴘᴏᴛᴀ ɪɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴅᴜᴋᴜɴɢ ᴊᴀʟᴀɴɴʏᴀ ᴄᴇʀɪᴛᴀ♥︎ ⚠ �...
OM DARREN (21+) L द्वारा

काल्पनिक

72.8K 652 5
Jatuh cinta dengan keponakan sendiri? Darren William jatuh cinta dengan Aura Wilson yang sebagai keponakan saat pertama kali bertemu. Aura Wilson ju...